The Anxiety That Came from The Dream
Sejak Sienna berprofesi sebagai seorang makeup artist, Sienna lebih bisa menikmati waktunya untuk dirinya sendiri. Jam kerja yang cenderung fleksibel karena dapat di manage olehnya, membuat Sienna bisa memiliki waktu jika ia ingin sejenak menjernihkan pikiran.
Seminggu yang lalu, Sienna memutuskan untuk pergi berlibur bersama kedua sahabatnya, yakni Aghi dan Nayfa. Hari ini merupakan jadwal Sienna kembali setelah liburan dari Lombok. Saat sampai di bandara Soekarno Hatta, Sienna mengecek ponselnya. Banyak pesan yang masuk, tapi yang paling membuat Sienna penasaran adalah pesan dari grup chat yang berisikan dirinya dan rekan kerja yang merupakan tim makeup-nya.
Berita yang disampaikan oleh managernya seketika membuat Sienna tidak dapat berpikir dengan jernih. Sienna ingin segera sampai di rumah karena tubuhnya terasa sangat lelah, tapi ia juga takut untuk tertidur. Sienna takut mendapat mimpi pembaca masa depan itu. Biasanya mimpinya akan bercerita tentang orang yang memiliki urusan dengannya. Maka dari itu, Sienna meminta waktu pada Zahra untuk memberi jawaban mengenai kesediaannya merias Marsha di hari pernikahan perempuan itu.
“Aku pulang,” ucap Sienna begitu kakinya melangkah memasuki rumah. Sienna langsung bertemu dengan kakak lelakinya yang sedang berada di ruang keluarga.
“Kok lo pulang nggak ngabarin? Tau gitu gue jemput, gue lagi nggak ke kantor hari ini,” ujar Valiant sambil menatap adik perempuannya. Sienna meletakkan kopernya di pojok ruangan, ia terlalu lelah untuk membawa kopernya naik ke kamarnya yang berada di lantai atas.
“Kak, gue boleh minta tolong nggak sama lo?” tanya Sienna dengan wajahnya yang agak pucat dan terlihat ada guratan lelah di sana.
“Minta tolong apaan?” tanya Valiant.
“Kalau gue ketiduran, tolong langsung bangunin gue, ya?”
“Lo kan baru balik, pasti lo cape. Mending lo tidur aja. Kalau lo mimpi, nggak usah terlalu dipikirin,” tutur Valiant.
Valiant lalu beranjak dari sofa, lelaki itu mengambil koper pink milik Sienna dan membawanya naik ke lantai atas. Sienna segera menyusul Valiant dan terus memaksa Valiant untuk menuruti permintaannya barusan.
Setelah meletakkan koper Sienna di kamar, Valiant menatap Sienna dengan tatapan simpati. “Sienna, dengerin gue. Lo nggak perlu takut. Muka lo keliatan cape banget, udah lo tidur aja ya.”
“Kak, masalahnya gue kenal sama orang yang kemungkinan masa depannya bisa gue baca. Gue nggak mau liat masa depan dia,” ungkap Sienna akhirnya.
“Menurut gue gini ya, selama orang itu nggak berarti di hidup lo, lo bisa abaikan mimpi itu. Toh takdir manusia udah diatur sama Tuhan, Dek. Lo emang bisa mengubah masa depan seseorang dengan kemampuan yang lo punya, tapi inget, lo nggak bisa terlalu jauh mencampuri urusan orang lain. Just let it happen, jangan sampai lo menyiksa diri lo sendiri.”
***
Sienna menutup pintu kamarnya setelah Valiant berlalu. Sienna membenarkan perkataan Valiant soal kemampuan yang ia miliki. Sienna juga bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, untuk apa dirinya terlalu khawatir? Untuk apa dirinya terlalu mempedulikan orang lain? Untuk apa Sienna takut jika ia bisa membaca masa depan orang yang ia kenal? Sienna memang mengenal Alvaro, tapi itu bertahun-tahun yang lalu. Sekarang keadaannya telah berbeda, mungkin juga Alvaro tidak mengenalinya jika suatu saat mereka punya kesempatan untuk bertemu.
Sienna lantas berjalan menuju ranjangnya. Kemudian perlahan-lahan Sienna membaringkan tubuhnya di atas kasur. Dengan sebuah selimut tebal yang ditarik sampai sebatas bahu, Sienna memutuskan untuk mulai memejamkan mata. Sienna akan membiarkan mimpi itu datang kepadanya, tentang siapa pun mimpi tersebut. Jika mimpi Sienna bercerita tentang Alvaro, maka Sienna akan mengabaikannya.
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Valiant, jika masa depan yang Sienna baca bukan tentang orang yang berarti untuknya, maka Sienna dapat membiarkannya begitu saja.
***
Latar tempat : dunia mimpi.
Sienna mendapati dirinya tengah berada di sebuah kamar yang cukup luas. Sienna langsung berjalan menuju sebuah ranjang yang terletak di tengah-tengah ruangan itu. Begitu langkah Sienna sampai di dekat ranjang berukuran king size, Sienna langsung duduk di tepi ranjang sebelah kiri.
Sienna sejenak mengamati wajah lelaki yang tengah tertidur di ranjang itu. Detik berikutnya, Sienna mengarahkan tangannya untuk menggenggam tangan lelaki itu. Sienna merasakan bahwa hatinya sedang bersedih. Masih sambil menatap wajah tertidur itu, Sienna berujar, “You have to know everything that will happen, I will always beside you. I’ll never let you through this alone.”
Beberapa detik kemudian, lelaki yang tertidur itu terlihat mengerjapkan kelopak matanya dan perlahan-lahan netranya mulai terbuka. Lelaki itu lantas menatap Sienna, dan sebuah senyum tipis tersungging di wajahnya. Pandangan lelaki itu mengarah kepada tangannya yang digenggam oleh Sienna.
“Kenapa nggak ngabarin gue kalau lo sakit?” tanya Sienna.
“Nanti lo khawatir lagi sama gue,” jawab lelaki itu dengan nada sedikit menggoda.
Sienna langsung mencibir kecil, ia ingin melepaskan genggaman tangannya, tapi lelaki itu menahannya.
“Tau dari mana kalau gue sakit?” tanya lelaki itu lagi.
“Dari mbak Ila.”
Lelaki itu seketika menampakkan cengirannya. “Mbak Ila emang paling mengerti gue deh. Tau banget kalau gue cuma butuh lo.”
“Lo juga butuh Gio,” cetus Sienna. Lelaki itu tidak menjawab, tapi dari tatapan matanya, Sienna tahu bahwa lelaki itu membenarkan ucapannya.
“Al, gue yakin lo bisa memenangkan hak asuh atas Gio. Lo nggak boleh terlalu lama terpuruk karena ini, lo harus berjuang untuk Gio. Oke?” ujar Sienna. Lelaki yang dipanggil 'Al' itu lantas mengangguk sekali, lalu ia mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Sienna.
“Sienna,” ujar lelaki itu sembari menatap Sienna dengan tatapan penuh arti. “Gue nggak tau, gue akan sehancur apa kalau lo nggak ada di samping gue. Maafin gue, gue masih sering ngasih rasa sakit buat lo. Maaf kalau gue belum bisa membahagiakan lo.”
Sienna terdiam di tempatnya tanpa dapat mengucapkan apa pun. Perkataan lelaki di hadapannya telah berhasil membuat Sienna begitu tersentuh sisi emosionalnya. Hati Sienna begitu sakit, bukan terhadap permintaan maaf yang diucapkan oleh lelaki itu, tapi karena Sienna melihat lelaki itu terluka. Sienna merasa bahwa dirinya tidak sanggup mendapati itu.
“Sienna, please stay with me. Gue pengen membuat lo bahagia, gue pengen menjadikan lo istri gue dan bunda untuk Gio,” ujar lelaki itu lagi.
Sienna hanya terdiam mendengar penuturan lelaki itu. Diri Sienna yang tengah berada di alam mimpi, bukan dikendalikan oleh dirinya dari dunia nyata, melainkan dikendalikan oleh dirinya yang ada di masa depan. Sienna mengulaskan senyum manisnya sembari tidak melepaskan tatapannya dari lelaki itu. Sienna menatap lelaki itu dengan tatapan penuh afeksi.
Beberapa detik kemudian, lelaki itu meraih tangan Sienna dan memberi sebuah kecupan kecil di punggung tangan Sienna. “Setelah gue dan Marsha bercerai dan gue mendapatkan hak asuh Gio, gue akan melamar lo,” lelaki itu mengulaskan senyum lembutnya, lalu ia melanjutkan perkataannya, “Sienna, would you like to marry me?”
***
Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷
Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜
Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭