She Tought That She's Not Love Him
Raegan telah setuju dan mengatakan akan melakukan syarat yang diajukan Kaldera. Raegan akan mencoba melupakan rasa dendam di dalam dirinya. Secara perlahan, meskipun Raegan belum tahu pasti caranya, tapi ia memiliki alasan untuk berusaha melakukannya.
Alasannya adalah Kaldera. Raegan tidak ingin kehilangan Kaldera, ia tidak ingin orang yang disayangi pergi dari hidupnya untuk yang kesekian kali.
Hari ini Raegan menjemput Kaldera sepulang sekolah. Raegan mengajak Kaldera pergi ke suatu tempat dan mengatakan bahwa ada yang ingin Raegan sampaikan pada Kaldera.
Destinasi pertama mereka adalah sebuah taman dan mereka akan melakukan piknik. Setelah membeli beberapa makanan, Raegan dan Kaldera berjalan menuju sebuah taman yang masih satu lokasi dengan sebuah pantai. Taman ini terletak di selatan kota, tidak terlalu dekat dengan keramaian, tapi tidak terlalu terpencil juga. Di taman ini pengunjung diperbolehkan untuk berpiknik, karena areanya yang juga lumayan luas.
Udara sore ini tampak cerah. Langit berwana biru terang, awan putih nampak cantik saat dilihat dari bawah sini. Setelah Raegan dan Kaldera memilih sebuah spot untuk mereka tempati, mereka duduk di atas kain yang disewakan oleh pengelola taman ini.
Kaldera mulai membuka tas belanjaan yang berisi makanan yang sudah mereka beli sebelumnya. Kaldera mengambil makanan milik Raegan lebih dulu dan memberikannya kepada pria itu. Baru setelahnya Kaldera akan menyantap makanan miliknya.
Sebenarnya hari ini merupakan acara mendadak. Tadi sepulang sekolah, Raegan menjemput Kaldera dan mengajaknya ke tempat ini. Kaldera tiba-tiba kepikiran tentang apa yang ingin Raegan katakan padanya. Di tengah-tengah pemikirannya itu, pergerakan Raegan dari posisinya mengalihkan pikiran Kaldera. Raegan mengambil sebuah tisu dari dalam tas belanja, mengambilnya satu lembar, lalu mengasurkannya kepada Kaldera.
Dengan bahasa tubuhnya, Raegan menunjuk ke arah ujung bibir Kaldera. Kaldera pun akhirnya mengerti, ia lekas mengambil tisu yang disodorkan Raegan, lalu mengusapkan tisu itu di ujung bibirnya. Pasti ada bekas makanan di sana dan Kaldera cukup malu harus terjebak di tengah situasi seperti ini bersama Raegan.
“Habis ini mau sewa sepeda sebelum ke skywalk?” tanya Raegan. Raegan telah telah menyelesaikan kegiatan makannya dan kini pria itu tengah menatap Kaldera yang masih menyantap makanannya.
“Emangnya ada sewa sepeda deket sini Mas?” tanya Kaldera.
“Ada kok, nggak jauh dari sini. Gimana, kamu mau?”
Kaldera pun segera menganggukkan kepala dengan antusias. “Mau,” ucapnya spontan. Nadanya suara Kaldera begitu bersemangat kala mengucapkannya. Sebuah senyum juga seraya terukir di wajah cantik itu.
“Oke,” ucap Raegan kemudian. Menyaksikan senyum Kaldera hari ini, membuat Raegan ikut tersenyum. Ujung-ujung bibir Raegan tidak kuasa untuk saling menarik satu sama lain.
***
Setelah piknik, Kaldera dan Raegan memang berencana untuk pergi ke skywalk. Raegan mengatakan bahwa ia ingin mengambil foto pemandangan malam hari di sana. Namun Raegan teringat bahwa Kaldera suka naik sepeda. Raegan mengetahui hal tersebut saat ia pergi ke kamar Zio dan menemukan foto polaroid yang Zio simpan apik di laci mejanya. Ada momen di mana Zio dan Kaldera naik sepeda bersama. Di balik polaroid itu, ada sebuah catatan kecil yang ditulis oleh Zio. Zio menuliskan bahwa Kaldera sangat suka naik sepeda. Jadi Raegan berniat mewujudkan kegiatan itu untuk Kaldera. Raegan ingin membuat Kaldera bisa tersenyum dan kembali bahagia seperti sediakala. Meskipun mungkin tidak akan pernah sama dengan saat sebelum Zio pergi.
Raegan dan Kaldera menyewa dua buah sepeda. Mereka berkeliling di sekitar area taman sampai pantai, tepatnya di atas jalanan khusus untuk sepeda mau pun skuter listrik yang disewakan.
Kegiatan sederhana selama kurang lebih 30 menit itu rupanya mampu membuat Kaldera merasa bahagia. Saat matahati sudah mulai terbenam, Kaldera dan Raegan memutuskan untuk menyudahi kegiatan mereka. Sebelum berjalan menuju mobil, mereka membeli minum di pedagang kaki lima untuk meredakan dahaga yang tengah menyerang.
Tidak lama kemudian, keduanya telah berada di dalam perjalanan untuk menuju skywalk. Selama di dalam mobil, Kaldera memikirkan sesuatu. Rasanya Kaldera baru saja menemukan dirinya yang baru, versi dirinya yang sudah mulai bisa menerima kepergian orang yang dicintainya. Dirinya seperti hilang sejak kepergian Zio.
“Mas,” ucap Kaldera.
Raegan lantas menoleh kepada Kaldera. Mereka baru saja sampai dan Raegan menarik rem tangan saat mobilnya telah terparkir dengan sempurna.
“Kenapa Kal?” tanya Raegan.
Kaldera kemudian menatap Raegan lurus-lurus, pandangannya terasa begitu penuh makna. “Makasih ya untuk hari ini,” ungkap Kaldera, nadanya terdengar begitu tulus. Tanpa perlu menjelaskan maksud rasa terima kasih itu, Raegan dapat mengerti alasan Kaldera mengatakannya.
Raegan lantas mengulaskan senyum segarisnya. Mungkin Kaldera belum mengetahuinya. Raegan ingin membuat Kaldera bahagia bukan semata karena amanat dari Zio, tapi ada alasan lain yang mendasari hal tersebut.
Raegan melakukannya karena perlahan ia mulai mencintai Kaldera. Raegan melihat Kaldera sebagai seorang perempuan. Rasa sayang Raegan pada Kaldera telah melebihi kasih sayang seorang kakak kepada adiknya.
***
Sebelum berjalan menuju area skywalk, Kaldera menunggu Raegan mengambil sesuatu dari jok belakang mobil. Tidak lama saat Raegan kembali, Kaldera mendapati lelaki itu membawa sebuah blazer jaket berwarna abu-abu di tangannya.
Raegan menyodorkan jaket itu, meminta Kaldera untuk memakainya. Kaldera belum menerima sodoran itu, ia justru melempar tatapan bertanya kepada Raegan.
“Ini udah malem dan anginnya lumayan kenceng. Kamu pakai jaket aku ya,” ujar Raegan.
Kaldera akhirnya menerima jaket itu dan memakainya. Setelah itu Kaldera mulai mengikuti langkah Raegan. Langkah Kaldera sedikit melambat di belakang Raegan, membuat Raegan akhirnya ikut melambatkan langkahnya agar bisa sejajar dengan Kaldera. Entah mengapa Kaldera menjadi gugup. Jantung Kaldera berdetak lebih kencang dari biasanya. Padahal tadi masih normal-normal saja. Ini terjadi sejak saat Raegan memberikan jaketnya untuk dipakai oleh Kaldera.
Setelah Raegan dan Kaldera membeli 2 buah cemilan sebagai syarat untuk masuk ke tempat itu, mereka kini tengah berjalan di skywalk atau biasa disebut jembatan layang yang menyuguhkan pemandangan luar biasa itu.
Kaldera tahu tempat ini, tapi ia mengatakan pada Raegan bahwa dirinya belum pernah ke sini. Jembatan layang yang terletak di metropolitan kota ini memang dibuka untuk umum. Saat malam hari, pengunjung sedang ramai-ramainya. Tentu yang menjadi incaran mereka adalah pemandangan kota yang cantik. Bertabur lampu-lampu jalanan dan lampu dari gedung-gedung, destinasi ini menjadi sangat menarik untuk dikunjungi, terutama pada saat malam hari.
Kaldera menikmati cemilannya dengan seksama. Dalam hatinya, Kaldera berusaha menepis segala pemikirannya tentang sikap Raegan yang belakangan ini sedikit berbeda terhadapnya. Begitu Kaldera menoleh ke arah Raegan, pria itu rupanya juga tengah menatapnya. Mereka sama-sama canggung akhirnya. Kaldera menahan senyumnya, Raegan pun terlihat terkekeh pelan. Kaldera memperhatikan dua buah lesung pipi Raegan yang terlihat ketika pria itu tersenyum.
Sekitar kurang lebih 10 menit kemudian, Raegan telah menghabiskan cemilannya lebih dulu. Pria itu mengatakan pada Kaldera akan kembali setelah membuang sampah bungkus makanannnya. Tanpa Kaldera sadari, tujuan Raegan bukan hanya untuk membuang sampah, melainkan ia sekalian ingin mengambil potret Kaldera bersama pemandangan di sini.
Senyum Raegan lantas mengembang, ketika ia menatap hasil jepretan di ponselnya yang begitu cantik. Lampu dan pemandangan di sini memang indah, tapi sosok yang bersama Raegan malam ini lebih indah dari pada apa pun.
“Kal,” ujar Raegan begitu pria itu kembali.
“Iya Mas?” Kaldera pun menoleh dan mendapati Raegan di sampingnya.
“Aku mau ngomong sesuatu sama kamu,” ucap Raegan.
Raegan berusaha menatap mata Kaldera. Raegan yang selama ini mudah saja menatap mata itu, tapi kali ini hal tersebut terasa sulit untuk ia lakukan. Jantung Raegan berdegup cukup kencang dan ia merasa gugup. Bahkan angin malam di sini tidak mampu menghalau hawa hangat yang tiba-tiba Raegan rasakan di kulit wajahnya.
Kaldera tengah memberikan seluruh atensinya kepada Raegan. Kaldera menunggu Raegan mengatakannya. Kedua alis Kaldera nampak menyatu kala ia mendapati rona wajah Raegan yang memerah, kontras sekali dengan kulit putihnya.
Akhirnya Raegan berani menatap mata itu. Kini pandangannya hanya tertuju pada Kaldera, seolah orang-orang yang berlalu di sekitar mereka tidak berarti baginya.
“Kaldera, I have a feeling on you,” ucap Raegan. Raegan meraih satu tangan Kaldera yang bebas. Raegan menggenggam tangan kecil itu, lalu ia kembali melanjutkan perkataannya. “Aku sayang kamu, Kal. Perasaan aku ke kamu lebih dari perasaan sayang seorang kakak untuk adiknya. Aku melihat kamu sebagai seorang perempuan, bukan seorang adik.” Raegan menjeda ucapannya sesaat. Raegan memperhatikan reaksi Kaldera setelah mendengar penuturannya. Ada keterkejutan di wajah itu serta sebuah kebimbangan.
Kaldera pun masih membiarkan Raegan menggenggam tangannya. Tangan besar yang selama ini tidak pernah Kaldera bayangkan akan menggenggam tangannya seperti ini, bahkan dalam mimpi terliarnya sekalipun, Namun hari ini Kaldera mendapati itu dan cukup membuatnya terkejut.
“Mas, aku—” ucapan Kaldera menggantung. Kaldera dan Raegan hanya saling menatap selama beberapa detik tanpa mengucapkan apa pun.
Kaldera akhirnya membuka mulutnya dan ia berujar, “Barusan itu serius? Maksud aku … tadi itu—” Kaldera tidak dapat melanjutkan perkataannya, lebih tepatnya ia bingung bagaimana harus menyusun kalimatnya.
Raegan segera mengangguk untuk meyakinkan Kaldera bahwa ucapannya sungguh-sungguh. “Aku nggak tahu sejak kapan perasaan itu muncul. Tapi aku ingin kamu tau perasaanku,” tutur Raegan.
Kaldera merasakan genggaman tangan Raegan di tangannya mengerat. Dari tatapan Raegan, Kaldera dapat melihat ketulusan yang begitu besar yang terpancar dari sana. Namun Kaldera tidak bisa membalas perasaan itu. Lebih tepatnya, Kaldera tidak pernah berpikir bahwa dirinya bisa menyayangi Raegan sebagai seorang pria.
“Mas, aku udah menganggap kamu sebagai seorang kakak. I can’t imagine that I can love you as a man,” ucap Kaldera apa adanya. Secara perlahan Kaldera melepaskan tangannya dari genggaman tangan Raegan. Beberapa detik keduanya pun saling terdiam. Mereka sama-sama mengalihkan pandangan ke arah lain dan entah apa yang ada di pikiran masing-masing.
“Kal, boleh aku tanya sesuatu sama kamu?” tanya Raegan memecah kebungkaman mereka. Seketika Kaldera pun kembali menoleh dan menatap Raegan.
“Boleh. Kamu mau tanya apa?”
“Apa Redanzio masih ada di hati kamu?” Mungkin Raegan akan menyesali pertanyaan yang ia utarakan itu. Namun Raegan lebih ingin mengetahuinya secara langsung dari Kaldera. “Kal, apa itu yang membuat kamu nggak bisa memulai untuk mencintai lelaki lain?” tanya Raegan lagi.
Pertanyaan Raegan seketika membuat Kaldera menundukkan pandangannya. Kaldera bertanya-tanya dalam hatinya sendiri. Apakah benar ia telah menutup hati karena masih mencintai Zio? Atau ada alasan lain? Seketika hati Kaldera membisikkan sesuatu. Kaldera takut terperangkap pada perasaan trauma akan cinta yang akhirnya hanya memberikan rasa sakit. Terlebih saat kita harus berakhir kehilangan seseorang yang kita cintai.
Benar. Kaldera hanya takut untuk kembali memulai. Dari sekian banyak lelaki di dunia ini, mengapa harus Raegan? Mengapa harus sosok yang ketika Kaldera bersamanya, Kaldera dapat selalu teringat akan sosok Zio?
Kaldera lantas kembali mendongak, ia menatap Raegan tepat di iris legam pria itu. “Mas, Zio emang masih ada di hati aku. Aku pikir gampang melupakan perasaan itu saat Zio udah nggak ada, tapi aku salah. Aku masih mencintai Zio,” ungkap Kaldera.
Raegan akhirnya mengangguk mengerti. Raegan tidak ingin memaksa Kaldera untuk membuka hati untuknya.
“Kal,” ucap Raegan kemudian. Ketika Kaldera balas menatapnya, Raegan mengunci pandangan itu.
“Aku nggak ingin memaksa kamu,” Raegan kembali meraih tangan Kaldera, ia menggenggamnya dan mengusapkan ibu jarinya dengan lembut di atas punggung tangan Kaldera. “Kal, aku akan berusaha membuat kamu pelan-pelan membuka hati, membuat kamu jatuh cinta lagi. Aku akan menunggu kamu selama apa pun itu.”
Kaldera mencoba menatap mata Raegan. Dari tatapan itu, Kaldera akhirnya melihat ketulusan dan tidak ada nada memaksa dari ucapan Raegan. Raegan mengatakan akan membiarkan Kaldera sembuh dari rasa sakitnya terlebih dulu. Perlahan-lahan Raegan juga akan menunjukkan kesungguhan perasaannya terhadap Kaldera. Raegan ingin membuat Kaldera kembali membuka hati dan merasakan perasaan cinta yang tulus, perasaan cinta yang datang dari lubuk hatinya yang terdalam.
***
Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮
Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂