Sparkling Night for Us
Sienna sudah mengatakan pada Alvaro agar lelaki itu tidak datang ke rumahnya. Ini sudah malamdan Alvaro pasti lelah selepas menjalani shooting, jadi lebih baik lelaki itu langsung pulang ke kediamannya dan beristirahat. Namun kenyataan yang Sienna hadapi, berbeda dengan apa yang ia ucapkan. Sienna tidak bisa fokus terhadap pekerjaan yang sedang ia lakukan, perempuan itu justru beberapa kali mengintip ke luar rumah melalui jendela kamarnya.
Sienna sudah tiga kali melihat ke bawah untuk mengetahui apakah Alvaro sungguhan nekat datang ke rumahnya atau tidak. Sienna merutuki dirinya sendiri, nyatanya sikap dan ucapannya tidak sinkron. Namun memang hatinya tidak bisa berbohong. Sienna merindukan Alvaro, merindukan bagaimana mereka menghabiskan waktu berdua. Sudah 4 hari belakangan mereka tidak bertemu sama sekali, itu karena Alvaro sibuk shooting dan Sienna juga sibuk dengan pekerjaannya.
Sienna melirik jam dinding di kamarnya yang kini menunjukkan pukul 20.30, di mana sudah 30 menit sejak Alvaro memintanya untuk tidak tidur dulu. Sienna memutuskan melihat sekali lagi melalui jendela kamarnya. Ketika Sienna melihat ke depan rumahnya, netranya mendapati range rover putih yang sangat fameliar tengah terparkir di sana.
Sienna tidak menunggu apapun, ia lantas bergegas keluar kamar dan menuruni tangga. Sesampainya Sienna di depan rumahnya, ia menghampiri mobil itu. Kaca mobil di samping kemudi langsung dibuka dan seketika itu juga Sienna mendapati Alvaro di sana.
“Ini udah malem, Al. Mau ngapain coba?” pertanyaan tersebut yang pertama Sienna lontarkan pada Alvaro.
“Mau ketemu lo. Kita cari makan di luar, yuk?”
“Lo belum makan?”
Pertanyaan Sienna langsung dijawab Alvaro dengan sebuah anggukan. Alvaro sempat membujuk Sienna dulu, baru setelah itu Sienna mengangguk setuju.
“Tunggu bentar. Gue ganti baju dulu.”
“Oke.”
***
Sienna memperhatikan penampilan Alvaro malam ini. Alvaro masih mengenakan kemeja rapi yang, Sienna yakin stelan tersebut adalah yang digunakan Alvaro untuk shooting.
“Masih rapi banget. Nggak sempet ganti baju?” tanya Sienna.
“Iya, ngga sempet. Ini gue juga belum hapus makeup.”
“Sampe rumah nanti hapus ya, jangan langsung tidur.”
“Iyaa, Sienna.”
Setelah menempuh perjalanan sekitar 15 menit, Alvaro dan Sienna pun sampai di tempat tujuan. Malam ini penjual makanan kaki lima menjadi alternatif keduanya untuk menikmati makan malam. Dua buah nasi goreng pun di pesan, mereka memutuskan untuk makan di mobil.
Sebelum Sienna menyantap makanannya, terlebih dulu ia menggulung lengan kemeja Alvaro. “Kebiasaan deh, nanti kotor bajunya,” ucap Sienna.
Alvaro hanya memperhatikan selama Sienna membantunya menggulung lengan kemeja. Hingga beberapa detik kemudian, lengan panjang kemeja putih Alvaro telah tergulung rapi sampai sebatas siku.
Baru selanjutnya Alvaro melanjutkan kegiatannya menyantap makanan dan Sienna juga melakukan hal yang sama.
Selama mereka makan, tidak ada percakapan yang terjadi. Ini acara dadakan dan sederhana, tapi baik Sienna maupun Alvaro, mereka saling menikmatinya satu sama lain. Kebersamaan dan waktu yang sebisa mungkin diluangkan, terasa sangat berarti.
“Sienna,” ujar Alvaro yang telah lebih dulu selesai dengan makanannya.
“Hmm?” Sienna menoleh pada Alvaro.
Sienna menunggu Alvaro meneguk minuman di botolnya, baru setelah itu Alvaro melanjutkan perkataannya. “Gue mau ngajak lo ke suatu tempat. Kebetulan deket dari sini, jadi lo pulangnya ngga kemaleman.”
“Bener ya … ngga kemaleman?” ujar Sienna terdengar sangsi.
“Iyaa, Sienna. Gue anter lo pulang sampe depan rumah. Aman, ngga akan kemaleman.”
“Emangnya kita mau ke mana?” Sienna bertanya karena jujur saja ia penasaran.
“Ke rumah gue yang ada di daerah Menteng,” ujar Alvaro. Selebihnya Alvaro akan menjelaskan pada Sienna saat mereka sampai di sana.
***
Sienna menatap rumah bertingkat dua di hadapannya. Nampak dari luar, rumah tersebut memang tidak sebesar rumah yang saat ini Alvaro tinggali. Namun rumah itu terkesan sangat* homie* dan terlihat begitu terawat. Di bagian depan rumah, terdapat taman yang asri dengan rumput pendek berwarna hijau.
Sienna mengikuti langkah Alvaro memasuki rumah itu. Ketika mereka masuk, Sienna memperhatikan isi rumah itu, lalu netranya menangkap sebuah ranjang bayi yang terletak di salah satu pojok ruang keluarga. Alvaro mengikuti arah pandang Sienna dan seketika ia berujar, “Dulu waktu Gio baru lahir, gue, Gio sama mama tinggal di sini.”
Alvaro lantas mengambil sesuatu dari laci yang tidak jauh dari ranjang bayi itu. Sienna penasaran dan menyusul Alvaro untuk melihat sesuatu yang tengah di pandangi lelaki itu.
Rupanya frame yang sedang ditatap Alvaro adalah foto Gio ketika masih bayi. Alvaro lantas menunjukkannya pada Sienna.
“He’s really look like you,” komentar Sienna.
Alvaro hanya menorehkan senyum kecilnya. “Ayo kita liat lantai atas,” ujarnya kemudian.
Sienna mengangguk dan lantas berjalan mengikuti langkah Alvaro. Mereka berjalan bersisian menaiki tangga, sambil Alvaro menceritakan tentang rumah ini kepada Sienna. “Ini rumah pertama yang gue beli untuk mama,” ujar Alvaro.
“Tahun berapa lo beli rumah ini?”
“Sebelum Gio lahir.”
Lantas Alvaro menjelaskan bahwa rumah ini adalah aset pertama yang ia beli dari hasil kerja kerasnya, dan tempat ini sangat berharga bagi Alvaro.
Sesampainya langkah mereka di lantai atas, Alvaro menunjukkan pada Sienna sebuah ruangan yang menjadi saksi jejak karir Alvaro sebagai aktor. Di dinding ruangan itu, di pajang beberapa bingkai foto yang menampakkan foto-foto Alvaro. Alvaro mengatakan bahwa Inggit yang mengabadikan semua ini. Mamanya selalu mengatakan, bahwa setiap momen adalah salah satu hal penting dalam hidup yang harus di abadikan.
“Can I take a picture of this?” tanya Sienna sambil menunjuk pada sebuah foto.
Alvaro mengangguk, membiarkan Sienna memotret fotonya menggunakan ponsel perempuan itu. Foto tersebut adalah foto ketika Alvaro masih remaja, sekitar usia 16 tahun, di mana karirnya masih dirintis.
“Sienna,” ujar Alvaro. Sienna yang masih mengambil beberapa foto, seketika menoleh pada Alvaro.
“Iya?”
“Rumah ini berarti banget buat gue. That’s the reason I take you here. I want to saw you every little thing about me.” Setelah mengucapkannya, Alvaro terkekeh pelan.
Sienna manggut-manggut. “This is not a little, this is the whole thing. The house, and this room, have a lot memories about you. Your mother must be so proud of you, Al.”
Alvaro menatap Sienna lekat-lekat, seolah tidak ada hal lain yang menarik baginya untuk dilihat, selain sosok Sienna. Sienna yang kini tengah menatap Alvaro dengan tatapan bangganya, membuat Alvaro teringat akan mamanya yang juga sama menatapnya seperti ini.
“Ada spot favorit gue di rumah ini. Mau ke sana?” Alvaro mengulurkan tangannya, menunggu Sienna menyambutnya.
“Let’s go,” ucap Sienna tanpa membuat Alvaro menunggu lama. Sienna menyambut uluran tangan itu, tangan yang akan selalu digenggamnya.
***
Spot favorit yang dikatakan Alvaro berada di area belakang rumah. Tempat tersebut merupakan sebuah teras luas yang menghadap ke halaman berumput. Di teras itu terdapat sebuah area sofa melingkar berbentuk persegi, dan di tengahnya ada tempat untuk perapian. Sienna terkagum pada pemandangan malam yang dapat dinikmati di sini. Lampu-lampu yang menyinari sekeliling halaman, pemandangan langit malam yang berwarna biru gelap, menjadikan tempat ini terasa sempurna.
Alvaro dan Sienna memutuskan mengambil tempat di salah satu sofa di sana. Mereka duduk bersebelahan. Alvaro meletakkan satu lengannya pada sandaran sofa, melingkar di belakang punggung Sienna. Sienna menghadap Alvaro, hanya menatap lelaki itu saja, rasanya cukup bagi Sienna.
“Lo suka banget ngelakuin hal impulsif ya Al,” celetuk Sienna.
“Contohnya?” tanya Alvaro.
“Malem-malem nekat ke rumah gue, padahal lo baru kelar shooting. Itu namanya keputusan impulsif, kayak ngga ada hari besok aja.”
“Emang ada hari besok. Tapi ngga bisa, Sienna. Gue kangen lo, gimana dong?”
Sienna belum merespon ucapan Alvaro, sampai akhirnya Alvaro berujar lagi, “Lo ngga kangen gue emangnya? Empat hari lho kita ngga ketemu.”
“Kalau ngga kangen, ngapain gue malem-malem gini mau keluar sama lo.”
“Ohh gitu. Oke.”
Alvaro terlihat menahan senyumnya, tapi seperti yang biasa terjadi, lelaki itu memang tidak bisa menyembunyikan jati dirinya ketika di depan Sienna. Alvaro tidak lagi menahan senyumnya, ia ingin Sienna mendapati senyum ini dan menikmatinya.
“Al,” ujar Sienna.
“Ya?”
Tatapan Sienna yang tidak lepas dari Alvaro dan tampak berbeda dari sebelumnya itu, membuat Alvaro gugup. Alvaro mengumpat dalam hati. Ia telah berjanji akan menjadi lelaki baik untuk Sienna, tapi sesuatu dalam dirinya justru kini meronta-ronta. Sesuatu itu memerintahkannya untuk melakukan sesuatu, yang Alvaro tahu ia akan menjadi sangat brengsek jika sampai melakukannya.
“Al, let me kiss you once,” ucap Sienna.
“Barusan … lo bilang apa?” Alvaro bertanya untuk memastikan ia tidak salah dengar.
“Harus diulang?” tanya Sienna.
Sebelum Alvaro menjawab pertanyaan Sienna, Sienna sudah lebih dulu mengulang pertanyaannya yang lebih terdengar seperti pernyataan. “Let me give you one kisses.”
Alvaro menatap Sienna, dan selama beberapa detik netranya menjelajahi detail paras cantik Sienna. Alvaro kemudian memangkas jarak yang tersisanya di antara dirinya dan Sienna. Tatapan mereka masih saling beradu, lalu Sienna meletakkan dua lengannya di pundak Alvaro. Dengan satu tangannya, lantas Alvaro membelai sisi wajah Sienna. Permukaan kulit Sienna yang terasa lembut itu seketika mengilhami jemari-jemari Alvaro.
Saat Sienna menurunkan pandangannya dan berhenti tepat di bibir Alvaro, saat itu juga Sienna berujar pelan, “I’m jealous, this lips kissed other.”
Alvaro lantas mengarahkan jari telunjuk Sienna untuk kemudian mendarat di atas bibirnya. “This lips are yours. You owned it, Sienna,” ucap Alvaro.
Alvaro mendapati kedua mata Sienna yang nampak berkaca-kaca, lalu perempuan itu mengulaskan senyum manisnya. Kemudian dua detik berikutnya, Sienna memajukan wajahnya dan detik itu juga, ia mendaratkan bibirnya pada bibir Alvaro. Bibir Sienna bergerak lembut, menyapa belah bibir Alvaro. Alvaro membalas ciuman itu, mengikuti alur gerakan yang sebelumnya lebih dulu Sienna ciptakan. Kedua benda yang sama-sama terasa lembut dan kenyal itu bersatu, saling menyalurkan kasih melalui gerakan seirama.
Kedua lengan Sienna masih berada di pundak Alvaro, nampak nyaman berada di sana, di saat bibirnya masih aktif memagut bibir Alvaro. Satu lengan Alvaro menarik pinggang ramping Sienna agar mendekat, lalu Alvaro memberi usapan lembut di sana.
Selama kurang lebih tiga menit mereka berciuman, akhirnya perlahan-lahan mereka mulai menjauh. Alvaro memperhatikan bibir Sienna yang sedikit memerah berkat kegiatan mereka. Alvaro lantas tertawa kecil, lalu tangannya bergerak mengusap bibir Sienna dengan ibu jarinya. “Kalau kayak gini, kita bisa kemaleman lho pulangnya,” ujar Alvaro dengan nada jenakanya.
Sienna mencebikkan bibirnya, ekspresinya itu nampak menggemaskan di mata Alvaro.
“Padahal shooting cuma tiga detik nempel, tapi harus dibayar pake tiga menit ya?” lagi, Alvaro berceletuk.
“Ngga nyampe tiga menit, Al,” kilah Sienna.
“Nyampe. Itu tadi tiga menit, Sienna. Lama banget.”
“Ngga usah diingetin,” Sienna hendak beranjak dari duduknya, tapi Alvaro dengan cepat menahannya. Hingga kini Sienna kembali mendaratkan pantatnya di sofa.
“Makasih buat tiga menitnya,” ucap Alvaro.
“Al,” peringat Sienna sambil membelalakkan matanya.
Alvaro tertawa lagi, kali ini sampai kedua pelupul matanya berair. Sienna masih di posisinya, dan dengan tangannya, Sienna menutupi kedua pipinya yang memerah dan terasa menghangat.
Alvaro yang mendapati itu lantas menghela tangan Sienna untuk menjauh dari pipinya. Sambil menatap Sienna lekat-lekat, Alvaro pun berujar, “Jadi setiap adegan romantis kalau gue shooting, harus dibayar berkali lipat sama lo?”
Sienna mengangguk satu kali sebagai sebuah jawaban.
“Oke. You don’t need to pay me for doing that. I’ll give it to you for free.”
Sebenarnya Alvaro hanya bergurau mengatakannya. Alvaro tidak akan melakukannya, ia tidak ingin membuat dirinya nampak berengsek di mata Sienna. Alvaro menghargai Sienna dan ingin menjaganya sepenuh hati. Alvaro memang ingin melakukannya, tapi satu hal yang dirinya yakini dan itu terdapat di ajaran agamanya. Alvaro yakin bahwa Tuhan tidak akan memberkati dan memberi jalan, bila umatnya melakukan hal-hal yang di luar jalur. Alvaro ingin jadi lebih baik, dan ia melakukannya untuk Sienna.
***
Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷
Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜
Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭