Sebuah Harapan

Satu minggu setelah pernikahan.

Alvaro terlahir dan dibesarkan sebagai seorang anak tunggal. Saat usianya menginjak 11 tahun, Alvaro kehilangan sosok papanya. Maka sejak saat itu pun, Alvaro telah terbiasa menghadapi kerasnya kehidupan, karena dirinyalah yang menjadi penguat bagi mamanya.

Saat Alvaro masih berada di awal-awal karirnya, Alvaro bertemu dengan Marsha. Marsha merupakan aktris yang telah lebih dulu berkecimpung di dunia entertain. Jadi Marsha banyak mengajarkan hal tentang dunia akting kepada Alvaro. Kehadiran Marsha menjadikan hidup Alvaro lebih berwarna, Marsha melengkapi afeksi yang dibutuhkan oleh Alvaro.

Saat di depan mamanya, Alvaro berlagak seperti orang yang kuat dan jarang menunjukkan sisi lemahnya. Namun saat bersama Marsha, Alvaro dapat menunjukkan hampir semua kesedihannya. Mulai kesedihannya berkat kepergian papanya, keluarga papanya yang bersikap antipati dan menolak Alvaro dan mamanya ketika papanya meninggal, semua rasa sakit di hidup Alvaro, Marsha sudah mendengarnya.

Waktu-waktu bersama yang dilalui oleh Alvaro dan Marsha, tanpa mereka duga menghadirkan sosok buah cinta. Gio lahir ke dunia dan menyandang nama Zachary di belakang namanya. Sejak saat itu, Alvaro memiliki dua prioritas yang harus ia jaga dan ia bahagiakan di dalam hidupnya, yakni Marsha dan Gio.

Alvaro dan Marsha selalu membayangkan dan menanti hari itu tiba, hari di mana mereka dapat menjalani peran sebagai orang tua yang seutuhnya untuk Gio, sebagai sosok papa dan mama yang tinggal bersama di bawah satu atap yang sama. Meskipun dunia tidak tahu bahwa Gio adalah anak kandungnya, Alvaro tidak terlalu mempermasalahkan itu, yang terpenting baginya adalah ia dapat membahagiakan Marsha dan juga Gio.

Alvaro merupakan tipe laki-laki yang loyal, bukan hanya kepada pasangannya, tapi juga kepada teman-teman dan keluarganya. Alvaro pernah merasakan titik terendah di dalam hidup, jadi saat ia sudah merasa mapan dan sukses, Alvaro mencurahkan kasih sayangnya dengan memberikan sesuatu pada orang yang ia sayang. Mayoritas yang diberikan Alvaro adalah sebuah materi, karena untuk kebersamaan, Alvaro kurang memiliki waktu untuk melakukannya. Alvaro harus bekerja keras, shooting dari pagi sampai ketemu pagi lagi, mengalami cidera tubuh karena akting yang dilakukannya, dan segala macam perjuangan lainnya yang harus Alvaro lalui sejak ia memutuskan menjadi seorang selebriti.

IMD Pictures telah membimbing karirnya membesarkan namanya hingga Alvaro bisa sampai di titik ini. Perusahaan juga begitu bangga memiliki aktor mumpuni seperti Alvaro. Maka sebagai hadiah pernikahan sekaligus bentuk terima kasih perusahaan kepada Alvaro dan Marsha, pihak perusahaan memberikan waktu libur kepada kedua artis tersebut. Tidak tanggung-tanggung, waktu yang diberikan adalah 1 bulan penuh. Jadwal Alvaro dan Marsha benar-benar kosong dalam kurun waktu itu. Jadi Alvaro dan Marsha sungguhan bisa menjalani kehidupan mereka seperti sebelum menjadi selebriti.

Pagi ini Alvaro dan Marsha berniat mengantar Gio pergi ke sekolah. Pukul setengah 7 pagi, mereka sudah bersiap-siap untuk berangkat. Gio meminta Alvaro untuk menyetir, karena kata bocah itu, orang tua teman-temannya mengantar anak mereka ke sekolah dengan menyetir mobil sendiri, kebanyakan tidak menggunakan supir.

“Oke, Papa turutin kemauan kamu,” putus Alvaro.

Melihat Alvaro mengambil kunci mobilnya dari laci meja, Gio langsung berbinar dan berseru riang, “Yes! Hari ini aku dianter Papa sama Mama ke sekolah.”

Marsha tersenyum bahagia melihat tingkah anaknya. “Gio, tapi harus janji sama Papa dan Mama. Jadi anak pintar di sekolah ya, nurut sama ibu dan bapak guru, harus belajar yang rajin juga,” tutur Marsha seraya tangannya mengusap lembut puncak kepala anaknya.

“Siap, Mama. Gio akan jadi anak nurut,” cetus Gio.

“Oke, anak pintar. Coba kiss Mama dulu,” Marsha menunjuk sisi kanan wajahnya, meminta Gio memberinya ciuman. Setelah Gio memberikan ciuman kecilnya di pipi Marsha, Alvaro pun yang melihat itu tentu tidak mau kalah.

Marsha & Gio

Kiss Papa juga dong,” pinta Alvaro.

Pada akhirnya Gio menuruti permintaan Alvaro setelah sempat menolak karena bocah itu punya hobi menggoda Alvaro. Gio menjadi anak yang penurut, karena ke depannya anak itu tahu bahwa Alvaro tidak akan menuruti permintaannya yang lain jika ia tidak menuruti papanya.

“Oke, good boy. Sekarang karena Gio udah jadi anak pintar, Gio kasih izinin Papa sama Mama pergi liburan berdua, okey?” tutur Alvaro kepada Gio.

“Kok Gio nggak diajak? Kenapa?” tanya Gio dengan wajahnya yang berubah agak sendu.

“Karena ini liburan khusus orang dewasa. Gio mau punya adik nggak?”

Marsha seketika memelototi Alvaro, meminta Alvaro untuk tidak meneruskan perkataannya.

Namun yang terjadi, Alvaro tetap gencar menghasut Gio agar anaknya mengizinkannya dan Marsha pergi berdua. Dengan polosnya akhirnya Gio mengangguk, sebagai tanda bahwa Gio telah mengizinkan Alvaro dan Marsha untuk pergi berdua. Setelah pulang liburan, kemungkinan sudah ada adik, jadi Gio sangat antusias dan segera menyetujui kesepakatan tersebut.

***

Beberapa orang mungkin setuju dengan opini yang mengatakan bahwa bekerja adalah salah satu cara untuk menghilangan stres, tapi beberapa sisanya mungkin tidak setuju. Sienna berada di pihak yang setuju dengan opini tersebut. Ketika Sienna sedang bekerja, ia dapat teralihkan pikirannya, sehingga melupakan hal-hal yang membebaninya. Sienna pernah berharap bahwa suatu hari kemampuannya membaca masa depan bisa hilang. Namun setelah dipikir-pikir, kemampuannya telah berjasa besar juga untuk orang-orang di sekitarnya. Jadi Sienna tidak ingin kehilangan kemampuan itu.

Hari ini Sienna memiliki jadwal untuk menghadiri sebuah event yang diselenggarakan oleh brand makeup yang cukup ternama. Brand tersebut mengundang Sienna untuk mengisi sebuah event mini makeup class yang berisi 15 orang. Di akhir acara, nanti akan ada hasil riasan yang dipilih oleh Sienna sebagai riasan terbaik dan tentunya akan ada hadiah serta sertifikat yang diberikan.

Sienna tengah berada di ruang tunggu yang diperuntukkan khusus untuknya, acaranya baru akan mulai sekitar 10 menit lagi. Fia menghampiri Sienna di ruangan itu sambil membawa sebuah botol tumbler pink berisi kopi pesanan Sienna.

“Makasih ya Fi,” ucap Sienna sebelum menyeruput es kopi susunya.

“Oh iya Mbak, nanti selesai event lo ngak balik bareng team, kan?” tanya Fia.

“Hah?” Sienna nampak mengkerutkan alisnya, ia kebingungan.

“Masa lo lupa sih? Kan lo mau nge-date sama mas Arlan.”

“Gue nggak panggil dia mas lho, Fi,” Sienna nampak gugup dan pipinya seketika terlihat merona.

“Iya deh. Eh Mbak, dia keliatan serius sama lo tau. Tapi kayaknya lo belum sepenuhnya yakin ya sama dia?”

Sienna mengangguk menjawab pertanyaan Fia. “Iya, gue masih butuh waktu buat yakin. Dia baik sih, and like you knew, he’s ten.”

“Tapi?”

“Nggak ada tapinya yang menyangkut tentang dia, cuma hati gue aja yang belum yakin.” Sienna berkata jujur, karena memang itulah kenyataannya.

“Jangan-jangan mas Arlan udah ngajak lo merit ya Mbak?”

“Belum ada ajakan ke sana, Fi.”

“Tapi misalnya dia ngajak merit nih, lo mau nggak?” Fia bertanya lagi.

“Gimana merit? Pacaran aja belum.”

“Gue kira lo nggak mau pacaran, mau langsung sat set sat set aja gitu.”

“Gue baru kenal sama Arlan dalam waktu dua bulan, Fi. Sejauh ini dia memang selalu memperlakukan gue dengan baik, tapi satu hal yang gue sadarin, seseorang nggak bisa mengatur hatinya, termasuk gue. Gue akan kasih tau Arlan kalau gue emang nggak mau ngelanjutin proses pendekatan ini. Gue nggak mau kita semakin jauh padahal hati gue sendiri nggak yakin.”

***

Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, Sienna dan Arlan akan pergi berdua hari ini. Arlan menjemput Sienna di venue di mana event makeup Sienna berlangsung. Sebelum mereka pergi, Arlan menyapa para rekan kerja Sienna. Lelaki itu juga membawakan dua kotak soft cookies yang mana merupakan brand kesukaan Sienna. Bukan hanya untuk Sienna saja, tapi Arlan juga membawakannya untuk rekan kerjanya.

“Makasih lho Mas Arlan, repot-repot segalabwain cookies,” ucap Hani.

“Makasih ya Mas, enak banget lho ini cookies-nya,” Fia ikut menimpali.

Tidak lama kemudian, Sienna dan Arlan pamit untuk pergi dari sana. Ketika langkah keduanya sampai di parkiran, Sienna mendapati sebuah sedan mazda hitam yang rupanya itu adalah kendaraan yang dibawa oleh Arlan.

“Kamu nggak bilang kalau mau bawa mobil, padahal nggak papa kalau kita naik motor,” ucap Sienna.

“Aku nggak mau biarin kamu naik motor lagi, nanti kamu kehujanan atau kepanasan. Yuk kita berangkat,” Arlan lantas bergerak membukakan pintu mobil di samping kemudi, setelah itu Sienna segera melangkah memasuki mobil itu.

Sebelum Arlan menyalakan mesin mobilnya, lelaki itu memberi tahu Sienna sesuatu tentang rencana date mereka malam ini. “Aku udah reservasi untuk kita fine dining di restoran favorit kamu. Gimana menurut kamu?”

It’s a surprise? You’re not telling me before?” tanya Sienna.

Yes, it’s a special surprise for you.”

***

Jalanan Kuningan malam ini terlihat padat. Sebenarnya tidak heran lagi jika daerah ini termasuk ke dalam salah satu jalanan di Jakarta Selatan yang mobilitasnya sangat tinggi. Terdapat banyak restaurant, pusat perbelanjaan, serta toko-toko penghasil mata pencaharian lainnya, jadi daerah ini memang sudah terkenal akan kemacetan lalu lintasnya.

“Sienna,” ujar Arlan yang seketika membuyarkan kegiatan Sienna melihat layar ponselnya.

“Iya?” Sienna bertanya sembari menoleh pada Arlan, mengalihkan tatapannya dari ponselnya kepada Arlan.

“Aku mau nanya sesuatu sama kamu,” ucap Arlan.

Sienna mengangguk, ia mempersilakan Arlan bertanya padanya.

“Apa aku belum cukup baik untuk kamu?”

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Arlan itu otomatis membuat kedua netra Sienna membola.

Setelah beberapa detik terdiam, Sienna akhirnya membuka suara, “Arlan, ini bukan tentang siapa yang belum cukup baik.”

“Lalu tentang apa? Kamu nggak bisa membohongi diri kamu, Sienna. You’re not enjoy when you spent time with me. I’m sorry, if I’m not still good enough for you.”

“Kamu nggak perlu minta maaf. Selama ini kamu baik banget sama aku. You treated me so nice, and I’m really thankful for that,” Sienna menjeda ucapannya. Sienna merasa bersalah kepada Arlan. Sienna lantas berpikir saat ini adalah waktu yang tepat baginya untuk mengatakan pada Arlan bahwa mereka tidak bisa melanjutkan hubungan.

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 1 jam, kini mobil Arlan telah berhenti di depan sebuah rumah tingkat dua bergaya minimalis.

“Arlan, aku udah memutuskan sesuatu untuk hubungan kita,” ucap Sienna.

Arlan kini menatap Sienna dengan tatapan khawatirnya. Sienna dapat merasakannya, Arlan memiliki perasaan padanya dan berharap lebih kepada hubungan mereka ke depannya.

“Kamu udah melakukan yang terbaik dalam hubungan kita, tapi aku nggak bisa melanjutkan hubungan ini. Nggak ada yang salah di sini, karena manusia nggak bisa mengatur hatinya. Arlan, kamu berhak mendapatkan perempuan yang lebih baik dari aku,” jelas Sienna panjang lebar.

Meskipun ini terasa berat bagi Arlan, tapi akhirnya lelaki itu merelakannya. Tidak mudah untuk langsung menerima, tapi Arlan akan mencobanya. Ketika Sienna turun dari mobil, Arlan menyusulnya, lelaki itu ingin melihat Sienna untuk yang terakhir kalinya.

“Makasih untuk dua bulan yang udah kamu berikan untuk aku, Sienna. I’m glad that I’ve met you,” ucap Arlan.

Sienna mengangguk dan mengulaskan senyumnya untuk Arlan. Kedua mata Sienna terasa perih dan pandangannya mengabur begitu Arlan berlalu dari hadapannya.

Ketika Sienna memasuki rumahnya, orang-orang rumahnya seakan mengerti dan memutuskan tidak bertanya alasan kenapa pipi Sienna terlihat basah. Sienna langsung menuju kamarnya dan mengunci pintu.

Setelah meletakkan sling bag-nya, Sienna segera berjalan menuju kasur dan membaringkan tubuhnya di sana. Selama kurang lebih lima belas menit, Sienna mengeluarkan kesedihannya melalui air mata. Kisah asmaranya berakhir lagi, untuk yang kesekian kalinya. Ini bukan hanya berat untuk Arlan, tapi berat juga untuk Sienna. Sienna memutuskan mengakhiri hubungannya dengan Arlan karena ia tidak ingin semakin jauh Arlan berharap padanya. Selain itu, Sienna ingin Arlan segera menemukan perempuan yang lebih baik darinya, perempuan yang tidak memiliki keraguan untuk mencintai lelaki itu.

Ponsel Sienna yang tergeletak di sampingnya, membuat Sienna mendongakkan kepalanya untuk sekedar melihat apa yang ada di sana. Sienna menjalarkan jemarinya jarinya di layar sentuh hpnya. Sienna kembali memperhatikan postingan-postingan di akun Instagram Marsha dan Alvaro. Mereka tampak bahagia menjalani kehidupan pernikahan, selain itu, berita selebriti yang beredar di TV juga telah membuktikan semuanya.

Sienna dapat merasa lebih tenang setelah mendapati itu. Meskipun harapannya kecil, tapi Sienna yakin ada kemungkinan bahwa rumah tangga Marsha dan Alvaro akan bertahan.

Sienna selalu ingin memastikan, meskipun ia hanya bisa mengamati itu dari jarak jauh. Sienna berharap, bahwa mimpi yang didapatnya waktu itu hanyalah sebuah kekeliruan. Alvaro dan Marsha terlihat bahagia dan saling mencintai, mana mungkin sebuah badai besar datang menghancurkan pernikahan yang bahkan baru seumur jagung itu?

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭