Everything About You It's Perfect
Marcel menjadi orang yang payah ketika ia berhadapan dengan Olivia. Sebelum bertemu dengan Olivia, Marcel mengencani beberapa perempuan. Namun Marcel belum pernah merasa bahwa ia begitu menginginkan. Hanya ketika bersama Olivia, mengobrol dengannya, bertukar pikiran, lalu berakhir tertawa bersama, Marcel merasa bahwa dirinya benar-benar hidup.
Sesuatu dalam diri Marcel yang bertahun-tahun lalu telah dimatikan oleh orang tuanya, lebih tepatnya saat ia menikah dengan almarhum istrinya, kini telah kembali hidup dan tepatnya, itu terjadi sejak Marcel bertemu dengan Olivia.
Marcel takut akan sulit baginya untuk benar-benar mencintai seseorang. Namun semua ketakutan itu terpecahkan sejak Marcel mencintai Olivia. Marcel merasa ia telah menemukan pelabuhan terakhirnya dan hanya mampu mencintai Olivia, bukan lagi orang lain yang secara paksa harus ia cintai.
Malam ini merupakan malam Senin. Besok Marcel harus bekerja, begitu juga Olivia. Namun karena satu minggu ini keduanya sama-sama sibuk bekerja, jadi mereka baru memiliki waktu di akhir pekan untuk bertemu dan berencana menghabiskan malam bersama.
Mereka akan menginap di penthouse milik Marcel. Marcel menjemput Olivia ke apartemennya sore tadi. Olivia membawa 1 koper kecil berisi pakaian miliknya, juga beberapa perlengkapan mandi serta perawatan tubuh dan wajah.
Sebelum berangkat ke penthouse, Marcel dan Olivia mampir ke supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan dan juga camilan.
Olivia mengatakan ia akan memasak makan malam untuk mereka berdua. Begitu sampai di penthouse, Marcel meminta Olivia untuk langsung memasak, karena katanya pria itu sudah lapar sekali.
Selagi Olivia memasak, Marcel berusaha membantunya. Sebenarnya Olivia cuma akan memasak omelette keju. Jadi Olivia merasa bahwa Marcel tidak perlu membantunya. Akhirnya Marcel menurut dan memutuskan untuk duduk manis di balik kitchen bar.
Tidak sampai 10 menit berlalu, akhirnya sebuah santapan yang terlihat lezat dan beraroma menggoda tersaji di hadapan Marcel. Olivia mengambilkan dua piring berisi nasi, lalu ia membawanya ke meja makan.
“It’s smell so good,” ujar Marcel sambil menatap sepiring omelette di hadapannya.
Olivia tersenyum sekilas, lalu ia memotongkan satu potongan besar omelette tersebut dan mengangsurkannya ke piring milik Marcel. Baru setelah itu Olivia mengambil untuk dirinya sendiri.
Keduanya lantas mulai menyantap makan malam mereka. Suapan pertama pun Marcel dapatkan. Seketika omelette dan nasi hangat memasuki mulutnya, detik setelahnya kedua mata Marcel tampak berbinar.
“Babe, ini enak banget,” ujaar Marcel setelah menelan suapan pertamanya.
“Masa sih? Rasanya udah pas? Kurang asin atau apa gitu nggak?”
“Udah pas. Kapan-kapan buatin lagi ya?”
“Iya. Nanti aku masakin lagi buat kamu.”
Berlanjutlah mereka menikmati makan malam sembari mengobrol santai. Sesekali keduanya bertukar pikiran dan membahas topik yang agak serius. Olivia menyampaikan apa yang menjadi pandangannya, itu menyangkut tentang keuangan, hubungan asmara, pekerjaan, serta rencana hidup beberapa tahun kedepan.
Olivia juga berbicara tentang arti kesepian bagi setiap orang sesungguhnya mempunyai makna yang berbeda. Pada hakikatnya, makna tersebut didasarkan pada pengalaman masa lalu, yang di kemudian hari menjadi sumber pemicu bagi seseorang. Bagi Olivia, arti kesepian sendiri adalah ketika ia merasa tidak bernapsu menikmati makanannya tanpa menonton video dari youtube. Selain itu Olivia harus menyetel musik ketika ia sedang membuat desain pakaian, karena takut rasa sepi menyerangnya ketika ia harus bekerja sendirian.
Olivia merasa sepi dan hampa saat tidak ada seseorang yang bisa ia ajak bicara. Makan sendirian di meja makan, rasanya sungguh tidak enak. Sejak orang tuanya bercerai dan Olivia tinggal bersama keluarga Om dari Mamanya karena suatu alasan, Olivia mendapati makna kesepian yang sesungguhnya. Tetep saja rasanya berbeda, Om dan Tantenya memang merawatnya dan menyayanginya dengan baik, tapi mereka tetaplah bukan orang tua kandungnya.
Ketika Olivia menginjak usia 17 tahun, Mamanya meninggal. 2 bulan setelah itu, Papanya menyusul. Saat itu Olivia merasa hancur dan kehilangan semangat untuk hidup. Rasanya Olivia kehilangan pusat dunianya dan apa pun yang ada di dunia ini, rasanya tidak berarti bagi Olivia karena Tuhan telah mengambil kedua orang tuanya.
Sejak lulus kuliah, Olivia telah memutuskan untuk tinggal mandiri, tidak lagi tinggal bersama keluarga Om dan Tantenya. Olivia kerap kali menyantap makanannya sendiri setelah ia pulang bekerja. Di apartemennya di mana Olivia tinggal sendirian, Olivia harus menyetel video youtube atau series di Netflix sembari ia menikmati makanannya.
“You’re not gonna be alone from now,” ujar Marcel ketika Olivia menyudahi ceritanya.
Kemudian Marcel meraih tangan Olivia yang ada di atas meja dan menggenggamnya. “I promise to you,” lanjut Marcel lagi.
Olivia lantas membalas genggaman tangan itu. Olivia mempercayai Marcel dan bersedia menjalani sebuah hubungan karena ia mencintai pria di hadapannya ini.
Makan malam mereka akhirnya telah selesai. Olivia beranjak dari duduknya dan menaruh piring kotor miliknya juga milik Marcel ke wastafel.
Olivia baru saja berbalik, dan ia langsung menemukan Marcel menyusulnya di sana.
“Babe, don’t be sad. I’m right here for you,” ucap Marcel dengan raut khawatirnya. Marcel khawatir pada Olivia yang tampak sedih setelah menceritakan masa lalunya.
Olivia lantas mengangguk. “It’s oke,” ujar Olivia.
Beberapa detik berlalu, Olivia hanya terdiam di tempatnya. Olivia menundukkan wajahnya, hanya menatap ke arah lantai.
Olivia berusaha menetralisir perasaan sedihnya, maka ia kembali mendongak dan menatap Marcel. Jika mengingat orang tuanya, Olivia pasti akan kembali merasa sedih, perasaan itu akan tetap ada. Namun Olivia mengatakan pada Marcel bahwa rasanya jauh lebih baik sejak mereka bersama. Olivia terlalu sedih lagi kala mengingat orang tuanya. Rasanya hidup Olivia jauh lebih baik ketika ia memiliki Marcel di sisinya, ketika ia memiliki seseorang untuk mendekapnya di saat rapuh.
“I need your hug,” Olivia berucap lagi ketika ia sadar bahwa dirinya tidak mampu menutupi rasa sedihnya di hadapan Marcel.
“Here,” ujar Marcel seraya menghela tubuh mungil Olivia untuk masuk ke dekapannya.
Tanpa mengucapkan apa pun, Marcel lebih memilih memberikan pelukan dan ketenangan untuk Olivia melalui usapan lembut di punggung.
Selama kurang lebih dua menit mereka berpelukan, perlahan Olivia lebih dulu mengurai pelukannya. Oliva menatap Marcel, tatapannya terlihat memuja dan mendamba. Marcel juga menginginkan dan mendamba hal yang sama. Namun ada rasa takut ia akan menyakiti Olivia.
“We can’t do this, Babe,” ujar Marcel akhirnya.
Olivia tampak bingung. “Why?”
“I don’t wanna hurt you eventhough I really want it.“
Ekspresi menggemaskan Marcel saat mengatakannya justru membuat Olivia mengulaskan senyumnya.
“We wanted it because we love each other,” ujar Olivia begitu Marcel mengusap sisi wajahnnya. Olivia memejamkan matanya menikmati usapan itu yang selalu bisa membuatnya nyaman.
Olivia masih diam di tempatnya, begitu akhirnya Marcel bertanya tentang satu hal padanya. “Babe, do you really want it? It’s only happen when you let me.”
Olivia membuka matanya dan kini tengah menatap Marcel. Olivia meletakkan tangannya di atas tangan Marcel yang masih menangkup wajahnya. “I do. I want it.”
***
Sebuah ciuman panas terjadi di dapur yang luas dan sunyi. Sebelumnya kediaman megah itu memang begitu sepi, tapi sekarang jadi tidak begitu, yani berkat kedua insan manusia yang tengah saling menyalurkan kasih. Terdengar suara cecapan kedua belah bibir yang saling mencumbu.
Masih sambil mengecup Olivia, kedua lengan Marcel mengangkat tubuh mungil Olivia dengan mudah untuk duduk di atas meja di dapur. Kemudian Marcel memperdalam ciumannya pada Olivia sembari tangannya bermain di pinggul gadisnya, mengusap sensual di sana.
Olivia melenguh pelan ketika Marcel melesakkan lidahnya memasuki rongga mulutnya. Olivia melebarkan mulutnya, membiarkan Marcel masuk dan mengabsen miliknya. Marcel sedikit memiringkan kepalanya guna memudahkannya melumat bibir Olivia.
Satu tangan Olivia yang bebas lantas mendarat di dada bidang Marcel. Olivia memberi usapan lembut dan sensual di sana, berlaih juga ke bagian lain yakni pada tubuh bagian atas Marcel.
Saat semakin jauh mereka menciptakan gelora asmara itu, khirnya Marcel memutuskan menggendong Olivia di depan tubuhnya. Kedua kaki Olivia melingkar sempurna di seputaran pinggang Marcel.
Mereka masih berciuman dengan penuh gairah. Marcel melakukannya dengan begitu lihai, berhasil membuai Olivia dan membawa gadis itu serasa terbang ke langit lalu melihat pelangi yang begitu indah.
Lenguhan kecil lolos lagi dari bibir Olivia yang kini sudah tampak sedikit membengkak.
Langkah Marcel telah sampai di kamar. Satu tangannya dengan cekatan membuka pintu, sementara tangan satunya masih setia menjaga tubuh Olivia di dekapannya.
Marcel belum melepas Olivia ketika mereka sudah sampai di kamar. Marcel tidak membiarkan bibir Olivia menyendiri, maka ia secara konsisten mencumbu belah ranum itu.
Saat Marcel memperdalam ciumannya, Olivia melesakkan jemarinya pada helai halus rambut Marcel. Olivia mengalungkan lengannya di leher Marcel, berusaha mencari kekuatan karena ia merasa tidak berdaya saat ini. Olivia seperti mabuk dan begitu mendamba untuk dicintai.
Mereka telah sampai di kasur. Secara perlahan Marcel membaringkan Olivia di sana. Ranjang king size milik Marcel ini, belum pernah ia izinkan untuk dimiliki oleh perempuan mana pun. Hanya Olivia yang akan menjamahnya pertama kali.
“Babe, this bed is gonna be only for us. I only let you to own it,” ujar Marcel.
Marcel lalu membawa dirinya untuk berada di atas Olivia. Olivia dengan puas dapat memandangi wajah Marcel dari bawah. Indah, batin Olivia. Perlahan Olivia menjalarkan tangannya untuk mengusap satu sisi wajah Marcel.
Setelah Olivia mengangguk pelan, Marcel akhirnya kembali mencumbu Olivia. Cumbuan pada bibir itu lama-lama turun ke leher dan kini mendapat di puncak dada Olivia.
Olivia masih mengenakan pakaiannya, hingga udara yang terasa panas akhirnya membuat Olivia ingin melepas atasan itu dari tubuhnya.
Ini menjadi pertama kalinya seseorang yang Olivia cintai mendapati tubuhnya tanpa pakaian. Olivia sedikit kurang yakin, ia mengatakan miliknya kecil. Namun Marcel mengatakan tidak masalah bagaimana ukurannya. Rasa cinta Marcel pada Olivia, tidak hanya berdasarkan ukuran yang dimiliki Olivia.
Akhinya Olivia melepaskan pakaiannya. Ketika baju itu telah tanggal dari tubuhnya, kedua pipi Olivia tampak sedikit memerah. Bahkan tadi Marcel membantu Olivia menarik resleting pakaian di punggungnya, membuat Olivia tampak payah dan bodoh.
Marcel memandangi Olivia tanpa pakaian, tanpa sadar, Marcel meneguk salivanya. Jantungnya berdebar kuat, rasanya ia tidak tahan dan ingin menyentuh kedua benda kembar milik Olivia itu.
Marcel akhirnya kembali akan mencium bibir Olivia. Marcel bergerak dari posisinya yang semula duduk bersila kini menjadi di atas Olivia lagi. Berkat gerakan Marcel di atas kasur yang cukup brutal, tidak sengaja aksi itu mengakibatkan pakaian Olivia jatuh dari kasur. Itu adalah atasan hitam Versace yang kini telah jatuh ke lantai.
Kini secara nyata, Marcel dapat menyentuh lembutnya kulit Olivia tanpa pakaian serta indahnya kedua benda kembar milik kekasihnya.
“Babe, you’re insanely beautiful,” ucap Marcel begitu ia mengurai ciuman mereka. Napas Marcel terdengar berhembus tidak beraturan, seperti saat pria itu berolahraga di tempat gym. Olivia yang mendapati pemandangan sempurna Marcel yang berada di atasnya, seketika mengulaskan sebuah senyuman kecil.
Udara malam serta pendingin ruangan yang harusnya membuat keduanya membutuhkan selimut, kini justru sebaliknya. Marcel bergerak membuka kaus yang ia kenakan. Marcel merasakan seluruh tubuhnya panas, maka ia memutuskan untuk menanggalkan kaus di tubuhnya.
Hingga kini jadi pertama kalinya Olivia disuguhi pemandangan bagian atas tubuh Marcel.
Olivia menatap terpana pada dada bidang dan kedua lengan berotot milik Marcel. Otot-otot itu tampak begitu berisi, mengkilap dan sempurna, membuat Olivia tidak sabar untuk menyentuhnya dan secara langsung merasakan benda-benda itu menggunakan jemarinya.
“You want touch them?” Marcel bertanya seolah mengerti apa yang tengah mengganggu pikiran Olivia.
“Hmm.” Olivia hanya menjawab dengan sebuah gumaman.
“You already have the permission to touch them, Babe.”
“Really?”
“Yes.”
Setelah percakapan itu, akhirnya Olivia mencoba mengangkat tangannya, lalu begitu semakin dekat jaraknya, Olivia akhirnya berhasil menyentuh benda yang mirip roti sobek itu. Perut sixpack Marcel terlihat indah bahkan sebelum dijamah dan ketika disentuh pun, sesuai dengan ekspektasi Olivia, benda itu terasa sempurna dari segi ukuran maupun perasan ketika Olivia menyentuhnya.
Malam yang panjang itu akhirnya menjadi milik Marcel dan Olivia. Mereka bergelut dengan gelora dan asmara di atas ranjang berukuran besar itu. Perasaan keduanya sama-sama menggebu dan ada keinginan kuat untuk melakukannya.
Seolah sebelumnya sudah pernah bertemu dan kemudian berpisah, Marcel merasa begitu merindu kepada sosok Olivia. Apakah pada kehidupan sebelumnya Marcel pernah menjadi orang lain dan mencintai Olivia dalam wujud orang lain juga? Marcel tidak mengetahui pasti jawabannya, tapi yang jelas Marcel ingin hidup bersama Olivia, selama sisa umurnya dan mencintai Olivia sebanyak yang dirinya mampu.
“They're are small,” ucap Olivia di tengah-tengah kegiatan mereka melakukan pemanasan sebelum akan mencapai inti dan Olivia baru saja merasakan nikmatnya ketika Marcel menyentuh dua benda kembar miliknya.
“No. The size is perfect, Babe. It's feels right in my hands,” ucap Marcel.
“Really? Did you like it?“
“Hmm, I did.”
“Alright. I like them too,” ucap Olivia sembari mengarahkan tatapannya untuk menjelajahi tubuh kekar dan indah Marcel.
“What did you like?” Marcel bertanya.
“Your abs. Your muscle, and everything about you it's perfect, Babe.”
***
Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹
Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒