Mau Nggak Jadi Pacarku?
Edgar dan Lilie mengunjungi sebuah taman kota yang sore ini tampak cukup ramai oleh pengunjung. Langit tampak indah dengan perpaduan warna biru dan oranye yang cerah. Di taman itu terdapat area piknik yang disediakan di dekat sebuah danau buatan. Edgar dan Lilie memilih duduk di sebuah kursi yang terletak tidak jauh dari danau. Mereka ingin menikmati waktu sore ini berdua. Edgar mengatakan bahwa ada yang ingin ia bicarakan serius dengan Lilie.
Edgar membawa mobilnya sendiri untuk mengajak Lilie pergi. Mobil tersebut katanya hadiah dari papanya karena ia telah lulus kuliah dengan nilai yang memuaskan. Edgar telah bekerja mendapat pekerjaan full time di sebuah perusahaan dan mendapat gaji yang lumayan.
“Kak, gaji aku cukup untuk ajak kamu seneng-seneng, tapi pake cara aku sendiri,” ujar Edgar.
“Emang gimana caranya?” tanya Lilie diiringi tawa kecilnya.
“Keliling Jakarta misalnya, naik motor sambil pelukan, gitu.”
Lilie tersenyum bersemu, pipinya pun nampak memerah. Egdar mengatakan bahwa uang yang ia miliki cukup untuk mengajak Lilie bersenang-senang dengan cara mereka sendiri. Namun itu hanya jika Lilie mau, dan dengan satu syarat bahwa Lilie harus menjadi pacarnya.
“Kamu … mau nggak jadi pacarku?” tanya Edgar sambil menatap lekat pada Lilie.
Lilie terhanyut ke dalam mata Egdar yang binarnya begitu indah. Tatapan itu selalu sama ketika menatapnya, yang membuat Lilie jatuh cinta. Lilie pun balas menatap Edgar dengan penuh afeksi, lalu satu tangannya yang bebas meraih tangan Edgar dan menggenggamnya dengan genggaman ringan, tapi terasa hangat dan mendebarkan bagi Edgar.
“Iya, aku mau,” ucap Lilie kemudian, nadanya terdengar begitu yakin. Lilie yakin tanpa ragu, bahwa ia akan melabuhkan hatinya pada Edgar, bahwa ia akan mencintai Edgar sama seperti lelaki itu mencintainya.
Edgar nampak terkejut mendengar jawaban Lilie, lebih tepatnya, rasanya seperti mimpi baginya. Mata Edgar nampak berkaca-kaca dan binarnya semakin terlihat jelas. Sebuah sneyum lantas juga tersungging di wajah tampan lelaki itu.
“Kak, ini beneran kan?” tanya Edgar dengan tatapannya yang tampak lucu dan menggemaskan.
“Iya, dong. Masa boongan.”
“Kita pacaran Kak sekarang?” Edgar bertanya lagi, ia ingin memastikan dengan sungguh-sungguh.
“Iya, Edgar,” jawab Lilie.
Edgar pun nampak kegirangan dan orang pertama yang ia beritahu adalah Ian. Edgar menelfon Ian dan dengan nada gembiranya, ia memberitahu bahwa misinya mengejar Lilie kini telah berhasil.
Setelah Edgar mengakhiri telfonnya dengan Ian, Edgar mengatakan pada Lilie bahwa dirinya di awal sempat ragu untuk mendekati Lilie.
“Kenapa kamu ragu?” Lilie pun bertanya.
“Saingan aku masa lalu kamu, Kak. Udah gitu lebih segalanya dari aku.”
Lilie lantas hanya tersenyum kecil. “Tapi kamu gigih juga lho.”
“Udah terlanjut nyebur Kak, masa kabur,” ujar Edgar diiringi kekehan kecilnya.
Edgar pun mengatakan, kalau ia mencoba, maka akan ada dua kemungkinan, berhasil atau tidak. Namun kalau ia tidak mencoba sama sekali, maka hanya akan ada satu kemungkinan, yakni kegagalan itu sendiri. Edgar tidak ingin gagal karena ia tidak mencoba, maka ia memilih untuk terus maju meskipun itu terasa tidak mudah baginya.
“Kak, aku mau nanya boleh nggak?” celetuk Edgar.
“Boleh. Mau nanya apa?”
Edgar lantas bertanya mengapa Lilie memilihnya dibanding Marcel. Marcel juga melakukan usaha yang besar dalam mendapatkan Lilie.
“Aku nggak butuh sosok yang sempurna,” jawab Lilie kemudian.
Lilie lantas menjelaskan, ia tidak mendambakan sosok yang sempurna untuk dicintai. Marcel memang nampak sempurna, mungkin rasanya sulit bagi mayoritas wanita menolak sosok lelaki seperti Marcel. Namun bagi Lilie, ia menginginkan sosok yang seperti Edgar. Lilie menginginkan sosok yang bisa jadi sahabat, pacar, teman, bahkan adik. Edgar adalah sosok yang Lilie inginkan, sosok yang Lilie butuhkan, dan sosok yang Lilie dambakan dari seorang lelaki yang akan menjadi pendamping hidupnya.
Menurut Lilie, Edgar itu sosok yang mengagumkan. Edgar itu jenius dan punya sejuta akal ajaib di dalam kepalanya. Lilie merasakan itu, bahwa Edgar merupakan sosok yang unik dan menyenangkan untuk dikenal. Lilie baru mengenal Edgar beberapa bulan, sementara telah 2 tahun mengenal Marcel. Rasanya bagi Lilie waktu tidak berarti, ketika hati sudah memilih dan memutuskan. Lilie mencintai Edgar karena kepribadiannya dan cara lelaki itu memperlakukannya.
***
Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸
Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕