She Needs Someone
Sekitar pukul 2 tadi malam, Olivia terbangun dari tidurnya dan tidak dapat kembali terlelap meski telah berusaha mencoba. Olivia terjaga di malam hari karena suhu tubuhnya yang terasa lebih tinggi dari suhu normal. Olivia berakhir hanya bisa mendapatkan waktu selama dua jam untuk kembali tertidur.
Keesokan paginya ketika mencoba bangun dri ranjang, tubuh Olivia terasa lemas sekali.
Olivia berakhir memutuskan untuk tidak berangkat ke butik. Ia akan beristirahat di apartemennya dan merasa bahwa besok tubuhnya bisa kembali fit, sehingga ia bisa bekerja.
Olivia berusaha merawat dirinya di saat tubuhnya terasa kehilangan separuh tenaganya. Olivia tidak bernapsu untuk makan. Olivia hanya menikmati selembar roti tawar dengan selai coklat, kemudian ia meminum obat seadanya. Mungkin nanti saat kondisinya lebih baik, Olivia baru akan keluar untuk membeli obat.
Setelah menghubungi karyawannya bahwa ia tidak bisa datang ke butik hari ini, Olivia akhirnya memutuskan kembali menuju ranjangnya dan berusaha untuk memejamkan mata.
Sudah 10 menit mencoba, tapi bukannya terpejam, Olivia justru bersin dengan cukup kuat, dan itu terjadi beberapa kali. Sepertinya kondisi Olivia cukup mengkhawatirkan karena ia bukan hanya demam ringan. Demamnya disertai oleh flu dan Olivia merasakan tenggorokannya mengalami radang. Padahal kemarin kondisinya cukup fit, tapi mungkin karena minggu-minggu ini jadwal pekerjaannya terbilang dapat, hari ini Olivia mendapati puncak tumbang tubuhnya.
Saat ini waktu menunjukkan pukul 12 siang. Olivia baru beberapa saat menjamah kasur dan memeluk gulingnya, tiba-tiba rasa pening di kepala menyerangnya, membuat Olivia menitikkan air mata di pelupuk mata. Entah kenapa, kalau sedang sakit seperti ini, Olivia merasa dirinya begitu lemah dan sensitif. Saat seperti ini yang membuat Olivia teringat akan kedua orang tuanya yang telah tiada dan hidupnya yang terasa seperti sebatangkara.
Olivia lantas meringkukkan tubuhnya dan menaikkan bed cover untuk menyelimuti tubuhnya. Kemudian Olivia membenamkan wajahnya di bantal. Sebuah cairan bening yang merembes terus dari hidungnya, pun membuat Olivia tidak nyaman hingga sulit untuk tertidur. Namun Olivia tetap berusaha untuk terlelap dan berharap hari esok datang dengan cepat, serta kondisi tubuhnya sudah kembali sehat seperti semula.
Di tengah-tengah Olivia yang belum juga terpejam, Olivia mendapati ponselnya berbunyi. Olivia mendapati Marcel tengah menelfonnya. Olivia tidak menjawab telfon dari Marcel, lalu hanya membalas pesannya, karena pria itu terus mengirimi pesan dan menanyakan keadaannya.
Marcel mengatakan akan datang ke apartemennya an Olivia mengatakan pada Marcel bahwa pria itu tidak perlu datang. Namun Marcel mengabaikan ucapan Olivia, pria itu bilang akan tetap datang.
Olivia sebenarnya tidak hidup sebatang kara. Olivia masih memiliki sahabat dan juga keluarga dari Papa dan Mamanya ketika ia membutuhkan seseorang untuk bersandar. Olivia sudah menghubungi sahabatnya, tapi mereka tidak bisa datang ketika Olivia minta ditemani. Namun orang yang tidak disangkanya, justru akan datang padanya di saat Olivia membutuhkan seseorang.
Olivia menganggap Marcel bukanlah siapa-siapa baginya, tapi kenapa pria itu peduli padanya?
***
Ketika bel apartemennya berbunyi, Olivia segera beranjak dari kasur dan melangkah menuju pintu.
Olivia memastikan bahwa yang datang adalah Marcel, baru kemudian ia membukakan pintu. Sekitar 1 jam setelah Marcel mengatakan akan datang, pria itu kini telah menampakkan batang hidungnya di depan apartemen Olivia.
Ini adalah yang kedua kalinya Olivia mendapati Marcel. Seperti biasa pria itu terlihat rapi dengan setelan kemeja yang dibalut oleh jas yang tampak mahal dan juga licin. Bedanya adalah kali ini Marcel tidak bersama asistennya, dan sekarang pria jangkung itu tengah membawa sebuah paper bag berukuran cukup besar di satu tangannya.
Olivia lantas mempersilakan Marcel untuk masuk. Tidak mungkin kan Olivia menyuruh pria itu untuk langsung pergi dan ia menerima begitu saja yang Marcel bawakan untuknya.
“Ini apa isinya?” tanya Olivia begitu Marcel menyerahkan paper bag tersebut.
“Ada makanan, obat, buah, sama bye bye fever buat turunin demam,” ujar Marcel.
“Aku belum bilang ke kamu, kalau aku demam,” ujar Olivia.
“Jaga-jaga aja, jadi sekalian aku bawain beberapa obat. Tapi kamu demam nggak?” tanya Marcel.
Olivia kemudian mengangguk menjawab pertanyaan itu.
“Ada sanmol untuk demam sama sakit kepala, terus ada rhinos untuk obat flu. Ada obat batuk juga, aku lupa nama obatnya apa, tapi aturan sama takaran minumnya ada semua di situ, di tulis di kertas.”
Olivia sedikit tercengang mendengar penuturan runtut Marcel. Namun akhirnya Olivia hanya mengangguk dan membawa paper bag yang diberikan Marcel ke dapur apartemennya.
Tidak lama kemudian setelah membereskan benda-benda yang dibawa oleh Marcel, Olivia kembali menemui Marcel di ruang tamu.
“Makasih ya,” ucap Olivia.
“Kamu udah makan?” Marcel bertanya.
“Udah, tadi pagi.”
“Sekarang udah hampir jam 2 siang. Kamu makan ya? Makanan yang aku bawa bisa di microwave sebentar. Habis makan kamu bisa minum obat.”
Olivia hanya mengangguk mengiyakan. Benar adanya bahwa ia harus makan yang cukup lalu meminum obat.
Ketika Olivia akan kembali ke dapur, Marcel menahan gerakannya. “Aku panasin makanannya buat kamu. Kamu tunggu di kamar aja.”
Olivia menatap Marcel sesaat. Tadinya ia menolak, tapi Marcel mengatakan bahwa ia memang ingin melakukannya untuk Olivia. Akhirnya Olivia menurut begitu saja, ia membiarkan Marcel untuk melakukannya.
***
Olivia beranjak dari posisi rebahannya begitu Marcel datang membawa makanan dengan sebuah nampan.
Olivia lantas mendapati makanan dengan menu yang lengkap dan sehat. Ada nasi, 2 jenis lauk, sayuran, serta buah pisang yang telah dipotong-potong kecil.
Pantas Marcel cukup lama di dapur, rupanya pria itu melakukan banyak pekerjaan.
Olivia kemudian mulai menikmati makanannya dan Marcel hanya menontonnya di depannya setelah menarik kursi ke samping ranjangnya.
Setelah beberapa suap, Olivia bertanya pada Marcel. “Kamu bukannya kerja hari ini? Kok bisa ninggalin kerjaan?”
“Iya, aku emang kerja. Tapi masih bisa ditinggal,” ujar Marcel.
Olivia lalu hanya mengangguk. Ketika beberapa suap lagi makanannya habis, Marcel beranjak dari tempatnya dan katanya akan mengambilkan obat untuk Olivia.
Olivia memutuskan membawa piring kotornya ke dapur dan menemukan Marcel di sana.
Marcel berbalik menghadap Olivia. “Kamu minum obat dulu. Sanmol sama rhinos, habis itu pake bye bye fever, ya? Biar panasnya lebih cepet turun, jadi kamu bisa tidur nyenyak.”
“Oke.”
Olivia lalu meminum obat yang telah diambilkan Marcel. 1 obat tablet dan 1 kapsul diteguk Olivia bersama segelas air.
Kemudian Olivia mengambil satu bye bye fever dari beberapa yang dibawakan Marcel. Olivia berpikir bahwa Marcel membeli plester penurun demam itu dalam jumlah yang terlalu banyak.
Sekembalinya Olivia menemui Marcel di ruang tamu, Marcel pamit pulang dan Olivia mengatakan akan mengantar pria itu sampai pintu.
“Maaf udah ngerepotin,” ucap Olivia spontan.
Marcel terdiam selama beberapa detik, lalu pria itu tampak menghembuskan napasnya dan sesaat kemudian berujar, “Liv, kamu butuh orang lain. Jangan selalu coba ngadepin semuanya sendiri, ya?”
Olivia terdiam. Kalimat Marcel bagaikan fakta yang menamparnya. Selama ini Olivia memang merasa bahwa ia bisa melakukan semuanya sendiri, yang berakhir membuatnya merasa kesepian. Namun Olivia terlalu denial, mengatakan bahwa ia tidak kesepian meskipun harus hidup tanpa orang lain di sisinya.
“Aku pamit dulu ya. Kamu jangan telat makan, terus minum obat sesuai jadwal,” ujar Marcel.
“Iya. Kamu hati-hati,” ujar Olivia.
Setelah itu Marcel berlalu dari hadapan Olivia.
Sepeninggalan Marcel, Olivia segera masuk kembali ke dalam apartemennya.
Olivia kemudian menatap kemasan biru bye bye fever di tangannya, ia menatap benda itu selama beberapa detik. Olivia merasa bingung dan kemudian bertanya-tanya. Kenapa Marcel sebegininya padanya? Jika Marcel hanya ingin main-main dengannya, rasanya Marcel yang cukup gila terhadap pekerjaan, tidak mungkin mengorbankan waktu berharganya hanya untuk merawat Olivia yang tengah sakit.
Apakah Marcel benar-benar tulus atau hanya menganggap semua ini sebagai permainan yang harus pria itu menangkan?
***
Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹
Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi 💕
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒