Bagaimana Jadinya Jika Tanpa Kamu
Enrico dan Valerie diliputi oleh kemarahan yang besar terhadap putra mereka. Setelah Prabu Adiwijaya menyampaikan kekecewaannya pada Enrico dan menarik saham yang ditanamnya di perusahaan serta membatalkan merger kedua perusahaan, Enrico dan Valerie memutuskan datang ke kediaman putra tunggal mereka. Di mana sumber kekecewaan keduanya adalah Marcellio Moeis, anak semata wayang keduanya yang selama ini telah mereka besarkan.
Sesampainya Enrico dan Valerie di sana, Enrico segera meminta tiga orang ajudannya untuk menyingkirkan anak buah Marcel. Karena mereka melarang Enrico dan Valerie untuk memasuki rumah, lebih tepatnya sebelum mendapat persetujuan dari Marcel.
“Ini rumah anak saya, kalian semua tidak berhak melarang saya untuk masuk,” hardik Enrico yang pada akhirnya memaksa masuk. Valerie segera mengikuti langkah suaminya, berjalan di sisinya untuk memasuki rumah itu.
Valerie mengomel tentang bagaimana bisa-bisanya Marcel melarang orang tuanya sendiri untuk memasuki rumah ini.
“Pah, Mama nggak terima lho. Masa kita dilarang masuk kayak gitu,” ocehan Valerie terdengar disepanjang lorong yang mengantarkan mereka untuk masuk ke dalam rumah.
Ketika akhirnya langkah Enrico dan Valerie sampai di ruang keluarga, keduanya langsung mendapati tiga orang di sana, yakni Marcel, Olivia, dan juga Mikayla.
Marcel segera menyadari kehadiran orang tuanya dan kini tengah menatap pada Enrico dan Valerie.
“Mikayla, tolong kamu ke kamar dulu ya Nak sama Mommy,” ujar Marcel pada putrinya, lalu tatapan Marcel beralih menatap pada Olivia.
“Kamu ke kamar Mikayla dulu ya,” ujar Marcel pada Olivia.
Namun Olivia justru menggeleng, ia tidak ingin meninggalkan Marcel. Olivia tahu Marcel akan menghadapi orang tuanya. Jadi Olivia ingin berada di samping Marcel di saat yang mungkin terasa tidak mudah untuk pria itu.
Akhirnya hanya Mikayla yang melenggang dari ruangan itu. Mikayla tampak tidak mengerti mengapa Papanya memintanya untuk ke kamar, padahal sebelumnya mereka bertiga sedang asyik menghabiskan waktu bersama di ruang keluarga.
Sepeninggalan Mikayla dari sana, Enrico dan Valerie segera menghampiri Marcel dan Olivia.
Pandangan Valerie lantas hanya tertuju pada Olivia yang berdiri di samping Marcel. Tatapan tidak suka jelas terpancar dari kedua mata Valerie.
Hingga akhirnya Enrico lebih dulu membuka suaranya. “Kamu sadar apa yang telah kamu lakukan?” Enrico menatap tajam pada putra semata wayangnya yang kini ada di hadapannya.
“Akibat perbuatan kamu yang membatalkan perjodohan, Prabu Adiwijaya menarik sahamnya yang berjumlah cukup besar di perusahaan kita. Ada rumor juga kalau Prabu akan membatalkan merger kedua perusahaan,” ujar Enrico.
Setelah Enrico bicara, kini giliran Valerie yang bersuara. “Marcel, Mama dan Papa sangat kecewa sama kamu. Bisa-bisanya kamu mencoreng nama baik keluarga kita dengan membatalkan perjodohan. Keluarga Adiwijaya adalah partner bisnis kita yang bernilai besar, dan kamu baru aja menghancurkan semuanya,” ujar Valerie bertubi-tubi.
“Beritanya sekarang udah kesebar di beberapa kalangan mitra bisnis kita yang lain. Kamu udah memutuskan meninggalkan berlian seperti Ghea, dan kamu tanggung sendiri akibat perbuatan kamu,” ucap Enrico lagi.
Orang tua Marcel bersikeras tidak merestui hubungannya dengan Olivia, tapi Marcel berkata bahwa ia sama sekali tidak peduli dengan itu. Marcel menatap kedua orang tuanya secara bergantian, lalu ia berujar, “Marcel nggak perlu restu dari Papa dan Mama untuk kebahagiaan Marcel sendiri. Udah cukup selama ini Papa dan Mama jadiin anak kalian seperti boneka yang kalian mau. Papa sama Mama selama nggak pernah sadar kalau perlakuan kalian itu nyakitin Marcel.”
“Jaga perkataan kamu, Marcel. Kamu sebagai anak nggak berhak bicara seperti itu,” ucap Enrico dan terlihat rahangnya yang sudah mengeras. Enrico menatap sengit pada Marcel. Pria paruh baya itu tampak langsung diliputi amarah begitu mendengar perkataan yang Marcel lontarkan.
Valerie terdiam di tempatnya, tapi tatapannya jelas menggambarkan bahwa wanita itu tengah diselimuti juga oleh amarah.
“Papa bisa aja nampar kamu, biar kamu itu sadar akan semua perbuatan kamu,” Enrico berucap lagi.
Perkataan Enrico memang terdengar menyakitkan bagi Marcel. Namun Marcel telah lama terluka, jadi rasanya ia telah terlalu terbiasa dengan luka itu.
Marcel justru menantang balik perkataan Enrico. Marcel mengatakan ia rela ditampar oleh Papanya, asal Marel bisa mempertahankan orang yang dicintainya. Mungkin hanya dengan cara itu, Enrcio bisa merasa puas dan meluapkan emosi.
“Kamu nantangin Papa ya Marcel?” ucap Enrico yang sudah maju selangkah. Valerie tidak menahan suaminya sama sekali, justru membiarkan Enrico semakin diliputi oleh emosi.
Di samping Marcel, Olivia tampak khawatir. Marcel meraih tangan Olivia dan menggenggam tangan itu erat, ia tengah mencari kekuatannya di sana.
Enrico semakin dekat dengan Marcel, hingga satu tangannya akhirnya terangkat. Tanpa menunggu apa pun lagi, Enrico pun melayangkan tangannya begitu saja untuk menampar Marcel dengan cukup kuat.
PLAK!
Bunyi tamparan itu terdengar memenuhi ruang tamu yang terbilang luas. Artinya tamparan tersebut sangat kuat hingga bunyinya begitu jelas terdengar.
Dua detik berlalu, tiga detik, empat detik, di ruangan itu Marcel hanya mematung di tempatnya berdiri setelah Papanya menamparnya. Pukulan Enrico rasa tidak terlalu terasa sakit, karena Marcel sudah terlalu mati rasa dengan semuanya.
Setelah adegan tidak terduga dan menyakitkan itu, Enrico melangkah pergi begitu saja dari sana.
Valerie pun maju selangkah, lalu ia hendak mengatakan sesuatu pada Olivia sambil menatap sinis. Namun dulu Marcel menghentikan Mamanya dengan berujar, “Lebih baik Mama jangan bicara kalau niat Mama cuma mau nyakitin Oliv.”
“Marcel kamu .. kamu lebih mentingin perasaan dia dari pada Mama? Di mana pikiran kamu? Dia itu yang udah buat semuanya kacau, bisa-bisanya kamu terus ngelindungin dia,” ujar Valerie dengan matanya yang membeliak menatap Marcel.
“Selama ini, apa Mama pernah mikirin perasaan Marcel?” gantian Marcel bertanya, dan jelas saja Valerie tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut.
Valerie akhirnya melenggang dari sana dengan perasaan kesal yang juga tengah membendungnya. Valerie merasa begitu terluka, tanpa dirinya tahu bahwa putranya selama ini sudah jauh lebih terluka.
***
Sepeninggalan Enrico dan Valerie, Olivia tampak khawatir dengan keadaan Marcel dan segera mencari pertolongan pertama untuk meredakan rasa sakit di wajah Marcel. Pipi kanan Marcel tampak memerah berkat kejadian beberapa saat lalu dan pasti rasanya sungguh nyeri.
Olivia telah meminta tolong pada asisten rumah tangga untuk menyiapkan kompresan air dingin.
Marcel berada di kamarnya dan tengah menyandarkan punggungnya pada header kasur.
Pintu kamar tidak lama diketuk. Olivia lekas beranjak membukanya dan mendapati asisten rumah tangga di sana membawakan sesuatu yang dimintanya.
“Bu, ini kompresannya,” ujar asisten itu.
“Makasih ya Mbak.” Olivia menerima wadah berisi air dingin yang dibawakan asisten itu.
“Perlu apa lagi Bu kira-kira?” tanya asisten itu sebelum berlalu.
“Ini aja dulu, nanti kalau butuh lagi saya akan bilang,” ujar Olivia dan setelahnya ia membawa kompresan itu ke dalam kamar.
Olivia masuk kembali ke kamar, kemudian ia duduk di tepi kasur dan mulai mengkompres pipi kanan Marcel menggunakan handuk kecil.
Marcel meringis kecil begitu Olivia mulai melakukan kegiatannya.
“Tahan sebentar, ya,” ucap Olivia. Olivia tidak sadar juga ikutan meringis, ia merasa tidak tega melihat kondisi Marcel yang seperti ini.
Tidak lama berselang, Olivia akhirnya menyudahi kegiatannya mengkompres pipi Marcel.
Marcel akan istirahat setelah ini dan pria itu mengatakan ia ingin Olivia berada di sisinya.
“Kamu di sini aja, temenin aku,” ujar Marcel pelan.
“Iya, sebentar. Ini aku balikin kompresannya dulu,” ucap Olivia yang kemudian beranjak untuk membawa kompresan keluar kamar.
Beberapa detik kemudian, pintu kamar terbuka dan Marcel mendapati kemunculan Olivia di sana. Olivia membawa sebuah obat oles untuk meredakan memar dan nyeri yang kemudian ia letakkan di nakas samping ranjang.
Olivia lalu beranjak ke kasur, ia bergabung bersama Marcel di sana.
Perlahan Marcel bergerak memeluk Olivia, ia berusaha mencari kekuatan atas kerapuhan dan rasa sakitnya. Olivia pun membalas pelukan itu, kedua lengannya melingkar pada torso Marcel.
“Babe,” ujar Marcel pelan di tengah pelukan mereka.
“Hmm?” Olivia menyahut. Lantas Olivia sedikit melonggarkan pelukannya pada torso Marcel.
“Kamu pasti takut habis liat kejadian tadi,” ucap Marcel.
Marcel mengira bahwa Olivia pasti merasa kaget dan juga mungkin takut, setelah melihat peringai orang tuanya. Marcel berpikir Olivia akan kembali mempertimbangkan untuk bertahan di sisinya.
Olivia lantas perlahan mengurai pelukannya, ia menatap Marcel dan menggeleng pelan. “Aku nggak akan ninggalin kamu. Aku udah janji, aku mau berjuang sama kamu. Keputusan aku nggak akan berubah,” tutur Olivia.
Olivia mengatakan, ia justru memikirkan kondisi Marcel, yang dirinya khawatirkan adalah keadaan Marcel yang sekarang. Tidak terbesit sama sekali di benaknya untuk pergi.
Marcel akhirnya mengatakan pada Olivia, bahwa Olivia tidak perlu khawatir tentang kondisinya. “Aku nggak papa. Kamu nggak usah khawatir ya. Aku kan kuat,” ujar Marcel.
“Beneran?” Olivia bertanya.
Marcel mengangguk sekali. Marcel kemudian memandangi wajah Olivia dengan teliti. Setiap seluk beluk paras itu, Marcel begitu mencinta dan selalu merasa nyaman, hanya dengan mendapati Olivia berada di dekatnya.
“Aku nggak akan biarin siapa pun nyakitin kamu, sekalipun itu orang tuaku,” ucap Marcel sembari tidak lepas memandang wajah Olivia.
“Hmm.”
“I love you, Babe. I really do. You mean everything to me,” lanjut Marcel.
Detik setelahnya usai kalimat tersebut, air mata Olivia sukses meluncur membasahi pipinya. Olivia lantas bergerak mendekat untuk memberi kecupan lembut di sisi kiri wajah Marcel.
Marcel seketika merasakan wajahnya ikutan basah karena air mata Olivia.
Ada seseorang yang menangis untuknya di saat Marcel terluka. Ada seseorang yang mendekap tubuhnya dan memberinya ketenangan yang benar-benar ia butuhkan. Maka coba jelaskan, bagaimana jadi Marcel jika dirinya tanpa Olivia? Marcel tidak akan sanggup, tidak akan pernah.
***
Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹
Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒