Hari Pernikahan dan Rahasia Malam Pertama
6 bulan kemudian.
Sebuah tanggal yang cantik telah dipilih oleh Raegan dan Kaldera untuk melaksanakan pernikahan mereka. 26 Juni 2026. Pukul 10 pagi, diadakan pemberkatan pernikahan di sebuah gereja. Jumlah tamu yang hadir dan menyaksikan acara sakral tersebut tidak terlalu banyak. Raegan dan Kaldera memang ingin acara pernikahan mereka dilaksanakan secara lebih intimate, dengan tujuan agar mereka bisa menikmati momen ini dengan lebih khidmat.
Di hari yang sama di pukul 4 sore, diadakan sebuah acara resepsi. Acara tersebut mengusung tema semi-outdoor party. Venue yang Regan dan Kaldera pilih, dikelilingi oleh taman hijau berumput pendek yang luas. Semua yang ada di tempat resepsi itu, dari dekorasi, tema pernikahan, hingga setiap detail yang ada di sana, telah sesuai dengan keinginan Raegan dan Kaldera. Semuanya terasa sempurna, Raegan dan Kaldera sangat bahagia karena bisa mewujudkan hari yang telah telah lama mereka nantikan itu.
Setelah acara resepsi, Raegan dan Kaldera berniat untuk langsung menempati rumah mereka. Bahkan Raegan menyetir mobilnya sendiri, menolak saran dari papanya untuk menggunakan supir. Sebenarnya memang Regan merasa tubuhnya cukup lelah setelah menjalani seharian acara, tapi perasaan bahagia lebih mendominasinya. Raegan hanya ingin berdua dengan Kaldera, tanpa adanya orang lain di sekitar mereka.
Cklek!
Suara pintu rumah yang baru saja dibuka, kekehan pelan Raegan dan Kaldera, menyambut awal baru yang akan mereka mulai di rumah ini. Raegan menyalakan lampu ruang keluarga di rumah itu, hingga sekarang Kaldera jadi bisa melihat sesuatu yang telah Regan persiapkan untuknya. Tepat di hadapan Kaldera, di dinding ruangan itu, terdapat sebuah foto pre-wedding mereka yang dicetak dan dibingkai dengan frame yang lumayan besar.
“Gimana fotonya? Kamu suka?” tanya Raegan sambil menatap Kaldera dari samping.
Kaldera pun menoleh ke arah Raegan, ia menyunggingkan senyum cantiknya untuk Raegan. “Aku suka. Bagus banget fotonya Mas. Makasih ya.”
“Sama-sama,” balas Raegan seraya ikut menyunggingkan senyumnya.
“Mas,” ucap Kaldera lagi. Mereka masih di sana, menatap satu sama lain dengan tatapan penuh bahagia.
“Iya Kal?”
“Malam ini kita …” ucapan Kaldera tiba-tiba terhenti begitu saja. Raegan menunggu Kaldera melanjutkan kalimatnya, pria itu pun maju selangkah dan kini tengah menatap Kaldera lekat-lekat.
“Kita langsung tidur, kan?” tanya Kaldera dengan suara pelannya.
Raegan terdiam sesaat. Namun detik berikutnya, pria itu pun menganggukkan kepala. “Iya, kita langsung tidur aja,” ucap Raegan.
“Oke. Kamu mandi duluan, biar aku siapin baju tidur untuk kamu,” ujar Kaldera.
“Kal,” ucap Raegan menahan langkah Kaldera. Kaldera pun menoleh, ia mendapati Raegan tersenyum lembut padanya. Raegan lalu menyusul langkah Kaldera, memangkas jaraknya dengan istrinya, hingga kini Kaldera dapat merasakan hembusan napas hangat Raegan yang menyapa permukaan kulit wajahnya.
“Kita nggak perlu buru-buru, Sayang. Kita punya banyak waktu,” ucap Raegan pelan di dekat Kaldera. Sebelum Raegan melenggang pergi menuju kamar mandi, pria itu menyematkan sebuah kecupan manis di pipi Kaldera.
Sepeninggalan Raegan dari sana, Kaldera menghembuskan napas panjangnya. Kedua sendi lutut Kaldera seketika terasa lemas. Kaldera dan Raegan telah menghabiskan banyak waktu berdua, tapi malam ini terasa begitu berbeda. Terlebih bagi Kaldera, ia merasa gugup bukan main. Apakah ia lebih gugup dari pada Raegan? Kaldera tidak tahu pasti, tapi sejauh yang terjadi, Raeganlah yang sangat ahli dalam hal membuatnya gugup.
***
Kaldera baru saja selesai mandi. Kaldera duduk di hadapan cermin rias di kamar itu, kamar yang saat ini telah resmi menjadi kamarnya dan Raegan. Kaldera mengaplikasikan skincare di wajahnya, setelah itu ia berlanjut mengggunakan body lotion di kedua lengan dan kakinya.
Kaldera otomatis menoleh ketika menyadari seseorang tengah memasuki kamar. Kaldera pun mendapati Raegan di sana. Rambut pendek Raegan nampak masih setengah kering. Raegan baru saja kembali dari walk in closet, pria itu kini nampak lebih segar dan juga tampan dengan piyama biru dongkernya. Pakaian tidur itu adalah stelan yang disiapkan Kaldera untuk Raegan, untuk yang pertama kalinya.
Kaldera masih duduk di kursi di hadapan cermin rias, sampai akhrinya Raegan berjalan menghampirinya. Dari cermin di hadapannya, Kaldera dapat melihat pantulan Raegan yang sedikit membungkukkan tubuhnya, untuk kemudian merengkuh torso Kaldera dari belakang.
Raegan meletakkan dagunya di bahu Kaldera, lalu pria itu berucap pelan, “Hai, wife.”
Kaldera lantas terkekeh pelan, lalu satu tangannya tergerak untuk mengusap lengan Raegan yang melingkar di bahunya. Beberapa detik setelah mereka bertahan di posisi itu, Kaldera perlahan membalikkan tubuhnya, hingga membuat pelukan mereka terurai.
“Kamu udah ngantuk belum Mas?” tanya Kaldera.
“Lumayan. Kenapa?”
“Sebelum kita tidur, aku mau ngobrol berdua sama kamu. A kind of pillow talk, or … maybe a deep talk?”
“Sure. We can do that,” Raegan mengiyakan dengan sebuah senyum kecil yang terpatri di wajahnya. Raegan menatap Kaldera penuh afeksi, lalu satu tangannya terangkat untuk menyelipkan helai rambut Kaldera ke belakang telinga.
Beberapa detik kemudian, di sinilah Raegan dan Kaldera sekarang. Di kasur king size yang empuk, di bawah satu bed cover berdua, keduanya saling menatap dan berbaring dengan posisi menyamping. Kaldera meletakkan kedua tangannya di bawah kepala, ia akan mendengarkan Raegan menceritakan sesuatu padanya.
Raegan akan bercerita tentang kisah hidupnya yang belum Kaldera ketahui. Seperti yang Raegan pernah katakan, ia bersedia Kaldera mengetahui segala tentangnya. Satu persatu cerita akan Raegan ceritakan kepada Kaldera, karena hanya pada perempuan di hadapannya ini, Raegan akan dengan sukarela membagikannya.
Raegan memulai ceritanya dari sejak kedua orang tuanya bercerai. Sambil menatap Kaldera, Raegan pun lantas berujar, “Setelah papa dan mama bercerai, aku coba untuk menata ulang kehidupanku, karena aku adalah tulang punggung bagi mama dan juga Zio.”
Dulu Raegan berpikir bahwa ia tidak akan memiliki masa depan yang baik seperti yang kebanyakan orang impikan. Raegan adalah pria dengan pekerjaan berbahaya, yang entah sampai kapan ia dapat lepas dari pekerjaan itu. Raegan akhirnya mencoba lepas dari pekerjaan itu dan memulai bisnis yang awalnya adalah milik papanya. Raegan pun memisahkan harta kekayaannya antara bisnis legal batu bara dengan bisnis ilegal geng mafianya. Raegan melakukannya karena ia ingin menggunakan uang yang bersih untuk donasi ke panti asuhan. Raegan ingin memberikan uang hasil kerja kerasnya sendiri untuk anak-anak panti, bukan uang ilegal dari bisnis yang dilakukan oleh gengnya.
Raegan pun mengakhiri ceritanya. Raegan mendapati Kaldera menatapnya dengan tatapan penuh arti. “Mas,” ujar Kaldera.
“Hmm?”
“Selama ini kamu udah melewati banyak hal yang nggak mudah, tapi kamu tetap berusaha untuk melakukan yang terbaik,” Kaldera menjeda ucapannya, ia mengulaskan senyum terharunya. Raegan pernah melakukan pekerjaan yang salah, tapi keinginannya untuk berubah dan meninggalkan pekerjaan itu, adalah sesuatu yang sangat Kaldera hargai. Setiap orang memiliki masa lalu dan berhak untuk memiliki masa depan. Di kedua pundak Raegan, ada tanggung jawab besar dan Raegan telah berhasil menjalankan tugas tersebut.
“I’m really proud of you, Mas,” Kaldera berucap dengan suaranya yang terdengar sedikit bergetar. “Waktu kamu ajak aku ke panti asuhan, di sana akhirnya aku tau, aku telah mencintai pria yang berhati besar, mulia, dan sangat penyayang.”
Kaldera mengatakan pada Raegan, tentang cara Kaldera memandang Raegan. Selama ini orang yang terlihat kuat, belum tentu tidak pernah merasakan rapuh, Kaldera pun belajar itu dari sosok Raegan. Raegan hanya pintar menyembunyikan rasa sakitnya, sampai pada saat Kaldera memasuki hidupnya, pria itu tidak bisa lagi menutupi rasa sakit tersebut. Raegan dapat terbuka dan mengatakan semuanya kepada Kaldera.
Kaldera pun mengakhiri ucapannya. Saat jemari Raegan bergerak mengusap pipi Kaldera, Kaldera tersenyum dan mengarahkan tangannya untuk berada di atas tangan Raegan yang masih mengusap wajahnya.
Raegan kemudian menyunggingkan senyumnya, hingga menampakkan dua buah lesung pipi yang begitu menggemaskan bagi Kaldera.
“Kal,” ucap Raegan.
“Iya Mas?”
“Terima kasih ya karena kamu udah memilih aku, kamu menerima aku dengan semua kelebihan dan kekurangan yang aku punya,” ucap Raegan. Kaldera dengan seksama mendengarkan penuturan Raegan. “Terima kasih Kal karena sudah mencintai aku,” Raegan mengakhiri ucapannya dengan kedua matanya yang terlihat berkaca-kaca.
Tanpa Raegan dapat menahannya lagi, sebuah air mata lolos dari pelupuk matanya. Kaldera yang mendapati derai itu, segera mengarahkan jemarinya untuk menyeka air mata Raegan. Perlahan-lahan tapi pasti, dengan keinginan kuat dari dalam dirinya, Kaldera memajukan tubuhnya untuk kemudian mengecup lembut sisi wajah Raegan. Di tempat di mana tadi air mata Raegan mengalir, Kaldera memberikan ciumannya, berharap itu dapat menghapus sedih di hati prianya.
Detik berikutnya usai kecupan itu, Kaldera menjauhkan sedikit wajahnya. Kini ada jarak satu jengkal antara wajah Kaldera dan wajah Raegan. Kaldera lantas meletakkan satu lengannya di pundak Raegan, dan melalui sebuah tatapan, mereka memberi sinyal bahwa mereka saling menginginkan satu sama lain.
Kaldera membiarkan Raegan mendekat padanya lebih dulu, untuk kemudian Raegan mengecup halus belah bibirnya. Saat bibir Raegan mulai mencumbu bibirnya, Kaldera lantas membalas pergerakan itu. Sensasi ciuman kali ini terasa sedikit berbeda, seperti ada sebuah rasa yang begitu besar yang ingin Raegan salurkan kepada Kaldera.
“Mas …” Kaldera berucap lemah saat bibir keduanya sedikit menjauh.
“Iya, Sayang?” Raegan mempertemukan netranya dengan netra Kaldera. Kaldera tidak menjawab pertanyaan Raegan, tapi perempuan itu justru kembali mengecup bibir Raegan. Kaldera memulainya, membuat Raegan menyunggingkan senyuman di tengah-tengah pagutan halus mereka.
Ciuman itu terjadi dengan durasi yang cukup singkat, tapi sukses membuat kedua belah pipi Kaldera merona.
Raegan memperhatikan paras Kaldera sembari berujar, “Kal, I love you, forever and always,” ucapnya. Raegan kemudian mendekap torso Kaldera dengan lembut. Selama beberapa detik, tidak ada percakapan yang terjadi di antara mereka. Saat Raegan perlahan akhirnya mengurai pelukannya, pria itu menghujani bahu Kaldera dengan kecupan-kecupan kecil.
Kaldera menatap Raegan dengan tatapan lembutnya, lalu perempuan ituitu berujar, “Mas, terima kasih karena kamu udah berjuang dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Kamu udah berjuang untuk kita, untuk keluarga kamu, dan untuk orang-orang kamu sayang. I love you, Mas. You know, you’re the only person that has ever made me feel like this. I want to live forever with you, kissing you before we go to bed.”
Malam ini Kaldera ingin terpejam di dalam dekapan Raegan. Kaldera ingin tertidur di dalam dekapan hangat pria yang telah mencuri hatinya dan kemudian memiliki seluruh hatinya. Di setiap ruang di dalam hati Kaldera, hanya ada nama Raegan yang mengisinya.
Saat Kaldera sudah setengah terpejam, Kaldera merasakan sesuatu yang lembab dan kenyal menyapa permukaan kulit keningnya. Raegan memberikannya kecupan lembut, kecupan di dahi pertanda kasih sayang yang begitu besar.
Dari awal pertemuan mereka, Raegan telah lebih dulu menyayangi Kaldera. Perasaan Raegan yang begitu tulus terhadap Kaldera, akhirnya membawa Kaldera untuk dapat merasakan perasaan itu juga. Kaldera yang merasa begitu disayangi oleh Raegan pun akhirnya bersedia memberikan seluruh dirinya untuk pria itu, memberinya cinta, dan sisa hidupnya untuk dihabiskan bersama Raegan.
***
Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮
Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂