Satu dari Jutaan Kemungkinan
Siang ini Dara mendapati sosok yang beberapa hari lalu telah menjadi sasaran umpatannya. Aryan Sakha, lelaki yang merupakan ayah biologis dari anak yang di kandung sahabatnya, menampakkan dirinya di hadapan Dara yang jelas-jelas nampak sekali ingin membunuhnya.
“Ada kepentingan apa lo ke sini?” tanya Dara dengan nada tidak bersahabatnya.
“Ada hal penting yang perlu gue bicarain sama Karin,” ujar Aryan menjelaskan maksud kedatangannya.
“Gue pikir udah nggak ada lagi yang perlu lo dan Karin bicarain. Kalau lo cuma mau nyakitin Karin, lebih baik lo pergi. Karin nggak butuh kehadiran lo.”
“Dara, tolong izinin gue buat ketemu sama Karin. Sekarang gue sama Karin punya anak, kita punya tanggung jawab bersama,” ujar Aryan tampak tidak ingin menyerah begitu saja.
“Dari awal lo sendiri yang nolak anak itu dan nyuruh Karin buat gugurin. Apa itu bisa disebut sebagai tanggung jawab bersama?” ucap Dara terang-terangan.
Aryan kehilangan kata-katanya. Apa yang diucapkan Dara memang benar apa adanya dan ia pun mengakui itu.
“Gue minta maaf dan gue nyesal karena pernah minta Karin menggugurkan anak itu,” ungkap Aryan.
Dara pun berusaha mencari penyesalan dari mata Aryan dan nyatanya ia menemukan itu di sana. Rupanya lelaki di hadapannya ini sungguh menyesal dan bertekad kuat untuk mendapat izin darinya agar bisa bertemu dengan Karin.
Dara pun menghela napasnya, “Oke. Gue izinin lo buat ketemu sama Karin.” Dara menggeser tubuhnya dan membuka pintu apartemen lebih lebar, “Lo bisa ngomong sama Karin berdua, gue akan kasih lo waktu. Tapi satu hal yang lo harus tau. Kalau lo nyakitin Karin lagi, gue pastiin lo dapat hukuman atas perbuatan itu.”
***
Sesuai yang diperintahkan oleh dokter, Karin harus menjalani bed rest selama 1 minggu sepulangnya ia dari rumah sakit. Ini terhitung hari pertama bagi Karin dan kegiatannya di apartemen hanya makan, mandi, dan tidur.
Dara memberi waktu pada Aryan dan Karin untuk bicara berdua. Dara pun mengerti, bahwa bagaimanapun kini Karin dan Aryan memiliki tanggung jawab yang harus diemban bersama. Keduanya perlu menyelesaikannya dengan cara berkomunikasi, bukannya menutup mata dan lari begitu saja.
Karin melihat Aryan mengambil kursi untuk duduk di samping tempat tidurnya. Karin pun duduk di kasurnya, ia menyandarkan punggungnya ke header kasur.
Aryan menatap Karin sesaat sebelum lelaki itu berujar, “Karin, aku mau jelasin soal apa yang dibilang dokter tentang kandungan kamu.”
Karin balas menatap Aryan. Aryan dapat menangkap kekhawatiran yang terpancar begitu jelas dari kedua mata bulat Karin.
“Bayinya saat ini baik-baik aja, tapi dokter bilang, kondisi kandungan kamu lemah,” ucap Aryan dengan suara pelannya. Tenggorokan Aryan terasa kering kala mengucapkan kata demi kata yang menjelaskan kondisi calon anaknya. Aryan pun mendapati ekspresi terluka yang tergambar dari paras pucat Karin. Fakta ini merupakan tamparan yang cukup keras, baik bagi Karin maupun bagi Aryan.
“Karin, aku minta maaf. Maaf karena pernah minta kamu untuk gugurin kandungan,” ungkap Aryan. Karin pun memerhatikan ekspresi Aryan, ia mendapat sebuah penyesalan dan luka yang begitu dalam dari sana.
Aryan menghembuskan napas beratnya, “Aku sadar akhirnya kalau aku menyayangi anak kita. Aku nggak ingin kehilangan dia.”
Karin hanya terdiam dan seperti tidak berniat mengeluarkan sepatah kata pun dari bibirnya.
“Aku akan bertanggung jawab atas kamu dan anak ini,” ujar Aryan lagi.
Mendengar kenyataan mengenai kondisi kandungannya, membuat Karin tidak dapat berpikir jernih. Kini ia hanya memikirkan keselamatan anaknya dan bagaimana ia bisa mengandungnya sampai melahirkannya ke dunia.
“Maksud kamu tanggung jawab dalam bentuk apa?” tanya Karin.
“Aku akan menikahi kamu.”
Kalimat yang baru saja Aryan lontarkan, seketika terdengar seperti suara petir di siang bolong bagi Karin.
Karin lantas melayangkan tatapan bertanyanya pada Aryan, “Kamu berpikir nikah semudah itu?”
Aryan berdeham, “Itu mudah, Karin. Kita cuma menikah karena anak. Aku akan tetap berhubungan dengan Shakina setelah kita menikah.”
Karin berusaha mengontrol emosi yang kini mencoba menguasai dirinya. Perempuan itu menghela napasnya, hembusannya pun terdengar berat, “Oke, itu gampang. Aku juga ingin tetap berhubungan sama Rey selama kita menikah. Gimana?” ungkap Karin.
Aryan pun menatap Karin sesaat sebelum akhirnya setuju. “Kamu bisa melakukannya. Setelah anak kita lahir, kita akan berpisah. Aku akan tetap memenuhi semua kebutuhan anak kita, sampai nanti dia besar. Apapun keputusan hak asuh anak, aku akan terima. Ada syarat yang kira-kira mau kamu ajukan ke aku?”
Karin terlihat memikirkan kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh Aryan. Karin pun mempertimbangkan keputusan yang harus ia ambil. Saat ini bagi Karin yang terpenting adalah anaknya. Ia akan mengesampingkan prioritas dirinya terlebih dulu, anaknya adalah kepentingan utamanya.
Karin berpikir bahwa selama ia tidak akan mencintai Aryan, maka dirinya tidak akan menyesal jika suatu saat mereka harus berpisah. Toh anaknya akan tetap mendapat kasih sayang yang penuh darinya maupun dari Aryan. Meskipun rasanya tetap akan berbeda untuk seorang anak ketika memiliki orang tua yang tidak bersama.
“Aku mau mengajukan satu syarat ke kamu sebelum menyetujui kesepakatan ini,” ucap Karin.
“Tentu. Kamu bisa ajukan itu.”
“Aku mau hanya kita dan pasangan kita yang tau soal kesepakatannya. Kita bisa berhubungan dengan pasangan kita selama itu tidak diketahui oleh keluargaku maupun keluarga kamu. Keluarga kita hanya tau kita menikah dan berpisah karena masalah ketidakcocokan. Kamu paham kan, maksudku?”
Aryan segera mengangguk, “Iya, aku paham. Aku akan urus semuanya dan kamu tinggal terima beres.”
“Oke. Ada syarat yang mau kamu ajuin ke aku?” tanya Karin.
“Misalnya hak asuhnya jatuh ke tangan kamu, aku mau aku tetap bisa ketemu sama anakku kapan aja,” jawab Aryan.
Karin pun menyetujui syarat yang diajukan oleh Aryan. “Kamu tenang aja. Kamu bisa ketemu dia kapan pun yang kamu mau. Aku nggak akan larang anakku untuk ketemu sama ayah kandungnya.”
“Terima kasih, Karin.” Sebelum pamit dari sana, Aryan kembali pada Karin dan mengatakan sesuatu soal pernikahan mereka.
“Setelah masa bed rest kamu selesai, kita akan ke dokter untuk pastikan kondisi kamu dan bayinya. Kalau dokter bilang oke, kita bisa segera menikah.”
“Sure.”
Setelah ucapan Karin itu, Aryan pun pamit untuk pergi. Tidak lama berselang dari kepergian Aryan, Dara menemui Karin di kamarnya. Dara memutuskan tidak menanyai Karin soal apa yang Karin bicarakan dengan Aryan.
“Lo istirahat aja. Kalau lo butuh apa-apa, panggil gue. Gue ada di ruang kerja.”
Karin mengangguk, “Makasih ya, Dar.”
Dara pun melangkah menjauhi Karin. Sebelum menutup pintu kamar, Dara mematikan lampu utama dan menyalakan lampu tidur berwarna kuning temaram.
Setelah Dara menghilang di balik pintu, Karin bergerak menaikkan selimut untuk menutupi hampir seluruh tubuhnya. Di bawah selimut tebal itu, Karin kembali memikirkan kesepakatannya dengan Aryan.
Karin berusaha untuk tidak memikirkan itu, ia tidak ingin stressnya bisa berdampak pada bayi di kandungannya. Sebelum benar-benar terjun ke alam mimpinya, sebuah pemikiran kembali terlintas di benak Karin. Pemikiran yang lebih mirip pertanyaan yang diajukan untuk dirinya sendiri.
Apakah Karin bisa menjamin kalau dirinya tidak akan mencintai Aryan? Pikirannya berseru bahwa seharusnya itu mudah saja bagi Karin. Ia dan Aryan seperti dua kutub yang sangat berbeda. Karin telah memiliki Rey, begitu pun Aryan yang sudah bersama dengan Shakina. Namun tiba-tiba hati Karin mengatakan sebuah kalimat yang bertolak belakang dengan pikiran logisnya. Dari banyaknya waktu yang akan ia lalui bersama Aryan, sekitar 9 bulan lamanya, terdapat 1 dari jutaan kemungkinan untuknya bisa jatuh cinta terhadap Aryan.
Karin segera menggelengkan kepalanya, berusaha menepis pemikiran itu dari kepalanya. Karin pun lantas memanjatkan doa dalam hati, sembari memejamkan kedua matanya. Karin ingin meski hanya 1 dari jutaan kemungkinan yang ada, tidak ada satu pun yang akan berpihak padanya dan Aryan. Karin sungguh berharap bahwa Tuhan bersedia mengabulkan doanya yang satu ini.
***
Terima kasih telah membaca Paradise Between Us 🌸
Berikan dukungan untuk Paradise Between Us supaya bisa lebih baik lagi kedepannya yaa. Support apapun dari kalian sangat berarti untuk author dan karyanya 💕
Semoga kamu enjoy sama ceritanya yaa, see you at next part!! 🍷