Tamparan Kenyataan

Siang ini setelah sekitar 1 jam bermain bersama Gio di ruang keluarga, Alvaro dan Sienna sudah merasa kelelahan. Anehnya Gio masih nampak bersemangat. Akhirnya Alvaro meminta tolong Gina untuk menemani Gio bermain. Sepeninggalan Gio dan Gina, kini di ruang keluarga itu hanya Alvaro dan Sienna.

“Ngantuk banget. Mau tidur 1 jam aja, boleh ngga?” celetuk Sienna.

“Lo duluan ke kamar,” ucap Alvaro.

Sienna lantas menatap Alvaro dengan tatapan memicing.

“Kenapa?” tanya Alvaro yang mendapat tatapan selidik dari Sienna usai ucapannya.

“Ayo. Sebentar aja. Kita cuma tidur, Al.” Sienna paham kekhawatiran Alvaro, tapi Sienna yakin bahwa mereka dapat mengontrol dan menjaga batasan.

Alvaro menghembuskan nafasnya. Di dalam hatinya, Alvaro mencoba meyakinkan dirinya bahwa mereka memang akan cuma tidur. Alvaro akan membentengi dirinya dan teguh pendirian, bahwa ia tidak akan melewati batas.

“Kenapa? Lo ngga mau tidur?” tanya Sienna sambil mengucek matanya.

“Mau. Tapi gue takut kelewat batas, Sienna.”

Sienna malah terbahak mendengar penuturan itu. Kemudian Sienna mendekat pada Alvaro. Sienna sedikit mendongakkan wajahnya untuk menatap Alvaro yang lebih tinggi darinya.

You can control it, Al. We can control it,” ucap Sienna sebelum akhirnya lengan menarik Alvaro lebih dulu untuk menuju kamar.

***

Ketika kita memiliki sesuatu yang ditakuti, ada kalanya justru kita harus menghadapi ketakutan tersebut. untuk akhirnya tau cara mengontrolnya. Prinsip tersebut yang pelan-pelan dipelajari oleh Sienna, tepatnya ketika mendapati dirinya memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Sienna akan menghadapi mimpinya dan berusaha untuk tidak merasa takut.

Alvaro pelan-pelan bisa belajar prinsip yang diajarkan oleh Sienna itu. Alvaro takut akan kelewat batas ketika ia sedang bersama Sienna. Namun pada akhirnya, Alvaro memang harus menghadapi ketakutan tersebut, agar ia tau bagaimana cara mengontrolnya.

Kali ini Alvaro dan Sienna tidur dengan lampu kamar yang dimatikan. Di bawah sebuah bed cover tebal, Alvaro mendekap torso Sienna. Alvaro merasakan kulit mereka yang bersentuhan dan ia dapat mengontrol dirinya. Alvaro justru merasa nyaman dan cepat lelap juga. Pikiran-pikiran yang Alvaro takutkan seketika lenyap begitu saja.

Selamar 30 menit berlalu, di tengah tidur nyenyaknya, tiba-tiba mimpi itu datang lagi pada Sienna. Rekaan kejadian masa depan terputar jelas di dalam benak Sienna. Menit-menit yang Sienna lalui terasa sangat mencekam baginya, hingga isakan kecil pelan-pelan lolos dari bibirnya. Lama-lama suara isakan tersebut mengusik Alvaro, dengan jelas ia mendengar Sienna tengah terisak. Alvaro kemudian membuka netranya, dengan mata setengah mengantuk, Alvaro menatap Sienna yang tengah menangis di dalam tidurnya.

“Sienna,” ujar Alvaro pelan. Baru kali ini Alvaro mendapati Sienna seperti ini. Alvaro bingung apa yang harus ia lakukan, maka akhirnya Alvaro hanya mencoba menenangkan Sienna dengan mengusap pundaknya.

Sienna masih memejamkan matanya, ketika bibirnya kembali berujar, “Al … Alvaro …”

“Sienna, hei, I’m here. Ssshhh ... sshh ... don’t cry,” tutur Alvaro, ia mencoba menenangkan Sienna. Ketika akhirnya Sienna membuka matanya, tatapan mata itu menyorotkan ketakutan. Napas Sienna terdengar berhembus naik turun dan tidak beraturan.

Sienna tampak masih syok dan tidak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun dari bibirnya. Kedua bahu Sienna bergetar. Mimpi yang baru saja Sienna alami, adalah sebuah mimpi buruk. Terlebih Sienna harus mendapati sosok yang baru saja ada di mimpinya, kini tengah berada di hadapannya dan menatapnya dengan tatapan lembutnya.

“Al … gue takut,” ucap Sienna dengan suara pelannya, seolah suaranya akan hilang sebentar lagi.

“Udah, ngga papa. Lo ngga perlu takut, gue ada di sini jagain lo. Tidur lagi, ya?” Alvaro mengusap puncak kepala Sienna, lalu usapannya turun ke pipi kanannya.

Sienna akhirnya mengangguk pelan. Perkataan lembut Alvaro seolah dapat menyihirnya untuk kembali merasa tenang. Ketika Alvaro membawa Sienna ke pelukan, Sienna balas mengeratkan pelukannya di torso Alvaro.

Tiba-tiba saja otak Sienna memutar kilas balik saat dirinya dan Alvaro mengunjungi rumah Alvaro yang ada di Menteng beberapa hari lalu, tepatnya saat Sienna melihat foto masa kecil Gio dan mengatakan bahwa wajah Gio sangat mirip dengan Alvaro. Rasanya kalimat tersebut terus berputar-putar di otak Sienna, kemudian menghantam Sienna berkali-kali. Sienna seperti ditampar oleh sebuah kenyataan, setelah barusan ia kembali mendapatkan mimpi pembaca masa depan. Kali ini, Sienna sangat ingin meragukan kemampuannya membaca masa depan melalui mimpi. Namun sayangnya, selama ini mimpi Sienna tidak pernah salah dalam memprediksi sesuatu.

***

Pintu kamar yang diketuk sebanyak 3 kali itu, membuat Alvaro lantas bangkit dari posisinya. Sienna berada di kasur, di sana ia menunggu Alvaro membuka pintu.

“Papa lagi ngapain sama Bunda? Kok pintunya dikunci? Gio kan mau sama Bunda,” celetuk sebuah suara. Sienna yang mendengar suara fameliar itu, langsung beranjak dari posisinya.

Sienna menyusul Alvaro ke pintu dan langsung menemukan Gio di sana. “Gio mau sama Bunda yaa?” ucap Sienna sembari mengulurkan tangannya dan Gio langsung menyambutnya. Sienna lantas membawa Gio masuk ke dalam kamar.

Sienna dan Gio sudah menjamah kasur, lalu Alvaro segera menyusul keduanya setelah menutup pintu.

“Gio cari-cari Bunda, eh ngga taunya Bunda di kamar Papa,” celoteh Gio. Alvaro berada di sisi kanan Sienna, sementara Gio berada di sisi kirinya. Alvaro kemudian mendekat pada Sienna dan meletakkan tangannya di paha Sienna. Alvaro sengaja melakukannya untuk menggoda Gio. Beberapa kali Gio merasa cemburu saat Alvaro menempel pada Sienna, bagi anaknya itu, Sienna hanyalah miliknya seorang.

Gio seketika bergerak menyingkirkan tangan Alvaro dari atas paha Sienna sambil berceletuk, “Papa ngga boleh pegang, ini kan Bundanya Gio.”

Alvaro kemudian mendelik, kedua alisnya menyatu. Alvaro tidak mau kalah begitu saja. “Tapi Bunda Sienna kan pacarnya Papa,” celetuk Alvaro.

Ucapan Alvaro tersebut seketika membuat Sienna melotot ke arahnya. “Al, kamu nih,” cicit Sienna.

“Pacar itu apa sih Bunda?” Gio yang bingung pun bertanya pada Sienna dengan wajah ingin tahunya.

“Pacar itu level sayangnya lebih tinggi dari Bunda,” Alvaro berujar cepat untuk menjawab pertanyaan Gio.

“Emang Bunda lebih sayang siapa? Gio atau Papa?” Gio bertanya lagi.

“Sayang dua-duanya,” tutur Sienna.

“Lebih sayang Gio aja dong, Bunda.”

“Iya oke, Bunda lebih sayang Gio,” ujar Sienna akhirnya. Namun itu membuat Alvaro tidak terima. Lekas Alvaro mendekat pada Sienna dan merengkuh bahu Sienna dari samping.

“Ihh ... Papa nakal!” Gio sedikit berteriak dan berusaha menjauhkan Alvaro dari sana.

Sienna yang mendapati itu seketika merasa tersentil hatinya. Melihat perlakuan Gio pada Alvaro, Sienna merasa kalau seharusnya Gio tidak boleh bersikap seperti itu pada Alvaro. “Gio, Sayang, ngga boleh gitu sama Papa. Gio anak hebat, Gio kan sayang sama Papa. Sayang Papanya, coba?” pinta Sienna.

“Tapi Papa kan nakal Bunda.” Gio masih saja berserikeras mempertahankan argumennya.

“Engga, Sayang. Papa ngga nakal. Kita harus saling sayang dan bertutur kata yang lembut. Okee?”

“Oke, Bunda.”

Setelah itu Gio meminta maaf pada Alvaro. Bahkan anak itu memberi kecupan singkat di pipi Alvaro. Mendapati anaknya seperti ini, Alvaro tidak bisa mencegah hatinya menghangat.

“Gio, ayo sekarang kita kiss Bunda,” cetus Alvaro.

Sienna sedikit terkejut mendapati ide itu, tapi ia dengan senang hati menerimanya. Gio mencium pipi kirinya, lalu Alvaro mendapat bagian di pipi kanannya.

“Papa, Bunda. Gio mau tanya deh. Adik itu asalnya dari mana? Gio pengen banget punya adik,” ujar Gio tiba-tiba.

“Dari surga, terus dititipin ke dua orang yang saling sayang,” jawab Alvaro.

“Oh gitu ya. Papa dan Bunda kan saling sayang, berarti … bisa punya adik dong?” ujaran Gio itu lantas membuat Alvaro dan Sienna saling menatap satu sama lain. Sienna mengisyaratkan Alvaro melalui gerakan matanya, bahwa sebaiknya Alvaro tidak menjawab lagi, atau kalau tidak, nanti urusannya bisa semakin panjang dan Gio semakin ingin tahu lebih jauh lagi.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭