Harapan Olivia
Hubungan Marcel dan Valerie sudah mulai membaik. Begitu juga antara Valerie dengan Olivia. Marcel sepenuhnya memaafkan Mamanya dan juga meminta maaf kalau beberapa hari lalu sempat membuat Valerie sedih dengan rencana kepindahannya ke Swiss.
Beberapa kali Valerie datang ke rumah untuk bertemu Mikayla dan mulai mencoba menjalin hubungan baik dengan Olivia, calon menantunya.
Seperti malam ini, Valerie tengah berada di kediaman Marcel. Marcel baru saja kembali dari kantor, ia langsung mendapati di ruang makan sudah ada Olivia dan Valerie. Marcel pun segera melangkah menuju keduanya.
Marcel melihat kedua perempuan yang disayanginya itu sedang berbincang ringan ketika langkahnya akhirnya sampai. Olivia dan Valerie pun segera menyadari kehadiran Marcel di sana.
Marcel lantas mendekat pada Olivia dan menyematkan sebuah kecupan hangat di pelipis perempuan itu. Valerie yang mendapati kejadian tersebut di depan matanya, tanpa sadar mengulaskan senyum yang nampak begitu bermakna dan penuh kebahagiaan.
“Mama udah dateng dari jam berapa?” Marcel kemudian bertanya kepada Valerie.
“Mama tadi dateng dari sore, sekitar jam 4. Kamu liat nih, Mama udah masak makanan kesukaan kamu. Olivia tadi bantuin Mama juga, katanya mau diajarin resepnya,” terang Valerie.
Marcel pun segera mengalihkan pandangannya ke meja makan. Berbagai hidangan tampak tersaji di sana.
Valerie kemudian dengan antusias mengatakan pada Marcel bahwa ia yang membuat 2 jenis masakan khas western kesukaan Marcel. Serta Valerie rupanya juga membuatkan makanan untuk Olivia, yang katanya bergizi tinggi dan bagus untuk kandungannya.
“Ayo, kita langsung makan bareng aja. Aku udah laper banget nih,” ucap Marcel kemudian.
“Kamu ganti baju dulu, cuci tangan, cuci kaki. Baru habis itu kita makan,” tutur Olivia pada Marcel.
“Oh iya, Babe. Astaga aku sampe lupa. Saking lapernya nih, apalagi keliatannya enak banget masakan Mama. Oke, kalau gitu aku ganti baju dulu sekalian panggil Mikayla di kamarnya ya.” Setelah mengatakannya, Marcel pun segera melenggang dari ruang makan.
Sekali Marcel menoleh ketika ia sudah melangkah. Marcel menata pada potret indah kedua perempuan yang berarti di hidupnya itu, lalu sebuah senyum terulas begitu saja di wajahnya.
Marcel masih sedikit tidak menyangka, tapi begitulah adanya. Terdapat alasan Valerie menerima Olivia, dan tentunya itu karena rasa cinta seorang ibu kepada anaknya. Valerie pun sudah menganggap Olivia sebagai anaknya sendiri, begitu juga Olivia sudah menganggap Valerie sebagai orang tuanya.
***
Waktu menunjukkan hampir pukul 8 malam. Marcel dan Olivia telah kembali ke kamar mereka dan akan pergi tidur. Namun sebelumnya Marcel mengatakan ia akan mandi air hangat terlebih dulu.
Olivia lantas mempersiapkan bath bomb beraroma lavender dan aroma terapi untuk kegiatan mandi Marcel kali ini, dengan tujuan menambah suasana yang nyaman tentunya.
Marcel tengah menanggalkan pakaian atas di tubuhnya, jadi pria itu kini half naked.
Marcel melangkah ke kamar mandi dan segera menemukan Olivia di sana. Olivia membeliak dan tampak sedikit terkejut begitu mendapati Marcel yang tengah bertelanjang dada.
“Kamu kenapa? Kok kayak kaget gitu?” celetuk Marcel.
“Kamu kan bisa buka bajunya di kamar mandi. Kenapa harus di depan aku?”
“Yaa … kamu juga udah liat semuanya, Babe. Kenapa emangnya?” cetus Marcel cepat.
Olivia pun sukses melotot, dan Marcel tidak tahan untuk tidak tertawa karena mendapati reaksi gugup Olivia yang sangat alami dan begitu kentara itu.
“Udah, kamu mandi dulu cepet,” ucap Olivia akhirnya.
“Oke.”
“Kamu jangan lama ya mandinya,” pintar Olivia.
“Kenapa emangnya?”
“Aku udah ngantuk. Aku nggak bisa tidur kalau nggak dipeluk sama kamu,” aku Olivia.
Olivia baru saja akan melenggang dari kamar mandi, tapi tiba-tiba Marcel menahan pergelangan tangannya.
“Kita mandi bareng, yuk Babe?” ujar Marcel sembari menatap lekat pada manik mata Olivia.
“Kita mandi sambil deep talk gitu,” ujar Marcel. “Aku lumayan cape hari ini di kantor. Pengen cerita banyak ke kamu, aku pengen ngeluh ke kamu,” lanjut Marcel.
Olivia belum memberi respon, tapi Marcel masih menunggunya setia di sana.
“Babe, ayo lah. Kamu mau yaa?” bujuk Marcel lagi. Pria berusia 30 tahun di hadapan Olivia itu menatapnya dengan tatapan manja dan sedikit mencebikkan bibirnya.
“Iya, ayo,” ujar Olivia akhirnya.
Seketika Olivia mendapati senyum lebar nan semringah di wajah Marcel.
***
Olivia merupakan rumah bagi Marcel, merupakan tempat pria itu untuk pulang. Ketika Marcel merasa sedang lelah menghadapi dunianya, Marcel akan bersikap manja dan mengadu dengan sedikit berlebihan kepada Olivia.
Sebuah bath tube berukuran besar tampak cukup untuk menampung Marcel dan Olivia. Marcel memeluk torso Olivia dari belakang, sementara Olivia berada di depan Marcel dan menyandarkan punggungnya pada dada bidang Marcel.
Marcel mengambil busa lalu mengusapkannya pada bahu polos Olivia sampai ke punggungnya. Begitu juga Olivia, ia bantu mengusap tubuh Marcel dengan air sabun. Mereka saling bantu membilas tubuh satu sama lain.
“Kamu mau cerita apa tadi?” Olivia bertanya pada Marcel.
“Kerjaan aku di kantor lagi lumayan hectic,” ujar Marcel.
“Soal harga saham, gimana kondisinya sekarang?” Olivia bertanya lagi.
“Kondisi saham perusahaan udah lumayan membaik, walaupun nilainya masih kurang sedikit lagi untuk balik ke harga stabil. Ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaiin dalam waktu singkat, karena sebentar lagi aku akan serahin jabatan aku ke Papa,” jelas Marcel.
Setelah penuturan itu, Olivia sedikit bergerak dari posisinya. Jadi kini Olivia dan Marcel tengah berhadapan dan saling menatap.
“Babe,” ujar Olivia.
“Hmm?”
“Kita tetep jadi pindah ke Swiss? Kamu nggak mau pertimbangin lagi? Kasian lho Mama, beliau pengennya kita nggak pindah,” ujar Olivia.
“Aku emang mau pertimbangin lagi, tapi aku pengennya Papa juga sadar kayak Mama,” ucap Marcel. Tampak raut sedih di wajah Marcel, terlihat dari tatapan matanya dan keningnya yang sedikit berkerut.
Olivia lantas mendekat pada Marcel, ia lalu membawa torso Marcel untuk dipeluk ringan.
Selama beberapa detik mereka berada dalam posisi seperti itu. Olivia ingin Marcel merasakan bahwa pria itu tidak sendirian menghadapi semua masalahnya. Olivia tidak mengatakan apa pun, ia hanya mengusap pelan punggung polos Marcel dengan gerakan searah.
Selang sekitar 2 menit, akhirnya Olivia mengurai pelukannya. Olivia menatap pada iris Marcel, ditatap teduh dan penuh kasih. “Babe, aku cuma nggak mau kamu nantinya ngerasa nyesel.”
“Maksud kamu nyesel karena apa?”
“Mungkin kamu belum sadar sekarang, karena orang tua kamu masih ada. Tapi suatu hari nanti kalau mereka udah nggak ada di dunia ini, kamu akan berasa kehilangan dan nyesel,” tutur Olivia.
“Terus aku harus ngapain, Babe? Papa masih aja bersikap kayak sebelumnya, bahkan sampai aku udah memutuskan kalau aku mau pindah ke Swiss. I almost give up,” Marcel berucap dengan nada suaranya yang terdengar frustasi.
“Iya, aku paham. Aku tau kamu kecewa, sedih, dan kamu putus asa. Kita kan pindahnya masih 1 bulan lagi, aku berharap keputusan kamu bisa berubah. Gini aja, dalam waktu 1 bulan ini, kamu coba bicara sama Papa kamu dengan kepala dingin. Dengan kamu yang ngalah dulu untuk saat ini, siapa tau nanti akhirnya Papa kamu luluh dan bisa menyadari.”
Marcel sadar dan mengaku pada Olivia bahwa dirinya juga gengsi dan keras kepala, bahwa Marcel inginnya Papanya sadar lebih dulu dan setidaknya bicara padanya. Sudah seminggu lebih Papanya sama sekali tidak bicara pada Marcel, padahal keduanya kerap kali bertemu di kantor. Papanya sering meminta sekretarisnya untuk menghubungi Marcel terkait mengurus pekerjaan, jadi enggan secara langsung berinteraksi dengan Marcel.
“Oke, aku bakal coba. Tapi cuma dalam waktu sebulan ini. Kalau keadaannya sama aja, artinya kita tetep pindah ke Swiss ya Babe,” putus Marcel akhirnya.
“Iya,” ujar Olivia sembari menampakkan senyumannya.
Olivia pun berharap dalam waktu sebulan ini, semuanya bisa membaik. Olivia hanya tidak ingin membuat Marcel jauh dari orang tuanya dan suatu hari merasa menyesal jika sudah kehilangan.
Bagaimana pun yang terjadi di masa lalu, orang tua Marcel tetaplah orang tuanya, dan sebagai seorang anak, sepatutnya selalu memaafkan kesalahan orang tuanya dan coba lebih mengerti. Di hari tua seseorang, pastilah mendambakan hidupnya dikelilingi oleh orang-orang yang disayangi. Olivia ingin Marcel berada dekat dengan orang tuanya, ingin Marcel tetap mengemban perannya sebagai seorang anak yang menyayangi dan menemani di hari tua.
***
Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹
Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒