A Place Called Home

Siang ini di adakan rapat para pemegang saham Harapan Jaya Grup. Semua pasang mata yang ada di sana mengarahkan tatapan mereka pada sosok yang baru saja memasuki ruangan, sosok presiden direktur mereka, Aryo Bimo Brodjohujodyo.

“Pak, apa rapatnya bisa kita mulai sekarang?” tanya seorang sekretaris perusahaan yang akan menjadi pembawa acara hari ini.

“Kita bisa mulai sekarang,” ujar Aryo sebelum melangkahkan kakinya menuju kursinya.

“Selamat siang, para pemegang saham yang kami hormati. Terima kasih sebelumnya saya ucapkan atas kehadiran Anda semua. Pada rapat ini, kami akan membahas tentang pengajuan penarikan saham Harapan Jaya Grup,” ujar Irfan yang berdiri tepat di samping Aryo.

***

“Bos, gue curiga tentang satu hal,” ujar Rama ketika rapat selesai dan semua orang sudah keluar dari ruangan.

Aryo memicingkan matanya, lalu beralih menatap Rama di hadapannya, “Maksud lo?” tanyanya. Pria itu melepas kacamata yang bertengger di batang hidungnya.

“Ini janggal banget. Semuanya baik-baik aja sampai tiba-tiba para pemegang saham mau narik sahamnya. Semakin aneh saat mereka yang adalah pemilik saham yang jumlahnya besar,” ujar Rama sembari berdiri dari kursinya. “Ada yang sengaja mau nempatin lo di posisi yang sulit ini,” lanjut Rama.

Aryo nampak berpikir sejenak, lalu pria itu hendak beranjak dari posisinya. Namun Rama terlebih dulu menahannya.

“Lo mau kemana? Please, jangan gegabah. Kita bahas ini sama Rudi, Bagas dan yang lainnya. Kita bahas ini bareng-bareng. Inget lo nggak sendiri, lo punya kita,” ujar Rama.

“Apa kasus Reynaldi ada hubungannya dengan pemegang saham yang tiba-tiba mau narik saham mereka?” pertanyaan Aryo itu terasa seperti sebuah pernyataan untuk dirinya sendiri.

“Bisa jadi. Kalau itu benar, kemungkinan terburuknya adalah Reynaldi udah mencium aksi kita dan mengibarkan bendera perangnya untuk lo.”

***

Siang ini Tiara dan teman-temannya mengerjakan tugas kelompok di penthouse. Valdo, Sandi, dan Adrian tampak begitu senang mengunjungi tempat tinggal Tiara. Mereka bertiga takjub akan tempat mewah yang memiliki beberapa fasilitas yang menawan. Ada balkon yang menyajikan pemandangan perkotaan, sebuah jacuzzi indoor, ruangan fitness pribadi, serta infinity pool eksklusif khusus penghuni penthouse yang hanya terdiri dari 2 unit ini.

Akmal yang selalu berkesempatan menjadi ketua kelompok, punya pekerjaan paling banyak. Di tambah pula teman-teman lelakinya itu malah asyik berendam di jacuzzi. Jadilah hanya Tiara dan Akmal mengerjakan tugas di ruang tamu agar pekerjaan mereka bisa cepat selesai. Di tengah-tengah kegiatan mereka, terdengar suara bel pintu yang menandakan seseorang telah datang.

“Mal, gue bukain pintu dulu ya. Kayaknya Aryo udah pulang,” ujar Tiara. Setelah Akmal mengiyakan, perempuan itu segera beranjak untuk membukakan pintu.

Tiara melihat seseorang di depan pintu melalui layar kecil di samping pintu. Ketika mendapati sosok Aryo berada di sana, Tiara segera membuka pintunya.

Seketika pintunya terbuka, Aryo langsung menghambur memeluk tubuhnya. Pria itu membenamkan kepalanya di bahu Tiara.

Hey, what happen? Everything is oke?” tanya Tiara.

“Ada sesuatu yang terjadi di kantor. There is a bad news but I will fix it as soon as possible,” ujar Aryo.

Alis Tiara bertaut mendengarnya, tapi ia memilih untuk tidak membahas itu lebih jauh saat ini. Ia berpikir bahwa Aryo hanya butuh di dengar.

“Masih ada temen-temen aku lho, nggak mau dilepas dulu ini?” bisik Tiara di dekat Aryo ketika mereka masih berpelukan di depan pintu. Aryo yang matanya menangkap bahwa empat orang teman istrinya tengah melihat mereka, perlahan-lahan melepaskan dekapannya pada Tiara.

Teman-teman Tiara nampak tersenyum kikuk, rambut mereka masih setengah basah karena baru saja membilas diri setelah berendam di jacuzzi. Akmal yang duduk di sofa, mengalihkan tatapannya dari Aryo dan Tiara kepada layar laptop di hadapannya.

Aryo menyunggingkan senyum tipisnya dan menyapa teman Tiara satu persatu sebelum ia pamit untuk ke kamar dan berbersih diri. Aryo mengarahkan tangannya untuk mengusap puncak kepala Tiara sekilas, “Aku ke kamar dulu ya. Kamu lanjutin aja kerja kelompoknya,” ujar Aryo sebelum melenggang pergi.

***

Tiara menuju kamar untuk menemui Aryo. Pekerjaan kelompoknya telah selesai pukul 5 sore dan Tiara baru saja mengantar teman-temannya pulang sampai pintu.

Ketika mendapati Tiara di sana, Aryo merentangkan lengannya ke arah perempuan itu. Tiara memerhatikan raut wajah Aryo yang tidak secerah biasanya, ada kesedihan yang ia tangkap di sana.

“Apa nih maksudnya?” tanya Tiara pura-pura tidak paham apa yang diinginkan Aryo, padahal nyatanya ia sangat paham. Tiara akan mencoba bermain-main untuk menghibur suaminya itu lebih dulu sebelum menenangkan perasaannya.

“*I need you here with me.” Aryo berucap manja.

“Gemes banget ya suami aku kalau manja gini. Sini, sini aku peluk.” Tiara mendekatkan dirinya dan segera membawa Aryo ke pelukannya.

Aryo and Tiara Hugging

Beberapa detik keduanya hanya saling mendekap tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Tiara mengusapkan tangannya di punggung lebar Aryo dengan gerakan vertikal, berusaha menenangkan perasaan kalut yang sedang di rasakan suaminya.

“Gimana tadi kerja kelompoknya? Udah selesai atau besok harus di kerjain lagi?” tanya Aryo membuka percakapan ketika pelukan mereka terurai.

“Udah selesai. Temen-temen aku happy banget tadi, mereka berendam di jacuzzi.”

“Ohya? That's good. Are you happy too?”

Of course, I'm happy. Aku jadi nggak kesepian lagi di rumah. Pas kamu pulang, aku tambah seneng, karena ada kamu.”

Glad to hear that.”

Can I tell you something?” tanya Tiara.

Sure. You can tell me.”

“Jadi tadi temen-temen aku nanya ke aku, lucu banget deh,” Tiara menahan senyumannya ketika mengingat obrolannya tadi bersama teman-temannya.

Aryo yang memerhatikan ekspresi tersebut menjadi gemas dan perasaannya jauh lebih tenang hanya dengan melihat senyuman Tiara.

“Mereka nanya apa?” tanya Aryo antusias dan ia siap mendengarkan.

“Mereka nanya gini, Ra suami lo bau duit nggak sih? Gitu masa,” ujar Tiara kemudian ia tertawa geli.

Really? Oh my godness,” Aryo pun ikutan tertawa. Pertanyaan macam apa itu, pikirnya. Namun setelah di pikir-pikir itu lucu juga.

“Terus kamu jawab apa?” tanya Aryo setelah tawa mereka agak mereda.

“Aku jawab nggak lah, mana ada bau duit.”

“Teurs kalau nggak bau duit, aku bau apa?” dahi Aryo menekuk mendengar penuturan Tiara.

“Yaa kan kamu nggak bau duit. Kamu wangi parfume Jo Malone,” ujar Tiara.

“Kamu suka banget kayaknya wangi parfum itu.”

Tiara sembari mengulaskan senyum manisnya, “Iya, kamu jangan ganti parfum ya. Itu aja parfumnya.”

“Oke, besok aku beli 5 botol Jo Malone.”

“Kurang, Sayang.”

“Terus berapa?”

“10 gimana?”

“Oke,” putus Tiara sambil pandangannya tidak lepas sama sekali dari Aryo. Kemudian ia kembali merengkuh Aryo ke dalam pelukannya dan sedikit di goyangkan gemas.

“Ra,” ujar Aryo.

“Yaa?”

Life is suck sometimes. But at least I have you, and I'm grateful for that,” ujar Aryo pelan sambil mengeratkan pelukannya di tubuh Tiara.

You always have me to come,” ujar Tiara sambi menyisir surai legam Aryo perlahan dengan jemarinya. “I'm your home and always remember about that thing, oke?” balas Tiara dan Aryo mengangguk di balik punggungnya.

***

Terima kasih telah membaca Emergency Married 💍

Berikan feedback berupa like, reply, hit me on cc, atau boleh juga dm aku ya. Aku menerima kritik dan saran yang membangun. Kalau ingin curhat apapun dan tanya-tanya juga boleh kok~

Semoga kamu enjoy sama ceritanya yaa, see you at next part!! 🌷