Memaafkan tapi Tidak Melupakan

Bandara Internasional Soekarno Hatta siang hari ini terlihat lumayan padat. Terdapat banyak orang yang berlalu lalang, dari mulai calon penumpang, pengunjung non penumpang, dan beberapa sisanya adalah karyawan bandara yang terlihat sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Di area check in terminal 2 untuk keberangkatan domestik, terlihat lebih ramai dari pada untuk keberangkatan domestik yang cenderung lebih lengang. Hal tersebut dikarenakan peraturan baru pemerintah yang memperbolehkan pengunjung non penumpang memasuki area check in untuk menikmati shopping arcade atau sekedar menghabiskan waktu lebih lama, sebelum berpisah dengan penumpang yang akan berangkat.

Tidak jauh dari area security check point, 3 orang pria kembali bertemu di satu titik setelah saling berpencar. “Bos, kita harus gimana? Keberangkatan internasional nggak memperbolehkan non penumpang masuk ke area check in,” terang Vero, seorang pria yang mengenakan sebuah topi hitam.

Seorang yang di panggil bos itu, lantas menurunkan kacamata aviatornya. “Kita pakai plan B untuk bisa ke sana. Gimana pun caranya, kita harus masuk ke area check in untuk menemukan pengkhianat itu,” ujar Romeo, orang yang rupanya dipanggil bos oleh 2 pria yang sedang bersamanya.

Romeo

***

Mereka telah mempersiapkan rencana yang matang sejak awal. Mereka mempunyai plan A dan tentunya mempersiapkan plan B. Dean dan Vero sangat tahu bahwa bos mereka akan selalu memiliki cara. Berbicara soal akses, memang tidak semua akses bisa ditembus dengan uang. Namun sejatinya uang selalu menggiurkan bagi kebanyakan orang.

“Hanya ada satu penumpang yang menuju Taiwan sesuai dengan ciri-ciri yang Anda sebutkan. Namanya Hendri Tanjung, berangkat pukul 15.00, gate B2, kursi no. 15 E,” ujar seseorang yang ditemui oleh Romeo itu. Dean dan Vero mengawasi keadaan sekitar, memastikan bahwa pertemuan bos mereka dengan petugas bandara itu tidak diketahui oleh siapa pun.

“Anda akan dapatkan uangnya kalau bisa memberi akses kami untuk masuk masuk ke boarding room,” ujar Romeo.

“Untuk itu saya nggak bisa bantu, Pak.”

“Lalu apa? informasi yang Anda berikan tidak berguna untuk tujuan saya. Saya ingin mendapatkan orang itu, gimana pun caranya,” ujar Romeo lagi.

Pria yang merupakan petugas bandara itu terlihat menimang. Sebelum akhirnya Romeo berbalik pergi bersama uang yang diinginkan orang itu, orang itu akhirnya mengiyakan permintaan Romeo. Pekerjaannya menjadi taruhannya jika hal ini sampai menimbulkan masalah, tapi Romeo memberinya jaminan bahwa apa pun itu petugas tersebut tidak akan kehilangan pekerjaannya.

“Baik, Pak. Saya akan bantu Anda untuk masuk ke sana,” putus petugas bandara itu.

***

Sayangnya hanya 1 orang yang bisa dibawa masuk ke area boarding room. Gate B2 akan dibuka beberapa saat lagi, jadi mereka tidak punya banyak waktu untuk menemukan Hendri. Romeo masih bersama petugas bandara yang mengusahakan akses masuk untuknya. Boarding room yang cukup luas itu tampak ramai. Romeo kini telah sampai di gate B2, di mana tujuanya untuk menemukan targetnya.

Petugas bandara yang membantunya telah mempersiapkan akses bagi Romeo untuk kabur ketika ia sudah bertemu targetnya nanti. Mereka akan melewati jalur arrival VIP yang menghubungkan langsung ke area parkir kendaraan.

Romeo tahu bahwa caranya ini mungkin akan menimbulkan kegaduhan di area bandara. Namun tidak ada pilihan untuk itu. Jika mereka kehilangan Hendri, mereka mungkin tidak akan pernah mendapatkan Leonel dan pejabat negara yang telah merencanakan pembunuhan terhadap Satrio.

Romeo memindai di seluruh area gate B2. Di sana cukup ramai, dan agak sulit untuk menemukan sosok Hendri. Namun saat matanya berhenti di satu titik yakni di kursi paling ujung gate B2 itu, ada sosok pria yang dicurigai Romeo merupakan Hendri. Meskipun orang itu mengenakan pakaian serba hitam dengan pootngan rambut yang berbeda dari yang sebelumnya, Romeo tetap yakin kalau orang itu memang benar Hendri. Namun Romeo tidak bisa langsung ke sana, pasalnya posisi Hendri dekat dengan seorang security dan faktor-faktor lain yang tidak memungkinkan ia untuk langsung bertindak.

Melalui telfon genggamnya, Romeo lantas mengirimkan pesan pada petugas bandara yang bekerja sama dengannya untuk melakukan sesuatu. Tidak jauh dari posisi Hendri, Romeo berdiri di sana tapi tidak sampai Hendri menyadari bahwa pria itu dalam pengawasannya. Di sana Romeo pun tinggal menunggu semuanya bekerja sesuai keinginannya.

Tidak sampai lima menit kemudian, gate B2 yang sebelumnya nampak tentram seketika berubah menjadi ricuh. Penumpang di sana terliha panik berkat listrik yang tiba-tiba padam, semua menjadi gelap dan tentu itu membuat mereka melakukan protes pada para petugas bandara. Di saat situasi chaos itu, Romeo segera melancarkan aksinya.

“Kepada seluruh penumpang diharapkan untuk tenang, kami akan berusaha mencari tahu penyebab padamnya alian listrik,” terdengar suara seorang perempuan dari pengeras suara yang ada di sana.

Hendri yang termasuk salah satu penumpang di gate B2 yang menemukan keberadaan Romeo saat ia menoleh ke kursi di sampingnya. Meskipun situasinya tengah gelap, rupanya Hendri tetap dapat mengenali siapa sosok yang berada di dekatnya itu.

Sambi membawa ransel hitamnya, Hendri bergerak cepat untuk melarikan diri dari Romeo. Namun Romeo tidak kalah cepat juga untuk mengejar Hendri yang berlari menembus kerumunan orang di sana. Dikarenakan oleh ramainya boarding room itu, pergerakan Hendri menjadi cukup sulit. Beberapa kali Hendri menabrak penumpang lain, sukses membuat keributan di sana.

Romeo masih mengejar Hendri dengan gerakannya yang gesit dan langkahnya yang lebar. Mungkin listriknya akan menyala sebentar lagi, Romeo tidak memiliki banyak waktu. Saat matanya menangkap ke mana larinya Hendri, Romeo segera menuju ke sana. Di sebuah lorong di mana Hendri berpikir bahwa dirinya aman bersembunyi dari Romeo, pria itu rupanya salah tujuan. Lorong itu buntu, jadi ketika Romeo menemukan Hendri di sana, pria itu pun terpojok.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Romeo berjalan menghampiri Hendri yang tampak ketakutan.

“Ssssht,” Romeo meletakkan tangannya di depan bibirnya. “Anda tahu, ada yang lebih cepat membunuh dibandingkan arsenik,” ujar Romeo dengan nada datarnya, tapi tatapannya begitu terasa menusuk.

“Tolong, tolong, jangan bunuh saya. Saya tidak tau apa-apa,” ucap Hendri.

Romeo lantas berdecih. Kemudian sebuah senyum smirk terulas di wajah tegasnya. “Kalimat Anda barusan justru menunjukkan kalau Anda tahu semuanya. You have business with us, so you need to pay it.”

***

Di markas besar Aquiver, sebuah kursi yang biasa digunakan untuk menghukum target maupun pengkhianat, kini telah ditempati oleh seseorang. Namun ada yang berbeda dari yang sebelum-sebelumnya, orang yang duduk di kursi itu yang diketahui adalah Hendri, masih tampak begitu baik dan utuh.

Hendri yang baru saja sadar dari pingsannya berkat obat bius, kini mendapati sosok yang sangat fameliar di depannya. Tatapan orang yang berada di hadapan Hendri itu nampak sungguh datar, tidak ada kesan amarah, orang itu justru terlihat tenang. Di ruangan itu juga ada beberapa anggota Aquiver yang berdiri di belakang bos mereka.

Raegan in suit

Orang yang berada di hadapan Hendri itu adalah Raegan. Sosok yang dulu pernah membantu Hendri, mengangkat derajatnya serta keluarganya, bahkan mempercayakannya untuk bekerja pada keluarga Gumilar. Namun Hendri berkhianat dan hampir membunuh papanya.

Raegan berdecih di depan depan wajah Hendri, lalu pria mengalihkan tatapannya ke arah lain. Berikutnya Raegan berbalik dan berjalan menuju kursi kebesarannya. Pria itu duduk di sana, memangku kedua lengannya di atas paha dan jemarinya saling bertaut.

“Anda sudah tahu bahwa saya tidak suka memaafkan seseorang. Seribu kali pun Anda meminta maaf dan memohon ampun, itu tidak akan mengembalikan kepercayaan saya kepada Anda,” Raegan menjeda ucapannya. Rasa kecewa yang tiba-tiba menyerangnya, membuatnya kesulitan berbicara.

Anggota Aquiver sebelumnya telah meminta Hendri berbicara tentang siapa yang berada di balik semua ini. Namun pria berusia 40 tahun itu sejauh ini masih bungkam. Raegan hampir meluapkan amarahnya, tapi ia berusaha untuk menahannya.

Rasa dendam dan amarah tidak akan menyelesaikan masalahnya. Raegan hanya memerlukan akalnya untuk mendapat titik terang dari semua ini.

“Anda membuat semua ini jadi lebih mudah, Pak Hendri,” ucap Raegan diiringi sebuah senyum tipis di wajahnya. Raegan mencegah anggotanya yang akan bergerak menyeret Hendri ke ruang eksekusi. Di ruang tersebut berbagai alat telah siap untuk digunakan kapanpun, untuk membuat target mereka menurut. Para anggota Aquiver sempat heran mendapati Raegan akan menggunakan cara lain, tapi mereka tidak akan bergerak tanpa perintah dari ketua mereka.

“Maksud Anda?” tanya Hendri.

“Anda akan merasakan pahitnya hukum itu sendiri, atas apa yang Anda perbuat kepada Satrio Malik Gumilar. Sementara orang yang memerintah Anda akan bebas,” ujar Raegan.

“Anda tidak akan pernah bisa menghukum orang itu, Raegan. Anda tidak mengerti dengan siapa Anda akan berurusan,” ucap Hendri dengan ekspresinya yang seolah menunjukkan bahwa Raegan tetap akan kalah mau sekeras apapun usahanya.

Tatapan Raegan yang lurus-lurus menatap Hendri, membuat pria itu tidak dapat menebak apa yang ada di dalam pikiran Raegan. Selanjutnya Raegan mengulaskan senyum smirk-nya, tapi secepat itu juga ekspresinya berubah menjadi datar dan mengintimidasi.

“Siapa yang Anda maksud? Abbas Pasha Tarigan? Kenapa saya tidak bisa menghukumnya?” ujar Raegan.

Hendri nampak terkejut mendenar Raegan mengucapkan nama itu. Ekspresi Hendri sudah sangat jelas menunjukkan siapa dalang yang berada di balik semua ini.

“Anda membuat saya tidak perlu mengotori tangan untuk menghukum orang itu. Bukan berarti seorang penegak hukum yang melakukan kesalahan tidak bisa diadili oleh hukum itu sendiri. Lagipula kesaksian Anda cuma sebagian kecil dari bukti yang sudah saya punya,” ujar Raegan.

Hendri masih tampak bingung, tapi begitu ia melihat sebuah pantulan pada dinding dari layar projector di ruangan itu, ia pun akhirnya mengerti. Semuanya kini tampak jelas. Di sana terdapat rekaman video dan rupanya sedari tadi ada kamera yang tidak di sadarinya yang merekam semuanya.

Secara tidak langsung Hendri telah mengakui perbuatannya sendiri dan mengatakan bahwa Abbas Pasha adalah orang yang menyuruhnya untuk membunuh Satrio. Begitu rekaman tersebut selesai terputar, Raegan berbalik dan melangkah pergi dari sana. Raegan telah meminta anggotanya untuk menjaga Hendri baik-baik. Sebelum pergi dari sana, Raegan mengatakan pada Hendri bahwa ia telah memaafkan Hendri akan perbuatannya. Namun bukan berarti Raegan akan melupakan, serta membiarkan orang terebut terbebas dari jerat hukum yang seharusnya mengadilinya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂