Lie and Tears

Sekitar pukul 7 malam, Sienna baru saja tiba di rumah setelah hari yang terasa panjang yang dilauinya. Tadi Alvaro mengantarnya sampai rumah, tapi lelaki itu tidak mampir.

Saat akan melangkah masuk, Sienna langsung mendapati Fabio duduk di teras ; seolah papanya itu memang telah menunggu kepulangannya.

“Sienna, kamu berniat bohong atau sengaja melanggar perintah Papa di depan mata Papa sendiri?” ujar Fabio, nadanya terdengar dingin dan agak ketus.

Sienna baru saja melepas flat shoes-nya dan meletakannya di rak sepatu di samping teras. Sienna tidak mungkin menghindari omelan papanya, ia tahu bahwa dirinya harus menghadapi sesuatu yang telah ia langgar.

“Papa larang kamu ketemu sama dia, tapi kamu masih ketemu dan bahkan bohong sama Papa. Mama kamu juga ikutan bohongin Papa,” ucap Fabio lagi, kali ini dari nada bicaranya terdenagr ada kekecewaan.

Fabio melarang Sienna untuk bertemu Alvaro, tapi akhirnya tau kalau putrinya telah membohonginya. Sienna menemui Alvaro dan yang membuat Fabio murka adalah Sienna melibatkan dirinya pada kehidupan Alvaro, lagi dan lagi.

“Sienna, kamu akhiri hubungan kamu dengan dia. Ini adalah perintah telak dari Papa.”

“Pah—”

“Apa lagi? Kamu mau membantah ucapan Papa?”

Fabio nampak menghembuskan napasnya dan memegangi dadanya. Setelah coba menenangkan diri, Fabio akhirnya menjelaskan pada Sienna. “Papa begini karena Papa sayang sama kamu, Sienna. Selama ini, kamu rela menjalani hubungan yang tidak jelas arahnya, kamu rela berada di posisi yang bisa merugikan kamu, nggak tau sekarang, nggak tau nanti. Bagi Papa, hubungan kamu dan Alvaro adalah hubungan yang tidak dilandaskan pada ajaran Tuhan dan agama kita.”

Menurut Fabio, Alvaro telah berani-beraninya memacari anak gadisnya di saat lelaki itu masih terikat pernikahan dengan perempuan lain. Hal tersebut jelas melanggar aturan agam mereka.

Selain itu, kehidupan dan masa Alvaro yang terlalu rumit, membuat Fabio tidak ingin anaknya terlibat dengan lelaki itu, karena tidak ingin Sienna ikut terbawa masalah.

“Sienna, sekali lagi Papa bilang sama kamu. Akhirin hubungan kamu sama dia. Kamu cuma dibutakan oleh cinta, Nak. Papa hanya nggak ingin anak Papa disakiti.”

***

Sienna hanya bicara seperlunya ketika berhadapan dengan Fabio, dan itu sudah berlangsung selama tiga hari lamanya. Sienna tahu sikapnya ini tidak baik, ia terlihat seperti anak yang durhaka kepada orang tua. Namun Sienna punya alasan melakukannya. Ia ingin papanya juga mengerti. Sienna tahu Fabio begitu menyayanginya, tapi tidak selamanya cara menyayangi adalah dengan mengutamakan ego dan bersikap keras hati.

Fabio bahkan tidak memberi Alvaro kesempatan untuk menunjukkan sedikit saja itikad baiknya. Fabio sudah terlalu menutup hati, entah cara apa lagi yang harus Sienna dan Alvaro lakukan untuk meluluhkan hati seorang ayah yang berasumsi bahwa beginilah cara mencintai putrinya.

Malam ini di ruang keluarga, hanya Sienna yang tidak terlihat. Papa, mama, kakak, dan adiknya tengah berkumpul sembari menikmati cemilan dan menonton siaran TV.

“Sienna ke mana Mah?” celetuk Valiant.

“Ad di kamarnya. Dari pulang kerja tadi, belum keluar tuh sampai sekarang,” ujar Renata dengan nada khawatir.

“Belum makan dong dia?” tanya Valiant.

“Belum. Padahal Mama masak makanan kesukaan dia lho.” Usai pembicaraan itu, tiba-tiba Fabio beranjak dari posisinya. Fabio meninggalkan ruang keluarga dan sepertinya akan menuju kamar Sienna.

“Kasian deh kakak. Lagian kenapa papa nggak restuin hubungan kakak sih, Mah?” Christo bertanya dengan raut bingungnya.

“Ini urusan orang dewasa. Intinya papa kamu tuh cuma belum luluh aja,” ujar Renata yang kemudian ikut menyusul langkah Fabio.

Christo lantas hanya geleng-geleng kepala, tanda bahwa dirinya tidak dapat memahami jalan pikrian orang dewasa yang menurutnya terlalu rumit.

Apakah cinta memang membuat seseorang menjadi buta? Namun Christo sendiri pun ingat, ia belum pernah mendapati kakaknya sekacau ini karena urusan asmara.

Ketika Christo melihat Sienan seperti sekarang, ia jadi beranggapan bahwa kakaknya itu sungguh-sungguh telah mencintai sosok kekasihnya. Itu artinya, Alvaro telah benar-benar membuat Sienna jatuh sedalam-dalamnya ; karena jika tidak, Christo yakin kakaknya tidak akan sampai seperti ini.

***

Fabio mendapati Sienna tertidur di kamarnya. Pintu kamar Sienna tidak dikunci seperti kemarin. Fabio pun bersyukur, artinya anaknya sudah tidak terlalu marah padanya.

Fabio lantas berjalan mendekat, lalu ia duduk di tepi kasur. Tanpa Fabio tahu, Renata berada di daun pintu, mengamati apa yang sedang Fabio lakukan di sana.

Fabio mengangkat tangannya dan dengan lembut mengusap puncak kepala Sienna. Renata tahu betul alasan suaminya bersikap seperti itu. Kasih sayang seorang ayah pada anaknya memanglah begitu besar, maka tidak bisa dipaksa begitu saja agar Fabio luluh hatinya. Biarkan itu terjadi secara alami dan memang membutuhkan waktu.

“Sienna, maafkan Papa,” ucap Fabio di dekat Sienna.

“Papa minta maaf, Papa udah bikin kamu sedih,” lagi, Fabio berujar dengan nada yang terdengar pilu.

Fabio sedikit tertegun ketika mendapati Sienna menangis di dalam tidurnya, air bening itu mengalir dari pelupuk mata putri tersayangnya.

Fabio masih di sana, ia mengatami wajah tertidur Sienna yang nampak damai, tapi tahu bahwa putrinya sebenarnya tengah bersedih.

Satu hal yang lantas menarik perhatian Fabio adalah sebuah bingkai foto berukuran mini yang di berada di dekapan putrinya. Sienna tidur sembari memeluk benda itu.

Secara perlahan agar tidak membangunkan Sienna, Fabio mengambil bingkai itu dari dekapan Sienna. Fabio melihat foto di dalam bingkai itu yang berisikan potret Sienna, Alvaro, dan Gio. Di foto itu, Sienna terlihat begitu bahagia, Fabio dapat merasakannya hanya dari melihat senyum yang tercetak paras putrinya.

“Sienna, apa dia benar-benar bisa membuat kamu bahagia?” Fabio bermonolog.

Fabio meletakkan bingkai foto itu ke nakas di samping kasur, lalu ia kembali menatap wajah tertidur Sienna. Selama beberapa detik, Fabio masih di sana dengan banyak cabang pikiran di dalam kepalanya.

Mengapa hatinya terlalu keras hingga jadi tertutup seperti ini? Apa yang sebenarnya Fabio inginkan? Apakah yang telah ia lakukan ini salah? Semua pertanyaan itu hanya satu jawabannya, dan sebenarnya Fabio sudah mengetahuinya. Fabio hanya ingin Sienna bahagia, dan ia sudah tahu alasan putrinya bahagia adalah eksistensi lelaki yang dicintai oleh putrinya. Lelaki itu hadir di hidup putrinya dan memberikan kebahagiaan, lantas mengapa Fabio malah menjauhkan putrinya dari kebahagiaannya?

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭