Kelahiran Putra Pertama Aryo dan Tiara
Saat ini ingin sekali membuka matanya, tapi nyatanya itu terasa sulit untuk dilakukan. Efek pasca operasi membuatnya merasa begitu mengantuk. Sekarang Tiara sudah dipindahkan ke ruang rawat, operasinya telah berjalan lancar, dan anak lelaki mereka lahir dengan sehat dan sangat sempurna.
“Aryo ... ” gumam Tiara yang kelihatan setengah sadar.
“Iya, Sayang? Kamu tidur aja dulu yaa,” titah Aryo di sampingnya.
Perlahan Tiara membuka matanya, ia menatap Aryo samar-samar, “Mau liat baby,” ujarnya lirih.
“Iya, nanti ya Sayang,” Aryo mengusap kepala Tiara.
Tiara mengulaskan senyumnya, perempuan itu kembali memejamkam matanya, “Aryo, anak kita ganteng banget,” gumam Tiara. Detik itu juga Aryo tertawa pelan mendapati ucapan Tiara.
“Iya ganteng anak kita. Lebih mirip siapa ya Ra wajahnya?”
“Lebih mirip Papanya kayaknya,” ucap Tiara.
“Tapi matanya mirip kamu banget Sayang, nggak terlalu sipit kayak aku.”
“Oh iya ya,” Tiara tertawa pelan. “Adil dong, Sayang. Setengah mirip aku, setengahnya lagi mirip kamu.”
***
Namanya Aryan Sakha Brodjohujodyo, anak pertama dan cucu pertama laki-laki di keluarga itu mendapat begitu banyak cinta dari orang-orang tersayang yang menjenguknya.
“Melebihi ekspektasi banget ini wajahnya, ganteng ya,” ujar Alifia kala menggendong cucu pertamanya.
“Halo, koko kecil, anak ganteng. Ini matanya Tiara banget lho,” ucap Feli diiringi senyum bahagianya.
“Iya Mah, tapi hidung sama bibirnya mirip Aryo banget, kan? Liat deh,” celetuk Tiara.
Aryo lantas mendekati anaknya yang berada di gendongan Alifia, “Coba liat, semirip apa?” ujar Aryo.
Feli memerhatikan kedua lelaki beda generasi itu secara bergantian, “Mirip kamu banget ini hidungnya, Aryo.” ujarnya kemudian.
“Iya, ya. Aryan ini kayak Tiara versi laki-laki, tapi kalau di perhatiin lagi, wajahnya juga Aryo banget,” komentar Alifia.
Keluarga terdekat yang menjenguk satu persatu pun akhirnya pulang, agar si bayi dan ibunya dapat beristirahat. Sebelum pergi dari sana, mereka meninggalkan parcel buah serta beberapa kado untuk perlengkapan si bayi.
Terlihat di ruang rawat itu, Aryan Sakha sudah tertidur di pelukan ibunya dengan senyuman kecil yang seolah sudah diatur sedemikian rupa. Entah senyum itu mirip siapa, tapi yang jelas senyumnya begitu menghangatkan hati yang melihatnya.
“Papanya mana?” tanya Feli pada Tiara ketika mama mertuanya itu kembali dari toilet.
Tiara lantas mengarahkan tatapannya pada Aryo yang tengah terlelap di sofa bed di pojok ruangan.
“Oalah ... anak itu udah jadi Bapak kok, malah tidur duluan. Harusnya kamu yang tidur, Aryo jagain bayinnya, gantian gitu lho,” ucap Feli.
“Nggak papa, Mah. Lagian Aryo nggak bisa ngasih susu nanti kalau bayinya bangun.” Tiara asik mengelus pipi anaknya dengan ibu jarinya dan sesekali mengusap rambut hitamnya.
“Tapi kasian kamu pasti capek ya, Sayang?”
Tidak lama kemudian, Aryo pun terbangun karena mendengar obrolan antara Tiara dan Feli. Nampak beberapa garis bekas cetakan sofa di wajah pria itu dan rambutnya terlihat sedikit acak-acakan.
“Hai,” sapa Aryo diiringi cengirannya.
Feli seketika menatap Aryo dengan tatapan memperingati. Baiklah, Aryo mengerti. Namun masalahnya ia begitu mengantuk tadi dan berakhir ketiduran di sofa bed.
“Dedek bayi juga tidur, yaudah Aryo tidur. Melek mau ngapain?” ujar Aryo dengan nada becandanya.
“Yaa, jagain anakmu dong. Gantian istrimu yang tidur. Kayak kamu yang melahirkan aja tadi pagi, jam segini kok udah tepar,” ujar Feli.
“Aryo mau main sama Aryan, tapi Aryannya tidur terus, Mah,” Aryo menoel noel pelan pipi tembam anaknya sambil nyengir tak bersalah saat bayi mungil itu kini bergerak karena ulahnya.
“Baru tidur ini Sayang, nanti susah lagi nidurinnya,” Tiara pun memperingati tingkah suaminya itu.
“Masa sih? Kalau aku sama kamu langsung tidur nyenyak tuh,” celetuk Aryo asal.
“Yaudah. kamu pulang aja sama papa. Biar Mama di sini jagain menantu dan cucu Mama. Gimana?” tawar Feli.
“Mama nggak perlu repot, tenang aja, semuanya aman. Aryo minum kopi nanti langsung segar lagi kok. Sayang, aku jangan di suruh pulang, ya ... ?” Aryo memasang tampang memelas dan ia bergerak untuk memeluk kedua cinta dalam hidupnya itu, Tiara dan Aryan.
“Yaudah Mama pulang dulu deh kalau gitu. Nanti kalau ada apa-apa, atau Tiara butuh bantuan, telfon Mama yaa Sayang,” ucap Feli.
“Iya Mah, makasih ya. Mama hati-hati,” ujar Tiara.
“Iya Sayang, sama-sama. Anak ganteng, Oma pulang dulu ya, besok jenguk Aryan lagi,” setelah mengusap pipi cucunya itu, Feli pamit pulang dan Aryo mengantar mamanya sampai ke depan ruang rawat.
“Ra, coba tebak kenapa anak bayi tidur terus?” Aryo telah kembali dan mengambil tempat di sisi ranjang Tiara.
Tiara tertawa mendengar pertanyaan suaminya yang terdengar aneh itu, “Anak bayi kan masih kecil, Aryo. Ya, butuh tidur banyak dong,” ucap Tiara.
“Jawaban kamu salah,” balas Aryo dan saat itu juga kening Tiara berkerut.
“Terus yang bener jawabannya apa?” Tiara merasa sekarang ia ikutan konyol karena mengikuti permainan Aryo.
“Kamu jangan gampang nyerah dong, Ra. Kalau kamu gampang nyerah, gimana kamu mau mencintai aku?” Aryo mendekatkan wajanya pada Tiara.
“Alay kamu ah,” Tiara berusaha menjauhkan Aryo dari hadapannya dan melayangkan jarinya di legan Aryo.
“Aduh, jangan cubit-cubit dong, mending cium-cium aja.” Aryo memeluk Tiara dari samping, lalu pria bertubuh jangkung itu menjatuhkan kepalanya di pundak istrinya.
“Ra kira-kira kapan dedek bayinya bangun ya?” celoteh Aryo.
“Nggak tau, Aryo. Suka-suka dia mau bangun kapan.”
“Kamu pegel nggak? Sini gantian gendong sama aku,” tawar Aryo.
Tiara pun memberikan instruksi pada Aryo untuk memegang kepala dan punggung bayinya ketika akan menggendong. Akhirnya Aryo bisa menggendong anaknya dan ia merasa begitu senang. Sementara Tiara pergi ke kamar mandi, Aryo menimang-nimang anaknya dalam dekapannya.
“Sayang, kamu bisa jalan ke kamar mandi sendiri? Perlu aku bantuin nggak?” tanya Aryo.
“Bisa, Sayang. Nggak papa kamu gendong Aryan aja,” Tiara menyahuti dari kamar mandi. Aryo pun mengangguki dan kini atensinya kembali pada Aryan yang berada di gendongannya.
“Hey Aryan, kamu tidur terus ya. Papa kan mau main sama kamu. Nak, ayo dong bangun,” Aryo berujar di depan wajah anaknya namun anaknya itu seolah mengejeknya. Aryan nampak memalingkan muka dan memajukan bibirnya. Kedua mata Aryan masih terpejam tapi bibirnya itu tetap aktif, terlihat begitu lucu dan menggemaskan.
“Kenapa kamu ketawa sendiri?” suara Tiara memecah interaksi antara Aryo dengan Aryan kecil.
“Anak kamu nih Sayang, kecil-kecil udah pintar,” ucap Aryo.
“Emangnya dia ngapain?”
“Nih liat. Dia udah bisa manyunin bibir di depan Papanya.”
Tiara pun ikut tertawa dan memerhatikan wajah Aryan, “Lucu banget. Aahh ... Aryo lucu banget. Liat deh, dia senyum tuh,” Tiara meminta Aryo untuk ikut melihat wajah anak mereka.
“Astaga, anak kita hebat banget lho Ra.”
“Hebat gimana?”
“Waktu kamu yang lihat, dia senyum. Waktu aku yang lihat, dia manyun. Dia bisa ngubah ekspresinya dalam sekejap.”
“Iya, mungkin dia mau kembaran sama Papanya,” ujar Tiara sambil menampakkan tawa kecilnya.
“Kembaran apa?” tanya Aryo yang tidak mengerti.
“Bibir kalian tuh mirip banget. Kalau kamu tidur, aku perhatiin kamu suka manyun-manyun juga kayak Aryan gini, persis deh.”
“Masa sih? Oke kalau mirip, kamu lebih suka yang mana? Punya aku apa punyanya Aryan?” tanya Aryo sambil tidak melepas pandangannya dari Tiara sejengkal pun.
Tiara pun membulatkan kedua matanya. Suaminya ini benar-benar ajaib dan tiada duanya. Herannya lagi, ucapan Aryo itu selalu dapat langsung dimengerti oleh Tiara.
“Punya Aryan lah. Dia lebih imut dari pada kamu.” Tiara beralih mencubit pelan pipi anaknya dan menciumnya dengan gemas. Detik berikutnya, Tiara seketika merasakan cahaya di sekitarnya menggelap. Rupanya Aryo tengah memangkas jarak diantara mereka, sehingga bahkan udara saja enggan untuk bergabung dengan keduanya.
Mata Tiara dan mata Aryo bertemu, lalu saling mengunci satu sama lain. Seperti ada sengatan listrik yang mengaliri tubuhnya Tiara ketika Aryo menatapnya penuh afeksi seperti ini. Tiara masuk ke dalam lingkaran sempit dan hangat itu, lingkaran yang bernama keluarga. Detik berikutnya, dengan lembut Aryo mulai menempelkan bibirnya di bibir Tiara. Benda kenyal itu selalu membuat Tiara candu, ia tidak tahan untuk tidak membalas dan bahkan sedikit memberikan gigitan di sana.
Sekitar 3 menit ciuman mereka berlangsung, Aryo pun mengurai pagutannya. Aryo kemudian mendekap dua hal miliknya yang paling ia cintai. Tidak, bukan hanya dua menurutnya, tapi lebih dari itu. Baginya Tiara dan Aryan adalah seluruh hal yang diinginkannya di dunia ini.
“Aryo,” ujar Tiara.
“Iya?”
Jarak keduanya masih begitu intim, Aryo menatap Tiara dan Aryan bergantian. Anaknya tertidur pulas di tengah-tengah aktivitas cinta papa dan mamanya, itu membuat Aryo mengulaskan senyumnya.
“Aku pernah bilang mau punya anak yang matanya mirip sama kamu. Pasti lucu banget yaa,” ungkap Tiara.
“Iya, aku ingat itu. Kamu mau kita punya anak berapa?”
“Tiga atau empat, gimana menurut kamu?”
“Hmm ... boleh,” Aryo mengangguk-angguk dan mengulaskan senyumnya, tampak dua buah eye smile Aryo yang selalu Tiara suka dan tidak pernah bosan untuk dipandang.
Tiara mendongakkan kepalanya untuk menatap ke dalam dua mata indah Aryo, “Kalau anak kita perempuan dan matanya mirip kamu, dia pasti cantik banget.”
Introducing The New Family
Daddy
Mommy
1st Son
***
Terima kasih telah membaca Emergency Married 💍
Berikan feedback berupa like, reply, hit me on cc, atau boleh juga dm aku ya. Aku menerima kritik dan saran yang membangun. Kalau ingin curhat apapun dan tanya-tanya juga boleh kok~
Semoga kamu enjoy sama ceritanya yaa, see you at next part!! 🌷