Gelas yang Telah Terisi Penuh oleh Air

Raegan memiliki dua tujuan saat ia akhirnya memutuskan untuk membentuk The Ninety Seven. Tujuan pertama Raegan adalah ingin mendapatkan Leonel dengan tangannya sendiri. Sebelum hukum negara menghukum bajingan itu, Raegan ingin menghukumnya dengan kemampuan yang ia miliki. Tujuan kedua Raegan adalah ia ingin melindungi Kaldera. Raegan tidak bisa melindungi adiknya. Raegan berkali-kali menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi dengan Zio. Raegan tidak ingin, sesuatu yang buruk terulang lagi dan itu terjadi pada Kaldera.

Setelah membalas pesan di group chat The Ninety Seven, Raegan bergegas mengambil kunci mobil dan melangkah meninggalkan ruang kerjanya. Raegan mengatakan pada sekretarisnya bahwa ia ada urusan dan akan kembali ke kantor secepatnya.

Raegan berencana untuk menjemput Kaldera di sekolah sore ini. Raegan datang lebih awal rupanya, jadi ia memilih menunggu Kaldera di salah satu kursi tunggu yang ada di koridor lantai satu. Setelah sekitar 15 menit Raegan menunggu, akhirnya jam pulang sekolah tiba.

Dari arah tangga di sisi barat, nampak para siswa mulai berhamburan turun. Seperti pada umumnya, pulang sekolah adalah hal yang begitu dinantikan oleh mayoritas anak sekolah. Ekspresi bahagia tergambar jelas di wajah mereka, tawa canda juga mengiringi langkah mereka.

Raegan lantas berdiri dari posisi duduknya untuk menemui Kaldera. Tubuh tingginya memudahkan pria itu untuk mencari sosok Kaldera di tengah banyaknya siswa dan siswi di sana. Begitu netranya menemukan sosok yang begitu fameliar, rupanya sosok itu juga langsung menyadari kehadiran Raegan dan tengah menatap ke arahnya.

Kaldera berbicara pada temannya, sebelum akhirnya kedua kakinya melangkah menuju Raegan. Setelah keduanya bertemu, mereka segera menuju di mana mobil Raegan terparkir. Kali ini Raegan tidak membawa BMW hitamnya, melainkan sebuah Mercedes Benz hitam yang nampak gagah dan cukup tinggi ketika Kaldera akan menaiki mobil itu.

Raegan in suit

Raegan's car

“Mas, nanti bisa mampir ke supermarket dulu sebentar?” tanya Kaldera ketika Raegan baru akan menjalankan mobilnya.

“Bisa,” balas Raegan.

“Oh iya kamu harus balik ke kantor, kan? Kalau enggak, turunin aku aja di supermarket, Mas. Aku mau beli bahan makanan,” ujar Kaldera memberi saran.

Kaldera menjelaskan pada Raegan bahwa ia ingin berbelanja bahan makanan untuk di markas The Ninety Seven. Beberapa hari yang lalu, Kaldera mendapati bahwa kulkas di sana tampak tidak terisi dengan baik. Hanya ada bir, minuman bersoda, dan minuman beralkohol. Mentok-mentok yang terbaik di kulkas itu adalah 2 buah apel dan setengah potong semangka.

“Aku bisa balik telat ke kantor kok. Aku anter kamu ke supermarket ya,” ujar Raegan sambil sekilas menoleh ke arah Kaldera.

***

Kaldera ingin melakukan sesuatu untuk Raegan, Romeo, Barra, dan Calvin. Keempat pria itu telah melakukan banyak hal untuknya, dan Kaldera juga ingin berbuat sesuatu yang berarti untuk mereka.

Setelah ke supermarket untuk berbelanja bahan makanan yang jumlahnya cukup banyak, Kaldera pun berniat memasak untuk makan sore. Kaldera is likes a mama bird untuk keempat pria dewasa itu. Para pria dewasa itu ahli beladiri dan tahu caranya mencari uang, tapi mereka kurang paham caranya untuk hidup sehat. Mereka akhirnya mengaku telah sedikit melupakannya. Itu terjadi berkat rutinitas pekerjaan yang cukup padat yang harus mereka lakukan akhir-akhir ini.

Makanan yang dimasak Kaldera belum siap sepenuhnya, tapi Romeo dan Calvin sudah tidak sabar untuk mencicipi. Mereka mencomot udang goreng tepung yang padahal baru saja diangkat dari penggorengan. Alhasil kedua mulut mereka kepanasan dan berakhir berlari bersamaan menuju kulkas untuk mengambil air minum dingin di sana.

They are really look like a kids. See,” ucap Barra sambil sedikit berdecak.

Kaldera yang memperhatikan kejadian itu hanya tersenyum kecil sambil sekilas menggelengkan kepalanya. Sementara Romeo dan Calvin masih meredakan rasa panas di mulut mereka, Raegan dan Barra membantu Kaldera membawa makanan yang telah siap ke meja makan. Mereka akan makan bersama. Ini hal yang sedikit terasa asing bagi mereka. Sebenarnya mereka lupa kapan terakhir klali bisa menghabiskan waktu seperti ini. Ada rasa rindu terhadap momen di antara sahabat itu. Terlebih sejak Raegan meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang mafia, momen kebersamaan itu menjadi langka sekali.

“Mas, kamu mau udang atau ayam?” tanya Kaldera kepada Raegan. Seketika Raegan pun tersadar dari lamunannya. Kaldera yang duduk di samping Raegan hendak mengambilkannya lauk dan bertanya pada Raegan apa yang pria itu inginkan,

“Aku mau udang gorengnya,” jawab Raegan akhirnya.

Kaldera lalu segera mengasurkan 3 potong udang berukuran besar ke piring Raegan yang sebelumnya telah terisi dengan nasi.

***

Setelah merasa kenyang dan puas akan masakan Kaldera yang katanya sangat enak itu, Romeo mengajak Kaldera untuk berenang. Romeo terlihat antusias sekali dan Kaldera juga nampak tertarik dengan ide tersebut.

“Ini udah malem, gue bakal anter Kaldera pulang,” ujar Raegan yang secara tidak langsung melarang Kaldera mengikuti ajakan Romeo. Laki-laki dan perempuan berenang bersama? Dasar Romeo modus, pikir Raegan. Entah apa yang ada di pikiran seorang lelaki dewasa dengan mengajak seorang gadis berenang bersama.

Romeo lantas menghampiri Raegan, lalu ia menepuk pundak sahabatnya dan membisikkan sesuatu, “Gue udah nganggep Kaldera kayak adek sendiri, kali. Lo kenapa kayak kebakaran jenggot gitu. Bukannya lo nganggep Kaldera sebagai adek juga?”

Kaldera melihat ke arah Romeo dan Raegan dengan tatapan penasarannya. Kaldera terlihat ingin tahu tentang apa yang tengah dibicarakan Romeo dengan Raegan, tepatnya setelah aksi Romeo yang mengajaknya untuk berenang.

Raegan lantas mengulkaskan senyum palsunya ke arah Kaldera. Setelah itu, Raegan kembali pada Romeo dan membisikkan sesuatu. Ketika mengatakannya, nada suara Raegan terdengar serius dan tidak terbantahkan. “Justru karena gue nganggep Kaldera sebagai adik, gue harus jauhin dia dari buaya darat kayak lo.”

Raegan keburu menanggapi candaan Romeo dengan begitu serius. Padahal nyatanya Romeo hanya bergurau soal mengajak Kaldera berenang, terlebih saat matahari bahkan sudah hampir terbenam. Raegan mengumpat dalam hati dan menatap Romeo dengan tatapan kesalnya.

“Lo kayak bukan nganggep Kaldera adek, tau nggak?” celetuk Romeo sambil melempar pandangannya bergantian ke arah Raegan dan Kaldera.

“Lo kayak papah papah yang posesif ke anak gadisnya. Wow, how sweet.” Segera setelah mengatakannya, Romeo segera pergi dari hadapan Raegan sebelum pria itu sempat menghajarnya.

***

Sebelum hari benar-benar menjadi gelap, Kaldera dan The Ninety Seven memutuskan untuk bermain badminton di taman belakang yang cukup luas. Dua buah raket dan satu slot shuttlecock diambil dari ruang penyimpanan, mereka pun siap melakukan permainan.

Mereka memilih halaman berumput yang ada di belakang rumah untuk dijadikan tempat bermain. Indah sekali tempat dan suasananya, udara yang sejuk, sangat cocok untuk menghabiskan waktu sore dengan bermain bersama.

Mereka bermain 2 lawan 2, dan 1 orang lagi menjadi wasit. Barra dan Calvin berada di tim yang sama, sementara Raegan dan Romeo berada di tim satunya lagi. Kaldera menjadi wasit, tapi sesekali ia menjadi pemain pengganti dengan menggantikan Romeo.

Permainan berjalan cukup seru. Mereka sepakat bahwa tim yang kalah akan diberi hukuman, yakni mencuci piring kotor. Calvin dan Barra menjadi tim yang kalah setelah 3 kali permainan, jadi mereka harus melaksanakan tugas sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.

Calvin dan Barra sedang menjalankan hukuman mereka di dapur. Tadinya Raegan akan mengantar Kaldera pulang, tapi Kaldera ketiduran di salah satu kamar di rumah itu dan mereka tidak tega membangunkannya.

Mereka telah melakukan banyak hal yang menyenangkan, dan mereka juga bahagia karena bisa membuat Kaldera tersenyum serta banyak tertawa hari ini. Tanpa Kaldera sadari, perlahan rasa sedihnya karena kepergian Zio mulai bisa terlupakan. Meskipun belum sepenuhnya, kehadiran Raegan, Romeo, Barra dan Calvin rupanya dapat membantu Kaldera bangkit dari masa terpuruknya.

Di ruang tamu rumah itu, Raegan terlibat obrolan serius sama Romeo. Raegan menceritakan pada Romeo sekilas tentang latar belakang keluarga Kaldera. Romeo yang mendengar itu dari Raegan, menjadi semakin paham mengapa Raegan begitu protektif terhadap Kaldera. Raegan telah menyelidiki banyak hal tentang Kaldera, termasuk tantenya Kaldera yang merupakan wali sahnya setelah orang tuanya tiada.

Selain itu Raegan juga mencari tahu tentang hubungan Kaldera dan Zio. Kaldera dan mendiang adiknya telah menjalin hubungan asmara selama kurang lebih satu tahun. Sejak saat itu, hidup Zio maupun Kaldera berubah menjadi lebih baik berkat hubungan keduanya. Bagi Kaldera, Zio sudah seperti dunia baru dan mimpi yang indah untuknya. Jadi saat Zio pergi, Raegan dapat melihat betapa hancurnya Kaldera.

“Dia nolak waktu gue mau menjadikan dia bagian dari keluarga gue. Itu keinginan dan wasiat dari Zio. Jadi gue nggak punya pilihan lain saat gue mutusin buat balik jadi mafia. Walaupun gue tau konsekuensinya, tapi gue nggak punya cara lain untuk ngelindungin Kaldera,” ungkap Raegan.

“Soal walinya Kaldera, lo udah selidikin?” tanya Romeo.

Raegan pun mengangguk. Pria jangkung itu meraih gelas berisi air mineral miliknya di meja, lalu Raegan meneguk isinya sampai habis dengan satu kali tegukan. “Gue udah minta Arjuna buat cari tau, tapi sejauh ini semuanya keliatan baik-baik aja,” ujar Raegan, ia meletakkan kembali gelas kosongnya di atas meja.

Ketika netra Raegan bertemu dengan Romeo, sahabatnya itu seolah tahu apa yang tengah Raegan pikirkan. Tidak mungkin seorang mantan ketua mafia seperti Raegan tidak menyimpan kecurigaan terhadap hal yang meskipun itu tidak mengundang tanda tanya sekali pun. Hal-hal yang mulai tercium baunya, sudah biasa mereka dapati ketika menjadi mafia dan mereka pasti akan langsung menyelidikinya. Mereka akan mencari tahu tuntas sampai ke akar-akarnya. Seorang mafia yang handal pasti akan melakukan hal tersebut.

“Lo butuh bantuan untuk cari tau soal walinya Kaldera?” tanya Romeo.

Raegan nampak memikirkan tawaran Romeo sejenak. Kemudian Raegan berdeham, matanya yang sebelumnya tidak menatap Romeo, kini berlai melihat Romeo lurus-lurus. “2 minggu lagi Kaldera akan bersaksi di pengadilan. Gue baru dapat kabar tadi siang kalau kejaksaan udah memutuskan itu.”

“Terus?”

“Kemungkinan sekarang posisi Kaldera nggak aman, karena dia adalah seorang saksi. Gue minta tolong, sebisa mungkin kita fokus ke Kaldera dulu. Soal walinya Kaldera, gue bakal minta bodyguard gue untuk terus pantau.”

Romeo lantas memicingkan matanya. Raegan memang belum memberitahu lebih jauh tentang walinya Kaldera, tapi Romeo sudah bisa mencium arah kecurigaan Raegan terhadap satu-satunya anggota keluarga yang dimiliki Kaldera itu. Selain itu lawan mereka bukan juga sembarang orang. Leonel Nathan Tarigan adalah ketua mafia Tacenda yang menguasai area barat, yang mana terkenal cukup kuat dan berpengaruh.

Raegan yakin, Leonel pasti telah menyiapkan sesuatu dan tidak sedang bersantai-santai dengan duduk di atas kursinya sambil mengangkat kedua kaki. Seorang mafia pasti memiliki backing yang kuat yang melindungi geng mereka dari jeratan hukum, maka dari itu iika ingin melawan mafia, maka cara terbaik adalah dengan menjadi mafia itu sendiri.

“Gue nggak ingin Kaldera kecewa sama gue,” ucap Raegan tiba-tiba. Ketika kembali menjadi seorang mafia, maka Raegan harus siap kalau hidup orang-orang yang ia sayangi terancam bahaya. Itu adalah konsekuensinya, tapi Raegan juga tidak punya pilihan lain. Selain anggota The Ninety Seven, keluarganya, serta kekasihnya, tidak ada yang tahu bahwa Raegan adalah mantan ketua geng mafia. Raegan ingin merahasiakan identitasnya tersebut dari Kaldera. Selain untuk menjamin keselamatan Kaldera, sikap Kaldera yang telah mempercayainya, yang akhirnya membuat Raegan tidak ingin suatu hari Kaldera kecewa terhadap pekerjaannya.

“Bro, lo bener-bener sayang sama Kaldera ya,” celetuk Romeo.

Tatapan Raegan yang sebelumnya menatap ke lantai, kini tatapan lelaki itu beralih lagi pada Romeo. Romeo sudah lama mengenal Raegan, jadi ia tahu bahwa dari tatapan sahabatnya itu, seperti ada perasaan lain yang lebih dari perasaan seorang kakak yang menyayangi adiknya.

“Gue cuma ngelakuin apa yang diamanatkan Zio. Nggak lebih dari itu,” ujar Raegan begitu Romeo terus mendesaknya untuk jujur terhadap perasaannya sendiri.

Seperti yang diinginkan oleh Redanzio, Raegan akan mencoba melindungi Kaldera dengan seluruh kemampuan yang ia miliki. Raegan memang telah menyayangi Kaldera, tapi perasaan itu tidak lebih dari rasa sayang seorang kakak terhadap adiknya.

“Lo bisa bohong sama diri lo sendiri, tapi lo nggak bisa bohong sama gue,” ujar Romeo. Apa yang dikatakan Romeo terasa benar adanya. Romeo sudah seperti bayangan bagi Raegan yang selalu mengikutinya, dan sejauh ini Raegan tidak pernah bisa membohongi Romeo.

“Pembicaraan kita selesai sampai di sini. Gue mau nganter Kaldera pulang dulu,” Raegan beranjak dari duduknya dan mengabaikan ucapan Romeo tentang perasaannya terhadap Kaldera.

Awalnya Raegan berpikir semua yang ia lakukan hanya sebagai bentuk pengganti kasih sayang yang ia ingin berikan pada Zio, yakni dengan menganggap Kaldera sebagai adiknya dan menyayanginya. Namun sepertinya sekarang Raegan meragukan dirinya sendiri. Perlahan-lahan hatinya mulai memberitahu kebenaran akan perasaannya terhadap Kaldera. Namun kembali lagi, pikiran realistis Raegan berusaha terus menyangkal. Apalagi Raegan telah memiliki kekasih. Rasanya mustahil Raegan jatuh cinta pada perempuan lain di saat hatinya telah diisi oleh seseorang. Ibarat sebuah gelas yang telah diisi penuh oleh air, kalau gelas tersebut diisi lagi hingga air sebelumnya tumpah, maka dapat timbul bencana dan masalah. Bukankah begitu?

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂