Don't Leave Me Again

Semua orang memang terlihat panik begitu mendapati Olivia yang pingsan. Namun karena kondisi yang jadinya kurang kondusif itu, Ghea pun tidak menyadari bahwa Marcel adalah yang paling panik di sana.

Lia dan Andin, yang merupakan karyawan butik mendapati Marcel spontan memanggil nama Olivia ketika atasan mereka terjatuh, keduanya pun seketika saling bertukar pandang. Mereka jelas tahu karena mereka adalah saksi dari hubungan Olivia dan Marcel.

“Kita bawa Kak Oliv ke rumah sakit aja,” usul Ghea yang tampak khawatir.

“Iya. Kita berangkat pake mobil aku aja,” ucap Marcel yang segera diangguki oleh Ghea begitu saja.

“Kemarin Kak Oliv emang baru balik dari Singapur, kayaknya Kak Oliv kecapean deh,” ucap Ghea begitu melangkah di samping Marcel.

Marcel menggendong Olivia di dekapannya dan membawanya ke mobilnya. Setelah meletakkan Olivia dengan pelan di jok belakang dan Ghea juga masuk, Marcel segera meminta Arsen untuk membawa mereka ke rumah sakit.

Arsen hanya menuruti perintah Marcel untuk memanuver mobil menuju rumah sakit. Meski di dalam benaknya, terlintas banyak pertanyaan tentang apa yang baru saja terjadi.

***

Olivia segera dibawa ke ruang UGD dan mendapat penanganan oleh dokter. Ghea dan Marcel menunggu hasil pemeriksaan tentang kondisi Olivia. Di sana Ghea duduk di salah satu kursi di depan ruang UGD.

Sementara Marcel tidak duduk. Pria itu berdiri dan mondar-mandir, terlihat jelas bahwa kegelisahan tengah menyelimutinya. Marcel tampak acuh dengan kenyataan bahwa dirinya tengah bersama Ghea dan sikapnya tampak terang-terang mengkhawatirkan Olivia.

Sekitar 30 menit berlalu, dokter yang menangani Olivia akhirnya keluar dari ruang UGD dan menghampiri Ghea dan Marcel.

“Kondisi pasien baik-baik saja. Pasien hanya mengalami kelelahan dan kami akanbantu untuk rawat jalan. Sementara pasien akan dirawat di ruang UGD dulu dan nanti setelah dipantau, jika memang perlu, mungkin harus rawat inap,” jelas dokter perempuan itu.

Ghea segera berujar, “Terima kasih Dok. Saya adalah keluarganya pasien, jadi saya yang akan mengurus biaya administrasinya.”

“Sama-sama Mbak. Saya permisi dulu kalau begitu.” Dokter itu pun pamit dari hadapan Ghea dan Marcel.

“Aku mau urus administrasinya dulu ya,” ujar Ghea kemudian pada Marcel.

“Oke.” Marcel hanya menjawab demikian dan mengikuti langkah Ghea. Beberapa langkah Marcel tertinggal di belakang, karena Ghea berjalan cukup cepat dan Marcel memperlambat langkahnya. Marcel tengah berpikir tentang sesuatu. Entah mengapa Marcel merasa ada yang janggal dari perkataan dokter mengenai kondisi Olivia.

Selain itu Marcel meraca curiga karena ia tahu sekali bahwa Olivia tidak suka memakai sneakers, tapi hari ini perempuan itu mengenakan sneakers. Olivia menyukai high heels, bahkan disegala kondisi, Olivia akan memilih memakai heels, karena di rak sepatu Olivia hampir seluruhnya berisi sepatu berhak itu.

Marcel pun memutuskan bahwa ia akan mendapat jawabannya dengan tangannya sendiri, dan ia bertekad kuat untuk mencari tahu secepatnya.

***

Tanpa sepengetahuan Ghea, setelah Marcel mengantar perempuan itu pulang, Marcel kembali ke rumah sakit karena merasa curiga mengenai kondisi Olivia.

Marcel kemudian bertemu dengan Dokter Sarah di ruangannya. Namun Dokter Sarah mengatakan bahwa beliau tidak bisa memberitahu keadaan Olivia, karena itu adalah rahasia dan sebagai dokter ia disumpah untuk menjaga privasi pasien.

“Pak, mohon maaf sekali, saya tidak bisa memberitahu kondisi pasien yang sebenarnya. Kepada siapa pun, termasuk keluarganya. Ini adalah permintaan dari pasien, jadi saya sebagai dokter hanya menjalankan amanat dan tugas saya, sesuai dengan prosedur tenaga kesehatan,” terang Dokter Sarah.

Data pribadi pasien merupakan hak pasien dan Olivia ingin merahasiakannya. Jadi Dokter Sarah dengan berat hati tidak bisa memberi tahu keadaan Olivia yang sebenarnya.

Marcel akhirnya tidak mendapatkan apa pun. Ia keluar dari ruangan Dokter Sarah dengan perasaan yang kalut. Marcel mengkhawatirkan Olivia, tapi tidak mengetahui apa pun mengenai kondisi kekasihnya.

Namun Marcel bertekad tidak akan menyerah begitu saja. Marcel siap menghadapi apa pun yang akan menghadangnya, yang akan berusaha menjauhkannya dari Olivia. Karena bagi Marcel, yang bisa memisahkannya dengan Olivia hanyalah kematian.

***

Keesokan harinya Marcel datang lagi ke rumah sakit. Waktu menunjukkan sekitar pukul 12 siang.

Marcel menemui Olivia di ruang rawatnya. Olivia harus menjalani rawat inap, dan tentu saja hal tersebut semakin membuat Marcel curiga bahwa kondisi Olivia memang cukup serius.

Begitu Marcel sampai ke ruang rawat, ia menemukan Tania dan Carissa, kedua sahabat terdekat Olivia tengah berada di sana.

Ketiga perempuan di hadapan Marcel itu tengah menatapnya. Namun kemudian Olivia adalah yang pertama membuang pandangannya dari Marcel. Olivia mengalihkan tatapannya ke arah lain, yang jelas bukan kepada Marcel.

“Cel, sorry tapi Oliv nggak mau ketemu sama lo,” ujar Carissa.

“Ris,” Tania menegur Carissa, yang seketika membuat Carissa langsung bungkam.

Namun fakta yang dibeberkan Carissa seolah tidak dihiraukan oleh Marcel. Marcel masih berdiri di ambang pintu, meminta pada Olivia memberinya waktu untuk bicara pada perempuan itu.

Kedua tangan Olivia tanpa sadar mengepal di sisi tubuhnya. Olivia tengah berusaha mempertahankan tembok pertahanannya.

Olivia meminta Tania dan Carissa untuk tidak meninggalkannya, tapi itu tidak masalah bagi Marcel. Marcel mengatakan mereka bisa bicara tanpa kedua sahabat Olivia harus pergi dari ruangan itu.

“Liv, lo ngomong dulu berdua sama Marcel ya. Kayaknya kalian bener-bener harus bicara,” ujar Tania yang akhirnya membuat keputusan. Carissa nampak tidak setuju dengan ide Tania, tapi Tania mengisyaratkan melalui tatapan matanya. Segera Tania mengajak Carissa untuk keluar dari ruang rawat itu.

Hingga kini di ruangan itu hanya tersisa Olivia dan Marcel.

Marcel menarik kursi di samping ranjang rawat Olivia, lalu pria itu duduk di sana. Olivia masih belum mau menatap Marcel, hingga akhirnya Marcel membuka suara lebih dulu. “Tania sama Carissa udah tau ya .. ?” Marcel bertanya dengan nada yang tidak mampu Olivia artikan. Namun yang jelas, ketika Olivia akhirnya menatap Marcel, Olivia mendapati raut sedih yang terpancar di wajah Marcel dan juga bercampur rasa kecewa.

Marcel kemudian berujar lagi, “Aku tau kamu nggak baik-baik aja. Aku khawatir, tapi di satu sisi aku nggak tau apa-apa tentang kondisi kamu. Tolong, Liv, jangan biarin kamu laluin ini tanpa aku. Please, jangan dorong aku pergi dari kamu.” Marcel berucap dengan nada yang terdengar pilu, tatapannya dipenuhi kepedihan ketika menatap Olivia.

Olivia menghela napasnya, kemudian ia menghembuskannya cukup panjang. “I’m totally fine,” hanya itu yang Olivia ucapkan. 3 kata yang jelas-jelas Marcel tahu itu merupakan dusta yang besar.

Olivia lantas meminta Marcel pergi dari ruang rawatnya, tapi Marcel tetap bergeming di posisinya.

“Aku bakal tetap di sini sampai aku tau kondisi kamu. Sampai ego di hati kamu mencair,” kekeuh Marcel.

“Maksudnya .. kamu bilang aku egois?” Olivia bertanya dengan kedua matanya yang menatap Marcel dengan tatapan terluka.

“Yes. Exactly,” ujar Marcel.

Rasanya kata-kata Marcel seperti menampar Olivia. Namun Olivia masih mencoba untuk bersikap denial dengan semuanya.

“Di bagian mana aku egois, Cel? Kamu harusnya ngerti alasan aku milih buat pergi,” Olivia menjeda ucapannya sesaat. Dadanya terasa sesak karena ia tengah berusaha menahan tangis.

Marcel pun berujar, “Dengan kamu pergi dari aku, kamu egois sama diri kamu sendiri, Liv. Dengan biarin kamu sakit sendiri kayak gini, kamu nggak sadar kalau kamu udah nyakitin diri kamu, dan kamu juga nyakitin aku. Aku hancur tanpa kamu, Liv.” Bertubi-tubi Marcel mengatakannya. Semua yang Marcel rasakan setelah Olivia pergi, adalah hanya kehancuran dan malam-malam dengan mimpi yang buruk.

Olivia pun balas berujar, “Kamu harusnya tau aku cuma nggak mau bikin semuanya jadi makin runyam. Hubungan kamu sama orang tua kamu, aku nggak mau bikin semuanya tambah parah, Cel. Nggak papa aku yang pergi. Kamu bisa coba mencintai Ghea, kamu pasti bisa.”

Olivia seketika mendapati kilatan bening di kedua mata Marcel. Ada sedikit amarah di sana, tapi sepertinya rasa sakit itu lebih besar.

“We need to stop talk about Ghea, about my parents. We just need to talk about us,” putus Marcel.

“Nggak ada yang perlu kita bicarain tentang kita, Cel,” kekeuh Olivia.

“We need to talk, Olivia. I can’t love anyone beside you. I won’t to start relationship with another woman. I just wanna be with you, can you just accept it?” ucap Marcel dengan menekankan setiap kata-katanya dan netranya yang tidak lepas menatap ke arah Olivia.

Olivia terdiam tanpa bisa berpikir apa yang dapat diucapkannya lagi. Dua detik berikutnya Marcel justru mendapati Olivia menangis. Air bening itu membanjiri belah pipi kekasihnya tepat di depan matanya.

“Aku .. aku nggak mau bersikap egois kayak gini, Cel. Tapi aku juga nggak bisa milih. Aku nggak pengen pergi dari kamu, tapi aku nggak punya pilihan,” Olivia mengucapkannya sembari terisak pilu.

Marcel hanya dapat membeku di tempatnya, padahal ingin sekali dirinya merengkuh Olivia dan memeluknya.

“Aku minta maaf, aku udah bersikap egois. Aku sadar, aku salah karena nggak ngasih tau kamu sesuatu yang berhak kamu tau,” ujar Olivia lagi.

“What happen? What should I knew?” Marcel segera bertanya dengan tatapannya yang nanar menatap Olivia.

Olivia lantas mengusap air matanya. Ia berusaha mengontrol dirinya dan menatap Marcel, meski rasanya sulit untuk bertemu pandang dengan netra yang membuatnya jatuh cinta itu. Olivia ingin lari ke pelukan itu, tapi ia tidak bisa.

Marcel masih menunggu Olivia untuk mengatakannya.

“Aku hamil,” ungkap Olivia akhirnya.

Dua kata yang diucapkan Olivia itu sukses membuat Marcel terpaku dan kehilangan kata-katanya. Marcel hanya menatap Olivia lurus-lurus. Kedua mata Marcel pun membeliak. Marcel tampak tidak percaya dengan yang barusan didengarnya, tapi detik berikutnya pria itu tidak sanggup menahan senyum terharunya.

Marcel kemudian meraih tangan Olivia dan menggenggamnya erat.

Olivia menatap tangan Marcel yang tengah menggenggam tangannya, lalu Olivia hendak melepas tangannya dari genggaman Marcel. Namun Marcel beegrak menahannya, tidak membiarkan Olivia melakukannya.

“Don’t leave me again. Please, I’m begging to you,” Marcel berucap dengan nada memohon.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒