Makanan Korea dan Tawaran Mengantar Pulang

Edgar telah menjelaskan yang sesungguhnya kepada Valdo ; bahwa antara dirinya dan Riana tidak ada hubungan spesial apa pun. Valdo akhirnya percaya, tapi sepertinya Edgar akan kembali mendapat masalah baru hari ini.

Edgar dan Ardi baru saja kembali dari ruangan divisi kreatif untuk menerima laporan terkait promotion tools yang akhirnya di disepakati yang nantinya akan dibuatka eksekusinya oleh tim marketing sosial media.

Namun Edgar kembali tidak dengan tangan kosong. Satu tangannya menenteng sebuah paper bag dengan logo brand makanan yang cukup terkenal.

“Dapet dari mana tuh Gar?” Jesslyn bertanya sambil mengarahkan tatapannya pada paper bag yang di bawa Edgar.

“Habis dikasih sama Riana. Buat makan siang, katanya. Takutnya nggak sempet keluar buat beli makan,” ujar Ardi yang justru menjawab, padahal Edgar yang ditanya.

Hari ini memang cukup hectic di kantor. Beberapa minggu lagi, IT'S CLEINE akan me-launching produk baru, jadi pekerjaan pun juga terasa semakin diburu oleh waktu.

Edgar tidak menanggapi ucapan Ardi dan Jesslyn yang menduganya punya hubungan dengan Riana. Bagi Edgar, tidak ada yang perlu dijelaskan berkali-kali. Cukup sekali Edgar mengatakannya, maka semuanya sudah jelas bahwa ia tidak ada hubungan apa pun dengan Riana.

Edgar kembali ke kursinya dan duduk di sana. Namun bukannya membuka bungkus makanannya dan menyantap makan siang, lelaki itu justru berkutat pada laptop.

Edgar sekilas menoleh ke sampingnya, ia memperhatikan Lilie yang baru akan memesan makanan. Edgar kembali lagi pada laptopnya, tanpa sadar bahwa di ruangan itu hanya tersisa dirinya, Lilie, dan Valdo saja. Jesslyn dan Ardi telah pergi entah ke mana.

Tidak lama kemudian, Valdo melenggang keluar juga. Seolah Valdo mengerti dan ingin memberi ruang untuk Edgar dan Lilie.

“Kak, mau pesen makanan apa?” Edgar bertanya sambil menoleh menatap Lilie.

“Aku mau pesen makanan korea yang ada di deket GI. Kenapa?”

“Boleh pesenin sekalian?”

“Lho kamu bukannya udah ada makanan?” Lilie justru bertanya sambil mengarahkan tatapannya pada paper bag yang ada di meja Edgar. Lilie tampak heran karena Edgar ingin memesan makanan, padahal lelaki itu sudah memiliki menu makan siangnya.

“Lagi pengen makanan korea juga. Nanti makanan ini mau aku bawa pulang aja,” ucap Edgar berdusta. Sebenarnya ia hanya tidak bernapsu menyantap makanan dari Riana. Edgar tidak menduga bahwa tiba-tiba tadi Riana memberikannya makanan, dan ia tidak mungkin menolak pemberian itu di depan orang yang memberi langsung, bukan?

“Oke. Aku udah pilih menu yang aku mau. Kamu pilih dulu mau apa, nanti aku pesenin,” ucap Lilie sembari memberikan ponselnya pada Edgar agar lelaki itu bisa memilih menu yang diinginkannya.

***

Hari ini Lilie kembali kerja lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya. Sekitar pukul 9 malam, Lilie baru meninggalkan kantor. Seperti biasa, Lilie harus berjalan kaki untuk sampai ke halte Transjakarta. Baru beberapa langkah Lilie berjalan dari gedung kantornya, ia mendapati motor yang nampak tidak asing baginya. Sosok pemilik motor tersebut rupanya tidak berada jauh dari sana. Di sebuah kafe yang memiliki area outdoor tersebut, Edgar berada di sana dan ia segera menghampiri Lilie.

Edgar membuatnya terlihat alami, lelaki itu mengatakan kalau ia belum pulang dan ingin nongkrong di sana. Tanpa Lilie tahu, Edgar sengaja melakukannya karena ia ingin mengantar Lilie pulang.

“Rumah kamu di mana emangnya?” Lilie malah bertanya, karena secara jujur ia ungkapkan sebelumnya, bahwa rumahnya cukup jauh jaraknya. Jika rumah Edgar berlawanan arah juga dengan arah rumahnya, maka lebih baik Lilie naik bis Transjakarta seperti biasa.

“Nggak jauh Kak pokoknya. Naik motor lebih cepet, kalau Transjakarta lama. Ini udah malem Kak, bahaya kalau Kakak pulang sendiri,” ujar Edgar.

Lilie sesaat memikirkannya. Kalau soal helm untuk penumpang, di motor Edgar ada satu helm. Jadi itu bukan sebuah masalah dan akan aman saja.

“Oke, deh. Tapi bener ya nggak ngerepotin,” Lilie akhirnya setuju untuk diantar pulang dengan Edgar.

Edgar mengangguk. Di dalam rongga dadanya, rasanya jantungnya akan meledak karena kegirangan. Namun tetap, lelaki itu coba bersikap normal dan seolah tidak ada yang terjadi. Edgar baru saja mengenakan helmnya dan akan memberikan sebuah helm pada Lilie, saat tiba-tiba kehadiran seseorang di sana yang memanggil nama Lilie ; membuat mereka menoleh ke arah orang itu.

Marcel

Edgar meletakkan kembali helm yang sebelumnya akan ia berikan pada Lilie, kemudian Edgar melepas helm yang telah ia pakai hanya untuk memastikan sosok yang kini berada di hadapannya dan Lilie.

Edgar tidak salah melihat, sosok pria jangkung itu adalah Marcellio Moeis. Rupanya Marcel memberhentikan mobilnya tidak jauh dari posisi mereka.

“Lilie, kamu sama kenal dia?” tanya Marcel.

“Pak Marcel,” ucap Lilie dengan sopan. Lilie tampak kaget dan canggung mendapati Marcel di sana, tapi detik berikutnya ia segera berusaha mencairkan suasana dan menjelaskan situasnya. “Oh iya Pak, Edgar ini karyawan internship di divisi saya,” terang Lilie.

“Oh gitu. Saya tadi ngeliat kamu. Saya habis dari kafe deket sini. Kamu mau pulang juga? Biar saya antar, gimana?”

Mendengar kalimat enteng itu terlontar dari bibir Marcel, rasanya seperti ada sambaran petir dan hanya Edgar yang dapat melihatnya.

“Tapi rencananya saya pulang sama Edgar, Pak. Terima kasih banyak atas tawarannya, tapi saya sama Edgar aja. Tidak perlu repot-repot Pak,” ujar Lilie.

“Lilie, tapi ini udah malam dan kayaknya bakal hujan sebentar lagi. Lebih baik saya yang antar kamu,” ucap Marcel lagi.

DUAR!

Sambaran petir itu terasa menyambar lagi, bahkan rasanya lebih kuat dari sebelumnya.

Lilie lantas menoleh pada Edgar, perempuan itu tampak bingung bagaimana harus bertindak. Edgar tidak tahu menahu tentang masa lalu Lilie dengan Marcel seperti apa. Jadi Edgar berpikir bahwa Lilie mungkin akan lebih memilih diantar pulang dengan Marcel ketimbang dirinya.

“Kak, kayaknya bentar lagi emang mau hujan. Dari pada kehujanan, mending Kakak pulang sama Pak Marcel aja,” Edgar pada akhirnya angkat suara.

Sepertinya memang itu yang terbaik, untuk sekarang Lilie pulang bersama Marcel. Dari cara Marcel menatap Lilie dan nada bicaranya, seolah mencerminkan bahwa ada masa lalu yang eblum selesai di antara mereka. Seorang CEO di berbicara dengan nada lembut dan terkesan akrab kepada seorang manager yang bekerja di perusahaan miliknya, rasanya tidak mungkin kalau tidak ada yang spesial di antara keduanya.

***

Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸

Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕