Peristiwa Indah
Amanda mendapati kemunculan El tepat ketika pintu terbuka. Ini baru pukul 4 sore, tapi suaminya itu sudah ada di rumah, hal yang cukup langka didapati oleh Amanda.
El terlihat melepas jas abu-abu yang membalut tubuhnya, lalu meletakkan benda itu asal-asalan di sofa. El kemudian menggulung kedua lengan kemejanya sampai sebatas siku.
El lalu segera membawa dirinya menuju Amanda, pria itu melangkahkan kaki jenjangnya dengan langkah yang lebar untuk menghampiri Amanda.
“Resepsinya Jassmine masih minggu depan, Mas,” ujar Amanda begitu langkah El telah sampai tepat di hadapannya.
“Jadi .. tadi cuma akal-akalan kamu aja? Nggak ada kondangan pake dress terbuka?” tanya El yang mulai mengerti maksud dari perkataan Amanda. Kedua alis rapi El tampak bertaut, matanya memicing, ekspresi pria itu menjadi terlihat lucu di mata Amanda.
“Hmm,” Amanda menjawab dengan hanya sebuah gumaman dan senyuman tipis.
“Sayang, kamu iseng banget ya,” ujar El sambil menghela napas panjangnya. El lalu tampak menyugarkan rambut halusnya dengan jemari.
Amanda terlihat tengah menahan senyumannya. Kemudian begitu saja El menghela pinggang ramping Amanda agar istrinya itu mendekat padanya.
Amanda secara spontan membeliakkan matanya. Amanda perlu sedikit mendongak untuk dapat menatap manik mata El, karena tingginya yang hanya sebatas dagu pria jangkung itu.
Amanda kemudian dengan mudahnya larut pada tatapan El yang mendalam dan begitu lembut ketika menatapnya. El always stare at Amanda like that.
Namun mengapa selama ini Amanda tidak pernah menyadari bahwa El menyayanginya.
Amanda masih lekat menatap El di sana, begitu El meletakkan satu tangannya pada punggung Amanda untuk mendorong torso Amanda mendekat padanya. Jadi kini Amanda dapat merasakan tubuhnya bersentuhan dengan tubuh El. Dada bidang El yang selama ini Amanda pikir akan terasa keras ketika bersentuhan dengannya, tapi rupanya tidak. Ternyata otot-otot itu justru terasa empuk.
“Manda,” ucap El pelan sambil menatap Manda tepat di iris legamnya.
“Iya Mas?”
“Aku boleh cium kamu?” tanya El.
Manda tidak langsung menjawab. Posisi mereka masih belum berubah, El tidak membiarkan Manda menjauh sedikitpun darinya. Detik demi detik yang berlalu, Amanda masih menatap El dengan penuh afeksi. Satu tangan Amanda lalu terangkat, untuk kemudian mengusap satu sisi wajah El.
“Mas, kamu sopan banget sih. Harus izin dulu, gitu ya?” ucap Amanda lalu ia tertawa kecil.
“Iya. Karna kebiasaan kayanya,” jawab El apa adanya. “Jadi boleh ngga aku cium kamu?” ucap El lagi, tatapannya tampak cemas dan berharap, terlihat lucu sekali di mata Amanda.
“Iya, boleh, Mas,” jawab Amanda akhirnya. Amanda seketika mendapati senyuman spontan yang terlihat natural sekali di wajah El.
Kemudian tanpa menunggu apa pun lagi, El sedikit menundukkan wajahnya agar mudah mencium Amanda. Perlahan El mulai mengecup bibir Amanda dan Amanda segera membalas pagutannya di sana. Belah bibir El yang tebal itu menekan bibir tipis Amanda.
Amanda pun refleks memejamkan kedua matanya begitu ia merasakan sensasi mendebarkan kala El mencumbunya. El lalu memiringkan sedikit kepalanya, yang di mana kemudian Amanda juga mengikuti gerakannya. Setiap gerakan dan irama yang dicipatakan oleh El, Amanda dengan cukup baik menanggapinya dan membalasnya.
Ciuman tersebut terus berlanjut, hingga tanpa sadar Amanda berjalan mundur dan El berjalan maju. Satu tangan El yang bebas menjaga punggung Amanda di sana, dan juga dua kali menyingkirkan barang di ruang tamu yang hampir saja membentur Amanda.
Tau-tau mereka sudah berada di dapur bersih. Ada sebuah meja di sana, dan seperti sebuah insting naluriah, El menghela tubuh Amanda untuk naik ke atas meja.
El kemudian memposisikan dirinya di hadapan Amanda, lalu dengan instingnya juga, Amanda melingkarkan kedua kakinya di pinggang El.
“Kamu belajar ciuman di mana?” El bertanya.
“Hmm … aku nonton film. Tapi nggak sampe yang parah banget kok.”
“Iya, iya. Yang nggak parah banget tuh yang kayak gimana emangnya?”
“Contohnya kayak Fifthy shade of grey, The Bridgerton, terus film-film romance Barat yang ditulis sama Nicholas Sparks. Tapi kalau 365 day aku sih skip. Terlalu hard core habisnya,” jelas Amanda. El lantas hanya mengangguk-angguk dan mengulaskan senyum tipisnya.
“Bibir kamu manis banget Sayang, lembap juga,” ujar El kemudian, tatapannya turun ke bibir Amanda.
“Your lips too, they’re felt so good, Mas,” ujar Amanda.
Kemudian tanpa perlu perintah, El kembali mengecup bibir Amanda. El mempertemukan bibirnya dengan bibir pink alami itu, lalu menekan dan menggesekkan bibirnya di atas bibir Amanda.
Amanda dengan cekatan membalas ciuman tersebut, ia membuka mulutnya perlahan untuk memudahkan El menjamahnya lebih jauh lagi.
Napas Amanda terdengar berkejaran—seperti orang yang sedang lari marathon—sesaat setelah El menambah kecepatan tempo cumbuannya.
Belah bibir El yang semakin lama menekan Amanda, membuat Amanda kemudian berusaha membuka mulutnya lebih lebar lagi. Hingga selanjutnya dengan mudahnya El melesakkan lidahnya ke dalam rongga mulut Amanda. Ketika El mulai menyapa rongga mulut Amanda menggunakan lidahnya, Amanda dengan sempurna menggeliat. Punggungnya melengkung ke depan, sebuah respon alami yang diberikan ketika tubuhnya menikmati yang sedang terjadi.
Pagutan yang mereka lakukan cukup dahsyat, mereka telah satu sama lain merasakan bibir masing-masing. El akhirnya perlahan menyudahi kegiatannya. El memberi kecupan lembut di ujung bibir Amanda hingga meninggalkan bunyi ‘cuph’ yang terdengar menggemaskan di sana.
Kedua mata Amanda yang sebelumnya terpejam kini kembali membuka. Amanda ingin menatap binar mata El yang selalu indah baginya. Binar itu juga yang membuatnya nyaman dan tenang, membuat Amanda tahu bahwa dirinya berharga dan dicintai.
Perlahan Amanda menjalarkan tangannya untuk mengusap lembut satu sisi wajah El. Sambil menatap penuh cinta ke dalam mata indah El, Amanda lantas berujar pelan, “Your breath sounds really sexy.” El otomatis mengulaskan senyumnya mendengar ujaran itu.
“Mas,” ucap Amanda, satu tangannya kini mendarat di pundak El.
“Iya Sayang?”
“Selama ini, yang kamu tahan-tahan, lepasin aja malem ini. Ya?” ujar Amanda.
Amanda pun mengulaskan senyum lembutnya, lalu ia sedikit mencondongkan tubuhnya untuk kemudian mengecup pipi kanan El. Dari kecupan itu, terasa ada afeksi yang begitu besar, yang selama ini Amanda belum sempat menunjukkannya kepada El.
Begitu Amanda menjauhkan wajahnya dari El, Amanda mendapati kedua mata El yang tampak berkaca-kaca.
“Mas, kamu nangis?” ujar Amanda pelan.
“Aku nggak nangis. Mana?” El pun buru-buru mengusap matanya dengan tangan. Dengan cekatan Amanda segera meraih kedua tangan El, lalu membawa kedua tangan itu untuk melingkari pinggangnya. Kemudian Amanda mendekat pada El dan ia menjatuhkan dirinya pada pelukan pria itu.
“Dress merahnya udah ada di kamar aku. Udah dateng dari kemarin sih sebenernya, aku pre-order udah sekitar 1 minggu yang lalu,” ucap Amanda pelan dengan posisi keduanya yang masih saling berpelukan.
Amanda lantas sedikit menggoyangkan pelukan itu, lalu dieratkan, laku digoyangkan lagi.
Setelah beberapa detik berlalu, perlahan Amanda mengurai pelukannya pada torso El. Amanda lalu meraih satu tangan El dan menggenggamnya. “Ayo, Mas kita bikin adek bayi. Pasti lucu dan seru banget deh kalau ada bayi di rumah ini.”
El lantas mengangguk, lalu ia menampakkan senyum semringahnya, “Iya, Sayang. Ayo.”
***
El menghela torso polos Amanda untuk didekap hangat. Di bawah selimut tebal berwarna krem, El dan Amanda memutuskan beristirahat setelah mereka menyudahi beberapa babak peristiwa yang indah.
El benar-benar melepas tuas kendalinya. Sesuai yang Amanda katakan, selama ini semua yang El tahan, pria itu kini bisa melepaskannya.
El mengatakan bahwa ia merasa begitu bahagia. Ini bukan hanya sekedar tentang hubungan badan suami dan istri, tapi dalam bercinta, ada komunikasi dan chemistry yang dibangun secara alami.
“Sayang,” ucap El pelan.
“Iya Mas?” sahut Amanda yang belum memejamkan matanya. Amanda merasakan tubuhnya lelah, tapi rasanya ia belum ingin tidur. Amanda masih ingin lebih lama lagi menatap wajah tampan El. Amanda ingin dengan kesadaran penuh mendapati lebih banyak lagi cumbuan El di pipinya maupun di bibirnya.
“Sakit banget ya yang tadi?” tanya El.
“Lumayan sakit sih. Ya tapi wajar, soalnya kan pertama kali. Nanti lama-lama juga terbiasa dan katanya sih nggak akan terlalu sakit lagi,” terang Amanda.
“Oke.”
“Kamu beneran nggak sopan Mas,” cetus Amanda sambil terkikik kecil.
El lantas ikut tertawa pelan.
“Kamu udah berubah,” lagi, Amanda berceletuk, kali ini belah bibirnya sedikit mencebik.
“Gimana berubahnya?” El lalu bertanya.
“Aku kayak nggak kenal sama kamu yang di atas ranjang. Hampir seratus delapan puluh derajat, kamu keliatan beda banget pas kita ngelakuin itu, Mas” jelas Amanda.
“Hmmm. Kayak beda orang gitu ya,” ujar El.
“Iya. Tapi semuanya lebih indah dari apa yang aku bayangin, Mas,” aku Amanda blak-blakan.
Amanda masih setia di sana, ia dengan nyamannya memandangi wajah El. Setiap celah paras itu, selalu berhasil membuatnya jatuh cinta dan merasa kagum.
El yang mendapati Amanda lekat memandanginya kemudian tersadar dan kini tampak sedikit salah tingkah. El membasahi bibir bawahnya dengan saliva sekilas, lalu ia berceletuk untuk mengalihkan rasa gugupnya. “Aku beda gimana emangnya Sayang? Kan tadi kamu yang minta aku buat lepasin semuanya.”
“Iya sih. Tapi masih agak culture shock aja akunya. Dulu kan aku jadi sekretaris kamu, rasanya kayak nggak nyangka aja sekarang setiap aku mau tidur, liatnya kamu. Setiap bangun tidur, liatnya kamu. Kamu terus.”
“Iya, emang harus aku terus. Aku aja,” cetus El.
“Nggak boleh orang lain?”
“Engga lah. Nggak akan aku biarin.”
Amanda seketika tertawa pelan. “Oke, oke. Tuh kan, kamu berubah seratus delapan puluh derajat. Dulu boro-boro romantis kayak gini.”
“Sayang, setiap orang bisa berubah, apalagi untuk orang yang mereka sayang,” tutur El.
“Hmm iya juga ya.”
“Sayang,” ujar El lagi.
“Iya?”
“Kamu beneran cinta sama aku?”
“Iya. Aku milik kamu seutuhnya, Mas.” Amanda lantas mengunci tatapan mata El, lalu ia mendekat lebih dulu dan tanpa aba-aba ia memagut bibir El. Ciuman kali ini terasa kuat dan lebih bergairah, bahkan Amanda menggigit bawah El. El pun membalas cumbuan itu dengan begitu mesra, membuat Amanda rasanya seperti terbang ke langit ke tujuh.
Ketika beberapa detik berlalu ciuman itu berlangsung, Amanda bergerak dan berpindah posisi untuk berada di atas El.
Kedua tangan El lantas berada di pinggang ramping Amanda, berjaga-jaga supaya Amanda tetap aman di posisinya saat ini. El juga kemudian memberikan usapn sensual di pinggang Amanda hingga lama-lama turun ke pinggulnya.
Amanda begitu mampu merasakan bahwa El mencintainya saat pria itu memperlakukannya, dan itu adalah hal yang berarti besar untuknya. Rasa cinta El kepadanya, adalah anugerah terbesar yang sejauh ini Amanda miliki dalam hidupnya.
Selama kurang lebih 5 menit mereka berciuman dengan cukup panas dan brutal, ternyata El yang akhirnya mengurai pagutannya lebih dulu. Napas mereka terdengar berhembus dengan seksi dan saling beradu. Tatapan keduanya tertubrukan dan juga saling menyalurkan cinta dari hanya kedua iris yang bertemu.
“Kok kamu nggak bales gigit Mas?” Amanda bertanya begitu merak telah sama-sama menjauh.
“Kasian kamunya. Bibir kamu udah luka tuh,” ucap El sembari memperhatikan belah bibir bawah Amanda yang terdapat sobekan kecil di sana.
“Ohiya, aku nggak sadar masa.” Amanda pun tertawa kecil sembar meraba bibirnya yang sedikit sobek itu.
“Mas, you realized every little things, every detail about me. Yang bahkan aku kadang nggak sadarin itu, atau belum sadar,” ujar Amanda lagi.
“Hmm.”
“Thank you for loving me like this, Mas.”
“Iya, Sayang. Mas juga terima kasih ya sama kamu. Kamu selalu berusaha jadi istri yang lebih setiap harinya. Kamu tau, Mas sayang banget sama kamu.”
***
SOON to be LONG AU