Sebuah Alasan untuk Bahagia
Sebuah restoran steik bintang lima terkenal yang terletak di tengah kota metropolitan Jakarta, malam ini telah menyiapkan area private VVIP mereka untuk sebuah reservasi yang telah dibuat atas nama Marcellio Moeis.
Semua telah dipersiapkan dengan apik dan matang. Dari mulai tatanan meja, dekorasi ruangan, hingga bunga mawar merah segar.
Sekitar pukul 7, sebuah BMW putih milik Marcel tengah berhenti di lobi restoran itu. Marcel menyetir mobilnya sendiri malam ini, setelah cukup lama ia tidak menyetir.
Marcel turun lebih dulu, kemudian Olivia menyusulnya. Setelah Marcel menyerahkan kunci mobilnya pada seorang petugas, ia lekas mengajak Olivia untuk berjalan bersama.
Seorang yang diketahui adalah manajer restoran mengantar Marcel dan Olivia untuk sampai ke tempat yang telah disiapkan untuk mereka.
Mereka menaiki lift dan kini telah sampai di lantai 6, tempat di mana area tujuan mereka berada.
“Silakan,” ujar manajer itu setelah membuka sebuah pintu ruangan.
Marcel membiarkan Oliva melangkah masuk lebih dulu, baru setelahnya pria itu menyusul. Di sana lah akhirnya Marcel dan Olivia berada. di ruangan itu terdapat sebuah meja dengan dua buah kursi. Tempat itu telah didekorasi dengan begitu cantik dan menamakkan kesan yang mewah.
Olivia menarik kursi lebih dulu dan ia duduk di sana. Marcel kemudian melakukan hal yang sama dengannya.
Olivia tengah mengamati area private ini. Ruagan itu memiliki dinding kaca yang menampakkan pemandangan luar yakni gedung-gedung kota yang indah dan gemerlap.
Dekorasi meja makan di hadapan Olivia sungguh cantik, ada sebuah mawar merah segar yang diletakkan di vas di atas meja. Terdapat lampu ruangan yang tidak terlalu terang, tapi masih cukup menerangi, serta terdapat dua buah lilin di meja yang menambah kesan romantis juga intimate.
Netra Olivia seketika bertubrukan dengan netra Marcel yang rupanya juga tengah menatap lekat padanya.
“Permisi,” ucap seorang pelayan yang seketika menginterupsi momen tersebut. Marcel maupun Olivia sama-sama menoleh dan kemudian menerima buku menu yang diberikan oleh pelayan.
Tidak lama setelah Marcel dan Olivia menentukan pesanan mereka, pelayan tadi membawa kembali buku menu dan akan membawakan pesanan sekitar 20 menit lagi.
Sepeninggalan pelayan itu, Marcel kembali menatap Olivia. Sebuah senyum kemudian terulas di wajah Marcel.
Olivia kemudian secara tidak sadar ikut mengulaskan senyumnya. Justru setelah aksi Olivia itu, Marcel yang dibuat agak gugup dan tidak siap karena mendapati senyuman cantik Olivia.
“Olivia,” ujar Marcel.
“Hmm?”
“Kamu cantik banget malam ini,” ucap Marcel, nadanya terdengar lembut dan tulus. Meskipun mungkin Olivia tidak menyadari bahwa Marcel tengah gugup karena terpesona dengan kecantikan Olivia.
Malam ini Olivia tampak anggun dan menawan dengan balutan gaun merah yang bagian bahu dan punggungnya terekspos. Rambut panjang Olivia di style dengan cepol sederhana dan beberapa helaian rambutnya dibiarkan terjatuh di kedua sisi wajahnya.
Olivia tampak sempurna di hari ulang tahunnya, terlebih terlihat raut bahagia tercetak di wajah mungil itu.
Setelah pesanan Marcel dan Olivia datang, mereka mulai menyantap hidangan masing-masing. Olivia memotong daging di piringnya dengan pisau, lalu mengambilnya dengan garpu dan memasukkan ke dalam mulut. Olivia merasakan daging yang empuk dan cita rasa yang tidak perlu diragukan lagi, seketika memanjakan mulut dan rasanya melengkapi hari ulang tahun Olivia. Menikmati makanan enak di hari ulang tahun, siapa yang tidak menginginkannya?
“Are you happy this night?” Marcel bertanya.
Pertanyaan Marcel tersebut membuat Olivia langsung memfokuskan atensinya pada pria itu.
Olivia baru saja memikirkannya. Kemudian Olivia segera menjawab pertanyaan itu dengan sebuah anggukan. Marcel senang mengetahuinya ia ikut merasa bahagia.
Olivia lantas terpikirkan sesuatu, ia lupa kapan terakhir kali ada orang yang begitu mempedulikannya. Ulang tahun adalah hal yang kelihatannya sepele, tapi mungkin berarti besar bagi sebagian orang. Bagi Olivia, ulang tahun adalah momen yang sangat berarti. Namun itu belasan tahun yang lalu, sebelum akhirnya kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai.
Olivia tiba-tiba menghentikan gerakan tangannya yang akan kembali memotong daging.
Marcel yang mendapati perubahan ekspresi di wajah Olivia lekas menyadarinya, lalu pria itu segera bertanya, “Liv, kenapa?”
Olivia kemudian menatap tepat di manik mata Marcel. Pria itu terlihat khawatir padanya, jelas terpancar dari tatapannya.
“Nggak papa,” cepat-cepat Olivia mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.
Perubahan gelagat dan mood Olivia sedikit masih membuat Marcel khawatir. Merasa bahwa suasananya jadi tidak sebagus sebelumnya, Olivia pun berucap lagi. “Nggak ada yang perlu dikhawatirin, Cel.” Kemudian Olivia menampakkan senyumannya, ia ingin meyakinkan Marcel bahwa segalanya baik-baik saja.
“Oke,” ucap Marcel akhirnya. Marcel kemudian kembali menyantap makanan di piringnya, demikian juga Olivia.
Sesekali di tengah kegiatan itu, keduanya mengobrol ringan. Marcel menceritakan beberapa hal tentang dirinya, Olivia mendengarkan dengan seksama sembari beberapa kali menanggapi.
Olivia juga ingin membagi cerita tentang dirinya setelah Marcel selesai, tapi perempuan itu tampak bingung harus memulainya dari mana.
Makanan di piring Marcel maupun Marcel telah bersih, kini mereka tengah menikmati hidangan penutup yang manis dan memanjakan mulut.
Marcel sesuap menyendok pudding pannacota di piringnya, tapi pandangannya tidak sedikitpun lepas menatap Olivia.
“Dulu waktu kecil aku suka banget ngerayain ulang tahun. Tapi ada sesuatu yang akhirnya bikin aku nggak excited lagi sama ulang tahun,” ujar Olivia memulai ceritanya.
Marcel sedikit tertegun mendengar ujaran itu.
Dari pancaran mata Olivia, tampak kesedihan yang sepertinya tidak dapat gadis itu tutupi dan terasa begitu sensitif.
Olivia menyantap dessert-nya satu suapan, lalu sesaat kemudian perempuan itu kembali berujar, “Aku lupa kapan terakhir kali ada yang mikirin dan peduli buat ngerayain ulang tahunku. Orang-orang terdekatku lama-lama mengabaikan itu, tapi mereka ngelakuin itu bukan tanpa alasan. Aku yang bilang sama mereka kalau aku nggak suka ulang tahunku dirayain.”
Olivia menjeda ucapannya. Rasanya seperti membuka luka lama baginya, tapi Olivia telah bersedia untuk membaginya pada Marcel, jadi itu tidak masalah.
“Sejak Papaku sama Mamaku mutusin buat pisah, aku nggak suka sama hari ulang tahunku,” ujar Olivia lagi. Olivia mencoba biasa saja saat mengatakannya, tapi Marcel bisa merasakan bahwa luka tersebut sepertinya begitu dalam bagi Olivia.
Sejak orang tuanya bercerai, Olivia tidak menyukai hari ulang tahunnya, karena dirinya akan teringat bahwa orang tuanya telah berpisah dan tidak ada lagi yang namanya perayaan ulang tahun bersama kedua orang tersayangnya. Papanya hanya mengirim hadiah kepada Olivia, tapi enggan untuk datang ke rumah Mamanya, meski Olivia telah memohon pada beliau untuk datang.
Olivia telah selesai menceritakannya pada Marcel. Tidak lama berselang, dessert dan minuman mereka juga telah habis. Olivia mengulaskan senyumnya sekilas, berusaha nampak baik-baik saja.
“Liv,” ujar Marcel.
“Iya?”
“Kamu bisa bilang sama aku harusnya, kalau kamu nggak mau ngerayain ulang tahun. It’s oke, kita bisa dinner tanpa harus ada momen spesial,” tutur Marcel.
Olivia lantas tertawa pelan, suara perempuan itu terdengar lembut dan renyah. “Nggak papa, Cel. Aku seneng malam ini, makasih ya. Aku sadar kok kalau aku juga nggak bisa terus-terusan lari dari masa lalu dan aku emang harus hadapin. Mungkin malam ini bisa jadi cara buat aku hadapin yang selama ini aku coba hindarin.”
Marcel yang mendengar penuturan itu perlahan mengulaskan senyumnya, bahkan kedua ujung bibirnya kemudian saling menarik membentuk senyum yang lebar. Mendapati malam ini Olivia tampak bahagia, perasaan Marcel dengan mudahnya ikut merasa senang.
Olivia pun perlahan sadar bahwa alasan bahagianya adalah sosok yang kini berada di hadapannya, sosok yang selama beberapa jam tadi mendengarkan ceritanya sembari menatapnya dengan tatapan hangat dan lembut.
Olivia merasa dirinya bahagia, dengan bagaimana cara Marcel mempedulikan dan memperlakukannya. Rasanya perilaku pria itu begitu tulus terhadapnya dan hati Olivia menghangat dengan sempurna.
***
Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹
Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒