She is What He Waited For
Ini sudah 3 hari berlalu sejak seminar waktu itu. Edgar, lelaki itu masih dapat terbayang sosok perempuan bernama Lilie Amara. Wajah cantiknya, cara perempuan itu berbicara, serta senyum kelewat manis bak dewinya. Meskipun itu dalam waktu singkat, Edgar sudah tahu bahwa ia menyukai Lilie. Edgar tertarik pada Lilie, hatinya memilih Lilie dan bahkan jantungnya bisa berdebar kencang hanya dengan mengingat namanya.
Sore ini setelah semua kelasnya selesai, Edgar berniat tidak langsung pulang. Melainkan ia dengan semangat pergi ke tempat kost yang ditempati oleh Ian dan Rico. Kedua sahabatnya jelas harus segera tahu tentang ini, dan mereka akan menjadi yang pertama tahu. Oh, tidak. Bundanya jadi orang yang pertama tahu, karena begitulah, Edgar selalu menceritakan apa pun pada Bundanya.
Ian dan Rico selesai kelas lebih dulu, jadi mereka telah berada di kost saat Edgar datang.
“Mana Gar rokok gue, kemarin ke bawa sama lu kan ya?” ucap Rico begitu Edgar datang.
“Ada di tas gue, ambil aja,” ujar Edgar sembari menyuruh Rico langsung membuka tasnya dan mencari sendiri barangnya yang kemarin terbawa oleh Edgar.
“Lu nggak nyebat?” tanya Rico pada Edgar begitu ia sudah menyalaka rokoknya dengan pemantik.
“Ntar dulu. Ada yang lebih penting dari nyebat. Ian ke mana?”
“Lagi beli makanan ke luar. Dia beli buat kita bertiga.”
“Emang apaan sih yang lebih penting?” tanya Rico yang penasaran.
“Kayak orang sibuk aje lu,” timpal Rico sambil terkekeh.
“Penting pokoknya deh,” ujar Edgar.
Rico mengernyit, ia penasran, tapi Edgar belum ingin memberitahunya. Katanya ia menunggu Ian biar mereka tahu bersama. Sialan, Edgar membuat Rico penasaran saja. Awas kalau sampai kurang penting. Namun kalau di pikir-pikir, selain soal keluarga, kuliah, dan percintaan, memangnya apa lagi yang penting bagi Edgar?
“Adek lu Manda udah punya cowok Gar?” tanya Rico.
“Ngapain lu nanyain adek gue?”
“Yaa penting itu. Kalau Manda belum ada cowok, mau gue deketin dah.”
“Sialan, jangan adek gue. Kita temenan aja, gue nggak mau iparan sama lu.”
“Dih, sialan bener.”
Tidak lama kemudian, sekitar 15 menit berlalu, Ian telah kembali sembari membawa satu plastik berisi 3 bungkusan makanan. Rico langsung menyerbunya karena ia sudah lapar juga, begitu pun dengan Ian. Namun Edgar terlihat tidak tertarik dengan makanan di depan matanya itu.
“Makan dulu, Gar,” ucap Ian yang melihat hanya Edgar yang belum mengambil bungkusan miliknya dari plastik.
“Bentar dulu, Bray. Dengerin gue, kalian harus bantuin gue. Please, please,” ujar Edgar.
“Bantuin apa sih?” sahut Rico yang baru kembali mengambil sendok dari dapur.
“Nggak usah dibantuin kalau dia nggak mau makan. Udah gue beliin anjir lu,” ujar Ian.
“Iye iye,” ucap Edgar yang akhirnya menurut. Edgar lantas membuka bungkusan miliknya dan mulai menyuap makanan ke mulutnya.
Setelah beberapa suap Edgar menikmati makanannya, ia bicara lagi. “Gue naksir cewek, anjir,” aku Edgar.
“Siape?” tanya Rico.
“Jangan bilang …” ucapan Ian menggantung, ia menatap Edgar dengan matanya yang seketika membola.
“Lilie Amara?” tebak Ian tepat sasaran.
“Hah?” dengan tampang begonya, Rico tampak terkejut, sampai makanan di mulutnya hampir saja menyembur. Pasalnya, ini adalah suatu momen yang langka. Edgar punya crush, wah mereka perlu potong tumpeng.
“Iye,” aku Edgar, tatpaannya tertuju pada makanannya. Diaduk aduk itu makanan sampai hampir tidak berbentuk.
“Heh, jangan diaduk-aduk. Makan yang bener anjir. Maksud gue, bentar. Beneran lu suka sama Lilie Amara yang jadi pembicara di seminar kemarin?” ujar Ian bertubi-tubi.
“Iya, gue suka sama Lilie. Lilie Amara yang kemarin jadi pembicara di seminar Digital Marketing Social Media,” Edgar pun memperjelasnya.
“Ini Lilie yang mana sih anjir?” ditengah-tengah Edgar dan Ian, Rico masih kebingungan karena memang ia tidak ikut seminar kemarin. Rico pun hanya mendapat angin lalu dari kedua sahabatnya. Edgar sudah tak lagi lanjut makan, napsu makannya menguap entah ke mana.
“Please, bantuin gue buat ngedeketin Lilie,” ucap Edgar dengan nada pelannya.
Ian masih diam, apalagi Rico. Di sini Rico sebal karena ia tidak tahu menahu soal Lilie Amara dibicarakan oleh dua sahabatnya.
“Lu kalo mau deketin orang, harus tau dulu seenggaknya sedikit tentang dia. Lu udah cari tau?” ujar Ian.
“Gue udah cari tau anjir, tapi nggak nemu banyak. Susah banget nyari info tentang Lilie. Lu mau nggak Yan bantuin gue,” pinta Edgar.
“Iye. Nanti gue bantuin. Makan dulu makanan lo, abisin,” tutur Ian.
Mau tak mau akhirnya Edgar menurut meski rasanya terpaksa. Untuk kali ini, ia tidak bernapsu terhadap makanan. Di pikirannya hanya ada Lilie, Lilie, dan Lilie saja. Ian dan Rico pun hanya bisa berdecak keheranan melihat tingkah sahabat mereka. Seorang yang bernama Lilie Amara telah sukses membuat sahabat mereka yang super cuek menjadi seperti ini. Congratulations to Lilie. You made it, girl.
***
Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸
Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕