Satu Hari Penuh Kesan

Aryo dan Tiara sudah memberi tahu kedua keluarga mengenai jenis kelamin anak mereka. Mama dan bunda yang terlihat paling antusias, keduanya sudah mempersiapkan berbagai hal untuk menyambut kelahiran cucu pertama mereka.

Tiara merasakan berbagai perubahan pada dirinya. Mulai dari bentuk fisiknya yang tidak seramping dulu dan sebagian pakaian tidak lagi lolos di tubuhnya. Memasuki usia 5 bulan kehamilannya, mual yang dirasakan Tiara sudah jauh berkurang. Kini justru napsu makannya yang meningkat cukup drastis. Tiara dapat menghabiskan 3 ayam goreng sekaligus, mengalahkan porsi makan Aryo.

Aryo sering mendapati istrinya itu mulai gampang lelah kalau berjalan terlalu lama. Aryo bilang kalau Tiara kecapean, Aryo sangat mampu untuk menggendongnya. Namun Tiara masih waras dengan menolak tawaran Aryo yang satu itu. Memangnya mereka mau mengundang perhatian orang-orang di toko perlengkapan bayi ini? Itu tidak akan mungkin terjadi.

“Ra, aku bisa gendong kamu. Beneran,” ujar Aryo masih kekeuh.

“Nggak di sini juga, Aryo.”

“Terus di mana?”

Tiara mengarahkan tangannya untuk menjepit kedua pipi Aryo, hingga kini bibir Aryo menyatu di tengah dan pria itu menjadi kesulitan bicara.

“Aku ngidam ngunyel-ngunyel kamu tau,” ujar Tiara setelah beberapa detik dan ia telah melepas jepitan tangannya di pipi Aryo.

“Boleh nggak aku gituin kamu?” tanya Tiara dan Aryo mengekori langkahnya menuju section lain di toko perlengkapan bayi itu.

“Boleh sih. Tapi kalau cium lebih bagus kayaknya deh, Ra,” bisik Aryo di dekat Tiara.

“Kenapa bisa gitu? Itu mah maunya kamu,” protes Tiara.

“Si bayi pasti happy kalau mamanya sayang-sayang papanya,” ujar Aryo sambil menampilkan senyum kotak khasnya.

“Aku dua puluh empat jam per tujuh sama kamu lho, masih kurang?” gurau Tiara.

“Oh iya Ra, ini udah lewat dari dua bulan ya?” ujar Aryo terdengar begitu yakin.

“Dua bulan apa?” tanya Tiara. Fokusnya tidak sepenuhnya ke Aryo, ia masih asik memilih baju bayi di hadapannya.

“Puasa yang dua bulan itu, Ra. Udah selesai kan puasanya?” jelas Aryo dengan menekankan kata 'dua bulan'. Tiara yang seketika paham langsung menoleh ke arah Aryo dan tatapan mereka bertemu, saling mengunci. Tiara pun tidak dapat menahan sebuah senyum terbit di wajahnya, begitu juga dengan Aryo. Kini ekspresi pria itu seperti baru saja memenangkan sebuah hadiah lotre.

***

Beberapa jam yang lalu, Aryo rela mengantre untuk membeli makanan yang diinginkan oleh Tiara. Sebenarnya mereka sudah makan, tapi Tiara mau nambah 1 burger lagi dan kentang goreng. Dijadikan prioritas seperti itu membuat Tiara terharu. Ada seseorang yang memerhatikannya lebih dari ia peduli terhadap dirinya sendiri. Bagi Tiara, kini tidak ada yang lebih berarti dari pada itu.

Aryo sedang mengambil stroller bayi yang tadi mereka beli. Sementara Tiara, sesampainya di lantai 2, ia langsung menuju kamar yang di persiapkan untuk anak mereka nanti. Ruangan itu sudah didekor. Mungkin mereka akan melengkapi beberapa perintilan lagi yang sekiranya akan dibutuhkan oleh si bayi.

Tiara menuju bagian walk in closet mini di kamar itu. Ia membawa paper bag yang berisi baju-baju bayi ukuran new born yang tadi ia dan Aryo beli. Sebagian section di lemari itu sudah terisi, dari mulai baju harian, celana, dan baju yang berjenis satu pasang. Sebenarnya semua isi kamar hampir lengkap, tapi waktu melihat sepasang kaus kaki dan sepatu bayi yang begitu lucu, Tiara memutuskan untuk membelinya. Aryo juga setuju, suaminya itu mengatakan ia bisa membelikan satu toko jika Tiara menginginkannya.

Baby Room

“Tiara ...” terdengar sebuah tidak begitu jauh dari posisi Tiara. Ia meletakkan paper bag-nya di lantai dan melenggang keluar kamar. Tiara lantas mendapati Aryo di ruang tamu lantai dua.

“Kamu mau ngapain?” tanya Tiara pada Aryo yang sibuk dengan stroller bayi mereka.

“Ini cara bukanya gimana ya, Ra? Kayaknya tadi tinggal pencet tombol di sini, tapi aku coba kok nggak bisa ya,” ujar Aryo tampak kebingungan.

“Ya ampun kamu nih,” Tiara menggelengkan kepalanya dan menghampiri Aryo. Ia mengambil tempat di sofa dan Aryo duduk bersila di atas lantai.

“Kayak gini lho, Sayang,” Tiara mengambil alih stroller bayi dari tangan Aryo dan voila! Kini benda itu berhasil terbuka sempurna. Padahal hanya tinggal menarik tuas kecil di sisi kirinya dan stroller lipat itu bisa langsung digunakan.

Aryo menatap Tiara dengan takjub. “Tuh kan, kamu udah cocok banget jadi mama, Sayang.”

“Iya, kamu juga harus belajar dong. Nanti kalau anak kamu nangis, kamu harus bisa bikin dia tenang lho,” ujar Tiara.

“Iya, aku mau belajar,” ucap Aryo diiringi senyum lebarnya. Sosok pria yang beberapa bulan lalu Tiara kenal dan ia anggap arogan, egois, serta sombong. Namun penilaiannya telah sedikit keliru. Seperti kata pepatah, kalau tidak kenal maka tidak sayang. Sebenarnya Aryo adalah sosok yang penyayang, hatinya lembut, dan begitu peduli terhadap orang-orang di sekitarnya.

“Sayang, kamar baby A kayaknya udah beres deh. Aku cek tadi semuanya udah lengkap. Kurang apa lagi ya? Kamu ada saran nggak?” tanya Tiara.

Tiara memerhatikan Aryo yang menyipitkan matanya dan alis pria itu mengernyit. “Hmm.. kayaknya emang udah lengkap deh, Sayang. Tapi kamu bilang kemarin mau ganti warna temboknya, kan?”

“Iyaa, sih. Aku mau warna krem atau nude gitu. Biar kesannya lebih adem. Bagus nggak menurut kamu?” Tiara selalu menanyakan pendapatnya pada Aryo, untuk urusan apa pun itu. Menurut Tiara, begitulah sebuah hubungan harmonis dan itu yang ia dambakan dari dulu.

“Menurut aku bagus, Sayang. Besok kan aku libur kerja, aku yang cat kamar baby A, gimana?” ujar Aryo.

“Kamu bisa nge cat emang?”

“Kamu meragukan suami kamu?” Aryo menghela satu lengan Tiara untuk diletakkan di atas pundaknya. Ia memandangi wajah Tiara dengan jarak yang minim.

“Nggak gitu, Sayang,” Tiara pun terkekeh. “Kasian kamu, nanti capek lagi. Tapi sih kalau kamu emang mau, yaudah deh nggak papa.” Tangan Tiara yang masih berada di pundak Aryo lantas mengusapnya dengan sebuah usapan lembut.

“Oke. Nanti aku minta tolong Erza buat beli catnya. Kamu kasih tau aja sample warnanya kayak gimana,” tutur Aryo dan Tiara segera mengangguk setuju.

“Kamu kenapa, kok liatin aku kayak gitu?” Aryo keliatan salah tingkah ketika Tiara menatapnya tanpa mengucapkan apapun.

“Soal yang dua bulan itu lho,” ujar Tiara pelan.

“Iya, puasa yang dua bulan, kan? Kenapa Sayang?”

“Kamu mau kita ngelakuin itu? Kan puasanya udah selesai,” Tiara menjeda ucapannya dan ia tersenyum malu. Ia berusaha mengalihkan tatapannya kemana pun yang penting tidak ke mata Aryo.

“Kalau kamu mau, kita bisa. I mean, kata dokter udah nggak papa,” cicit Tiara.

“Liat sini dong,” ujar Aryo menggoda Tiara.

“Yaa, aku kan malu bilangnya,” aku Tiara.

Aryo pun sukses tergelak. “Yaudah, ayo. Kamu nggak usah malu, Sayang.”

Detik berikutnya Tiara mendapati tubuhnya berada di gendongan Aryo. Pria itu menggendongnya ala bridal style dan mendekatkan wajahnya pada Tiara, sehingga membuat kening mereka bertubrukan.

“Aku berat nggak?” tanya Tiara saat mereka berjalan menuju kamar. Tiara mengalungkan kedua lengannya di leher Aryo dan memberikan kecupan lembut di pipinya.

“Engga, Sayang. Buktinya aku kuat gendong kamu.”

“Iya, kamu kan emang kuat. Kata dokter boleh ngelakuin itu tapi pelan aja. Soalnya nanti takut mancing kontraksi,” ujar Tiara.

“Oh gitu? Oke as the rules said.”

And the request too,” tambah Tiara.

Mereka tertawa bersama. “Cie ada yang seneng nih. Gimana Sayang rasanya puasa dua bulan?” ledek Tiara.

“Nggak enak rasanya, Ra,” ucap Aryo ketika mereka sudah sampai di kamar. “I miss you really bad,” aku Aryo.

I miss you too,” ucap Tiara. Detik berikutnya Tiara membuat gerakan lebih dulu, ia menarik tengkuk Aryo dan mencium lembut bibir lelakinya. Ciuman itu terasa sangat mendamba dan ada rasa rindu yang begitu besar di sana. Tiara sedikit memiringkan kepalanya untuk memudahkan Aryo mencumbunya lebih dalam sekaligus melesakkan lidahnya ke dalam mulut Tiara.

Aryo and Tiara Kissing

Napas keduanya sama-sama memburu, mereka meluapkan perasaan rindu yang kian tidak terbendung. Dress fit body sebatas lutut yang dikenakan Tiara memudahkan Aryo untuk mengusap setiap jengkal tubuh Tiara. Kulit halus Tiara yang bersentuhan dengan permukaan kulitnya, membuat api cinta di diri Aryo membara dengan sempurna.

Damn it. You're so beautiful, Ra,” ujar Aryo dengan nada lirihnya. Ia sudah sepenuhnya luluh lantak di hadapan Tiara. Warna kulit wajah Aryo pun berubah memerah dan itu tampak begitu menggemaskan bagi Tiara.

We will do it till the dawn? Like the title of our favorite song?” goda Tiara dan sebuah senyum manis terukir di wajahnya.

“Kamu yakin? Aku sih kuat aja, Sayang,” ujar Aryo. Tubuh keduanya yang telah polos membuat udara dingin terasa begitu menggelitik di sekujur kulit mereka.

“Kamu meragukan istri kamu? Kita buktiin aja kalau gitu, gimana?”

Aryo mengamati setiap detail wajah Tiara. Kemudian tatapannya turun dan menyaksikan pemandangan tubuh Tiara yang justru semakin seksi saat istrinya hamil. “Okey, let's proof it then,” ujar Aryo sebelum kembali mencumbu Tiara. Ciuman Aryo terasa begitu lembut dan memabukkan. Selalu seperti itu. Kurang dari lima menit kemudian, dengan perlahan, Aryo mengurai pagutan bibir mereka. Kesempatan itu ia gunakan untuk mengambil napas, hal yang sama juga dilakukan oleh Tiara.

Tiara melesakkan tangannya untuk memberikan sentuhan-sentuhan di area sensitif Aryo. Tindakannya itu seketika membangkitkan gairah Aryo dan sesuatu dalam dirinya seperti bangun. Aryo mengulaskan senyumnya, lalu kembali memagut bibir Tiara.

Tiara yang mendapat seranga mendadak itu, berusaha menjauhkan sedikit bibir mereka dan berujar, “Oh my god, you're really a good kisser.”

Aryo terkekeh sambil mengusapkan ibu jarinya secara bergantian di kedua belah bibir Tiara, “You're lips are too good, Sweety. This lips are mine.”

***

Terima kasih telah membaca Emergency Married 💍

Berikan feedback berupa like, reply, hit me on cc, atau boleh juga dm aku ya. Aku menerima kritik dan saran yang membangun. Kalau ingin curhat apapun dan tanya-tanya juga boleh kok~

Semoga kamu enjoy sama ceritanya yaa, see you at next part!! 🌷