Crashing Down

Sejak kejadian Marcel yang berbicara kepada Lilie tentang masa lalu mereka, Lilie sebisa mungkin berusaha menjaga jarak dari Marcel. Meski terkadang, Lilie memang tidak bisa menghindar dari Marcel dan itu karena urusan pekerjaan. Dari beberapa karyawan yang sudah cukup sering bertemu dengan Marcel, pria itu masih sering lupa nama-nama mereka. Namun pengecualian untuk Lilie. Marcel kerap kali menyebut nama Lilie dalam rapat maupun di beberapa urusan pekerjaan lainnya. Seorang atasan yang terlihat beda memperlakukan karyawannya, lama-lama disadari juga oleh karyawan lainnya.

Marcel kerap kali terlihat santai saat berbicara dengan Lilie, menunjukkan bahwa dirinya dan Lilie sudah saling mengenal sebelumnya. Entah apa yang terjadi di masa lalu antara Marcel dan Lilie, tidak ada yang mengetahuinya. Hanya Lilie dan Marcel yang tahu betul, apa yang terjadi di antara mereka 3 tahun yang lalu.

Beberapa kali ada karyawan yang tidak sengaja memergoki Lilie sedang bicara dengan Marcel. Untungnya, alasan pekerjaan masih bisa dijadikan tameng. Lilie hanya bisa berharap bahwa apa yang ia bicarakan dengan Marcel waktu itu tidak didengar oleh siapa pun.

Malam ini Lilie kembali lembur. Lilie tidak sendiri, di ruangan masih ada Ardi dan Valdo yang nampaknya hari ini akan pulang telat juga sama sepertinya. Ketika Lilie sedang fokus berkutat pada laptopnya, layar ponselnya tibat-tiba menyala, menandakan sebuah pesan baru saaa masuk. Lilie langsung mengalihkan fokusnya kepada ponselnya.

Lilie lantas menemukan nama ‘Pak Marcel’ di room chat di barisan teratas. Setelah Lilie membaca pesan tersebut, ia mendapati bahwa topik pembicaraannya bukanlah tentang urusan pekerjaan.

Pak Marcel : Lilie kamu masih di kantor? Kamu lembur lagi?

Lilie : Pak, tolong. Kalau bukan urusan pekerjaan, bapak tidak perlu menghubungi saya

Setelah membalas pesan tersebut, Lilie memutuskan kembali mengerjakan pekerjaannya. Namun tiba-tiba Lilie terpikirkan kan sesuatu. Seperti yang terjadi kemarin, Marcel mencoba mengantar Lilie pulang. Lilie merasa bahwa Marcel sengaja menunggunya di kafe yang tidak jauh dari kantor. Lilie berakhir menolak tawaran tersebut. Rupanya sikap penolakan Lilie tidak membuat Marcel menyerah begitu saja. Mungkin malam ini, Lilie akan kembali mendapati Marcel yang menawarkan mengantarnya pulang, lagi. Sepertinya Marcel masih ada di kantor dan entah bagaimana Marcel bisa menebak dengan tepat sasaran bahwa malam ini Lilie bekerja lembur.

Lilie pun mencoba berpikir, bagaimana caranya ia menghindar dari Marcel. Namun setelah beberapa menit memikirkannya, Lilie tidak kunjung menemukan jalan keluarnya. Lilie akhirnya hanya bisa memutuskan untuk pulang lebih cepat di saat pekerjaannya belum selesai. Jam lembur biasanya sampai pukul 9, di mana kantor akan ditutup pada jam tersebut. Jadi sebelum kantor di tutup, lebih baik Lilie pulang lebih dulu.

“Valdo, Ardi. Aku izin pulang duluan ya. Untuk list KOL sama influencer, udah aku kirim file-nya ke Valdo. Besok tolong di kontak ke merekanya buat ajuin kerjasama,” ujar Lilie kepada dua orang timnya itu.

Lilie pun beralasan bahwa dirinya merasa kurang enak badan, jadi terpaksa harus pulang lebih dulu. Valdo dan Ardi memaklumi hal tersebut, mereka tahu juga bahwa pekerjaan yang diemban oleh Lilie memang berat dan kerap kali atasan mereka pulang larut dibandingkan tim lainnya.

Lilie telah melenggang meninggalkan ruang kerjanya. Ketika Lilie berada di dalam lift, ponsel di dalam tasnya berbunyi. Lilie segera mengangkat panggilan tersebut ketika mendapati nama Edgar tertera sebagai ID Call.

“Halo?” ujar Lilie begitu sambungannya terhubung.

“…”

“Aku baru mau turun pulang.”

“…”

“Kamu di mana emangnya?”

“…”

“Ketemu di deket halte aja ya. Ini aku jalan ke sana.”

“…”

“Oke.”

Setelah itu sambungan telfon pun ditutup. Barusan Edgar menelfon Lilie dan berniat untuk mengantarnya pulang. Edgar berada tidak jauh dari kantor dan mengatakan akan menjemputnya lalu mengantarnya pulang. Namun Lilie mengatakan lebih baik jika mereka ketemuan di dekat halte Transjakarta. Tujuan Lilie melakukannya, semata untuk menghindari gosip dan isu miring yang dengan mudahnya tercipta di lingkungan kantor.

Mungkin Lilie bisa bertahan dengan gosip-gosip yang akan dilayangkan padanya. Namun ia memikirkan posisi Edgar. Notabenenya Edgar membutuhkan nilai magang dari kantor, maka sebisa mungkin harus mampu menghindar dari gosip. Bagi seorang anak magang, posisi lelaki itu tidaklah mudah.

Soal Lilie sendiri yang menerima tawaran Edgar untuk mengantarnya pulang, adalah karena Lilie menikmati waktunya ketika ia bersama dengan Edgar. Lilie tidak bisa memungkiri perasaan yang perlahan mulai tumbuh di dalam hatinya.

***

Lilie menatap ke arah langit Jakarta yang lagi dan lagi tampak mendung. Satu kali petir menyambar, menandakan bahwa sebentar lagi kemungkinan hujan akan turun. Lilie telah sampai di halte, ia memutuskan untuk berlindung di bawah atap halte selagi menunggu Edgar ; karena di luar hujan gerimis mulai turun.

Lilie menunggu sembari melihat satu persatu kendaraan bermotor yang melewati jalanan di depannya. Namun sampai hampir 10 menit berlalu, Lilie belum juga menemukan sosok yang ditunggunya.

Lilie mulai merasa cemas, pikirannya melayang kemana-mana. Edgar yang belum datang, membuat Lilie berpikir bahwa terjadi sesuatu dengan lelaki itu. Ketika sebisa mungkin Lilie mencoba menangkal pikiran buruknya, tapi yang terjadi tidak jauh dari posisinya, justru seolah ingin berkata lain. Lilie mendapati beberapa orang berkerumun di jalan raya di tengah padatnya kendaraan. Terjadi sedikit kemacetan di sana berkat suatu kejadian yang Lilie belum ketahui secara pasti. Namun sepertinya ada kecelakaan kendaraan di sana.

Lilie pun tanpa berpikir panjang berjalan cepat menuju tempat kejadian itu. Lilie harus memastikan bahwa pikiran buruknya salah, bahwa korban kecelakaan tersebut bukanlah orang yang ia kenal.

Lilie tampak tidak memedulikan air hujan yang membahasi tubuhnya. Lilie berusaha menerobos kerumunan orang-orang.

“Pak, Bu permisi, permisi. Tolong kasih saya jalan,” ucap Lilie ketika ia sampai tempat kejadian.

Ketika Lilie akhirnya berhasil menerobos kerumunan, ia dapat melihat di depan matanya siapa korban kecelakaan itu. Kedua lututnya pun seketika terasa lemas. Sosok yang tengah terbaring di aspal dengan kondisi tidak baik tersebut adalah orang yang di kenalnya. Korban kecelakaan itu adalah Edgar, lelaki yang perlahan mulai memenuhi pikiran dan hatinya.

“Ada yang udah panggil ambulan?” Lilie bertanya pada orang-orang di sana.

“Udah, Mbak. Ambulannya lagi menuju ke sini, tadi sudah ada yang nelfon,” uajr seorang bapak-bapak yang ada di sana.

Lilie kemudian berlutut di samping Edgar. Lilie hanya mampu menggenggam ringan tangan lelaki itu. Tatapan Lilie dan Edgar bertemu. Di bawah hujan dan langit gelap malam itu, Edgar mendapati mata Lilie nampak berkaca-kaca. Untungnya Edgar mengenakan helm full face, jadi benda tersebut berhasil melindunginya bagian vitalnya. Namun tidak ada yang tahu dengan kondisi tubuhnya yang lain.

Korban yang mengalami kecelakaan apa pun, tidak boleh sembarangan langsung diangkat dan dipindahkan posisinya, apalagi yang melakukannya bukanlah orang medis. Jadi sampai sebuah ambulan yang akhirnya datang, Edgar baru dipindahkan dari tempat kejadian.

Lilie pun ikut bersama ambulan yang membawa Edgar. Di dalam mobil itu, Edgar segera mendapat pertolongan pertama yakni bantuan pernapasan dari selang oksigen. Tidak ada luka luar yang terlihat, jadi sepertinya diduga bahwa kecelakaan yang dialami Edgar menimbulkan luka dalam.

Edgar terbaring di bangkar ambulan dan di samping kanannya ada Lilie serta di samping kirinya ada seorang petugas medis. Edgar menoleh pelan dan ia menatap Lilie tepat di manik mata perempuan itu. Kondisi Lilie tampak sedikit kacau karena tubuhnya yang basah berkat air hujan. Rambut panjang gadis itu juga basah dan sedikit berantakan.

Terlihat jelas kekhawatiran terpancar dari iris mata Lilie, Edgar mendapati itu. Sekujur tubuh Edgar kini memang terasa sakit, tapi melihat Lilie menatapnya dengan tatapan khawatir seperti ini, rasa sakit itu rasanya sedikit berkurang. Di tengah momen tersebut, ponsel Lilie di saku blazernya tiba-tiba berdering. Lilie pun segera mengangkat panggilan tersebut.

“Saya lagi di jalan ke rumah sakit. Edgar kecelakaan,” ujar Lilie di telfon.

“…”

“Saya nggak papa,” ucap Lilie sebelum sambungannya ditutup. Entah siapa yang menghubungi Lilie, Edgar tidak tahu. Lilie meletakkan kembali ponselnya dan Edgar kembali mendapati Lilie yang menatapnya. Terlihat di kedua pelupuk mata Lilie, air matanya akan tumpah sesaat lagi.

Di tempat lain, setelah sambungan telfon dengan Lilie berakhir, Marcel terlihat khawatir setelah mendapat info dari orang kantor bahwa Lilie baru saja pulang ; ditengah keadaan hujan lebat di sekitar kantor. Marcel khawatir terhadap Lilie, tapi Lilie justru mengkhawatirkan orang lain dari pada kondisi dirinya sendiri.

***

Lilie tengah menunggu di depan ruang UGD. Beberapa menit yang lalu, Edgar baru saja dibawa masuk ke dalam untuk segera mendapat penanganan medis. Lilie telah menghubungi keluarga Edgar untuk memberi kabar tentang apa yang terjadi. Keluarga Edgar mengatakan akan segera datang ke rumah sakit.

Lilie berada sendiri di sana, di dalam hatinya ia terus memanjatkan doa. Kecemasan dan kekhawatiran masih meliputinya, tapi Lilie ingin berpikir positif. Edgar pasti bisa selamat. Setelah melalui perawatan, Edgar akan bisa sehat dan pulih kembali.

Beberapa menit berlalu, Lilie mendapati kehadiran orang lain di depan ruang UGD itu. Lilie menoleh dan segera menatap lekat pada sosok Marcel yang langsung menghampirinya di sana.

Sebelumnya Lilie memang telah mengirim pesan pada Marcel mengenai alamat rumah sakit tempat di mana Edgar mendapat penanganan. Namun Lilie tidak menduga jika Marcel sampai memutuskan datang ke sini.

“Lilie, aku khawatir sama kamu. Kamu nggak papa, kan?” ujar Marcel.

“Saya nggak papa,” jawab Lilie apa adanya.

Marcel lantas memperhatikan sosok Lilie. Selain tubuh perempuan itu yang basah, Lilie kini tengah terduduk dengan tatapan kosongnya.

“Lilie .. kamu khawatir sama dia?” Marcel bertanya setelah ia memperhatikan Lilie.

Lilie jelas mengerti siapa ‘dia’ yang dimaksud oleh Marcel. Lilie yang sebelumnya menatap ke arah pintu ruang UGD, kini perempuan itu mengalihkan tatapannya pada Marcel yang duduk di sampingnya.

“Karena dia anak magang yang kamu bimbing atau karena alasan lain?” Pertanyaan yang kembali Marcel lontarkan tersebut, sebenarnya sudah memiliki jawaban di benak Lilie. Namun Lilie memilih untuk tidak mengutarakannya. Karena bagi Lilie, Marcel tidak perlu ikut campur terhadap urusan pribadinya.

Lilie berakhir bungkam, ia tidak menjawab pertanyaan Marcel yang sebenarnya terdengar lebih seperti sebuah pernyataan.

Tidak lama kemudian, akhirnya keluarga Edgar datang. Lilie menemui seorang wanita yang merupakan Bundanya Edgar dan lelaki muda yang merupakan kakaknya Edgar.

Lilie berbicara dengan Sienna mengenai apa yang terjadi. Jadilah pada akhirnya Sienna juga tahu malam itu bahwa perempuan yang ada di hadapannya ini adalah Lilie yang sering putranya ceritakan padanya.

Tidak lama setelah perbincangan Lilie dengan Sienna, Lilie akhirnya berpamitan untuk pulang.

Lilie telah melangkahkan kakinya menjauh dari sana, hingga benar-benar meninggalkan tempat tersebut dengan kekhawatirannya masih tertinggal di sana. Lilie tahu bahwa ia tidak bisa terus berada di sana, meskipun ia ingin sekali mengetahui kondisi Edgar terlebih dulu dan memastikan bahwa lelaki itu baik-baik saja.

***

Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸

Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕