The Unexpected Event
3 minggu kemudian.
Marcel pernah membaca sebuah quotes yang mengatakan bahwa the future is yours to create. Pernyataan tersebut berarti bahwa masa depan adalah milikmu, kamu bisa membuatnya dan juga memperjuangkannya. Maksud lebih jelasnya yakni, masa depan kamu adalah kamu yang menentukan. Kamu bisa membuat masa depan tersebut dengan usaha-usaha yang dilakukan di masa sekarang.
Marcel merasa bahwa pepatah tersebut benar adanya, meski tidak seratus persen. Mengapa? Karena ada beberapa orang di dunia ini yang mungkin tidak bisa memiliki kesempatan untuk berjuang, agar masa depan mereka bisa sesuai dengan yang mereka inginkan. Pada hakikatnya, manusia hanya bisa berusaha, dan hasilnya memang tetap Tuhan yang menentukan.
Kehidupan masa depan yang Marcel dambakan sendiri yakni, ia ingin bisa hidup bersama dengan orang yang dicintainya. Karena dulu Marcel pernah beranggapan bahwa cinta adalah sesuatu yang mahal baginya. Marcel tidak bisa membeli cinta, meskipun ia memiliki uang dan koneksi. Marcel tidak bisa mendapatkan cinta dari seseorang yang dicintainya, karena rasanya ia hanya hidup untuk memenuhi keinginan orang tuanya saja.
Marcel tidak ingin kembali menyesal dan kehilangan.
Marcel pernah terlambat memperjuangkan seseorang yang dicintainya, hingga akhirnya orang itu pergi bersama lelaki lain. Maka ketika Marcel bertemu Olivia dan mencintainya, Marcel tidak ingin kembali kehilangan. Marcel ingin berjuang untuk Olivia. Olivia merupakan harga mati baginya, separuh nafasnya, dan Marcel merasa bahwa Olivia dengan sederhananya telah menjadi ‘part of him’, yakni bagian dari dirinya yang lain.
Olivia peduli dan lebih khawatir pada Marcel, ketimbang Marcel memikirkan dirinya sendiri. Olivia begitu mengenal Marcel, bahkan rasanya jauh dari pada Marcel mengenal dirinya. Ketika bersama Olivia, Marcel merasa tidak ada yang perlu ia khawatirkan, karena perlahan mereka bisa melalui rintangan itu bersama.
Olivia menjadi seorang istri yang luar biasa bagi Marcel, dan juga menjadi seorang ibu yang sangat hebat untuk Mikayla dan Orion.
Marcel berhasil mewujudkan masa depan yang didambakannya. Setiap hari ia mendapati sosok Olivia berada di dekatnya, mencintainya dengan cara yang sederhana, tapi Marcel selalu merasa bahwa Olivia itu luar biasa dan Marcel beruntung karena Olivia mencintainya.
Pagi ini seperti biasa, Marcel mendapati Olivia yang tengah melayaninya. Kali ini pelayanan yang dimaksud bukanlah pelayanan di atas ranjang, kalau itu yang kalian pikirkan. Hari Senin kembali datang, dan Olivia membantu Marcel dengan segara keriwehannya saat akan berangkat flight ke luar kota. Olivia dengan sabar melayani Marcel dan mempersiapkan keperluan yang harus dibawa pria itu.
“Kamu pake dasi nggak rapi-rapi deh. Coba sini aku bantuin,” ujar Olivia sambil sedikit menarik dasi Marcel, membuat tubuh Marcel otomatis mendekat pada Olivia.
Olivia pun dengan cekatan merapikan dasi Marcel. Marcel telah berusaha memakai dasinya sendiri, tapi menurut Olivia simpul itu masih kurang rapi.
Beberapa detik kemudian, simpul dasi Marcel telah tampak rapi berkat pekerjaan tangan Olivia.
“Jam tangan, ipad, dompet, udah semua belum? Jaket kamu, storage obat-obatan, udah belum Babe?” Olivia mengingatkan Marcel.
“Udah, Babe. Aman semua di koper kok,” ujar Marcel.
Marcel tengah mengenakan parfumnya, menyemprotkannya di pergelangan tangan dan sedikit di tengkuk. Kemudian Marcel memakai arlojinya di tangan kiri, dan pria itu selesai dengan persiapannya.
“Udah beres semua. Yuk, kita sarapan bareng,” ajak Marcel kepada Olivia.
Marcel lalu menghela pinggang ramping Olivia dan mereka melenggang bersama keluar kamar.
***
Di ruang makan di kediaman itu, sudah menjadi kebiasaan mereka untuk sarapan bersama. Olivia selalu melakukan rutinitasnya sebagai seorang ibu. Olivia kini tengah menyuapi MPASI untuk Orion, setelah sebelumnya membantu Mikayla untuk membuat tatanan rambut untuk gadis itu.
Mikayla selalu suka rambutnya tampak cantik ketika berangkat sekolah, dan hanya Mommy Oliv yang bisa melakukannya dengan baik, ketimbang asisten rumah tangga. Mikayla sudah berangkat sekolah beberapa menit yang lalu. Hari ini Mikayla tidak berangkat bersama Marcel, karena Marcel akan berangkat ke Bandara untuk penerbangan ke luar kota mengurus urusan bisnisnya.
“Babe, hari ini kamu ke butik?” Marcel bertanya sembari menyantap sarapan di piringnya.
“Belum tau nih. Rencananya hari ini aku mau me time sih, mau ke salon terus ke beauty clinic. Tapi belum tau ya, takutnya Orion rewel kalau aku tinggal lama-lama,” ujar Olivia.
“Orion kamu bawa aja, Babe. Dia kan lagi lumayan rewel karena mau tumbuh gigi,” ujar Marcel sembari memperhatikan anak laki-lakinya.
“Iya juga sih. Aku pergi bawa Sus aja kali ya. Jadi nanti Orion sama Sus, tapi tetep ikut Mommy me time, yaa Nak?” Olivia menatap anaknya gemas, kemudian mentoel pipi gembil itu. Orion lalu hanya mengeluarkan suara-suara tidak jelas dari mulutnya, layaknya seorang bayi berusia 6 bulan pada umumnya.
Olivia masih menyuapi Orion dengan makanannya. Di masa gigi Orion yang sedang tumbuh, Orion akhir-akhir ini lumayan jadi sulit makan.
“Satu kali lagi yuk, Sayang? Kamu baru makan dikit lho, Nak,” ujar Olivia, masih sambil berusaha menyuapi Orion sesendok makanan lagi. Namun Orion menunjukkan gestur menolak, satu tangannya meraih sendok di tangan Olivia lalu menjatuhkannya ke lantai.
“Mungkin dia udah kenyang, Babe,” ujar Marcel yang lalu menyarankan Olivia untuk menyudahi kegiatannya menyuapi Orion.
“Yaudah deh,” ujar Olivia akhirnya. Olivia baru akan ingin mengambil sendok yang jatuh di lantai, tapi tiba-tiba gerakannya itu tertahan.
Olivia malah menutup mulutnya dengan satu tangan. Kemudian tanpa mengatakan apa pun, Olivia melenggang cepat meninggalkan ruang makan.
“Babe, kamu kenapa?” Marcel otomatis berujar sambil sedikit mengeraskan suaranya. Marcel pun yang cekatan langsung meminta seorang seorang suster untuk menjaga Orion sementara ia akan menyusul Olivia.
Marcel kini tengah menghampiri Olivia di kamar mandi. Rupanya Olivia tengah memuntahkan isi perutnya di wastafel.
“Babe, kamu masuk angin ya?” Marcel bertanya, sembari ia membantu Olivia dengan memijat pelan area tengkuknya.
“Hoekk!” Olivia masih muntah di sana, beberapa kali, sampai rasanya sarapan yang tadi masuk ke perutnya keluar semua dan kini mengalir bersama air di wastafel.
Setelah dirasa cukup dan mualnya berkurang, Olivia pun menyudahi kegiatannya. Olivia membilas mulutnya lalu ia berbalik dan menatap Marcel di sana.
“Babe, kamu kenapa nggak berangkat? Jam berapa ini? Flight kamu 3 jam lagi dari sekarang, lho. Nanti kamu terlambat,” ujar Olivia.
“Udah, kamu berangkat sekarang, ya. Aku nggak papa, paling cuma masuk angin,” lanjut Olivia lagi ketika ia paham dari tatapan Marcel bahwa pria itu tengah khawatir terhadapnya.
“Tapi kamu pucet banget, Babe. Kita ke rumah sakit ya? Aku bisa cancel flight, terus rescedule aja. Mungkin aku flight nanti sore atau malem,” tutur Marcel.
Olivia belum merespon ucapan Marcel atas usulan pria itu pergi ke dokter untuk mengecek kondisi Olivia.
“Babe?” Marcel berujar lagi, berusaha menyadarkan Olivia dari lamunannya.
“Kayaknya aku nggak perlu ke dokter deh buat tau kondisi aku,” ujar Olivia akhirnya.
“Maksud kamu?” Marcel bertanya dengan raut wajahnya yang tampak bingung.
Olivia lantas segera berlalu dari hadapan Marcel. Kening Marcel tampak berkerut, tidak terpikirkan olehnya apa yang akan dilakukan oleh Olivia. Marcel pun memutuskan untuk segera menyusul Olivia yang telah melenggang ke kamar.
Marcel akhirnya menemukan Olivia. Di sana ia mendapati Olivia tengah mengambil sebuah bungkusan kotak dari laci lemari.
“Babe, it’s a test pack?” Marcel bertanya ketika mendapati bungkusan yang familiar karena Olivia memang membeli beberapa benda itu untuk stock.
“Yes. Let’s see it, I think that I’m pregnant,” ucap Olivia.
“Oke,” ujar Marcel, akhirnya ia akan menunggu Olivia sementara istrinya itu mengetesnya.
Olivia akhirnya berlalu dari hadapan Marcel, istrinya itu kembali melenggang ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya.
Marcel kemudian membawa dirinya untuk berdiri di depan pintu. Marcel mondar-mandir di sana, padahal Marcel bisa saja duduk dan menunggu dengan tenang, tapi kenyataannya ia tidak bisa. Marcel akan senang jika Olivia hamil lagi, Marcel yakin begitu juga Olivia akan merasa senang. Namun rasanya masih terlalu dini. Anak mereka, Orion, masih begitu kecil.
Beberapa menit setelah Marcel menunggu, akhirnya pintu di hadapannya terbuka.
“Babe, kok lama banget kamu keluarnya?” Marcel bertanya.
“Kan testpack-nya butuh waktu 10 menitan untuk keluar hasilnya, Babe. Nggak bisa langsung muncul garisnya,” terang Olivia yang hanya membuat Marcel ber-oh ria.
“Oke. Let me see the result now,” ujar Marcel.
“Hmm,” Olivia hanya mengangguk sekali, lalu ia perlahan mengangsurkan pada Marcel 3 buah tespack yang sebelumnya berada di genggamannya.
3 benda itu, merupakan 3 test pack dengan merek yang berbeda.
“Aku sengaja pake beberapa merek yang beda, karena siapa tau salah satunya kurang akurat,” terang Olivia. “Tapi tiga-tiganya hasilnya sama, Babe. Jadi kayanya hasilnya nggak mungkin salah deh.”
Detik berikutnya, akhirnya Marcel mencoba melihat garis di test pack itu. Kedua netra Marcel akhirnya mendapati dua garis merah di sana, serta tertera sebuah tulisan pregnant pada merek test pack yang lainnya.
“Babe, KB spiral yang kamu pake nggak berfungsi apa gimana ya,” ucap Marcel diiringi helaan napasnya.
“Aku nggak tau juga, Babe. Apa kita keseringan kali ya ngelakuinnya, bisa juga spiralnya geser. Kata Dokter Sarah sih bisa ada chance untuk spiralnya keluar dari tempatnya, jadi yaa kemungkinan aku emang bisa hamil. Orion masih kecil lagi. Gimana yah,” ucap Olivia.
Marcel sukses kehilangan kata-katanya, pria itu hanya terdiam di tempatnya.
Olivia lantas mencebik kecil dan terlihat jelas kerutan muncuk di kenaingnya. Marcel mendapati tatapan khawatir dari kedua netra Olivia yang tengah menatapnya.
“Babe, hei relax,” ujar Marcel akhirnya. “You just pregnant. We will have another baby in this home. Nggak papa dong kamu hamil, kan kamu punya suami, Sayang. Ya kan?” Marcel mencoba menenangkan Olivia diiringi sebuah senyum di wajahnya.
“Yaa iya. Tapi bukan itu masalahnya, Babe. Aku takut aja kalau aku hamil, perhatian aku buat Orion dan waktu aku buat ngerawat dia jadi jadi berkurang. Orion masih bayi Babe, tapi dia bakal punya adik bayi. It’s insane, I think,” ujar Olivia bertubi-tubi.
“Yes, Babe. It’s insane,” ucap Marcel mengikuti apa yang diucapkan Olivia.
Beberapa detik kemudian, Marcel perlahan bergerak unttuk menangkup kedua sisi wajah Olivia. Marcel lalu menatap istrinya sambil tersenyum lembut.
Kemudian Marcel berujar, “Babe, tapi nggak papa. Kamu tenang aja, yaa. Kita bisa tambah baby sitter nanti atau konsul ke Dokter Sarah gimana pola parenting untuk anak yang usianya nggak jauh. Pokoknya semuanya bakal aman. Kamu nggak perlu khawatir, oke?”
Begitulah akhirnya pagi itu Marcel berusaha menenangkan Olivia. Marcel kemudian membawa tubuh Olivia untuk ia dekap. Olivia pun segera membalas dekapan itu. Olivia tahu ia akan bisa melaluinya, karena Marcel ada di sisinya.
Marcel pun mengatakan, ia tahu ini tidak mudah untuk mereka ke depannya.
Namun Olivia dapat memegang ucapan dan juga janjinya. Marcel pun berjanji, tidak ada yang perlu Olivia khawatirkan terlalu jauh. Baik soal Orion, calon anak mereka, dan juga Mikayla. Semuanya akan tetap sama, semuanya akan tetap berada di tempatnya. Marcel berkata demikian, karena Marcel sendri yang akan memastikan itu, tentunya sebagai seorang kepala keluarga, seorang ayah, dan juga seorang suami.
***
Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹
Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒