His First Big Ambition

Video mini drama yang diperankan oleh Edgar dan Chaca, dalam waktu cepat menjadi viral di kalangan mahasiswa di fakultas mereka. Itu karena ulah Rico dan Ian yang menyebar video tersebut di grup jurusan. Bukan hanya itu, dosen mata kuliah Komunikasi Pemasaran Digital IMC, beliau puas sekali dengan hasil kerja kelompok Edgar. Maka Mbak Ayu menjadikan video tersebut sebagai contoh dan bahan ajar yang lantas dipertontonkan di beberapa kelas.

Meski harus menjadi perbincangan hangat orang-orang, Edgar akhirnya tidak terlalu mempermasalahkan itu. Toh dirinya dapat nilai paling bagus di antara teman-temannya. Meskipun ini tugas kelompok, dosen mereka memberi nilai secara individu juga, jadi ada dua nilai. Edgar sukses membuat eksekusinya menjadi sebuah hiburan menarik yang sangat entertaining ketika disaksikan. Bukan hanya menghibur rupanya, tapi pesan videonya juga sampai ke audiens. Jadi dua komponen tersebut yang akhirnya membuat kelompok mereka mendapatkan nilai yang tinggi.

“Bisa nggak sih gue nggak ikut seminar?” tanya Edgar pada Ian.

“Yaa nggak bisa lah. Udah ikut aja sih,” ucap Ian.

“Pengen balik gue. Malu banget, sial,” ucap Edgar. Pasalnya kini setiap Edgar melangkah, banyak yang mengenalinya sebagai Edgar di video itu dan menahan senyum ketika melihatnya. Mereka pasti masih terbayang-bayang akting Edgar dan Chaca di mini drama itu. Edgar rasanya ingin pulang saja setelah kelas dan mangkir dari seminar.

“Malu ngapa sih? Mereka tanggapannya positif kok. Pada muji akting lu. Katanya humornya dapet, terharunya juga dapet. Lagian nih ya, seminarnya dapet sertifikat. Terus ada absen juga, lu mau absen lu bolong?” papar Ian.

“Gue titip absen aja lah ke lu,” ucap Edgar.

“Yee, jangan gitu lah Bray. Besok gue sama Rico traktir lu deh sebagai permintaan maaf, maafin kita ye,” ujar Ian dengan nada merasa bersalah.

Akhirnya Edgar pun setuju. Ia tidak jadi pulang dan memutuskan untuk ikut ke acara seminar yang diadakan oleh fakultasnya. Setelah kelas terakhir di hari itu, Edgar dan Ian pun langsung menuju auditorium milik fakultas mereka.

Terdapat beberapa pembicara dari perusahaan ternama yang mengisi acara seminar tersebut. Jadi seluruh mahasiswa diwajibkan untuk hadir. Edgar dan Ian datang agak terlambat, jadi mereka dapat kursi di deretan belakang. Edgar hampir tertidur begitu seminar sudah berlangsung selama 1 jam. Ian pun membangunkan Edgar. Katanya ada yang menyegarkan mata di depan, jadi Edgar harus membuka matanya.

“Lu liat dulu itu, anjir. Cantik banget alig pembicaranya,” bisik Ian yang duduk di samping Edgar.

Edgar masih mengucek matanya, lelaki itu berusaha menghilangkan kantuknya meski cukup sulit. Benar saja, waktu Edgar berhasil membuka mata, suasana aula sudah ramai berkat antusias teman-temannya, terutama para cowok. Terang saja, ada seorang perempuan muda nan cantik yang menjadi salah satu pembicara di sana dan sukses menarik perhatian massa. Banyak mahasiswa yang mengajukan pertanyaan dan terlihat sangat antusisas. Jelas saja, pertanyaan mereka akan dijawab oleh sang gadis yang memiliki wajah bak dewi Aphrodite yang dikenal sebagai dewi kecantikan.

Seminar tersebut sayangnya terbagi menjadi dua sesi. Belum lama Edgar melihat sosok itu, jam istirahat harus memotong seminar tersebut. Acara akan dilanjutkan 30 menit lagi setelah waktu istirahat makan siang.

“Gar, ayo cari makan dulu. Laper banget nih,” ujar Ian. Mereka masih di area auditorium, beberapa mahasiswa tampak sudah berhamburan dari aula audit karena ingin mencari makan siang.

“Lu aja deh. Nggak laper gue. Gue mau tunggu di sini aja sampe sesi dua,” ucap Edgar.

“Lah, dasar bocah aneh.” Kali ini Ian idak peduli pada sahabatnya yang agak aneh itu. Urusan perut lebih penting nampaknya. Namun pada akhirnya Ian tetap membelikan Edgar makanan dan membawakannya untuk lelaki itu.

***

Pada saat sesi 2 dimulai, Edgar mengajak Ian untuk duduk di deretan kursi paling depan. Edgar telah menghabiskan makanan yang dibelikan Ian dengan secepat kilat. Ian pun keheranan mendapati tingkah sahabatnya itu. Namun ia hanya mengikuti saja, setelah ini mungkin ia akan menemukan alasan mengapa Edgar sangat bersemangat untuk seminar ini.

Di panggung di hadapan Edgar, matanya tertuju lurus pada sosok perempuan yang sedang menjadi pembicara. Materi masih dilanjutkan dari sesi 1 lagi yakni mengenai efektivitas promosi brand di ranah sosial media.

“Yan, ada sesi QnA kedua nggak sih habis ini?” bisik Edgar kepada Ian yang duduk di sampingnya.

“Kayaknya ada deh. Kenapa emangnya?”

“Gue mau ajuin pertanyaan. Tadi pas sesi 1 gue tidur lagi, jadi gue nggak denger materinya. Lu dengerin nggak? Bantuin gue bikin pertanyaan dong,” pinta Edgar. Wajahnya memohon, jadi akhirnya Ian setuju untuk membantu Edgar. Di dalam kepala Ian, ia menerka banyak kemungkinan akan sikap sahabatnya itu. Edgar itu sulit ditebak tingkahnya. Bahkan Ian yang sudah lama mengenal Edgar saja kadang masih tidak bisa membaca pikiran lelaki itu.

Usai Ian membuat pertanyaan dan menuliskannya di selembar kertas, ia lekas memberikannya pada Edgar. “Thanks, Bro. Lu emang sahabat terbaik gue deh,” ucap Edgar sambil terkekeh. Edgar pun langsung menghafalkan pertanyaan itu supaya nampak natural ketika bertanya dan tidak perlu membawa contekan.

Begitu tiba sesi QnA dimulai, dengan cepat Edgar mengangkat tangannya. Rupanya banyak juga yang mengajukan pertanyaan. Namun karena Edgar duduk di barisan paling depan dan tim panitia melihatnya paling cepat mengangkat tangan, jadilah Edgar dipersilakan untuk memberi pertanyaan.

Sampai 2 kali, Edgar mengajukan pertanyaan setelah menyebutkan nama dan asal jurusannya. Ian pun memperhatikan Edgar, lelaki itu terlihat sangat berambisi. Kedua pertanyaan Edgar dijawab dengan lugas oleh Lilie Amara, perempuan yang menjadi pembicara di sana.

“Semoga jawaban saya untuk dua pertanyaan barusan, dapat dipahami dan memberi wawasan baru kepada teman-teman, ya. Terima kasih,” ujar Lilie Amara setelah memberi jawaban dari dua pertanyaan yang diajukan oleh Edgar. Lilie telah menjawabnya dengan lugas dan cukup bisa dimengerti.

Selama perempuan itu berbicara di depan, semua mata fokus tertuju padanya. Itu bukan hanya karena kecantikan wajahnya, tapi sosoknya sebagai perempuan yang tampak cerdas dan berwibawa, sukses membuat terpana seluruh orang yang ada di aula itu. Jelas saja, siapa sih yang tidak terpikat dengan eksistensi perempuan seperti Lilie.

Edgar sendiri, lelaki itu juga ikut terpesona pada sosok Lilie Amara. Baru kali ini dalam hidupnya, Edgar ia memiliki ambisi yang besar. Edgar berambisi untuk mendapatkan Lilie. Edgar merasa bahwa ia telah menyukai Lilie. Edgar ingin mengenal Lilie dan berusaha untuk mendapatkan hatinya.

***

Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸

Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕