Hasil dari Sebuah Perbuatan

Flashback.

Malam itu, Alvaro baru saja selesai menghadiri sebuah ajang bergengsi untuk penghargaan film. Alvaro memenangkan penghargaan untuk aktor pendatang baru terbaik di tahun itu. Film laga yang dibintanginya, debut dengan sukses dan berhasil mendapatkan 2 juta penonton dalam waktu penayangan 2 minggu. Itu adalah pencapaian besar sebagai aktor di usia Alvaro yang masih terbilang muda, saati itu usianya baru menginjak 18 tahun.

Bukan hanya orang tuanya saja yang bangga, tapi perusahaan management-nya juga begitu bangga pada Alvaro. Tidak lupa, kekasih juga bangga sekali padanya. Marsha memberi surprise untuk Alvaro setelah menyuruh Alvaro datang ke apartemennya malam ini.

Rupanya hanya ada Marsha di sana, padahal Alvaro mengira Marsha akan mengundang teman-teman mereka yang berasal dari sesama artis, paling tidak. Lantas Marsha hanya mengatakan kalau ia ingin menghabiskan waktu berdua saja dengan Alvaro, tanpa adanya orang lain. Alvaro telah sibuk menjalani shooting beberapa bulan belakangan, hingga membuat mereka jarang bertemu. Belum lagi, promosi film yang harus dijalani Alvaro, membuat waktunya tersita disaat ia harus membaginya untuk sang kekasih.

“Al, selamat ya buat penghargaannya. Aku bangga banget sama kamu,” ucap Marsha.

Alvaro lantas menampakkan senyum lebarnya. “Makasih ya, Sayang,” ujarnya kemudian.

Marsha lantas menyerahkan sebuah kotak berukuran sedang kepada Alvaro. Alvaro langsung membuka isinya dan matanya seketika membeliak. Alvaro nampak senang, Marsha memberikannya sepasang sepatu mahal yang sudah cukup lama Alvaro inginkan.

Tidak hanya sepatu, tapi Marsha juga memberikan sebuah jam tangan dan sebotol minuman alkohol. Alvaro tahu itu minuman mahal dan tidak mudah mendapatkannya karena memang harus diimpor dari luar negeri.

Marsha kemudian berjalan menjauhi Alvaro, rupanya perempuan itu tengah mengambil dua buah gelas tinggi dari laci.

Marsha kembali pada Alvaro, ia meletakkan gelas di tangannya di meja. “Wanna have a drink together?” tanya Marsha.

Of course,” ucap Alvaro yang lantas meminta Marsha menuangkan minuman untuk mereka berdua.

Malam itu, setelah beberapa saat kerongkongannya menikmati minuman keras, Alvaro pun kehilangan kesadarannya. Rasanya sulit sekali membuka mata dan ada gelenyar aneh dari dalam dirinya yang memerintahkannya melakukan sesuatu.

Alvaro tidak berniat untuk melakukannya. Ia tidak berniat menyentuh Marsha, tapi keesokan harinya, Marsha mengatakan bahwa mereka telah melakukan hubungan badan.

Pagi hari yang akan selalu diingat Alvaro, di mana dirinya merasa berdosa karena telah merusak pacarnya sendiri. Alvaro tidak berpikir sejauh ini dirinya akan melakukannya dengan Marsha. Alvaro bukanlah lelaki suci yang tidak pernah menyentuh kekasihnya sama sekali, tapi apa yang telah ia lakukan adalah lebih dari sekedar menyentuh. Alvaro telah membuat Marsha menerima miliknya yang seharusnya itu tidak terjadi sebelum mereka terikat pernikahan.

***

Beberapa minggu kemudian.

Alvaro berusaha menepis hal negatif di pikirannya ketika Marsha mengatakan ingin bicara empat mata dengannya. Marsha bilang ini adalah sesuatu yang penting dan Alvaro harus mengetahuinya.

“Al, aku hamil.” Tiga kata itu yang diucapkan Marsha berhasil membuat Alvaro tercekat. Rasanya seperti ada sesuatu tak kasat mata yang kini mencekik lehernya.

Alvaro masih mematung di tempatnya, sampai akhirnya Marsha menunjukkan sebuah testpack bergaris dua di hadapan Alvaro.

Alvaro melihat ke arah benda itu dengan tatapan tidak percaya. Alvaro nampak bingung atas apa yang terjadi dan tidak tahu bagaimana harus menghadapi tanggung jawab yang besar ini.

“Sha, malam itu aku nggak inget. Kamu yakin kalau kita beneran ngelakuin itu?” Alvaro bertanya tanpa maksud melukai perasaan Marsha, karena jujur saja ia setengah sadar kala itu, jadi tidak yakin bahwa mereka sungguhan melakukannya.

“Maksud kamu? Al, kita beneran ngelakuin itu. Mungkin kamu nggak inget, tapi jelas-jelas aku inget. Aku selama ini sama kamu terus. Sikap kamu yang nggak percaya gini seolah-olah kamu nuduh kalau aku selingkuh,” ucap Marsha dengan nada pilu dan terlihat kekecewaan di raut wajahnya.

“Sha, aku nggak maksud nuduh kamu. Aku nggak mungkin ngira kamu selingkuh. Aku cuma lupa kita udah ngelakuin itu. Sha, siapa tau hasil testpack-nya salah, kita ke dokter yaa buat pastiin?” Alvaro membujuk Marsha. Namun Marsha sudah lebih dulu mengeluarkan sebuah amplop putih dari tasnya. Marsha menyerahkannya pada Alvaro dan meminta lelaki itu untuk membaca isinya.

Dengan diliputi perasaan cemas, Alvaro akhirnya membaca keterangan di kertas itu. Jelas tertulis di sana bahwa Marsha tengah mengandung dan usia kandungannya sudah memasuki minggu kedua.

Alvaro seketika kalut, tapi ia harus berpikir dan mengambil sebuah keputusan yang sulit. Di saat usianya masih terbilang muda, Alvaro merasa ia belum siap untuk menjadi seorang ayah.

Namun di satu sisi, Alvaro tidak kepikiran bahwa ia akan kehilangan darah dagingnya sendiri.

Alvaro akhirnya membuat keputusan, ia tidak ingin kehilangan anak mereka. Alvaro tidak sanggup mengorbankan darah dagingnya sendiri hanya demi karirnya, tidak terpikirkan juga di benaknya untuk menjadi orang yang lebih bejad lagi.

Alvaro dan Marsha memutuskan mempertahankan anak mereka dan akan merawatnya bersama. Meskipun terpaks ada yang harus mereka lakukan guna menjaga nama mereka sebagai artis tetap bersih, yakni dengan menyembunyikan identitas anak mereka. Mungkin sebagai orang tua Alvaro dan Marsha tidak sempurna, tapi mereka akan selalu mencoba memberikan kasih sayang yang utuh untuk calon anak mereka.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭