I'm a Shit Without You

Marcel ingin memperjuangkan Olivia, ia akan memperjuangkan cintanya dan apa yang membuatnya bahagia, sekalipun harus menentang keputusan orang tuanya.

Selama 3 hari belakangan, Marcel dan Olivia tidak bertemu. Marcel memberikan waktu dan ruang bagi Olivia untuk berpikir. Meski rasanya sulit bagi Marcel karena ia merindukan Olivia, tapi di satu sisi ia juga tidak ingin menyakiti Olivia. Marcel sadar akan kesalahannya dan kenyataan bahwa ia telah menyakiti Olivia. Marcel akan berusaha agar Olivia memaafkannya secara perlahan.

Hari ini Marcel memutuskan akan kembali menemui Olivia. Marcel telah mengirim pesan pada Olivia, memberitahu bahwa dirinya akan datang ke butik pada jam makan siang.

Namun Marcel tercengang ketika ia sampai di butik. Marcel tidak menemukan Olivia. Karyawan di tempat itu, semuanya kompak mengatakan bahwa mereka tidak tahu di mana Olivia berada. Olivia hanya mengatakan pada karyawannya bahwa dirinya memerlukan waktu untuk sendiri dan akan pergi cukup jauh, tapi tidak memberitahu ke mana tujuan perempuan itu pergi.

Marcel memutuskan pergi dari butik Olivia untuk menuju apartemennya. Namun sama saja, ia tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Olivia. Marcel terus mencari, ia bertanya pada pemilik unit apartemen atau petugas kebersihan yang kemungkinan melihat Olivia sebelum perempuan itu pergi.

Namun semua yang didapatkan Marcel sama saja, tidak ada yang tahu di mana keberadaan kekasihnya. Marcel yang tengah kalut lekas menelfon Arsen menggunakan ponselnya.

“Halo Bos? Kenapa?” sahtu Arsen di telfon.

“Sen, gue mau minta tolong sekarang juga. Tolong cari di mana Olivia,” ujar Marcel.

“Maksud lo? Emang Olivia ke mana?”

“Oliv pergi, Sen. Karyawannya, temen-temennya udah gue tanyain semua, tapi nggak ada yang tau Oliv di mana. Gue tanya sama pemilik unit apartnya, semalem katanya Oliv pamit pergi ke beliau sambil bawa koper gede.”

“Kalau keluarganya? Lo tau?”

“Dia .. dia cuma punya keluarga dari Mamanya. Om sama Tantenya, tapi mereka pun tinggal di luar negeri.”

“Oke. Sekarang lo tenang dulu. Gue bakal bantu cari info.”

“Oke. Tolong, info apa pun yang lo dapet, secepatnya kasih tau gue.”

“Siap. Pasti gue secepetnya bakal kasih tau lo.”

Setelah itu sambungan telfon diakhiri. Marcel masih berada di depan unit apartemen Olivia. Marcel berharap bahwa pintu itu akan terbuka dan menampakan kekasihnya di sana. Marcel berharap dengan pikiran bodohnya, bahwa Olivia akan muncul di balik pintu itu dan menyambutnya dengan sebuah senyuman hangat. Namun hal tersebut hanyalah sebuah harapan yang saat ini tidak mungkin untuk menjadi kenyataan.

***

2 hari sudah berlalu sejak Marcel tidak menemukan Olivia di apartemennya. Bahkan orang-orang terdekat Olivia pun tidak tahu di mana keberadaan perempuan itu.

Marcel benar-benar kalut, ia merasa hancur tanpa Olivia.

Malam ini Marcel memutuskan untuk tetap datang menghadiri sebuah acara ulang tahun kolega bisnisnya, dengan kondisi hatinya yang tidak baik-baik saja.

Marcel datang ke sana dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada temannya, memberikan hadiah yang ia bawa, lalu mencoba membaur di antara orang-orang yang tampaknya tengah berbahagia, tapi Marcel sama sekali tidak bisa ikut merasakan kebahagiaan itu.

Marcel kehilangan rumah dan kebahagiannya, ia kehilangan Olivia. Sebuah minuman alkohol yang sudah lama sekali tidak Marcel sentuh, malam itu hampir 1 botol besar dihabiskan olehnya. Di saat orang-orang di pesta itu datang ditemani orang tercinta mereka, berdansa, mengobrol, sedangkan Marcel hanya sendirian dan membiarkan dirinya berkali-kali meneguk minuman keras.

Marcel kesekian kalinya meminta bartender di konter bar untuk memberikannya minuman. Bartender itu tampak tidak yakin, karena melihat kondisi Marcel yang sudah lumayan hangover.

Namun Marcel meracau dan terus meminta untuk dituangkan minuman ke gelasnya, lagi dan lagi. Jadi bartender itu hanya melakukan apa yang menjadi pekerjaannya.

Beberapa orang yang mengenal Marcel di sana tampak khawatir dengan kondisinya, mereka berniat membantu dan mengantar Marcel pulang. Namun aksi mereka mendapat penolakan dari Marcel.

Marcel terus meracau tidak jelas, ia meminta semua orang untuk menjauhinya. Marcel meminta bartender di hadapannya untuk mengeluarkan semua minuman. Marcel berceloteh bahwa ia bisa membeli semua minuamn itu, tanpa terkecuali, jadi pria di hadapannya harus memberikannya minuman.

Sampai ketika Ravell dan Alex yang merupakan sahabat Marcel tiba di sana, mereka segera menghampiri Marcel di meja bar. Mereka juga diundang ke acara itu, keduanya datang bersama kekasih mereka yang kemudian juga merasa khawatir setelah melihat kondisi Marcel.

“Cel, lo hangover parah. Gue sama Alex anter lo pulang ya?” ujar Ravell.

Marcel menoleh dan mendapati Ravell dan Alex berada di hadapannya. “Mana ada gue mabok,” ujar Marcel. “Lo liat nih, mana ada sih gue mabok,” Marcel kembali meracau, kali ini sembari berusaha berdiri dari kursinya. Namun belum sampai 2 detik, Marcel hampir ambruk ke lantai kalau saja Ravell dan Alex tidak sigap menahannya.

Marcel yang masih setengah sadar itu lantas mendongak, ia berusaha berdiri sendiri, seolah mengatakan bahwa dirinya tidak membutuhkan Ravell dan Alex untuk membantunya.

Marcel menatap Ravell dan Alex secara bergantian. Ravell mendapati tatapan penuh luka dari mata sahabatnya itu. Melihat Marcel datang sendiri ke tempat ini, Ravell sudah dapat menebak apa yang terjadi hingga Marcel bisa sampai sekacau ini.

“Oliv pergi, Rav. Dia pergi nggak tau ke mana. She left me. I’m a shit without her,” ujar Marcel.

“Nanti kita cari Oliv ya. Lo tenang aja, pasti Oliv balik,” ujar Ravell.

Marcel menggeleng pelan. Setelah itu Marcel beralih menatap Alex, tatapannya seolah mengadu. “She’s hurt because of me. Gue nyakitin dia,” Marcel meracau lagi.

Ravell dan Alex hanya terdiam di sana. Mereka jelas bisa paham hancurnya Marcel, karena mereka tahu tahu seberapa berartinya Olivia bagi Marcel.

“Cel, pulang ya. Kita anter lo. Besok kita cari Oliv, oke?” ujar Ravell dan sudah jadi keputusan final bahwa ia akan mengantar Marcel pulang.

Ravell lantas meminta supirnya untuk menjemput di lobi, kemudian berpamitan pada kekasihnya untuk mengantar Marcel pulang.

Tidak terpikirkan apa pun di benak Ravell dan Alex selain mengantar Marcel pulang dan memastikan sahabat mereka akan baik-baik saja.

Malam ini tidak akan ada pesta bagi Ravell dan Alex. Katakan bagaimana bisa mereka bersenang-senang di saat sahabat mereka dalam kondisi sehancur ini?

***

Marcel terbangun di kamarnya dan melihat jam saat ini yang tengah menunjukkan pukul 10 pagi. Rasanya lama sekali Marcel sudah tertidur, tapi ia sama sekali tidak merasa lebih baik setelah terbangun. Rupanya tidur tidak bisa mengobati rasa sakit di hatinya.

Marcel mencoba beranjak dari kasur meskipun kepalanya terasa pening dan begitu berat. Seperti ada sesuatu yang menghantam kepalanya, hingga akhirnya Marcel memutuskan kembali merebahkan tubuhnya di kasur.

Marcel kemudian mengambil ponselnya dan menelfon seseorang. Marcel menelfon orang suruhannya yang ia minta untuk mencari Olivia. Namun jawaban yang sama kembali didapatkan oleh Marcel. Orang suruhannya belum menemukan di mana Olivia berada.

“Shit,” Marcel mengumpat pelan ketika merasakan pening kembali menyerang kepalanya. Marcel lalu membuka ponselnya dan melihat halaman chat-nya dengan Olivia. Marcel merasakan kembali dadanya yang sesak. Ia memejamkan mata, berusaha mentralisir rasa sakit itu.

Marcel membuang-buang waktunya dengan membaca pesan-pesan lamanya dengan Olivia. Marcel tersenyum getir, tapi setelah itu ia menitikkan air mata.

Marcel lantas berucap lirih, “Babe, I’m a shit without you.”

***

Hari itu Marcel sebenarnya tidak ingin berangkat ke kantor, tapi ia tetap harus datang untuk bekerja.

Marcel tidak bisa mengabaikan tanggung jawabnya sebagai pemimpin perusahaan begitu saja. Bagaimanapun keadaannya, tidak peduli hatinya sedang hancur, nasib perusahaan dan ribuan orang berada di kedua pundaknya, jadi ia tidak bisa absen.

Marcel datang ke kantor sedikit terlambat. Ketika ia datang, meeting langsung segera dimulai. Semua orang telah menunggunya di ruang meeting itu.

Sebelum memulai rapat, Marcel mengucapkan permintaan maafnya karena telah mengundur waktu meeting.

***

Sekitar 1 jam kemudian, rapat yang dipimpin oleh Marcel akhirnya selesai. Marcel bergegas kembali ke ruangannya dan melonggarkan dasi di kerahnya yang terasa mencekik. Pria itu juga melepas jas hitamnya dan meletakkannya di sofa secara asal.

Tidak berapa lama, terdengar ketukan di pintu ruangannya. Marcel mempersilakan orang di balik pintu untuk masuk, dan ternyata itu adalah Arsen.

“Bos, katanya kemarin lu hangover parah pas di acara ultahnya Dean?”

Arsen memperhatikan kondisi Marcel. Marcel tampak pucat dan tatapan mata pria itu terlihat sayu. “Lo kayaknya kurang sehat deh. Mending lo balik terus istirahat di rumah,” ujar Arsen.

“Gimana? Udah ada kabar soal Oliv?” Marcel malah bertanya tentang hal lain, mengabaikan ucapan Arsen yang sebelumnya.

“Belum ada,” jawab Arsen.

“Kayaknya Oliv ke luar negeri. Gue yakin dia nggak bakal pergi jauh-jauh. Lo bisa pesenin gue tiket ke Singapur sekarang? Oliv bilang dia hapal beberapa tempat di Singapur karena sering ke sana, siapa tau dia ada di sana.”

“Bos, menurut gue lo pulihin kondisi dulu. Yang ada lo nambah masalah kalau gini,” ujar Arsen.

Marcel mengabaikan itu, ia tetap pada rencananya untuk mencari Olivia ke Singapore. Baru saja Marcel hendak beranjak dari kursinya dan mencoba berdiri, tapi detik berikutnya tubuhnya hampir ambruk kalau saja Arsen tidak sigap menahannya.

“Oliv nggak bakal suka kalau tau lo terus nyakitin diri sendiri kayak gini,” ucap Arsen.

Marcel merasa ditampar dengan ucapan itu. Kenyataan yang tengah dihadapi Marcel saat ini terasa begitu menyakitkan untuknya, sampai tidak sadar ia telah menyakiti diri sendiri.

Marcel lemah tanpa Olivia dan tidak mengenali dirinya. Di tengah hectic-nya pekerjaan di kantor, masalah dengan orang tuanya, ditambah Olivia yang pergi darinya, semuanya terasa seperti badai besar yang datang menghantam Marcel.

Marcel merasa payah, tidak berdaya, dan ia menyalahkan keadaan yang ada. Marcel takut kembali kehilangan, dirinya sungguh mencintai Olivia dan tidak menginginkan untuk bersama dengan perempuan lain.

***

Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹

Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒