The Bastard Who Touched His Girl
TW // sex*al harrasment
Kaldera mendapati kenyataan bahwa dirinya telah ditukar dengan uang senilai 500 juta oleh tantenya sendiri. Kasarnya tantenya telah menjualnya kepada sebuah komplotan penjahat.
Mereka membawa Kaldera dan selama perjalanan matanya ditutup. Kini Kaldera telah berada di sebuah kamar dengan satu buah kasur king size dan sebuah lemari tinggi yang hampir menyentuh langit-langitnya.
Kaldera ketakutan dan tengah menangis tanpa suara. Ia tidak bisa kabur dari sini atau pun melawan sedikit pun. Di tengah-tengah isakannya itu, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Kaldera segera melihat ke arah pintu dan bersikap was-was. Di sana Kaldera akhirnya melihat sosok pria yang berusia sekitar 30 tahunan. Tubuhnya tinggi, garis wajahnya tegas, dan mata elang dengan iris coklat gelap itu tengah menatap tajam ke arahnya.
Kini hanya tersisa jarak sekitar 3 centi di antara pria itu dan Kaldera. Kaldera membuang wajahnya, ia tidak sudi ditatap oleh pria itu. Pria itu lantas berdeham dan berujar di dekat wajah Kaldera. “Tadinya aku ingin langsung menghabisimu. Tapi sepertinya bermain-main dulu tidak ada salahnya. Kamu cantik, oh tidak. Kamu sangat cantik rupanya.”
Bisikan pria itu di telinga Kaldera membuatnya jijik. Kaldera tidak sudi melihat lelaki itu barang sedikit pun. Mendapati Kaldera terlihat ketakutan dan tubuhnya bergetar ketika Leonel menyentuh bahunya, membuat Leonel seketika mengulaskan senyum picik di wajahnya.
“Kamu punya wajah yang cantik, Kaldera. Tidak sia-sia aku menghabiskan uang 500 juta untuk membelimu,” ujar pria itu lagi.
“Ohya, satu lagi. Wajah ini rupanya yang jadi alasan Raegantara begitu melindungimu. Gadis secantik kamu tentu menjadi favoritnya.”
Begitu Leonel mengakhiri kalimatnya, Kaldera segera menoleh. Kaldera menatap Leonel dengan tatapan penuh kebenciannya. “Jangan pernah samain diri kamu sama dia. Kalian jauh berbeda,” ucap Kaldera.
“Ohya?” tanya Leonel smebari menikkan satu alisnya. “Apa kamu sebegitu yakinnya? Dia hanya memanfaatkan kamu untuk membalas dendamnya. Setelah itu kamu akan berakhir menjadi pemuas nafsunya. Tapi aku akan mendapatkannya lebih dulu darimu malam ini, Cantik,” ucap Leonel dengan satu kali tarikan napas.
Leonel kemudian meraih pergelangan tangan Kaldera dan menariknya secara paksa. Kaldera pun meronta berusaha melempaskan diri, tapi aksi itu justru yang membuat kulit tangannya kini terasa perih.
“Kamu hanya perlu jadi gadis penurut malam ini,” bisik Leonel di dekat telinga Kaldera.
Leonel lantas menyeret Kaldera ke atas kasur, lalu pria itu memposisikan tubuh Kaldera dibawahnya sementara Leonel bergerak untuk berada di atas Kaldera.
Kaldera merasakan tangan Leonel tengah membelai surainya. Kaldera menahan isak tangisnya untuk tidak lolos, tapi sekuat apa pun dirinya mencoba, air matanya terus mengalir begitu saja.
“Beritahu lokasi markas mereka sekarang,” ucap Leonel.
Kaldera yang bungkam dan tidak berniat membuka mulutnya sama sekali, akhirnya membuat Leonel tampak geram.
“Kamu cukup keras kepala ternyata,” hardik Leonel lagi. Pria itu lantas meraih rahang Kaldera dengan satu tangannya, memaksa Kaldera untuk berbicara.
Leonel tampak kesal karena sikap Kaldera itu. Jiwanya seperti terbakar oleh amarah dengan begitu mudahnya. Leonel tidak menyangka gadis ini lebih mementingkan orang lain, jelas-jelas nyawanya sedang dipertaruhkan.
Rasa sakit di pipi Kaldera rasanya tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Membayangkan dirinya akan habis malam ini di tangan Leonel, membuat Kaldera kalut. Namun di satu sisi, Kaldera juga tidak ingin membuat Leonel merasa menang dengan memberitahu lokasi markas The Ninety Seven.
“Dengar, Kaldera,” ujar Leonel. Pria itu menatap Kaldera lekat dan kembali meraih rahang Kaldera dengan kasar. “Kalau kamu tidak mau mengatakannya, aku yang akan membuat kamu tidak punya pilihan.”
Leonel lantas melepas tuxedo hitam yang membalut tubuhnya, menyisakan sebuah kemeja putih melekat pas di tubuhnya. Leonel tidak melepaskan sedetikpun pandangannya dari Kaldera seiring ia menanggalkan dasi dan rolex di pergelangan tangannya.
Kaldera segera bergerak mundur di atas kasur, hingga kepalanya hampir saja membentur header kasur yang keras. Namun aksi Kaldera itu tidak sama sekali membuat Leonel kesulitan. Dengan gerakan cepat, Leonel dapat meraih tubuh Kaldera untuk mendekat padanya.
Hembusan napas Leonel terasa menyapu permukaan kulit wajah Kaldera. Saat Leonel akan mencumbu paksa Kaldera, dengan cepat Kaldera bergerak menghindar. Napas Kaldera berkejaran dan tangisan kerasnya pecah saat itu juga.
“Kalau kamu menghindar seperti ini, jangan salahkan kalau aku menggunakan cara yang kasar,” ucap Leonel. Pria itu lantas bergerak ke bawah, ia memaksa Kaldera membuka kedua pahanya. Kaldera meronta kuat, ia tidak akan membiarkan Leonel mendapatkan apa pun darinya.
Satu persatu Leonel akhirnya melepaskan pakaian di tubuh Kaldera. Pertama adalah baju tidur dengan kancing-kancing itu. Leonel melepasnya paksa dari sana yang mana membuat Kaldera kesakitan karena ia juga melakukan perlawanan. Kini tubuh Kaldera tinggal hanya menggunakan sebuah tanktop putih. Leonel tersenyum menyeringai, ia lalu mengarahkan tangannya untuk menurunkan tali tanktop itu. Leonel memberikan usapan menggelitik di lengan polos Kaldera yang terasa halus ketika bersentuhan dengan kulit tangannya.
Leonel tertawa pelan dan senyum smirk tercetak di wajah tegasnya. “Apa jadinya kalau Raegantara tau aku telah menyentuh kesayangannya ini.”
Kaldera sama sekali tidak ingin menatap Leonel, meski berkali-kali pria itu menyentak dagunya agar Kaldera melihatnya. Area di sekitar dagu Kaldera kini nampak memerah berkat sentuhan kasar tangan Leonel di sana.
Leonel tampak tidak peduli dan seolah kewarasan di dalam dirinya telah hilang. Pria itu bergerak menurunkan celana tidur Kaldera sampai sebatas pahanya. Akhirnya celana itu tanggal, menyisakan sebuah celana ketat sebatas paha yang menutupi tubuh bagian bawah Kaldera.
Saat Leonel akan bergerak mencumbu leher Kaldera, saat itu juga sebuah bunyi gebrakan di pintu terdengar. Detik berikutnya yang terjadi adalah Leonel tersungkur ke lantai berkat dorongan sekaligus tendangan kuat dari seseorang. Kaldera melihat ke arah orang itu dan ia mendapati Raegan berada di sana. Ekspresi Raegan diliputi oleh amarah yang begitu kentara, hingga Kaldera seoleh melihat orang lain yang seperti bukan Raegan yang ia kenal.
“Bastard!” Raegan menghampiri Leonel yang tersungkur dan segera meraih kerah kemeja pria itu. Raegan mencengkeram kerah kemeja Leonel, lalu dengan satu tangannya yang bebas, Raegan melayangkan pukulan kuat di wajah pria itu.
Leonel yang mendapat serangan itu justru menyunggingkan sebuah senyum tipis di wajahnya. Leonel lantas bertepuk tangan di depan wajah Raegan. “Raegantara Rahagi, are you mad for it? Heared me out, I touched her with my hand,” ujar Leonel seraya menunjukkan tangannya di depan Raegan dan pria itu tertawa rendah.
Usai Leonel mengucapkannya, Raegan rupanya tidak datang sendiri. Kamar itu lantas dikepung oleh anggota geng Raegan yang tidak berjumlah sedikit. Mereka memenuhi tempat itu dan bergerak untuk menghabisi Leonel. Leonel tidak menampakkan keterkejutannya atau bahkan lari karena merasa terpojok. Karena detik setelahnya, anggota gengnya pun juga datang untuk siap bertarung dengan anggota Raegan.
Raegan memerintahkan anggotanya untuk mengurus situasi sementara ia akan menyelamatkan Kaldera. Raegan beralih pada Kaldera yang masih berada di atas kasur. Raegan berlutut di sisi kasur itu dan menatap Kaldera dengan tatapan lembutnya.
“Kal, izinin aku buat bantu kamu. It’s not gonna hurt you. I'm promise,” ujar Raegan pelan.
Kaldera dengan cepat mengangguk. Raegan akhirnya segera mencari sesuatu untuk menutupi tubuh Kaldera. Setelah menyelimuti tubuh Kaldera dengan sebuah selimut putih, Raegan menyelipkan tangannya lekukan kaki Kaldera dan satu lagi di balik punggungnya. Raegan menggendong Kaldera di dekapannya dengan perlahan, seolah Kaldera adalah hartanya yang paling berharga.
Kaldera melihat kejadian itu di depan matanya. Kaldera menyaksikan bagaimana anggota geng Raegan menyerang geng Leonel. Mereka saling memukul dan bahkan ada yang menggunakan senjata. Kaldera memejamkan matanya, guna menghalau semua rasa sakit yang kini menyerang fisik maupun jiwanya.
Begitu Kaldera dan Raegan sampai di mobil, dengan hati-hati Raegan mendudukkan Kaldera di jok depan mobil. Sebelum beralih ke balik kemudi, Raegan merendahkan posisi tubuhnya agar dapat sejajar dengan Kaldera. Kaldera juga menatap Raegan, ia melihat adanya penyesalan dari sorot mata itu.
“Kal, maafin aku. Aku hampir aja nggak bisa menjaga kamu,” ucap Raegan.
Kaldera dengan cepat menggeleng. “Mas, kamu nggak perlu minta maaf. Aku udah nggak papa,” ucap Kaldera berdusta. Mungkin saat ini Kaldera sedang tidak baik-baik saja, tapi ia tidak ingin membuat Raegan merasa bersalah terhadapnya.
Raegan lantas meraih tangan Kaldera, lalu ia memberikan usapan lembut di sana. “Kal, aku janji sama kamu. Aku akan memastikan Leonel dihukum sepantas-pantasnya. Kamu bisa pegang ucapan aku.”
***
Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮
Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂