Berkibarnya Bendera Perang dari Kedua Kubu

Sebelumnya Raegan telah mengibarkan bendera perangnya kepada Tacenda, maka Leonel juga akan mengibarkan bendera perangnya hari ini. Satu persatu anggota Tacenda dan bisnis ilegal mereka memang telah gugur, tapi tidak semudah itu seorang Leonel Nathan Tarigan menyerah.

Kaldera mendapati sosok itu lagi di depan kedua matanya. Leonel berjalan ke arahnya sambil mempertahankan senyum smirk di wajah tegasnya. Leonel sampai di hadapan Kaldera yang duduk dengan kedua tangan diikat. Kemudian Leonel menurunkan kain penutup itu, hingga kini Kaldera dapat berteriak menyumpahi pria itu di depan wajahnya. Leonel malah cuma tertawa mendapati umpatan-umpatan itu.

“Akan lebih bagus kalau nanti kamu megumpat di bawahku, Cantik,” ujar Leonel dengan entengnya. “Di mana pacarmu dan anggota gengnya itu, hmm? Menjaga kamu saja nggak bisa, laki-laki macam apa dia?” ujar Leonel lagi.

Kemdudian satu tangan Leonel meraih rahang Kaldera dan memaksa gadis itu untuk menatapnya. “Raegantara yang membuat saya harus melakukan ini, kamu tahu itu. Dia mengibarkan bendera perang, jadi saya juga harus melakukan hal yang sama. Bukankah seperti itu, dunia ini bekerja?”

Setelah mengatakannya, Leonel lekas meminta anggotanya untuk melepaskan ikatan tali di tangan Kaldera. Leonel akan membawa Kaldera entah ke mana, tidak ada yang mengetahui itu. Namun sebelum Leonel membawa Kaldera bersamanya, terdengar suara tembakan yang sangat kuat. Mereka segera mencari sumber peluru itu dan mendapati bahwa peluru tersebut mengenai salah satu kaca di ruangan tersebut hingga kaca jendela itu pecah.

“Cepat cari tau sumber peluru itu dan lakukan antisipasi,” seru Leonel memerintah anggotanya.

Para anggota Leonel segera melaksanakan perintah tersebut. Leonel menahan Kaldera bersamanya, satu lengan pria itu melingkar di seputaran leher Kaldera dan satunya lagi memegang sebuah pistol untuk berjaga-jaga.

Detik berikutnya yang terjadi, pintu ruangan itu dibuka dengan gerakan kasar hingga menimbulkan bunyi yang cukup kuat. Di sana Kaldera mendapati sosok yang begitu dikenalnya. Namun hatinya tidak tenang saat melihat Raegan hanya seorang diri di sana. Raegan menatap ke arah Leonel dengan tatapan yang sulit diartikan. Seperti ada rasa marah yang begitu besar yang masih coba pria itu tahan.

Beberapa anggota Leonel yang ada di sana siap mengeluarkan senjata dan mengarahkannya kepada Raegan. Namun Kaldera tidak mengerti mengapa Raegan hanya datang dengan tangan kosong.

Let her go,” ujar Raegan.

Leonel berdecih, lalu pria itu mengangkat pistolnya dan berhenti tepat di pelipis Kaldera. Leonel menatap Raegan lurus-lurus, lalu ia berujar, “*What will happen if she die in front of you?”

Kaldera menyaksikan itu di depan matanya sendiri. Raegan akhirnya rela berlutut di hadapan Leonel untuk meminta Leonel melepaskan Kaldera.

What do you want from me?” tanya Raegan. Kaldera melarang Raegan melakukannya, ia meminta Raegan bangkit dari posisinya. Namun Raegan tetap bertahan di sana, menunggu Leonel mengajukan syarat agar pria itu melepaskan Kaldera.

“Cabut tuntutan atas kasus Redanzio dan pembunuhan berencana ketua Mahkamah Konstitusi,” ujar Leonel.

Begitu mendengar itu, Raegan pun beranjak dari posisi berlututnya. Pandangannya kini tertuju pada Kaldera. Bagaimana bisa Raegan memilih salah satu dari kedua hal tersebut?

“Mas, jangan cabut tuntutannya,” ujar Kaldera. Namun yang terjadi setelahnya adalah justru di luar dugaan Kaldera. Malam itu di markas Tacenda, Raegan mengatakan bahwa ia akan mencabut tuntutannya terhadap dua kasus itu.

Kaldera tidak dapat mempercayai keputusan Raegan. Kerja keras Raegan dan Aquiver selama ini rasanya hancur begitu saja dan itu disebabkan oleh dirinya.

“Mas, kenapa kamu turutin dia … ” ucap Kaldera dengan suara lemahnya. Leonel telah melepaskan Kaldera.

Raegan kini meraih tangan Kaldera, lalu ia berujar sembari menatapnya lekat. “Itu lebih baik dari pada dia nyakitin kamu.”

“Kita pergi dari sini sekarang,” sambung Raegan seraya meraih pergelangan tangan Kaldera untuk membawanya pergi. Kaldera masih termangu dengan semua yang terjadi, sampai dirinya tidak sadar akan sesuatu.

Begitu mereka hampir mencapai pintu, Raegan menghela tubuh Kaldera untuk bertukar posisi dengannya. Raegan memeluk Kaldera bertepatan dengan suara tembakan yang terdengar begitu kuat di sana. Kedua netra Kaldera pun membola mendapati suara itu terasa begitu dekat dengan posisi mereka. Apa yang baru saja terjadi? Dalam sekedip mata, sebuah peluru telah mengenai Raegan yang seharusnya itu mengenainya. Leonel terlihat berdiri tidak jauh dari posisi mereka, lelaki itu memegang sebuah pistol yang tadi digunakannya untuk menembak Raegan.

“Kal—” ucapan Raegan tertahan dan detik berikutnya, pria itu terjatuh dengan kedua lututnya yang lebih dulu menyentuh lantai. Raegan yang masih memeluk Kaldera membuat gadis itu ikut terjatuh juga bersamanya.

“Mas … ” Kaldera nampak panik akan kondisi Raegan yang tertembak di depan matanya. Air mata Kaldera seketika luruh mendapati Raegan kesakitan sambil memeluknya. “Mas, kita ke rumah sakit sekarang ya. Tolong bertahan, sebentar aja,” ucap Kaldera dengan suara lirihnya.

Tidak sampai satu menit setelahnya, tempat tersebut di kepung oleh para anggota Aquiver. Anggota Barra yang mendapati kondisi Raegan yang tertembak, segera membantu untuk menyelesaikan urusan tersebut. Sementara anggota Romeo dan Calvin akan melakukan petarungan dengan anggota Tacenda malam ini. Kedua kubu kini telah sama-sama mengibarkan bendera perang dan diprediksi akan ada pertarungan besar yang terjadi.

“Nunggu ambulans akan terlalu lama, kita berangkat pakai mobil aja,” ujar Dean. Mereka akhirnya memutuskan memapah Raegan dan akan berangkat ke rumah sakit menggunakan mobil milik pribadi dan mencari jalur tercepat untuk sampai.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit di dalam mobil, Kaldera berusaha membuat Raegan tetap tersadar. Kedua mata Raegan beberapa kali hampir saja tertutup, tapi kata-kata Kaldera selalu berhasil mengembalikan pria itu pada kesadaran.

Raegan mendongak untuk menatap Kaldera. Dunianya kini ada di hadapannya dan nampak begitu khawatir padanya. Raegan lantas mengarahkan satu tangannya untuk menyeka air mata yang merembas di pipi Kaldera.

Kaldera menatap Raegan lekat-lekat, lalu satu tangannya bergerak untuk mengusap lembut sisi wajah Raegan. “Mas, please, keep your eyes open. Please, I’m begging you,” lirih Kaldera. Kaldera merasa begitu hancur melihat Raegan kesakitan di depan matanya seperti ini. Raegan rela meletakkan nyawanya di ujung tanduk dan pria itu melakukannya karena dirinya. Apa yang terjadi saat ini, membuat Kaldera akhirnya menyadari bahwa Raegan sangat berarti baginya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂