Nothing Can Be Fixed
Kejadian kembalinya Marsha beberapa hari yang lalu, terasa cukup mengganggu pikiran Alvaro. Selain itu, pikiran Alvaro cukup terdistraksi oleh urusan perceraiannya, meskipun sudah ada kuasa hukumnya yang akan mengurus itu semua. Namun Alvaro mencoba tidak terlalu memikirkannya. Alvaro tidak ingin hal tersebut terlalu berlarut bersarang di kepalanya dan bisa berdampak kurang baik pada pekerjaannya. Terlebih hari ini merupakan premiere film Police Evolution, jadi Alvaro harus tampil prima karena ia akan bertemu dengan banyak orang.
Waktu kini menunjukkan pukul 9 malam, dan acara premiere Police Evolution baru saja selesai. Namun tampak di bioskop masih banyak kerumunan orang, entah apa yang mereka tunggu.
Alvaro sendiri kini tengah berada di salah satu ruangan khusus milik bioskop. Ruangan ini disediakan untuk tempat berkumpulnya para cast film, sutradara, produser, dan beberapa orang penting yang berada di balik suksesnya film Police Evolution.
Alvaro menerima buket bunga yang serahkan oleh asistennya. Ada benda lain juga yang diberikan oleh penggemarnya sebagai ucapan selamat atas tayang perdana film terbarunya.
Beberapa orang yang datang ke acara premiere Police Evolution, tahunya Alvaro datang sendiri ; di saat beberapa lawan mainnya datang bersama pasangan atau keluarga mereka. Padahal sebenarnya Alvaro juga membawa seseorang yang spesial baginya, tapi sayangnya memang dirinya belum bisa menunjukkan orang itu kepada khalayak publik. Alvaro belum bisa mengakui perempuan hebat yang begitu ia kagumi, sosok yang selalu berada di sampingnya dan menjadi sandaran baginya.
Sekitar 30 menit kemudian, satu persatu para pemain mulai berapamitan dari tempat itu. Mereka sebelumnya telah mengambil foto bersama dengan seluruh pemain dan juga para crew.
Police Evolution telah tayang perdana secara sukses dan mendapat respon positif dan dukungan dari masyarakat, khususnya mereka yang merupakan penikmat film action. Para pemain, sutradara, produser, dan para crew tentunya merasa puas dan bangga akan pencapaian yang mereka raih berkat kerja keras mereka.
“Gimana filmnya?” Alvaro bertanya pada Sienna ketika mereka sudah berada dalam perjalanan pulang di mobil.
Malam ini Alvaro membawa Alphardnya dan meminta supirnya untuk menyetir, sementara dirinya dan Sienna duduk berdua di kursi belakang.
Sienna memiringkan sedikit tubuhnya agar ia bisa menghadap Alvaro, kemudian ia berujar, “Filmnya bagus. Gue suka sama plot ceritanya, sama akting pemain-pemainnya juga yang keliatan natural dan bisa mendalami peran masing-masing. Ohiya, terus tempo alurnya nggak kecepatan jadi gampang paham, cinematografinya juga bagus. I think it was a great film, and I’m happy that I can attend to the premiere tonight.”
Alvaro lantas mengulaskan senyum lebarnya, lalu ia bertanya lagi pada Sienna. “Bagian mana yang paling lo suka?”
“Hmmm … bagian mana ya ...” Sienna tampak berpikir, kedua matanya nampak memicing.
Alvaro menunggu Sienna menjawab sembari memandangi paras Sienna. Sienna cantik sekali malam ini. Penampilan kekasihnya itu terlihat sederhana, tapi Alvaro tetap bisa melihat keistimewaan yang terpancar dari sosok di hadapannya ini. Cantik dan elegan, begitulah penggambaran sosok Sienna di mata Alvaro.
“Oh ini. Bagian yang paling gue suka, produsernya tuh nggak salah milih pemain utamanya. IMD kayaknya emang jago banget deh nentuin pemain.”
Alvaro seketika tertawa. Jelas sosok yang dibicarakan Sienna adalah dirinya sendiri. Alvaro merupakan pemeran utama di dalam film itu.
“Sky,” ujar Alvaro setelah tawanya reda. Kini sebuah senyuman kecil tersungging di wajah tampannya.
“Kenapa?”
“Lo cantik banget malam ini,” komentar Alvaro.
Tanpa sadar, mobil yang mereka tumpangi telah berhenti di depan rumah bertingkat dua yang fameliar. Mereka telah sampai di temapt tujuan, yakni rumah Sienna.
“Oke, makasih. Gue turun dulu kalau gitu,” ujar Sienna.
“Wait.” Alvaro menahan Sienna yang akan beranjak dari posisinya. Sienna mengerutkan alisnya. Ia pun memperhatikan Alvaro yang mengeluarkan ponsel dari saku jas hitamnya.
“I want to take selfie with you,” ujar Alvaro.
Sienna lantas mengulaskan senyumnya, ia mengangguk pertanda setuju agar mereka berfoto bersama.
Sienna pun kembali mendekatkan dirinya agar mereka bisa mengambil foto selfie bersama. Sienna menampakkan senyumnya, begitu juga dengan Alvaro. Ketika sudah siap dengan pose masing-masing, Alvaro pun mengambil foto mereka beberapa kali. Akhirnya cukup banyak jepretan foto yang mereka dapatkan.
“Sky, beberapa hari kemarin rasanya cukup berat buat gue. It’s happened and I’m a little bit stress to manage all of this. Tapi gue bisa laluin semuanya dan itu karena lo. You made my day, Sky. Thank you for always being there for me.”
Alvaro tahu Sienna tidak akan membalas perkataannya dengan kata-kata romantis, tapi itu tidak sama sekali menjadi masalah baginya. Setelah perkataan Alvaro itu, Sienna benar-benar pamit untuk turun. Namun sebelum Sienna beranjak dari posisinya, gadis itu memberikan sebuah kecupan singkat di pipi kiri Alvaro.
“Makasih buat malam ini, Al. It is a great night for me,” ucap Sienna sebelum akhirnya gadis itu sungguhan turun dari mobil.
Setelah Sienna turun, Alvaro masih di sana, ia mengarahkan netranya pada setiap pergerakan Sienna. Sienna pun segera masuk ke dalam rumah, karena ia tahu Alvaro masih akan tetap di sana ; paling tidak sampai lelaki itu memastikan Sienna melangkah aman ke dalam rumah.
***
Setibanya Alvaro di kediamannya, Alvaro mendapati Marsha masih berada di sana. Hari ini memang Marsha telah mengatakan pada Alvaro kalau ia ingin bertemu dengan Gio. Alvaro memberi izin untuk Marsha menghabiskan waktu bersama Gio. Alvaro mengatakan Marsha tetap bisa bertemu Gio kapan pun perempuan itu mau.
“Al, aku mau ngomong sama kamu.” Ucapan Marsha seketika menahan langkah Alvaro.
Di ruang keluarga itu, tempat yang sebelumnya Marsha ingat di mana dirinya, Alvaro, dan Gio menghabiskan waktu bersama-sama. Hanya ada canda tawa yang menyelimuti mereka, hanya ada bahagia, tapi kini semuanya jauh berbeda.
“Mau ngomong apa?” tanya Alvaro.
Marsha menatap Alvaro tepat di matanya, tapi Alvaro tidak menatap ke arah yang sama dengan Marsha. Tidak seperti dulu lagi, cara Alvaro memperlakukan Marsha.
“Al, aku tau aku salah karena udah ninggalin kamu dan Gio. Aku minta maaf untuk itu,” ucap Marsha.
“Langsung ke intinya, Sha. Kamu mau bilang apa?” ujar Alvaro yang tampak tidak ingin membuang waktunya.
“Kita bisa coba perbaiki semuanya, Al. Aku mau selalu ada untuk Gio dan juga untuk kamu. Tolong kasih aku kesempatan,” ucap Marsha.
Marsha hanya mendapat angin lalu dari ucapannya. Selama beberapa detik, Alvaro hanya diam. Sampai akhirnya dengusan kecil keluar dari bibir tipis lelaki itu.
Alvaro lantas mengarahkan tatapannya tepat di manik mata Marsha. “Aku emang jadiin Gio prioritas utamaku, dan selamanya kamu tetap ibu kandungnya Gio. Tapi aku juga berhak memilih kebahagiaan untuk aku sendiri. Aku berhak milih pendamping hidup yang aku rasa pantas untuk aku. Selama orang yang aku pilih itu bisa sayang sama Gio layaknya dia sayang sama anaknya sendiri, kamu harusnya tau, aku akan memperjuangkan orang itu. Semua di antara kita udah selesai, nggak ada yang bisa diperbaiki.”
Alvaro menghembuskan napasnya kasar usai mengeluarkan semua kalimat yang perlu ia katakan pada Marsha. Kemudian tanap menunggu apapun, Alvaro berlalu begitu saja dari hadapan Marsha.
Alvaro harus membuat Marsha mengerti bahwa Alvaro bukanlah tempat bagi Marsha untuk ditinggalkan, bukan tempat di mana perempuan itu bisa meminta kembali kapan saja hanya dengan sebuah kata maaf.
***
Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷
Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜
Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭