I Want to Make a Long Journey with You

Marcel belum bisa terpejam setelah beberapa saat Olivia memejamkan matanya. Olivia berada di dekapannya, tampak tertidur begitu lelap. Permukaan kulit polos mereka yang saling bersentuhan, menghadirkan perasaan nyaman di bawah satu selimut tebal yang sama. Ini tengah malam, sekitar pukul 2, Marcel dan Olivia baru saja selesai memadu kasih.

Marcel pulang dari kantor langsung ke apartemen Olivia. Kemudian Marcel mendapati Olivia yang menunggunya sampai perempuan itu hampir saja tertidur karena sudah mengantuk.

Marcel mengatakan mereka akan tidur saja. Namun ternyata Olivia menginginkannya. Marcel tidak bisa membohongi dirinya bahwa ia juga menginginkan hal yang sama, dan Olivia sangat paham akan itu. Berakhir mereka melakukannya sebanyak 2 kali, kemudian memutuskan menyudahinya setelah merasa kelelahan, sehingga kini Olivia bisa mendapat tidurnya yang cukup nyenyak.

Marcel kini tengah memandangi paras Olivia. Marcel merasa terpesona dan jatuh cinta setiap menatap wajah ini, perasaannya selalu sama. Kemudian secara perlahan satu tangan Marcel terangkat, tapi tertahan di udara dan urung untuk mengelus wajah itu, karena takut mengganggu tidur Olivia.

Dua detik berikutnya, Olivia sedikit bergerak dari posisinya. Marcel mengusap lengan Olivia dan mengusap punggungnya juga, berusaha menenangkan Olivia agar tidur perempuan itu tetap nyaman.

Namun Olivia justru perlahan membuka kelopak matanya dan kini tengah menatap Marcel dengan mata yang tampak masih setengah mengantuk.

Babe, kok kamu belum tidur?” ujar Olivia.

“Kamu tidur lagi, ya?” ucap Marcel sembari mengusap puncak kepala Olivia.

“Kamu juga tidur. Besok kan kamu kerja, nanti jadi ngantuk pas di kantor.”

“I just can’t sleep,” ucap Marcel.

“Kenapa? Kamu lagi banyak pikiran ya?”

“Lumayan.”

“Mikirin apa?” Olivia bertanya.

“Mikirin kamu,” jawab Marcel cepat.

Olivia lantas mendecih pelan, tapi kemudian ia tertawa renyah. “Babe, it’s two a.m and you tried to teased me?”

“I’m not teased you, Babe. Seriously, I’m thinking about you and me, about us.”

“What do you think?” Olivia kini tengah menatap Marcel dengan mata yang sepenuhnya terbuka, perempuan itu sedikit mendongak agar pandangannya dan Marcel bisa sejajar.

“I’m thinking about us. I want to make a long journey with you, Olivia. I want you to meet my daughter and my friends. Will you?”

Olivia perlahan mengangguk. “Boleh. Kira-kira kapan?”

“Kalau hari kamis, gimana? Aku ajak kamu buat ketemu sama Mikayla. Tapi mungkin sore, pas aku pulang ngantor. Kamu harus kerja di butik, kan?”

“Aku kamis bisa.”

“Oke. Nanti aku jemput kamu, terus kita ke rumah aku ya.”

Olivia mengangguk. Namun detik berikutnya ia teringat akan sesuatu dan lekas berujar, “Oh iya, Babe. Mikayla sukanya apa ya? Aku mau bawain sesuatu buat dia.”

“She likes candy so much. Oh, and cake.”

“Alright. Kalau mainan dia sukanya apa?”

“Barbie. She like Barbie so much. Sama satu lagi ada mainan, aku nggak tau namanya apa. Yang bentuk kemasannya kayak telor gitu lho, Babe. Terus pas dibuka didalemnya ada boneka yang matanya gede gitu.”

“Yang kayak gimana sih Babe?

“Aku lupa, Babe. Gini aja, besok kita ke mall buat cari mainan itu. Aku lupa namanya, tapi kalau liat, aku tau. Aku yakin di toko mainan pasti ada.”

“Oke, selain candy sama cake, nanti aku beliin mainan buat Mikayla.”

“Alright.”

“Ayo tidur, kamu juga tidur,” ucap Olivia kemudian.

“Iya, Babe.”

Olivia lantas mendekatkan dirinya kepada Marcel, ia masuk ke pelukan hangat yang selalumembuatnya nyaman itu.

Olivia melingkarkan lengan kecilnya di tubuh kekar Marcel, kemudian memberi usapan menenangkan di punggung lebar kekasihnya.

Marcel mengulaskan senyumnya sekilas, kemudian ia menyematkan sebuah kecupan di puncak kepala Olivia dan berakhir di kening, hal yang selalu Marcel lakukan sebelum kekasihnya tertidur.

***

In Room

“Babe, kamu liat jam tangan aku nggak ya?” ujar Marcel yang tampak tengah sibuk mencari sesuatu di meja rias di kamar Olivia.

“Ada di meja, Babe. Coba cari yang bener,” sahut Olivia yang masih berada di kamar mandi.

Marcel lantas kembali berujar, “Di mana? Nggak ada Babe, ini aku udah cari di meja rias.”

Tidak lama berselang, tampak Olivia kembali dari kamar mandi dan menghampiri Marcel di depan meja rias.

Olivia telah membalut tubuhnya dengan gaun tidur berbahan satin, setelah sebelumnya Marcel hanya mendapati perempuan itu dengan bra hitam dan sebuah celana pendek di atas paha.

“Ini apa?” Olivia langsung menemukan benda yang sedari tadi dicari oleh Marcel dan menunjukkannya tepat di hadapan pria itu.

“Ketutupan, Babe.” Marcel segera menampakkan cengiran kecilnya dan mengambil benda itu dari tangan Olivia. Kemudian Marcel memakai arloji miliknya di pergelangan tangan kiri.

Olivia pun cekatan berinisiatif membantu Marcel memakai dasi, juga merapikan sedikit kerah kemeja pria itu.

“Babe, aku harus tiba-tiba ninggalin kamu, padahal kita baru spend waktu bareng. Maaf ya,” ucap Marcel dengan wajah menyesalnya.

“Iya, nggak papa,” ujar Olivia.

“Sini, peluk dulu bentar sebelum aku jalan,” ujar Marcel yang kemudian lebih dulu membawa tubuh Olivia masuk ke dalam dekapannya.

Olivia segera balas melingkarkan lengannya pada torso kekar Marcel. Kemudian Olivia menduselkan kepalanya di dada bidang Marcel. Olivia secara rakus menghirup aroma tubuh khas milik Marcel yang selalu membuatnya candu.

Setelah beberapa detik mereka saling mendekap dan menyalurkan kasih, akhirnya pelukan itu terurai secara perlahan.

Marcel lantas mengarahkan tangannya untuk menangkup kedua sisi wajah Olivia, lalu ia mendekat lagi pada Olivia dan melayangkan sebuah kecupan lembut di kening.

“Babe, gimana kalau nanti aku stock baju kerja sama beberapa baju casual di apart kamu? Jadi kalau aku nginep, nggak perlu repot bawa baju lagi,” lanjut Marcel lagi, masih sambil lekat menatap Olivia.

“Boleh, stock aja. Nanti taro di lemariku ,” ujar Olivia.

Marcel lantas mengangguk. “Babe, kamu udah cocok jadi istri deh,” ucap Marcel spontan.

“Maksudnya?“ Olivia bertanya dengan kedua alis yang tampak bertaut.

“Yaa ... kamu udah cocok jadi istriku. Kamu bisa nemuin barang yang nggak bisa aku temuin, pakein aku dasi sama bantuin aku siap-siap berangkat kerja. Itu salah satu dari sekian banyak keahlian seorang istri, Babe.”

“Emang keahlian lainnya apa?” Olivia bertanya.

“Hmm ... ahli memadu kasih di ranjang, misalnya ... ” ucap Marcel diiringi tatapan puppy eyes yang nampak menggemaskan.

Olivia tidak percaya ini. Mana ada pria dewasa berusia 30 tahun yang memiliki tampang dan kelakuan seimut seperti sosok di hadapannya ini, terlebih ketika bicara soal berhubungan intim?

Oh, shit. Olivia merutuki dirinya yang selalu terpesona akan peringai Marcellio Moeis, apalagi ia jadi teringat ekspresi wajah tampan Marcel saat mereka sedang berada di ranjang.

“Menurut kamu aku udah ahli atau belum?” Olivia lalu bertanya.

“Udah,” Marcel menjawab singkat, nada bicaranya tiba-tiba terdengar sedikit gugup. Pasalnya Marcel jadi teringat apa yang mereka lakukan semalam. Tatapan manja Olivia yang kini tengah ditunjukkan perempuan itu, sukses membuat Marcel gemas dan ingin kembali menerkam kekasihnya. Kalau saja bisa, Marcel tidak ingin berangkat ke kantor, agar ia dapat seharian menghabiskan waktunya bersama Olivia. Sayangnya Marcel memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin perusahaan dan harus profesional dalam menjalankan tugasnya.

Berkat candaan tersebut, akhirnya Marcel justru mendapat sesuatu di dari Olivia secara spontan. Olivia terlanjur gemas dengan sosok di hadapannya ini.

Olivia sedikit berjinjit untuk menyamai tingginya dengan Marcel, lalu tanpa basa-basi Olivia mencumbu bibir Marcel dengan gerakan yang cukup brutal ; seperti ada isyarat bahwa Olivia masih merindu dan ingin bersama. Marcel juga ingin sebenarnya, sangat ingin. Namun apa boleh buat, ada tuntutan pekerjaan yang juga menjadi prioritas bagi Marcel.

Awalnya Olivia yang memimpin kendali, tapi kemudian secara berangsur, Marcel mulai mengambil alih kendali dengan balas melumat bibir penuh milik Olivia, bibir yang selalu membuatnya mabuk dan merindu.

Setelah sekitar 3 menit mereka berciuman, secara perlahan pagutan itu akhirnya terurai. Mereka kini saling menatap dengan tatapan intens.

“Aku berangkat dulu ya,” ujar Marcel.

“Iya, kamu hati-hati di jalan,” ucap Olivia.

“Iya. Nanti aku telfon habis meeting. Bye, I love you,” tutur Marcel sebelum membawa dirinya untuk menghilang dari hadapan Olivia.

Olivia mengantar kepergian Marcel sampai pintu. Kemudian Olivia bergegas menutup pintu apartemennya ketika punggung Marcel sudah tidak lagi terlihat oleh pandangannya.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒