Acara Lepas Bujang dan Sebuah Pengakuan
Malam ini di balkon rumah di lantai 2, diadakan sebuah acara yang bisa dibilang cukup private. Mengapa demikian? Acara ini memang diadakan untuk Raegan, jadi pria itu dapat dengan bebas menentukan apa yang ia inginkan, termasuk siapa-siapa yang akan hadir di acaranya.
Acara Lepas Bujang. Begitu kira-kira disebutnya. Acara ini bisa dibilang sebagai pesta terakhir bagi calon pengantin sebelum menikah. Biasanya teman dekat dari sang pengantin akan mengadakan pesta ini untuk calon pengantin sebagai kejutan, jadi sang pengantin tidak mengetahuinya. Namun berbeda dengan yang dilakukan Raegan, ia ingin semua atribut untuk keberlangsungan acara malam ini diurus juga olehnya. Jadi tidak ada kejutan atau apa pun itu yang tidak diketahui Raegan.
Raegan hanya mengundang beberapa orang-orang terdekatnya untuk hadir. Romeo, Barra, Calvin, serta beberapa anggota Aquiver seperti Alaric, Gifari, Dean, dan Vero. Ada suatu hal juga yang malam ini akan Raegan lakukan. Pria itu akan menyerahkan jabatannya sebagai ketua kepada Alaric, karena Raegan telah resmi bukan lagi menjadi anggota geng Aquiver.
Setelah acara utama yakni makan malam bersama, kini para pria itu tengah berada di balkon, mereka duduk-duduk di kursi yang ada di sana. Mereka sedang berbincang ringan sembari menatap langit malam yang diterangi oleh beberapa bintang di atas sana.
Ketika suasana hening menghampiri mereka, tatapan Romeo dan Barra yang bertemu, dan Raegan menyadari maksud tatapan itu, Raegan pun seketika menggeleng. “No, no. Kalian jangan pikir bisa ceburin gue ke kolam,” ujar Raegan dengan cepat.
Romeo pun tergelak dan segera disusul oleh yang lainnya. “Yah, nggak seru dong. Nggak ada yang spesial dari acara ini,” ujarnya.
“Kalian kalau mau berenang, silakan. Gue nggak ikutan,” ujar Raegan lagi.
“Gini aja, lo harus pilih. Lo yang nyebur sendiri atau kita berenang bareng-bareng?” cetus Calvin. Tanpa disangka, yang lainnya langsung setuju dengan ide Calvin yang menurut Raegan sangat gila. Pasalnya ini sudah hampir jam 10 dan udaranya cukup dingin.
“Ayo lah, Bro. Itung-itung sebagai salam perpisahan kita gitu,” ujar Calvin dengan tampang sok dibuat sedih.
Raegan seketika tertegun. Ia pun langsung teringat hal itu. Mereka akan berpisah, bukan karena Raegan telah hengkang dari Aquiver, tapi benar-benar terpisah oleh jarak yang cukup jauh. Ada keputusan besar yang telah dibuat oleh Romeo, Barra, dan Calvin. Beberapa hari yang lalu, Raegan sempat ragu bahwa sahabat-sahabatnya sungguhan mewujudkan keputusan itu. Namun rupanya hari ini mereka benar-benar mewujudkannya.
Romeo bangkit dari posisi duduknya, satu tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Detik berikutnya, Romeo menatap satu persatu teman-temannya itu. “Oh iya, kita belum sempat ngasih tau Kaldera soal ini. Kayaknya kita harus pamitan juga sama dia,” ujar Romeo.
Raegan pun mengangguk setuju. Akhirnya Raegan memutuskan untuk memanggil Kaldera. Sahabat-sahabatnya akan berpamitan, bukan untuk pulang ke markas mereka, tapi untuk pergi ke suatu tempat yang cukup jauh.
***
Kaldera segera membuka pintu kamarnya begitu terdengar bunyi ketukan dari luar. Tepat saat Kaldera membuka pintunya, ia menemukan Raegan di sana. Raegan menorehkan senyum segarisnya, tapi Kaldera seperti melihat sesuatu lain dari pancaran mata Raegan. Kedua netra Raegan nampak sedikit sendu dan seperti ada kesedihan di sana.
“Kal, ada yang mau diomongin Romeo, Barra, dan Calvin sama kamu,” ujar Raegan.
Kaldera nampak bingung, tapi ia menurut saja dan akhirnya mengikuti langkah Raegan menuju balkon. Begitu sampai di balkon, Kaldera mendapati ekspresi teman-teman Raegan tampak berbeda. Beberapa jam lalu mereka terlihat bergembira, tapi saat ini suasananya menjadi serius dan sedikit hening.
“Kal, ada yang mau kita sampaikan ke kamu,” ucap Barra memulai pembicaraan.
Kaldera pun mengangguk sekilas, ia menunggu mereka menyampaikan sesuatu itu padanya.
Barra berdeham sekali, lalu berikutnya pria itu berujar. “Gue, Romeo, sama Calvin nggak lama lagi akan pergi ke luar negeri. Kita akan di sana untuk waktu yang cukup lama.”
Mendengar penuturan itu, Kaldera nampak sedikit terkejut, tapi ia akan mendengarkan Barra mengatakannya sampai selesai. Jadi Kaldera tidak ingin berasumsi terlebih dulu.
“Setelah menghadiri pernikahan lo dan Raegan nanti, kita akan berangkat. Ada pekerjaan yang harus kita lakukan di sana,” ujar Barra lagi.
“Kal, tapi lo tahu? Pekerjaan yang akan kita lakukan bukan sebagai seorang mafia,” celetuk Calvin.
“Maksudnya?” tanya Kaldera dengan kedua alisnya yang bertaut. Kaldera menatap Calvin, Barra, dan Romeo secara bergantian. Terakhir Kaldera menatap Raegan dan meminta penjelasan dari semua yang baru saja didengarnya.
“Mereka akan coba pelan-pelan untuk lepas dari pekerjaan itu dan memulia bisnis baru yang ilegal,” ucap Raegan akhirnya.
Kaldera yang mendengar itu seketika merasa begitu lega. Kaldera terharu dan bangga sekali saat tahu bahwa The Ninety Seven berusaha untuk lepas dari pekerjaan sebagai mafia. Romeo, Barra, dan Calvin akan memulai bisnis legal bersama, tidak akan menggunakan uang hasil bisnis ilegal geng mereka untuk memulai bisnis tersebut. Kaldera senang, tapi ia sedikit sedih juga. Ini memang bukan akhir, tapi tetap saja perpisahan akan selalu menyedihkan bagi setiap orang yang pernah dekat. Apalagi Kaldera sudah menganggap mereka seperti kakak-kakaknya sendiri.
“Kal, jadi lo cuma anggap kita sebagai kakak lo?” cetus Romeo tiba-tiba. Kaldera pun menoleh pada Romeo dan mengangguk sambil tertawa pelan.
Romeo lantas memasang tampang sok sedihnya. Romeo mengatakan bahwa pria itu berharap Kaldera menganggapnya lebih dari seorang kakak. Kaldera akhirnya mengatakan, jika seseorang boleh punya dua kekasih di dalam hidupnya, Kaldera akan menganggap Romeo lebih dari seorang kakak. Romeo tampan dan baik, jadi sepertinya Romeo memag mduah membuat banyak gadis jatuh cinta padanya.
Raegan pun seketika terkesiap. Raegan terlihat cemburu, padahal Kaldera hanya bergurau. Kenyataannya seseorang memang cuma boleh punya 1 pasangan, itulah yang dinamakan sebuah komitmen. Lagipula hatinya cuma satu dan sudah dipenuhi oleh Raegan.
Setelah perbincangan itu, tidak lama kemudian sahabat-sahabat Raegan berpamitan. Raegan dan Kaldera mengantar mereka sampai ke teras rumah. Satu persatu mereka memberikan ucapan selamat pada Raegan dan Kaldera, sebelum benar-benar pergi dari sana.
Calvin yang paling terakhir menjabat tangan Raegan, menggoda sahabatnya itu dengan menyeletuk bahwa Raegan terlihat begitu bahagia. “Alaric, Gifari, liat nih mantan bos kalian happy banget mentang-mentang mau nikah. Dapet daun muda lagi,” seru Calvin diiringi tawa jenakanya.
Kaldera yang melihat kejadian itu di depan matanya mau tidak mau ikut tertawa. Pasalnya Raegan terlihat tidak dapat menyembunyikan rona merah di wajahnya bahkan sampai ke kedua telinganya.
“Makasih Bro, lo sudah menginspirasi gue,” ucap Calvin sebelum naik ke mobil. Romeo dan Barra sudah menunggunya di mobil, tapi Calvin masih belum berniat hengkang dari sana. Romeo membunyikan klakson mobilnya sekali, memerintahkan Calvin untuk segera masuk ke mobil.
“Menginspirasi apa maksud lo?” tanya Raegan kepada Calvin.
“Menginspirasi gue untuk mencari daun muda,” ujar Calvin dengan nada jahilnya. Setelah itu Calvin benar-benar mengacir ke dalam mobil. Satu kali lagi Romeo membunyikan klaksonnya dan kaca jendela pun di tutup. Mobil Romeo lekas berlalu dan disusul oleh 1 mobil di belakangnya yang berisi anggota Aquiver yang lainnya.
Sepeninggalan dua mobil itu, Raegan mengatakan sesuatu pada Kaldera. Raegan menatap Kaldera lekat-lekat, sepertinya dari tatapan itu ada begitu banyak yang ingin pria itu sampaikan dan terasa begitu sulit untuk terungkapkan.
“Kal, ada yang mau aku omongin sama kamu. Aku akan jujur sama kamu tentang sesuatu,” ujar Raegan.
***
Jam dinding di ruang tamu menunjukkan bahwa saat ini sudah pukul 11 malam. Di rumah itu suasananya sudah sepi dan hening. Papa dan mama mereka telah tertidur di kamar. Di ruang keluarga rumah itu, Raegan akan mengungkapkan sesuatu pada Kaldera. Raegan mengatakan bahwa ia akan jujur dan terbuka, ia tidak ingin ada rahasia di antara mereka.
“Kal, selama satu tahun belakangan ini, aku, Romeo, Barra, dan Calvin, menyelidiki orang yang kita curigai adalah dalang dari semua rencana Abbas dan Leonel,” ucap Raegan. Raegan dan Kaldera saling menatap, dan usai Raegan mengucapkannya, Raeagn mendapati tatapan Kaldera yang sulit ia artikan.
“Bukan Abbas Pasha dalang utamanya, tapi ada orang lain. Orang itu punya jabatan yang lebih tinggi dari Abbas. Tapi kabar baiknya, kita udah menemukan bukti-bukti kejahatan orang itu. Kemarin aku udah sampaikan ini ke papa, dan papa setuju untuk mengusut kasusnya lebih lanjut. Papa sebagai ketua MK punya wewenang untuk memberi orang itu hukuman,” terang Raegan.
Kaldera belum memberi tanggapan apa pun. Tatapan bingung perempuan yang dicintai Raegan itu, seketika mampu membuat Raegan merasa bersalah. Raegan telah menyembunyikan ini dari Kaldera, selama satu tahun lamanya, dan itu bukanlah waktu yang sebentar.
“Kal, aku minta maaf. Aku baru bisa ngasih tau kamu sekarang,” Raegan kehilangan kata-katanya untuk melanjutkan kalimatnya. Tatapan Raegan dan Kaldera saling mengunci, Raegan melihat ada kekecewaan di kedua mata Kaldera.
“Maaf, aku masih buat kamu kecewa dan marah,” ucap Raegan lagi. Raegan sempat khawatir bahwa Kaldera akan marah padanya, tapi rupanya tidak. Kaldera yang Raegan lihat saat ini di hadapannya adalah Kaldera yang menatapnya dengan tatapan lembut dan penuh kasih sayang. Berikutnya Kaldera memangkas jaraknya dengan Raegan, lalu dengan perlahan Kaldera membawa Raegan ke pelukannya.
Masih sambil mendekap tubuh Raegan, Kaldera pun berujar, “Mas, aku emang kecewa. Tapi itu nggak mengubah rasa sayang aku ke kamu. Kamu pasti punya alasan yang kuat kenapa kamu baru kasih tau ke aku sekarang. Satu tahun kita bareng, aku bener-bener bahagia. Aku tau kamu selalu berusaha untuk bikin aku bahagia. Makasih ya Mas,” tutur Kaldera panjang lebar. Dari nada suaranya, setip kata yang Kaldera ucapkan terasa begitu tulus.
Tanpa Raegan mengatakannya, Kaldera tahu alasan Raegan memilih tidak memberitahunya. Raegan selalu ingin membahagiakan Kaldera, memprioritaskannya, dan memastikan Kaldera menjalani harinya dengan senyuman. Raegan rela mengemban beban itu sendiri, karena ia hanya ingin menjalani hubungannya bersama Kaldera, dan ingin hanya ada kebahagiaan di masa-masa yang mereka jalani.
Perlahan-lahan Kaldera mengurai pelukannya dari torso Raegan. Kaldera mengarahkan tangannya untuk mengusap lembut sisi wajah Raegan, netranya yang tidak luput menatap Raegan dengan tatapan penuh cinta. “Mas, apa pun yang terjadi, aku akan selalu ada di samping kamu,” ucap Kaldera dengan suara lembutnya. Suara yang selalu mampu menenangkan Raegan, di saat hatinya terasa kalut.
Kaldera tidak pernah berpikir untuk lari dari Raegan, karena ia telah mencintai Raegan seutuhnya. Kaldera akan selalu mendukung yang Raegan lakukan, karena ia tahu Raegan sudah memilih jalan yang tepat. Raegan melakukannya bukan semata karena rasa dendamnya terhadap Leonel, tapi Raegan melakukannya karena ingin melindungi orang-orang yang pria itu cintai. Situasinya memang sulit. Namun sesulit apa pun kondisi itu, seorang kekasih sejati akan rela melaluinya bersama.
***
Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮
Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂