Seseorang Tanpa Rumah

Sebuah penginapan di Bandung menjadi destinasi bagi Edgar dan Lilie. Dua minggu yang lalu, keduanya telah melangsungkan pernikahan. Mereka melakukan pemberkatan di gereja dan menggelar acara resepsi sederhana yang mengusung tema garden party.

Edgar dan Lilie sibuk sama-sama sibuk bekerja, tapi mereka berusaha untuk meluangkan waktu berdua demi momen yang berkualitas. Mereka belum sempat honeymoon setelah menikah. Jadi akhirnya setelah Edgar bisa mengajukan cuti ke kantor, ia segera mengajak Lilie yang katanya adalah sebuah misi perjalanan untuk membuat bayi yang lucu.

Begitu pintu kamar penginapan dibuka oleh Edgar, tatapan Lilie langsung tertuju pada sebuah bath tube yang terletak bersisian dengan ranjang tidur.

Room

Lilie menoleh pada Edgar dan Edgar hanya tersenyum jahil.

“Kamu pesen kamar yang bath tube-nya ada di kamar tidur, tujuannya buat apa?” tanya Lilie.

“Bagus aja, Sayang. Keren tuh ada bath tube-nya, kan? Kamu suka kan mandi di bath tube?” ujar Edgar sambil menatap Lilie dengan tatapan tanpa dosanya. Detik berikutnya Edgar berjalan menghampiri Lilie dan bergerak memeluk istrinya dari belakang.

“Emang iseng ya kamu pesen kamarnya. Pantesan kemarin aku nggak dikasih liat gambarnya,” ujar Lilie.

Edgar pun hanya tergelak mendengar penuturan Lilie.

“Yaudah, lain kali kamu yang pesen. Setiap dua bulan sekali kali ya kita stay cation biar bisa quality time. Kita kan udah kerja tiap hari, biar nggak burn out gitu lho, Sayang.”

“Oke. Nanti aku cari rekomendasi penginapannya. Aku aja yang pesen,” ujar Lilie.

“Iya, Sayang. Kamu yang pesen. Aku serahin sama kamu deh.”

***

Waktu kini tengah menunjukkan pukul 8 malam. Edgar dan Lilie baru saja selesai menikmati makan malam mereka. Mereka malas keluar penginapan karena cuaca Bandung yang sangat dingin dan cukup menggelitik kulit. Penginapan ini memiliki dapur kecil yang terdapat di sisi kanan kamar. Jadi Edgar dan Lilie memilih memasak makanan instan di dapur itu untuk santapan mereka malam ini.

Edgar mengatakan kalau mie instan kuah buatan Lilie adalah yang terbaik. Cita-cita Edgar telah tercapai. Kini karena Lilie sudah menjadi istrinya, jadi kapanpun Edgar ingin mie instan, ia bisa meminta dibuatkan oleh Lilie.

“Kamu masih laper nggak?” Lilie bertanya pada Edgar.

“Udah kenyang sih. Tidur yuk habis ini. Aku ngantuk, Yang.”

“Bener mau tidur? Katanya kita mau nananinu.”

Edgar pun seketika membeliak, lalu ia ekspresi wajahnya sok dibuat terkejut. “Oh iya, aku lupa.”

Lilie yang baru saja meletakkan dua mangkuk kotor ke wastafel, sedikit terkejut ketika mendapati Edgar memeluknya dari belakang. Kali ini tidak hanya memeluk, Edgar mengusapkan tangannya di pinggang dan sekitaran perut Lilie dengan gerakan yang lembut dan sensual.

Kemudian Lilie merasakan sentuhan lainnya di sekitar curuk lehernya. Pundak Lilie yang sedikit terekspos karena piyama bahan sutranya turun dari pundaknya, membuat Edgar mudah untuk menyentuhnya di bagian itu.

Lilie sedikit bergerak kala Edgar menciumi pundaknya yang polos. Ciuman itu lama-lama naik ke leher jenjang Lilie, membuat Lilie menggeliatkan tubuhnya karena menikmati sensasi gelenyar yang berhasil diciptakan Edgar.

Secara perlahan, akhirnya Edgar membalikkan tubuh Lilie. Tatapan mereka pun bertemu dan Edgar dengan mudahnya mengangkat tubuh Lilie, lalu Edgar menempatakn Lilie untuk duduk di atas meja kitchen set di dapur tersebut.

Edgar sedikit mendongak untuk menatap Lilie. Tatapan Edgar pada Lilie begitu penuh afeksi dan memuja. Edgar kagum pada setiap inci yang ada pada diri Lilie dan kepribadian perempuan itu. Edgar bersyukur ia menikah dengan Lilie.

Sekali lagi, Edgar mencumbu mesra bibir Lilie sebelum akhirnya menggendong Lilie di depan tubuhnya. Edgar membawa Lilie menuju kamar mereka.

Tatapan Edgar dan Lilie tidak lepas sedikitpun. Lilie menatap Edgar dengan tatapan memuja. Setiap bagian dari diri Edgar, Lilie bersyukur karena ia adalah pemiliknya.

Lilie kini telah berbaring di atas kasur. Kemudian Edgar ikut menyusulnya dan berbaring di samping Lilie. Edgar memandangi wajah Lilie tanpa bosan, dengan sebuah senyum teduh yang tidak pernah berubah.

Satu tangan Lilie kemudian menangkup satu sisi wajah Edgar, sambil masih menatap mesra, Lilie pun berujar, “Aku selalu doain kamu biar kamu sehat, biar kamu dilindungi dari segala bahaya, dan kamu selalu diberkati sama Tuhan. Aku pengen kita punya banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk dihabisin bareng. Aku nggak tau gimana jadinya aku kalau kamu nggak ada.”

Edgar kemudian mengangguk pelan. “Makasih ya kamu udah doain aku.”

Edgar menatapi wajah cantik Lilie, lalu ia mengangkat tangannya untuk mengusap puncak kepala Lilie. Edgar kemudian berujar, “Aku mau selalu berusaha biar bisa jadi yang lebih lagi buat kamu, buat anak-anak kita nanti, dan buat keluarga kita. Makasih ya kamu selalu dampingin aku.” Edgar mengakhiri ucapannya dengan matanya yang nampak berkaca-kaca. Lilie pun tahu akhirnya bahwa ia menikahi dan mencintai lelaki yang begitu lembut hatinya, yang Lilie tahu bahwa lelaki ini tidak akan pernah menyakitinya.

Edgar kemudian mendekat pada Lilie dan menyematkan sebuah kecupan lembut di kening wanitanya.

Kala Lilie mengatakan ia tidak tahu bagaimana dirinya jika tanpa Edgar. Maka perumpamaan bagi Edgar adalah, ia adalah seseorang tanpa rumah jika tanpa Lilie. Selamanya Edgar akan menjadi tunawisma dan membiarkan dirinya terus berjalan tanpa memiliki tujuan sama sekali untuk pulang. Lilie adalah tujuan Edgar dan rumah untuknya, jadi Edgar tidak akan pernah meninggalkan rumahnya, kecuali ia selamanya pergi dari dunia ini.

***

Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸

Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕