Merasa Gagal dan Hancur
Marsha tampak sedikit terkejut ketika mendapati Alvaro tidak datang sendiri. Alvaro datang bersama Sienna dan Gio. Di setiap langkah lelaki itu, rupanya ada orang-orang yang dicintainya yang selalu mendampinginya. Lelaki itu tidak sendiri untuk menghadapi saat yang sulit baginya.
Alvaro akan mengantar Marsha ke suatu tempat yang sudah dipastikan aman. Kondisi Marsha yang kacau, tidak memungkinkan untuk mengantar perempuan itu ke rumah orang tuanya.
Marsha duduk di kursi mobil di belakang, sementara Sienna berada di kursi depan dan tengah memangku Gio yang tertidur di dekapannya. Melihat situasi yang terjadi sekarang, dada Marsha terasa berdenyut nyeri. Posisi Sienna saat ini, harusnya adalah posisinya.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 30 menit, mobil Alvaro kini telah berhenti di depan sebuah rumah dengan pagar putih. Rumah tersebut adalah kediaman sahabat dekat Marsha, jadi sementara Marsha bisa tinggal di tempat itu dengan aman.
Sebelum turun dari mobil, Marsha mengatakan sesuatu pada Alvaro. “Al, aku mau minta tolong sesuatu. Mungkin ini akan jadi permintaan terakhir aku ke kamu.”
Alvaro hanya membiarkan Marsha mengatakannya, belum menanggapi apa pun.
“Tolong, kamu mengalah di pengadilan. Tolong biarin hak asuh Gio jatuh ke tangan aku. Ak-aku nggak bisa hidup tanpa anakku, Al,” ucap Marsha dengan nada memohonnya.
“Lebih baik kamu turun, aku nggak akan turutin permintaan kamu yang itu,” ucap Alvaro dengan tegas. Alvaro dengan cepat menolak permintaan tersebut tanpa mempertimbangkan apa pun, karena memang Marsha tidak berhak memintanya untuk mengalah atau pun mundur di pengadilan.
Marsha belum juga melangkah turun dari sana, ia masih keras kepala meminta Alvaro untuk menurutinya. Hingga keributan pun terjadi dan membuat Gio yang tadinya tertidur pulas jadi terbangun.
“Al, kamu harusnya ngerti. Aku ibu kandungnya, yang terbaik buat Gio adalah sama aku. Toh, Gio bukan anak kamu,” ucap Marsha dengan entengnya.
Marsha kelepasan mengatakannya, bahkan ia mengucapkannya di depan anaknya. Namun Gio telah telah terlanjut mendengar perkataan tersebut keluar langsung dari bibir ibunya.
Gio pun tampak bingung, anak itu tidak mengerti dengan maksud Marsha. Kenapa ibunya menyebut dirinya bukanlah anak papanya. Apakah itu benar? Gio hanya bertanya dalam hati sambil menatap Alvaro.
Sienna lekas meminta Gio kembali tidur, ia mengusap punggung kecil anak itu dan membisikkan sesuatu untuk menenangkannya.
“Ak-aku nggak maksud ngomong gitu. Gio, maafin Mama,” Marsha berucap dengan terbata. Namun Alvaro tidak memberi ampun, ia dengan tegas menyuruh Marsha untuk turun dari mobilnya.
Marsha akhirnya melangkah keluar, dan sayup-sayup terdengar olehnya bahwa Sienna tengah menenangkan Gio dengan kalimat-kalimatnya.
“Gio, tidur lagi ya, Nak,” suara lembut itu berhasil membuat anaknya menurut dan kembali tenang.
***
Di luar mobil, Marsha berbicara dengan Alvaro. Marsha mengungkapkan alibinya bahwa ia terpaksa meninggalkan Alvaro dan Gio. Marsha sesungguhnya tidak ingin melakukannya, tapi ia diancam untuk melakukannya.
Alvaro tampak tidak tertarik mendengar rentetan perkataan Marsha. Baginya tidaklah penting alibi yang Marsha ungkapkan itu, semuanya sudah percuma dan sudah berakhir.
“Liat apa yang udah kamu lakuin. Kamu ibu kandungnya, tapi kamu nggak bisa pahamin perasaannya. Kamu udah nyakitin perasaan Gio, Marsha,” ucap Alvaro. Marsha merasa tertampar dengan kalimat itu. Marsha mengakui bahwa dirinya telah menjadi ibu yang gagal untuk Gio.
“Al, dengerin dulu penjelasan aku,” ucap Marsha menahan Alvaro yang hendak berlalu dari hadapannya.
“Penjelasan apa lagi?”
“Aku terpaksa ninggalin kamu dan Gio, aku nggak benar-benar mau ngelakuin itu,” ujar Marsha.
“Gimana bisa kamu bilang terpaksa? Kamu ngelakuinnya secara sadar, Sha. Bagi kamu lebih penting laki-laki itu, kan?” ucap Alvaro dengan nada sengitnya.
“Rafa ngancem aku, Al. Dia bakal beberin ke media soal identitas Gio kalau aku nggak turutin maunya dia. Rafa punya bukti kalau Gio anak kita,” ujar Marsha.
Marsha mengatakan bahwa Rafa tidak peduli Marsha berhubungan dengan Alvaro, yang penting lelaki itu mendapatkan apa yang ia inginkan. Toh kalau Marsha pergi selamanya dari Rafa dan lebih berakhir memilih Alvaro, Rafa akan selalu punya cara untuk membuat Marsha kembali ; yakni dengan ancamannya. Jadi Rafa tidak pernah takut untuk kehilangan Marsha.
Rafa menempatkan Marsha di posisi yang sulit. Marsha tidak punya pilihan, karena takut karirnya hancur, dan itu juga bisa mengancam karir Alvaro. Awalnya Marsha menikmati hubungannya dengan Rafa dan merasa bahwa pria itu mencintainya. Namun akhirnya Marsha sadar bahwa Rafa tidak mencintainya dan hanya memanfaatkannya.
“Sha, denger ya,” Alvaro berucap tegas. “Aku nggak peduli seandainya karir aku hancur. Selama aku menyembunyikan identitas Gio, aku selalu ngerasa jadi ayah yang gagal buat dia.” Alvaro menjeda ucapannya, tiba-tiba dadanya terasa sesak.
Alvaro kembali melanjutkan perkataannya. “Aku nggak pernah mau mengakui Gio sebagai anak angkat aku, tapi aku terpaksa ngelakuin itu. Kalau suatu hari dia tau apa yang orang tuanya lakuin, dia pasti akan kecewa dan sakit hati.”
Alvaro lantas membuat alibi juga bahwa ia tidak peduli jika karirnya hancur, yang terpenting baginya adalah Gio. Alvaro justru bersyukur bahwa Marsha telah bersikap egois dengan mementingkan karir ketimbang anak, karena mungkin jika tidak, Alvaro tidak akan pernah tahu bahwa Marsha telah selingkuh darinya.
“Kamu bisa ketemu Gio kapan pun yang kamu mau. Tapi aku nggak akan mengalah dan mundur di persidangan, aku akan tetap berusaha memenangkan hak asuh Gio.” Alvaro berucap telak.
Alvaro juga menambahkan, ia tidak ingin memisahkan seorang ibu dari anaknya. Marsha tetaplah ibu kandung Gio yang berhak untuk bertemu dengan anaknya. Namun untuk mengalah dan mundur di persidangan, Alvaro dengan tegas mengatakan bahwa ia tidak akan melakukannya.
Selain itu, bagi Alvaro tidak penting darah yang mengalir di tubuh Gio darah milik siapa. Gio tetap menjadi anaknya, karena Alvaro yang telah membesarkan Gio sejak kecil dan mereka adalah ayah dan anak yang tidak bisa dipisahkan.
Alvaro akhirnya melangkah meninggalkan Marsha. Alvaro pergi dengan mobil itu, menyisakan Marsha seorang diri yang kini merasa begitu menyesali semuanya. Marsha menyesali perbuatannya, tangisnya pecah saat itu juga dan dadanya terasa amat sakit.
Marsha menyesal telah mengkhianati Alvaro serta meninggalkan kewajibannya sebagai istri dan seorang ibu. Melihat Alvaro bahagia bersama Sienna dan terlebih anak kandungnya tampak menyayangi sosok yang baru hadir itu, membuat Marsha sebagai ibu kandung merasa gagal dan hancur.
***
Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷
Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜
Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭