Finally be A Couple
Tempo hari saat Olivia pergi merayakan ulang tahunnya bersama Marcel, Olivia telah mengatakan secara terang-terangan pada Marcel bahwa ia menikmati waktu kebersamaan mereka.
Besok paginya, sebuah kado dikirim ke apartemen Olivia. Itu dari Marcel. Olivia kemudian menghubungi Marcel dan secara tidak langsung mengatakan bahwa Marcel berarti baginya dan pria itu memiliki tempat di hidupnya. Marcel langsung menelfon Olivia kala itu, mengatakan bahwa pria itu ingin memastikan makna ucapan Olivia. Dari nada bicara Marcel di telfon waktu itu, pria itu terdengar begitu bersemangat untuk bertemu Olivia saat nanti dirinya kembali dari luar kota.
Sore ini Olivia pergi ke kantor Marcel. Untuk pertama kalinya, Olivia menginjakkan kakinya di gedung pencakar langit itu. Olivia akhirnya tidak heran lagi. Pantas saja Marcel menghamburkan uang dengan begitu mudahnya. Marcel adalah CEO dari sebuah perusahaan tambang terbesar kedua yang ada di Asia Tenggara. Ditambah lagi, Marcel adalah putra tunggal pemilik perusahaan Permata Tambangraya TBK, menjadikan pria itu pewaris tunggal kekayaan orang tuanya. Olivia tidak sanggup memperkirakan sekaya apa Marcel dan mungkin ia akan terkejut jika mengetahui jumlah uang yang ada di kartu debit Marcel.
Oke, sudah cukup memikirkannya, Olivia mengatakan itu pada dirinya sendiri.
Olivia kini tengah diantar oleh seorang sekretaris untuk menuju ke ruangan Marcel.
Marcel rupanya telah selesai dengan urusan pekerjaannya dan tengah menunggu kedatangan Olivia.
Begitu langkah Olivia sampai di depan sebuah ruangan dengan pintu coklat jati, sekretaris Marcel meninggalkannya seorang diri di sana dan mengatakan bahwa Olivia bisa langsung masuk.
Olivia merasa sedikit gugup, entah mengapa. Namun akhirnya karena tidak ingin membuat Marcel menunggu lama, Olivia segera membuka knop pintunya.
Cklek!
Olivia membuka pintu di hadapannya dan langsung menampakkan dirinya di ambang pintu. Seketika matanya mendapati ruangan kerja Marcel yang cukup luas, sangat luas bisa dibilang.
Olivia lanatas menemukan sosok Marcel di ruangan tersebut dan pria itu segera beranjak dari kursinya untuk menghampiri Olivia.
“Hai. Kita mau ke mana hari ini?” ujar Marcel sembari menatap Olivia.
Marcel telah mempersilakan Olivia untuk masuk ke ruangannya. Di ruangan itu terdapat sebuah sofa empuk yang berukuran cukup besar, dan mereka duduk bersisian di sofa itu.
“Kita dinner aja. Bentar lagi kan udah jam makan malem,” ujar Olivia sambil menilik arloji di pergelangan tangannya.
“Oke,” Marcel menyetujuinya.
“Kerjaan kamu udah selesai semua?” Olivia bertanya.
“Udah. Malem ini anak aku lagi nginep di rumah Omanya, jadi aku bisa pulang agak maleman. Kamu mau yang jauh juga bisa. Mau kemana?”
Berkat ucapan itu, Olivia seketika jadi ingat saat dirinya dan Marcel bertemu untuk yang pertama kali, di mana Olivia meminta ke Plaza Indonesia yang lokasinya cukup jauh.
“Bener nih?” Olivia malah kemudian menantang balik.
“Bener. Bilang aja kamu mau ke mana,” ujar Marcel tampak santai.
“Aku dinner di restoran yang cuma ada di Spore.”
“Bisa. Pesen tiket dulu ya kalau gitu.”
“Aku nggak serius, Cel,” cetus Olivia.
Setelah itu keduanya tergelak bersama begitu saja. Jelas mereka sama-sama teringat momen pertama kali ketika bertemu.
“Liv, tapi beneran kalau kamu mau ke Spore, kita bisa ke sana,” ujar Marcel masih menggoda Olivia.
Olivia menganggap itu hanyalah lelucon, tapi sebenarnya Marcel sungguh serius mengatakannya.
***
Sekitar pukul 9 malam, Marcel mengantar Olivia pulang. Keduanya telah menikmati makan malam yang cukup sederhana bagi Marcel, tapi terbilang cukup mewah sebenarnya bagi Olivia. Marcel tahu restoran itu, tapi ia belum pernah mencobanya, dan baru kali ini saat bersama Olivia.
Olivia belum turun dari mobil Marcel. Keduanya tengah sibuk membahas topik yang sedari tadi rupanya belum selesai mereka dibicarakan saat di perjalanan.
Arsen yang berada di balik kemudi, menjadi saksi hidup obrolan dua insan yang sedang dimabuk asmara itu. Bolehkah Arsen menghilang dari hadapan keduanya? Namun apa boleh buat, Arsen tidak akan melakukan sesuatu kalau Marcel belum menyuruhnya. Karena Marcel adalah atasannya dan Arsen bekerja pria itu.
“Cara kamu agak lain ya, Cel,” Olivia berceletuk secara blak-blakan, mengatakan bahwa cara Marcel menghubunginya melalui chat pertama kali itu sangat lain dari pada yang lain.
“Agak lain gimana?” Marcel bertanya sambil terlihat tengah menahan sebuah senyuman.
“Segala nantang diri sendiri,” ujar Olivia. Lantas Olivia menjelaskan bahwa biasanya pria yang ditolaknya akan langsung mundur saat Olivia jelas mengatakan tidak tertarik atau sedang tidak ingin menjalin suatu hubungan. Namun berbeda dengan Marcel, pria itu malah dengan percaya diri mengatakan bisa membuat Olivia mencintainya hanya dalam waktu 14 hari.
“Tapi akhirnya berhasil kan?” celetuk Marcel.
“Mana berhasil?”
“Sekarang buktinya kita bisa ngobrol kayak gini. Kemarin kamu lupa bilang apa di chat? Kita ini udah sampe tahap apa sebenernya, Olivia, hmm?” ujar Marcel dengan tatapan menggoda yang tertuju pada Olivia.
“Tetep aja, cara kamu tuh aneh,” cetus Olivia lagi, tampak teguh pada pendapatnya bahwa Marcel cukup agresif dalam mengejar wanita.
“Tapi berhasil kan bikin kamu tertarik?”
“Iya. Tapi berhasil bikin kesel di awal. Kamu sadar nggak?”
“Iya, aku sadar.” Kemudian Marcel tidak dapat lagi menahan tawanya. Olivia tertawa juga secara spontan. Tidak disangka oleh Olivia, mereka membicarakan hal ini dan justru jadi terasa lucu ketika mengingat kembali momen tersebut.
“Liv, hakikatnya cewek itu punya rasa penasaran yang tinggi dan semakin suka kalau ditantang. Kalau waktu itu aku nggak bikin tantangan untuk diri aku sendiri, yaa mungkin kita nggak bisa ngobrol kayak gini dan sampai di tahap ini.”
Olivia tertegun sesaat setelah mendengar penurutan Marcel. Namun ia tidak dapat memungkiri bahwa itu benar adanya.
“Aku tau kok temen kamu buntutin kita pas di Plaza Indonesia,” ujar Marcel lagi.
Olivia tampak tercengang mendengarnya.
“Kok kamu bisa tau?” Oliva bertanya dengan tampang bingungnya.
Marcel hanya tertawa mendapati ekspresi Olivia yang menurutnya tampak lucu dan menggemaskan.
“Temen kamu mainnya kurang pro, Olivia. Kenapa temen kamu buntutin kamu?”
“Yaa .. itu kan pertama kali banget kita ketemu, jadi aku takut aja diculik,” secara gamblang Olivia mengungkapkannya.
“Alright. Itu salah satu cara perempuan untuk protect dirinya. That's a good idea,” ujar Marcel.
Setelah percakapan itu, keduanya kemudian terdiam. Beberapa detik berlalu, ketika tatapan Marcel dan Olivia bertemu di satu titik dan saling mengunci. Marcel kemudian tersenyum lebih dulu, baru setelahnya Olivia ikut mengulaskan senyumnya.
“Arsen,” ujar Marcel tiba-tiba memanggil Arsen.
“Iya Pak?” Arsen segera menyahuti panggilan itu.
“Tolong tinggalkan saya dan Olivia di mobil berdua dulu. Kamu tunggu di luar sebentar,” ucap Marcel.
Tanpa menunggu apa pun, Arsen pun segera melaksanakan perintah atasannya. Arsen turun dari mobil, meninggalkan Marcel dan Olivia hanya berdua di dalam.
“Kenapa Arsen disuruh turun?” Olivia bertanya.
“Ada hal penting yang mau aku omongin sama kamu, dan kita perlu ruang untuk berdua aja,” ujar Marcel.
Olivia hanya mengangguk dan ia menunggu Marcel memulai pembicaraan. Pandangan keduanya kemudian bertemu dan saling mengunci satu sama lain. Olivia mendapati kedua mata sekecil sabit Marcel yang selalu menatapnya dengan tatapan berbinar.
“Olivia, aku bener-bener serius tentang perasaan aku ke kamu,” ujar Marcel.
Marcel menjeda ucapannya sealama beberapa detik. Marcel menatap Olivia, tatapan itu dirasa penuh makna.
“Liv, aku nggak pernah main-main tentang yang aku bilang dari sejak awal aku chat kamu. *I know it’s too early for us, but I just want you to know that I want us to be together. I want to be in relationship with you, I want to share stories with you, and I want to see your smile as much as I can. Olivia, will you be mine?”
Olivia mendengar dengan seksama semua penuturan itu. Secara sederhana Marcel mengungkapkannya, tapi entah kenapa, Olivia merasa bahwa pria itu benar-benar tulus kepadanya.
Olivia belum membuka suara untuk menanggapi, yang jelas saja itu membuat Marcel tampak khawatir.
Marcel masih menunggu di sana, ia bertekad akan mendengar jawabannya langsung dari Olivia. Apa pun jawaban itu, Marcel harus siap mendapatinya.
Olivia lantas menatap Marcel dengan tatapan hangatnya. Kemudian jemari mungil Olivia perlahan meraih jemari Marcel yang ukurannya lebih besar. Olivia menyelipkan jemarinya di antara jemari Marcel, berikutnya mulai menautkan tangan mereka, menciptakan sebuah kehangatan dari genggaman yang sederhana.
Marcel menatap tangannya yang digenggam oleh Olivia. Sialan, jantungnya rasanya ingin meledak. Kenapa Olivia begitu mampu memberikan dampak seperti ini padanya, padahal itu hanya sebuah aksi kecil.
“Liv, jadi gimana?” Marcel bertanya dengan tidak sabar.
Olivia mengangguk sekilas. “Iya,” ucapnya.
“Iya .. maksudnya?”
“Ya itu jawabannya. Emangnya tadi pertanyaan kamu apa? Masa lupa.”
“I’m not forgot, of course. Oke, that’s mean you are mine right now and we are in relationship, right?”
“Hmm.” Olivia hanya bergumam untuk mengiyakan.
Olivia mendapati Marcel yang kini tengah menatapnya dengan intens dan jarak mereka terbilang cukup dekat. Cara Marcel menatapnya inilah yang membuat Olivia hanyut dan bisa merasakan ketulusan pria itu. Awalnya Olivia memang ragu, tapi berkat usaha gigih Marcel, pria itu telah berhasil membuat Olivia merasakan perasaan tulusnya.
Mungkin jika sekeras apa pun Olivia berusaha tidak mencintai Marcel dan bersikap denial terhadap perasaannya sendiri, Olivia yang akan merugi karena ia akan kehilangan orang yang dengan tulus mencintainya.
Olivia lantas menatap tangannya yang saat ini masih berada di genggaman Marcel.
“Ini nggak mau dilepas? Udah malem lho, kita mau di sini terus?” celetuk Olivia.
“Just wait for a few minute. Please?”
Olivia hanya tertawa pelan mendapati tingkah Marcel. Ekspresi menggemaskan Marcel saat ini tidak sesuai dengan peringai dan perawakan gagah pria itu. Sungguh Olivia baru tahu baru Marcel bisa menjadi pribadi yang berbeda seperti ini.
“Liv, do you wanna try something?” ujar Marcel.
“Try what?”
“Mhmm it’s a—” Marcel menjeda ucapannya. Tatapan Marcel lalu sedikit turun dan tertuju pada bibir ranum Olivia.
“It’s only happen if you really want it,” ucap Marcel.
“Right now? Here?”
Marcel lantas mengangguk pelan. Olivia kini tengah menatap Marcel dengan tatapan lekat. Mata cantik Olivia hanya tertuju padanya dan dunia Marcel seolah berhenti berputar, tapi jantungnya seperti akan meledak karena terlalu keras berdegup.
“Your heart is beating so fast,” celetuk pelan Olivia yang kemudian gadis itu tidak bisa menahan tawa kecilnya. Olivia jelas-jelas mendengar degup jantung Marcel di tengah kesunyian di antara mereka.
“It’s because of you,” aku Marcel.
“Let’s do it for real then,” ujar Olivia.
“Are you sure?” Marcel bertanya lagi untuk memastikan.
Olivia mengangguk satu kali sebagai jawaban. Olivia yakin dan ia menginginkannya.
“I will let you,” ujar Olivia pelan sebelum akhirnya Marcel mulai mendekatkan diri padanya.
Tanpa menunggu lagi, Marcel lantas memangkas jarak yang tersisa di antara dirinya dan Olivia. Kemudian secara perlahan dan penuh kelembutan, Marcel lebih dulu mengecup belah bibir Olivia. Pertama Marcel menempelkan bibirnya di atas bibir Olivi dan dua detik berikutnya, Olivia balas memagut bibir Marcel dengan sedikit menggigit-gigit kecil.
Satu tangan Marcel yang bebas lantas berada di pinggang ramping Olivia, menjaga perempuan itu agar tetap berada di posisinya. Marcel melumat bibir Olivia, merasakan manisnya bibir itu menggunakan bibirnya.
Ciuman itu terasa begitu mendebarkan bagi keduanya. Wangi tubuh Marcel yang maskulin dan sangat khas itu, kini Olivia bisa menghirupnya dengan begitu puas.
Olivia dapat merasakan bibir Marcel terasa lembap, kenyal, dan manis secara bersamaan, yang kemudian sukses memberi gelenyar pada aliran darah Olivia selagi Marcel menciumnya.
Begitu juga, satu lengan Olivia mendarat sempurna di bahu Marcel, lalu tangan itu bergerak menangkup satu sisi wajah Marcel, memberi sedikit usapan lembut di sana.
Marcel dan Olivia sama-sama memejamkan mata ketika bercumbu semakin dalam. Keduanya sama-sama menginginkan dan mendamba satu sama lain, ingin membagi kasih, dan mengungkapkan sebuah perasaan.
Marcel masih mencium Olivia di sana, kali ini sedikit memelankan tempo gerakan bibirnya di atas bibir Olivia.
Sebuah lenguhan kecil kemudian lolos dari bibir penuh Olivia. Olivia merasakan jantungnya berdebar kuat, perasaan ini yang telah cukup lama tidak Olivia dapati dari pria yang ia kencani sebelumnya atau pria-pria yang berusaha mendekatinya.
It’s about a feeling who chose someone.
Bagian terakhir sebelum mengurai ciuman, Marcel memberi sebuah kecupan kecil di kedua ujung bibir Olivia. Olivia terpaku di tempatnya, ia masih sedikit tidak menyangka, tapi rasanya sangat mendebarkan dan itu adalah jenis debaran bahagia.
Olivia kini mendapati Marcel tengah menatapnya penuh afeksi, lalu perlahan pria itu mengusapkan ibu jarinya di ujung bibir Olivia.
“It’s time to go home. Aku anter kamu sampe ke unit,” ujar Marcel.
“Oke,” ujar Olivia.
***
Sesampainya Marcel dan Olivia di depan unit apartemen milik Olivia, Marcel tidak langsung berlalu dari sana.
“You know, I’m so happy this night. To be with you is really amazing, Olivia,” ungkap Marcel secara terang-terangan.
Olivia akan menunggu Marcel pergi dari hadapannya, tapi rupanya pria itu mengatakan belum ingin beranjak dari sana.
“Aku masih pengen sama kamu. Boleh nggak?” celetuk Marcel sembari menampakkan senyum manjanya.
“Tapi ini udah malem, Cel,” ujar Olivia.
“Sebentar doang, beneran. Kita ngobrol aja di apart kamu.”
“Berapa lama?”
“Thirthy minutes, habis itu aku balik.”
“Oke, beneran ya?” Oliva bertanya untuk memastikan.
“Iya, beneran.”
***
Marcel menunggu Olivia di ruang tamu selagi perempuan itu membuatkan minuman hangat untuknya.
Cuaca hari ini terasa cukup dingin, ditambah hari sudah semakin malam. Jam dinding di apartemen Olivia mennujukkan hampir pukul 11.
Sekitar lima menit berselang, Marcel kembali mendapati Olivia. Gadis itu membawa secangkir coklat panas yang lantas diletakkan di atas meja. Olivia mengambil tempat di samping Marcel, mereka duduk bersisian di sofa ruang tamu.
Marcel lantas mengambil cangkirnya. Setelah perlahan meniup minuman hangat itu, pria itu menyesap minumannya pelan. Marcel lalu meletakkan kembali cangkirnya di atas meja.
“Liv, besok kalau aku sempet, aku mau mampir ke butik kamu, boleh? Pas jam makan siang,” ujar Marcel.
“Boleh. Tapi beneran kalau kamu senggang aja.”
“Sure.”
“Liv,” ujar Marcel lagi setelah beberapa detik mereka hanya terdiam.
“Iya?”
“Aku mau kamu coba percaya sama aku dan yakin sama apa yang lagi kita jalanin sekarang,” ujar Marcel sembari netranya tidak lepas menatap Olivia.
Marcel lantas melanjutkan perkataannya bahwa ia memiliki banyak mantan pacar, dan selama ini dirinya merasa belum menemukan yang cocok yang bisa membuatnya menginginkan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Namun pengeculian untuk Olivia. Di hubungan mereka, Marcel begitu menginginkan Olivia, dan belum pernah ia merasa seperti ini.
Marcel lantas meraih satu tangan Olivia yang bebas, Marcel menggenggam tangan mungil itu. Olivia membalas genggaman tangan Marcel, sebuah senyum lembut penuh kasih terukir di paras cantik Olivia.
“Iya, aku mau coba percaya sama kamu,” ucap Olivia akhirnya.
Marcel dengan cepat mengulaskan senyumnya. Mereka masih di posisi yang sama, kini Marcel sedikit menggoyangkan genggaman tangannya di tangan Olivia.
“Cel, ini udah setengah jam lho. Malah udah lebih,” ujar Olivia sambil melirik jam dinding.
“Iya, sebentar lagi, Liv.”
“Kamu kamaleman nanti baliknya.”
“Nggak papa. Arsen udah biasa lembur, nanti aku kasih dia bonus bulanan. Oh iya Liv, aku baru inget sesuatu.”
“Apa?”
“Besok dan sampe dua hari ke depan, kayaknya aku nggak bisa ninggalin kantor. Aku jadinya nggak bisa ke butik kamu. Kita nggak bsia ketemu. Kerjaanku lagi padet banget.”
“Kalau gitu aku aja yang ke kantor kamu pas jam makan siang. Gimana?” Olivia menyarankan sebuah solusi.
“Is it oke?” Marcel bertanya.
“That’s totally oke.”
“Alright then. Thank you, Love,” ujar Marcel seraya menampakkan senyum lebarnya.
Mendapati senyum manis itu di dengan netranya, Olivia seketika merasa hidupnya tengah diberkati oleh Tuhan. Pertemuannya dengan Marcel dan perasaan mereka yang kini telah selaras, membuat Olivia merasa bahwa Tuhan telah begitu baik kepadanya.
***
Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹
Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒