Say Hi to a New Life
Apa yang terjadi di hidupnya, asanya masih seperti sebuah mimpi bagi Alvaro. Namun kenyataannya, ini lah yang terjadi. Alvaro telah berhasil melewati fase yang tidak mudah dalam hidupnya. Dirinya dan Marsha telah resmi bercerai, Alvaro sudah benar-benar mengakhiri hubungannya. Setelah malam-malam yang menakutkan bagi Alvaro, dengan adanya air mata, amarah, dan kekecewaan ; akhirnya satu persatu dari itu semua, berhasil Alvaro lalui. Alvaro bersyukur, sangat bersyukur mengetahui kenyataan bahwa Tuhan masih memberinya kesempatan untuk merasakan kebahagiaan.
Alvaro telah kehilangan dan melepaskan masa lalunya untuk bertemu dengan masa depannya, untuk berbahagia, menyambut dan mengatakan ‘Halo’ pada hidup barunya.
Alvaro berpikir bahwa cinta bisa seajaib itu. Bertahun-tahun ia mencintai Marsha dan setia pada hubungan mereka, tapi dalam sekejap takdir menunjukkan sosok asli orang yang ia cintai. Alvaro mengerti bahwa cinta yang murni tidak selalu harus dibalas dengan cinta yang sama murninya. Cinta memang hubungan timbal balik, tapi kenyataannya kita sebagai manusia tidak bisa berharap pana manusia lain untuk memberikan yang sama baiknya dengan yang sudah kita berikan.
Alvaro terpuruk dan rasanya sulit untuk bangkit, tapi Tuhan mengirimkan sosok penyelamat baginya, sosok yang dapat membuatnya bangun dari kehampaan. Alvaro tidak pernah menduga bahwa ia akan kembali bertemu Sienna dan jatuh cinta pada sosok cinta pertamanya ketika di Sekolah Dasar.
Hanya dalam hitungan bulan, Sienna berhasil membuat Alvaro jatuh cinta pada sosoknya. Alvaro pun sudah memastikan perasaannya dan meyakinkan dirinya bahwa ia tidak akan mencintai orang lain selain Sienna.
Sienna adalah perempuan hebat yang dulu juga pernah membuat Alvaro jatuh cinta. Sienna adalah cinta pertamanya di kala usia mereka masih begitu muda. Alvaro tidak mengerti apa itu cinta saat usianya menginjak 11 tahun. Pikiran anak seusianya pada waktu itu hanya sesederhana bahwa dari rasa kagumnya, Alvaro akhirnya tahu bahwa ia menyukai Sienna. Setiap melihat hadirnya atau hanya dengan mendengar nama Sienna disebut, Alvaro merasakan jantungnya berdegup lebih kencang.
“Sienna, Gio,” Alvaro memanggil kedua nama itu begitu kaki panjangnya melangkah memasuki rumah. Alvaro baru saja pulang dari tempat gym setelah kegiatan itu sempat tertunda ia lakukan.
Sudah beberapa hari ini, Alvaro dengan nyaman menjalani kehidupan barunya. Rasanya ia seperti terlahir kembali dan Alvaro bertekad menjadi dirinya dengan versi yang lebih baik.
Alvaro tetap memiliki Gio dan berhasil menghadirkan sosok baru di rumah yang perannya melengkapi hidupnya dan juga anaknya. Keluarga harmonis yang anaknya dambakan, kini berhasil terwujud.
Alvaro akhirnya menemukan Sienna dan Gio. Kedua sosok yang dicarinya itu rupanya sedang berenang bersama di kolam renang yang berada di area belakang rumah.
“Kalian berenang siang-siang begini?” Alvaro bertanya dengan nada keheranan.
“Kita udah pake sunblock, Papa. Yaa kan Gio?” ujar Sienna ketika ia sudah sampai ke tepian kolam untuk menghampiri Alvaro.
“Iyaaa dong!” sahut Gio yang masih berada dari ujung kolam.
“Udah berapa lama kalian berenang?” Alvaro berujar lagi.
Kini Gio ikut menghampiri Alvaro dan Sienna di tepi kolam. “Baru 3 jam Papa, sebentar itu. Gio masih mau berenang lagi. Boleh kan??”
“Tiga jam itu bukan sebentar, Gio. Itu udah lama,” ucap Alvaro.
Alvaro lantas beralih pada Sienna, ia memperhatikan air muka gadis itu yang nampak pucat. “Sayang, kamu udah pucet gini lho. Udah keriput jari-jari kamu, berarti berenangnya kelamaan. Naik, yuk? Gio, udahan juga yuk, Nak? Kalau ngga, kamu berenang sendiri lho. Kasian Bunda kalau temenin kamu terus, nanti Bunda sakit.”
Sienna memang sudah tampak kedinginan, terlihat dari bibirnya yang memutih dan sedikit bergetar.
Sienna hanya memperhatikan saja ketika Alvaro mengoceh ini itu, bawelnya sudah keluar kalau menyangkut dirinya, dan Sienna selalu menyukai cara lelaki itu memperlakukan dan memperhatikan kondisinya.
“Gio, nggak papa ya Bunda udahan duluan? Tapi Gio juga udahan sebentar lagi, sepuluh menit lagi Bunda minta tolong mbak Gina buat ambilin handuk ya,” ujar Sienna.
“Hmm .. oke deh Bunda. Bunda jangan sampai sakit ya,” ujar Gio kemudian.
Sienna langsung mengulaskan senyumnya begitu mendengar penuturan tersebut, Alvaro rupanya juga ikut tersenyum.
Semakin hari, rasa sayang Gio pada Sienna semakin bertambah. Seakan tidak ada batasan yang membedakan posisi Sienna dengan Marsha. Gio tahu bahwa Marsha ibu kandungnya dan Sienna adalah calon ibu sambungnya, tapi hal tersebut tidak membuat perlakuan Gio kepada keduanya menjadi berbeda.
***
Sienna telah selesai mandi dan ia juga sudah mengeringkan rambutnya hingga jadi setengah kering. Rasanya setelah berenang, tubuhnya lelah sekali dan juga matanya mengantuk.
Ketika Sienna sedang menyisir rambutnya sambil berkaca di depan cermin ruangan walk in closet, Sienna merasakan sesuatu mendekap pinggang rampingnya dari belakang. Sienna masih lanjut menyisir rambut, membiarkan Alvaro mendekapnya selagi ia melakukan kegiatannya.
“Mbak Ila tadi konfirmasi ke gue, konferensi persnya bisa diadain besok,” ujar Alvaro.
“Sebenernya gue nggak mau buat konferensi pers semacam itu. Takutnya media malah manfaatin keadaan dan mutar balik omongan yang gue sampaikan di acara itu,” lanjut Alvaro lagi.
Sienna lantas membalikkan badannya agar ia berhadapan dengan Alvaro. “Al, lo udah pikirin ini mateng-mateng sebelumnya. Inget tujuan lo mau ngelakuin ini. Lo ngelakuin ini untuk masa depan Gio nantinya, setidaknya lo udah berusaha. Menurut gue, keputusan lo nerima saran perusahaan untuk bikin konferensi pers, udah tepat. Untuk sekali ini aja lo buka suara, habis itu biarin mereka mau berasumsi apa tentang masalah ini.”
Beberapa hari setelah resmi bercerai, isu miring tentang penyebab perceraian Alvaro dan Marsha masih saja berhembus, malah keadaannya semakin runyam. Maka dari itu, Alvaro akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran entertainment yang menaungi namanya untuk membuat konferensi pers. Setelah selama ini memutuskan bungkam mengenai apa pun tentang perceraiannya, Alvaro akhirnya memutuskan angkat bicara. Alvaro tidak tahan lagi dengan pemberitaan buruk tentang dirinya mau pun tentang Marsha.
Di masa depan nanti, Alvaro tidak ingin Gio mendapati jejak digital yang memberitakan hal kurang mengenakkan mengenai orang tuanya. Alvaro mencoba mencegah hal itu terjadi, jika pun suatu hari akan terbongkar, setidaknya ia telah berusaha.
“Ayo kita tidur. Lo pasti udah ngantuk banget, keliatan tuh,” ucap Alvaro sembari memperhatikan raut wajah Sienna dan sleepy eyes-nya.
“Ayo,” ucap Sienna dan kemudian Alvaro langsung meraih tangannya, mengajak perempuan itu untuk menikmati tidur siang mereka yang berharga.
***
Bagi Alvaro dan Sienna, tidur siang adalah hal yang berarti. Di tengah kesibukan pekerjaan mereka, waktu kebersamaan pun menjai terasa sangat bermakna dan mereka selalu berusaha menghargainya.
Setelah kurang lebih dua jam terlelap, Alvaro dan Sienna kini telah kembali membuka mata. Perasaan mereka jauh lebih baik, tubuh lebih bugar, dan hati terasa plong bahagia.
“Mau pesen makanan nggak? Laper nih,” ujar Alvaro sembari memegangi perutnya yang terasa keroncongan.
“Mau makan apa emangnya?” Sienna bertanya.
“Hmm …” Alvaro merenggangkan tubuhnya sejenak, lalu ia menguap sembari menutupi mulutnya.
“I wanna eat you,” ujar Alvaro dengan nada berguraunya, tatapannya pun tidak lepas menatap Sienna dengan sebuah senyuman yang tertahan di bibirnya.
Sienna lantas mengambil sebuah bantal kecil, lalu ia melemparkannya pada Alvaro. Alvaro berhasil menangkap bantal itu, ia segera meraih tangan Sienna dan menarik gadis itu untuk kembali didekap dengan hangat.
Alvaro mengeratkan pelukannya pada torso Sienna, lalu sambil memberi usapan di punggung gadisnya, ia berujar, “I care about you a lot. I think about you almost every day, and I want to spoil you as much as I can.” Alvaro kemudian menjeda ucapannya.
Setelah beberapa detik, Alvaro berucap lagi. Kali ini nadanya terdengar sangat serius. “Sky, I can’t wait to marry you. I want to hug you like this every day,” lanjutnya.
Sienna lantas terkekeh kecil mendengar kalimat itu. Alvaro selalu memiliki cara untuk membuatnya blushing, dan Sienna merasa cara lelaki ini sangat sederhana. Atau mungkin benar, Sienna telah dibutakan oleh cinta? Namun rasanya semua orang memang bisa buta karena cinta, yakni ketika mereka sudah mencintai dengan setulus hati.
Kalau Sienna tidak bisa romantis dengan kata-kata, maka Alvaro bisa. Sienna merasa beruntung sekali, ia disayangi dan dicintai oleh Alvaro seperti ini. Hampir setiap saat, Alvaro tidak pernah lupa mencurahkan kasih sayangnya pada Sienna. Katanya, setiap orang memang memiliki love language yang lebih dominan, tapi Sienna merasa kalau Alvaro memiliki semua love language dan itu semua terasa seimbang, Sienna bisa mendapatkan semuanya.
“Katanya laper, ayo pesen makan,” ujar Sienna setelah beberapa detik mereka hanya saling berpelukan.
Alvaro akhirnya mengurai pelukan mereka. Alvaro menatap Sienna intens, lalu ia menunjuk pipinya menggunakan jari telunjuknya.
“Apa?” tanya Sienna yang tidak paham akan tingkah Alvaro.
“Cium dulu,” ujar Alvaro.
Sienna berdecak kecil, tapi akhirnya tetap mendekatkan tubuhnya untuk kemudian memberikan kecupan di sisi wajah Alvaro.
“Oke, ayo kita pesen makanan yang banyak.” Alvaro tersenyum bahagia dan ia segera bangkit dari posisinya. Sienna pun geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah Alvaro yang bisa jadi kekanak-kanakan, bahkan melebihi Gio.
***
Gio yang semakin hari semakin menyayangi Sienna, kerap kali bersikap posesif ; terlebih ketika Alvaro bertingkah manja kepada Sienna dan selalu menggoda anaknya dengan mengatakan kalau Sienna hanyalah miliknya seorang.
Mereka baru saja selesai makan siang bersama. Seperti yang sudah-sudah terjadi, Alvaro dan Gio selalu berebut untuk mendapat perhatian Sienna. Kalau bisa, Sienna ingin membelah diri saja atau membuat kloningan dirinya, tapi itu kan sesuatu yang tidak mungkin untuk dilakukan.
Sienna melangkah ke ruang keluarga di saat Alvaro dan Gio masih mencuci tangan mereka di wastafel. Kedua lelaki berbeda generasi itu tengah berlomba mencuci tangan, dan siapa yang lebih cepat selesai, berarti dia yang akan dapat memeluk Sienna.
Sebenarnya bisa saja mereka melakukannya bersamaan. Sienna akan bisa berada di tengah lalu Alvaro dan Gio memeluknya dari kedua sisi yang berbeda. Namun dasarnya kedua lelaki itu mau mengalah dan selalu ingin jadi pemenang, maka terjadilah kesepakatan tersebut.
“Papa selesai duluan!” seru Alvaro setelah ia mengelap tangannya menggunakan handuk supaya kering.
Gio yang melihat Alvaro telah lebih dulu selesai darinya, segera mempercepat gerakan tangannya untuk dibersihkan dari sabun. Namun Alvaro tetap jadi pemenang dan berhasil sampai di ruang keluarga lebih dulu.
Ketika Gio sudsh selesai mencuci tangan dan sampai di sana, ia mendapati Alvaro yang tengah memeluk Sienna dari samping.
“Sini, peluknya barengan. Jangan sedih dong, anak Bunda kan anak hebat,” ujar Sienna sambil merentangkan satu tangannya untuk meraih Gio ke pelukannya.
“Kan Papa yang menang, harus sportif dong,” cetus Alvaro yang tidak terima. Kini Gio tengah memeluk Sienna dari sisi kiri dan Alvaro berada di sisi kanannya.
“Kan Bunda punya sama-sama. Papa nggak boleh kayak gitu,” ucap Gio.
“Kamu kayak orang gede aja ya omongannya,” ujar Alvaro lagi masih berusaha mendebat anaknya sendiri.
“Al, kamu nih,” ucap Sienna mengingatkan Alvaro.
“Tau nih.” Gio pun ikut-ikutan ucapan Sienna. “Papa, kan Bunda Sienna bundanya Gio. Mau apa hayo, hah?”
“Eh, diajarin siapa kamu kayak begitu? Hah hah ke Papanya,” ucap Alvaro sembari menoel pipi anaknya.
“Diajarin sama Gio sendiri. Nih, bunda Sienna itu bundanya Gio,” oceh Gio.
“Yaa Bunda Sienna itu calon istrinya Papa. Mau apa hayo, hah?” Alvaro kembali membalas dan tampak tidak mau kalah.
Sienna hanya bisa pasrah saja kalau sudah begini. Memilih diam adalah yang terbaik, paling tidak sampai kedua lelaki ini lelah sendiri dan berakhir menghentikan perdebatan.
“Calon istri itu apa emangnya?” Gio pun bertanya karena ia tidak tahu apa makna 'calon istri' yang barusan diucapkan Alvaro.
“Calon istri itu nantinya akan jadi istri. Kalau Bunda jadi istrinya Papa, artinya Bunda jadi Bundanya Gio juga. Bunda tinggal di sini selamanya sama kita. Gio mau nggak?” ujar Alvaro.
“Mau dong, Papa. Beneran nih?” Gio seketika nampak semangat mendengar penjelasan itu.
“Coba tanya sama Bunda,” ucap Alvaro sembari menampakkan senyum misteriusnya.
“Emang iya beneran Bunda? Bunda mau menikah sama Papa?” Gio beralih menatap Sienna, bocah itu sedikit mendongakkan wajahnya.
“Iyaa, Nak,” ujar Sienna seraya mengulaskan senyum hangatnya. “Gio seneng nggak kalau Bunda menikah sama Papa?” Sienna lanjut bertanya pada Gio.
“Seneng banget, karena kan Gio sayang sama Bunda. Tapi kapan menikahnya? Masih lama atau dikit lagi?”
Begitu banyak pertanyaan Gio yang memerlukan jawaban dari Alvaro dan Sienna. Mereka belum bisa menjawabnya sekarang, tapi yang jelas itu akan segera terjadi. Hari bahagia yang ditunggu itu, akan terlaksana secepatnya.
Gio akhirnya merasa senang setelah diberi pemahaman bahwa Sienna dan Alvaro akan menikah suatu hari nanti. Itu artinyaSienna akan menjadi bundanya, tinggal bersama di rumah ini bersama dengannya dan Alvaro.
Sienna masih mendapat pelukan hangat dari kedua lelaki yang teramat menyayanginya. Lantas Sienna menatap Alvaro dan Gio secara bergantian. Sienna merasa begitu bahagia, ia disayangi dengan tulus oleh dua laki-laki yang juga sangat ia sayangi. Alvaro dan Gio, keduanya hampir setiap hari mewarnai hidup Sienna, mencetak senyum di wajahnya, dan menjadi alasan bahagianya.
***
Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷
Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜
Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭