Perasaan yang Mulai Tumbuh

Siang ini Alvaro menjemput Gio di sekolahnya. Alvaro rupanya datang lebih cepat, jadi ia harus menunggu Gio keluar dari kelasnya. Alvaro menunggu di depan kelas dengan pintu biru yang bertuliskan 1-A. Di sana terdapat juga beberapa orang tua murid yang hendak menjemput anaknya.

Beberapa orang menatap ke arah Alvaro selama sepersekian detik, lalu mengulaskan senyum, dan bahkan ada yang mengenalinya, lalu mereka meminta foto dan tanda tangan. Tidak lama kemudian, saat pintu kelas di hadapannya terbuka, Alvaro segera mencari sosok anaknya.

“Papa!” ujaran yang terdengar fameliar itu langsung membuat Alvaro menoleh. Alvaro mendapati sosok anaknya yang sedikit berlari ke arahnya.

“Hei, Jagoan.”

“Hai, Papa. Kita hari ini jadi pergi sama bunda Sienna, kan?” Gio bertanya dengan nadanya yang terdengar antusias.

“Jadi, dong. Papa udah bawain perlengkapan skuter kamu,” jawab Alvaro.

“Oke, Papa.”

“Let’s go, kita jemput bunda Sienna dulu,” Alvaro memberikan tangannya untuk kemudian disambut oleh Gio.

Hanya dengan mendengar nama Sienna dan mengetahui aktivitas yang akan mereka lakukan bersama, Gio dapat sebahagia ini. Kebahagiaan Alvaro rasanya lebih dari cukup saat anaknya merasa bahagia.

***

Alvaro baru saja kembali mengirim pesan pada Sienna untuk mengabari bahwa dirinya dan Gio telah sampai. Sienna meminta Alvaro dan Gio menunggu karena ia sedang bersiap-siap dan segera keluar dari studio makeup-nya.

Selagi Sienna belum menampakkan batang hidungnya, Alvaro mengarahkan kaca kecil di mobilnya ke arah wajahnya. Alvaro menatap pantulan parasnya di sana, dan aksinya itu membuat Gio menatap ke arahnya dan lantas berceletuk. “Papa hari ini rapi banget,” komentar Gio.

“Rapi gimana?” tanya Alvaro. Lelaki itu masih menatap pantulan dirinya di cermin, satu tangannya digunakan untuk menyisir rambutnya ke belakang. Padahal rambutnya sudah tampak rapi, tapi Alvaro beberapa kali merapikan tatanan rambutnya.

“Papa pake baju bagus kayak mau kerja aja. Padahal kan kita cuma main main skuter di taman,” ujar Gio.

Alvaro lalu menoleh pada Gio dan memperlihatkan penampilannya hari ini. “Papa juga biasanya kayak gini, Gio,” kilah Alvaro.

Kedua alis Gio lantas nampak tertaut, tapi karena tidak ingin ambil pusing dan otaknya belum sampai, jadi Gio membiarkannya sampai di sana. Di dalam hatinya, Alvaro mempertanyakan tentang tingkahnya hari ini. Dari mulai erlalu cepat menjemput Gio, berpenampilan rapi, terus apa lagi kemudian? Berbagai pertanyaan muncul di benaknya, untuk apa Alvaro melakukannya? Biasanya ia tidak seperti ini.

Tiba-tiba di tengah perdebatan batinnya, Alvaro mengambil sebuah parfum miliknya yang ada di dasbor mobil. Alvaro menggunakan parfum itu di tubuhnya, di sisi lengan kanan dan kiri, dan terakhir di pergelangan tangannya di dekat nadi.

Saat Alvaro melihat sosok Sienna yang baru saja keluar dari gedung dan melangkah ke arah mobilnya, Alvaro segera membuka kunci pintu mobil. Jadi ketika Sienna sampai, pintu di samping kemudi langsung dapat dibuka.

“Sorry yaa, jadi harus nungguin,” ujar Sienna ketika perempuan itu sudah duduk di kursi samping kemudi.

“Nggak papa Bunda,” sahut Gio cepat. Gio yang duduk di kursi belakang membuat Sienna seketika menoleh ke arahnya.

“Oke. Hari ini mau ke mana dan ngapain aja?” tanya Sienna sembari bergantian menatap Alvaro dan Gio.

“Sebelum main skuter di taman, kita makan siang dulu, gimana?” celetuk Alvaro.

“Oh iya, oke boleh. Ini udah jam makan siang, mending kita makan dulu,” ucap Sienna kemudian. Kali ini Sienna yang kebagian memilih jenis makanan sebagai menu makan siang mereka. Sebelumnya mereka selalu menuruti keinginan Gio, dan sekali mengikuti keinginan Alvaro, jadi kali ini giliran Sienna.

“Oke, kita ambil jalan tengah aja. Gimana kalau western food, semua suka, kan?” Sienna memutuskannya demikian.

“Suka,” sahut Alvaro dan Gio berbarengan.

Sienna mengangguk kemudian dan ia sedikit tertawa. Melihat kekompakan Alvaro dan Gio, ketimbang perdebatan, rasanya sungguh indah.

“Oke, kita cari restoran western food kalau gitu,” putus Alvaro sebelum mulai memanuver mobilnya.

***

Setelah puas mengisi perut di restoran western yang ada di sebuah mall, Alvaro, Gio, dan Sienna hendak pergi dari tempat itu. Namun ketika keluar dari restoran, ada beberapa orang yang mengenali Alvaro dan meminta untuk berfoto dengannya. Alvaro mengizinkannya, tapi ketika mereka meminta berfoto dengan anaknya, Alvaro berujar demikian. “Maaf ya, tapi saya tidak mengizinkan anak saya untuk berfoto, karena anak saya bukan public figure.”

Kemudian Alvaro meminta Sienna dan Gio lebih dulu menuju parkiran mobil. Alvaro mengatakan akan menyusul mereka, setelah urusannya selesai. Sienna hanya mengangguk dan menerima kunci mobil yang diberikan Alvaro padanya.

Saat Sienna sampai di mobil bersama Gio, Gio mengatakan sesuatu padanya. “Hari ini papa aneh deh, Bunda.”

“Aneh? Aneh … gimana?” tanya Sienna dengan nada agak ragu.

“Papa pakai baju rapi banget, kayak mau kerja. Padahal biasanya kalau pergi doang, nggak kayak gitu. Terus tadi pas Bunda belum dateng, papa pake parfum banyak banget. Sampe mobilnya jadi wangi, Bunda kecium juga nggak wanginya?”

“Kayaknya papanya Gio kan dikenal banyak orang, mungkin karena itu ya? Jadi papanya Gio harus tampil rapi dan wangi.”

“Ohh iya juga sih Bunda. Papa selalu dimintain foto kalau ketemu sama orang-orang gitu.”

Sienna hanya mengangguk menyetujui argumennya sendiri dan perkataan Gio. Ucapan Gio membuat Sienna menyadarinya. Penampilan Alvaro hari ini memang tampak berbeda dari biasanya. Namun Sienna tidak terpikirkan ke mana pun. Mungkin karena mereka akan pergi ke tempat umum yang cukup rami dan Alvaro dikenal oleh banyak orang, jadi Alvaro ingin berpenampilan rapi. Itu merupakan alasan yang kemungkinannya kebenarannya sangat besar, dan Sienna yakin sekali bahwa dugaannya benar.

***

Sebelum menuju taman yang tidak jauh posisinya dari parkiran mobil, Alvaro mengambilkan scooter lipat milik Gio dari bagasi mobil. Saat Alvaro telah menurunkan scooter dan sebuah helm, tidak lama Sienna dan Gio kembali.

Sienna baru saja membantu Gio mengganti seragam sekolahnya dengan setelan santai, yakni sebuah kaus dan celana pendek.

“Gio, nanti main skuternya hati-hati ya. Tadi Papa lupa bilang ke mbak Gina kalau harusnya bawain celana panjang untuk Gio,” ucap Alvaro.

“Siap, Papa. Gio udah bisa kok main skuternya,” ucap Gio.

Sienna memperhatikan Alvaro yang kembali mengambil sesuatu dari bagasi mobilnya. Alvaro meminta Gio menunggu di saat anaknya sudah tidak sabar bermain. Begitu Alvaro mengeluarkan sebuah benda yang diketahui Sienna adalah sebuah hoverboard, Sienna kemudian berceletuk, “Jadi bukan Gio doang yang mau main di taman.”

Hoverboard

Mendengar ujaran itu, Alvaro seketika menoleh pada Sienna. Alvaro yang menatap Sienna tepat di manik matanya, itu membuat Sienna seketika mengalihkan perhatiannya kepada Gio. Sienna berjalan menyusul Gio dan meninggalkan Alvaro beberapa langkah di belakang.

Langkah Sienna dapat dengan cepat disusul oleh Alvaro, pasalnya Alvaro mengendarai hoverboard-nya dan kini telah berhasil mensejajarkan posisinya dengan Sienna.

“Sienna,” panggil Alvaro.

Sienna menoleh pada Alvaro, “Kenapa?”

“Skuternya Gio nggak bisa untuk orang dewasa.”

“Terus?”

“Kalau hoverboard ini bisa. Lo mau coba?”

Sienna menghentikan langkahnya, otomatis Alvaro juga mengerem hoverboard-nya dan berhenti di sana.

“Gue belum pernah coba main hoverboard. Gue nggak bisa, takut jatuh,” ujar Sienna.

“Gue bakal ajarin lo. Gimana?”

***

Taman kota milik pemerintah yang berada tidak jauh dari pemukiman warga, memang sengaja dibuat untuk digunakan sebagai sarana umum bagi penduduk sekitar. Kebanyakan orang yang ada di sana menghabiskan waktu santai mereka dengan berjalan-jalan sambil menikmati suasana sore yang sejuk. Ada yang bermain sepeda, dan ada juga yang melakukan piknik kecil-kecilan di area berumput.

Hari ini langit nampak cerah berwarna biru muda. Sudah sekitar 2 jam berlalu, tapi Alvaro, Gio dan Sienna masih nampak betah bersenang-senang di taman itu.

Gio semangat sekali saat akhirnya Sienna ingin mencoba mengendarai hoverboard-nya. Awalnya Sienna memang enggan karena ia sungguhan takut. Namun karena penasaran, akhirnya Sienna mau mencoba.

“Bundaaa semangat, ayoo Bunda pasti bisa!” seru Gio menyemangati Sienna.

Sienna mengacungkan ibu jarinya sebelum akhirnya ia menghampiri Alvaro. Alvaro kemudian turun dari hoverboard-nya, lalu ia mulai menginstruksikan pada Sienna cara menaiki benda itu.

“Lo naik dulu dan karena baru pertama, gue akan pegangin lo,” ujar Alvaro.

Sienna mengangguk mengerti, lalu ia mulai menapakkan satu kakinya di atas pijakan hoverboard, dan disusul dengan satu kakinya yang lain. Ketika kedua kaki Sienna sudah berada di atas, benda itu sedikit bergoyang dan karena Sienna belum bisa seimbang, Alvaro membantunya dengan memegang tangannya.

“Rasanya kayak mau jatuh, gue takut,” cicit Sienna.

Alvaro sontak tertawa melihat ekspresi Sienna. “Lo nggak perlu takut, Sienna. Gue jagain,” ujar Alvaro menenangkan Sienna.

“Untuk jalanainnya, lo injek gas yang ada bagian tengah. Untuk remnya lo injek yang bagian belakang,” terang Alvaro kepada Sienna.

“Oke.”

Setelah itu Sienna mulai mencoba, sesuai dengan apa yang diinstruksikan Alvaro. Sienna berusaha membuat tubuhnya seimbang saat ia mulai melaju dengan benda itu. Masih dengan injakan gas yang pelan, Sienna mulai melaju dan Alvaro masih menjaganya di depannya.

Gio menyusul Sienna dan Alvaro menggunakan skuternya, bocah itu sangat antusias melihat Sienna berani mencoba dan mulai bisa, padahal sebelumnya Sienna enggan melakukannya.

“Gio, liat Bunda udah bisa nih,” ujar Sienna dengan ekspresi bahagianya.

“Seru kan, Bunda?”

“Seru banget ternyata,” cetus Sienna.

“Al, lepas aja. Gue mau coba sendiri,” ujar Sienna pada Alvaro yang kini masih memeganginya.

“Lo yakin?” Alvaro bertanya dengan nada sangsi.

“Gue udah bisa, Al. Lo liat nih,” ucap Sienna berusaha meyakinkan Alvaro.

“Oke, gue coba lepas ya,” putus Alvaro kemudian.

Sienna mengacungkan ibu jarinya agar lebih meyakinkan. Akhirnya secara perlahan Alvaro mulai melepaskan pegangannya pada tangan Sienna. Namun Alvaro tidak jauh-jauh dari Sienna dan masih mengikutinya.

“Sienna, pelan-pelan,” peringat Alvaro lagi.

“Papa, Bunda udah bisa. Papa harus yakin,” cetus Gio.

“Tapi tetep aja, kalau jatoh bahaya,” ucap Alvaro.

Alvaro masih menjaga Sienna dan setia berada di dekatnya. Beberapa kali saat Sienna kurang seimbang, Alvaro dengan sigap menahannya agar Sienna tidak terjatuh.

Sienna tertawa mendapati dirinya hampir saja terjerembap ke tanah. Sienna memang takut jatuh, tapi sepertinya Alvaro lebih takut. “Kalau jatoh paling lecet,” ujar Sienna.

“Kalau lecet lutut mending, kalau kepala gimana?” balas Alvaro.

“Al, lepas aja. Gue bisa sendiri, beneran deh,” Sienna kekeuh meminta Alvaro melepasnya.

Alvaro menatap Sienna dengan sangsi, tapi akhirnya ia mengizinkan Sienna menjalankannya hoverboard sendiri. Saat akhirnya Alvaro melepaskan Sienna lagi, Sienna kembali tidak seimbang di atas hoverboard. Hampir saja Sienna terjatuh, tapi untungnya Alvaro cepat tanggap menahannya sehingga Sienna tetap aman.

Kini giliran Alvaro yang tertawa. “Tuh kan, lo hampir jatoh tadi,” ucapnya.

“Kalau jatoh juga wajar, Al. Namanya juga belajar,” Sienna berkelit lagi. Padahal Sienna takut jatuh, tapi Sienna sudah memutuskan, jadi harus siap menanggung resikonya.

Ekspresi wajah Sienna justru membuat Alvaro tidak sanggup menahan senyuman di wajahnya. Di suasana sore dengan matahari yang tidak terlalu bersinar terik itu, Alvaro mendapati paras Sienna tepat di depan netranya. Paras cantik alami itu nyatanya tidak berubah dari dulu. Sienna yang sederhana dan selalu bersikap apa adanya. Peringai Sienna tersebut, membuat dunia Alvaro serasa behenti berputar selama beberapa detik.

Alvaro tidak pernah meyangka ia dapat bertemu Sienna lagi dan berinteraksi dengannya. Alvaro ingat dulu saat sekolah, jaraknya dengan Sienna layaknya seperti bumi dan matahari. Sienna adalah idola bagi para anak lelaki di sekolahnya, dan Alvaro punya banyak saingan yang lebih unggul darinya yang mendekati Sienna.

“Mau sendiri apa gue pegangin?” tanya Alvaro kemudian.

“Hmm … pegangin sekali deh habis itu lepasin ya,” putus Sienna.

“Oke.”

Sienna mulai menginjak gas pelan-pelan dengan Alvaro yang memegang kedua tangannya di depannya. Sienna tersenyum senang begitu benda itu mulai bergerak, rasanya ternyata menyenangkan. Angin semilir menyapa rambut dan kulit wajahnya, dan Sienna bangga mendapati dirinya berani melawan rasa takutnya.

Ketika Sienna melihat ke depan, jelas ia hanya dapat melihat Alvaro sebagai pemandangannya. Sienna seketika tercekat. Sienna hanya menatap ke satu objek, yakni Alvaro. Sienna berusaha menepis pikirannya, saat dirinya memuji Alvaro di dalam hatinya. Di mata Sienna, sosok Alvaro kini nampak sederhana tapi berhasil menarik atensinya. Alvaro terlihat berkharisma di mata Sienna, dan tidak dapat dipungkiri kalau lelaki ini memang tampan.

“Sienna, gue lepas ya?”

“Ya?” Sienna sukes terbuyarkan lamunannya berkat pertanyaan Alvaro.

“Iya, lepas aja,” lanjut Sienna dengan cepat.

Alvaro lantas menatap Sienna dan memperhatikannya. “Fokus liat ke depan, Sienna. Nanti lo jatoh kalau nggak fokus,” tutur Alvaro.

Sienna mengangguk mengiyakan. Kemudian perlahan Alvaro mulai menjauh dari Sienna. Netra Alvaro masih tetap fokus mengawasi Sienna, meskipun tadi fokusnya sempat terpecah. Alvaro merasakan jantungnya berdegup kencang ketika mendapati Sienna menatapnya. Perasaan tersebut harusnya untuk orang yang tengah dilanda asmara. Alvaro pun menyadari sesuatu, bahwa ia kembali mendapati perasaan itu terhadap sosok baru, setelah hatinya terasa mati sejak kepergian Marsha.

“Al,” panggil Sienna.

“Papa,” panggilan itu terdengar lagi kali ini oleh Gio.

Alvaro baru menoleh dan sadar bahwa Sienna telah berhenti di depannya dengan hoverboard-nya. Sienna tampak mulai mahir mengendarai benda itu.

“Bunda udah lancar lho Pah, Bunda keren banget,” ceplos Gio memecah keheningan itu.

Alvaro mengulaskan senyumnya. “Masih mau main lagi atau pulang?” tanya Alvaro kemudian.

Akhirnya mereka sepakat untuk pulang karena hari memang sudah cukup sore. Mereka juga sudah lumayan lelah. Alvaro mengajari Sienna, Sienna belajar hal baru, dan Gio yang sudah mengitari taman menggunakan skuternya dengan mahir. Jadi untuk hari ini dirasa cukup bermain-mainnya.

Saat menuju mobil, Alvaro mengendarai hoverboard-nya. Sienna berjalan di sisinya, sehingga Alvaro memelankan laju hoverboard-nya.

“Al, makasih udah ngajarin gue,” ucap Sienna sambil terkekeh pelan.

Alvaro menoleh pada Sienna dan hanya menatapnya. Sienna yang mendapati Alvaro menatapnya seperti ini, jadi terlihat sedikit gugup.

“Al, liat ke depan. Nanti lo jatoh,” celetuk Sienna.

“Nggak bakal jatoh,” ucap Alvaro.

“Yakin? Kalau jatoh, tetep aja lecet, kan?”

“Iya, Sienna,” ujar Alvaro yang tidak kuasa menahan tawanya. Tawa itu langsung disusul oleh tawa kecil Sienna.

Sore ini diakhiri dengan Alvaro merasa bahagia, sebuah perasaan yang sudah beberapa bulan terakhir tidak ia rasakan di hidupnya. Kebahagiaan yang sempat hilang itu, kini Alvaro kembali mendapatkannya. Alvaro pun bertanya-tanya pada Tuhan. Mengapa Tuhan masih begitu baik padanya, setelah dirinya banyak melakukan kesalahan bertahun-tahun lalu? Alvaro telah berbuat dosa dengan berhubungan bersama Marsha sebelum menikah, yang kini jika Alvaro terpikir akan hal tersebut, Alvaro merasa menyesal.

Alvaro sadar bahwa Tuhan begitu baik telah memberi kesempatan hari ini terjadi padanya. Alvaro merasa bahagia, dirinya dapat menghabiskan waktu bersama anaknya dan juga seseorang yang perlahan mulai mengisi ruang di dalam hatinya.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭