The Wedding Day
4 bulan kemudian.
Kalau ditanya apa kebahagiaan bagi Sienna, ia akan mengatakan hal ini. Setiap insan ditakdirkan untuk hidup berpasang-pasangan. Dari lahir, beranjak balita, remaja, lalu dewasa, setiap orang akan melalui berbagai fase dalam hidupnya. Kemudian pada salah satu bagian, seseorang memiliki naluri untuk hidup bersama orang lain dan membangun rumahnya masing-masing. Rumah yang disebutkan bukan dalam artian sesungguhnya berupa bangunan. Namun rumah yang jadi tempat pulang, tempat untuk bersandar, tempat untuk mengadu sedih, serta dapat berupa seseorang yang berperan sebagai partner untuk menciptakan kebahagiaan. Kebahagiaan itu bisa dibuat sendiri, dan hari ini Sienna akan mewujudkan kebahagiaannya.
Pagi ini sejak pukul lima, Sienna telah berada di ruang rias untuk merias dirinya di hari pemberkatan pernikahannya. Sudah jauh-jauh hari dipikirkan, Sienna ingin menggunakan kemampuannya untuk mempercantik dirinya di hari spesialnya. Hal tersebut terasa lebih meaningful baginya, dan Sienna percaya bahwa ia mampu melakukannya.
Fia dan Naya ada di sana juga, mereka datang untuk mendampingi Sienna, berjaga-jaga kalau saja Sienna butuh bantuan. Ini sudah pukul 6, artinya sudah satu jam Sienna merias dirinya di depan kaca rias.
Fia yang sedang menatap pantulan wajah cantik Sienna dari kaca, tampak terharu dan tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Sienna yang lekas mendapati hal tersebut, segera beranjak dari posisi duduknya.
“Fia,” ucapnya sebelum akhirnya merengkuh torso Fia ke dekapannya.
Sienna berusaha menahan air matanya, tapi Fia malah sudah menangis tersedu. “Mbak, gue masih nyangka lo bakal nikah hari ini. Selamat ya, gue ikut bahagia. Gue kira setelah lo nikah, lo udah nggak kerja lagi. Gue bersyukur banget lo masih akan kerja, tim kita bakal tetep terus ada.”
Awalnya Fia merasa kehilangan saat tahu Sienna akan menikah. Fia pikir akan ada perubahan, yakni Sienna tidak akan bekerja lagi. Tentu Fia merasa sedikit sedih. Terang saja, sejak usaha tata rias milik Sienna dirintis, Fia telah bergabung dan ikut bersamanya untuk membesarkan usaha milik Sienna. Fia setia bekerja pada Sienna, meskipun layaknya bisnis pada umumnya, usaha Sienna juga mengalami naik dan turun.
“Iya, Fi. Gue sayang sama kerjaan gue, jadi nggak mungkin gue tinggalin,” ujar Sienna.
“Mbak, gue selalu doain biar lo bahagia terus ya,” ucap Fia.
Sienna lantas mengurai pelukannya. Sienna tersenyum terharu dan ketika air matanya meluncur, Fia segera mengambilkan tisu.
Sienna kemudian tertawa pelan. “Makeup-nya ngga luntur walaupun gue nangis, Fi. Tenang aja, ini racikan foundation-nya gue bikin anti badai,” ucap Sienna dengan nada sedikit bergurau.
“Harus anti badai banget, Mbak. Nanti pasti di altar lebih banjir lagi.”
“Oke, gue mau tambahin bedak taburnya lagi kalau gitu. Gue tadi udah pakai primer makeup yang ngunci banget, semoga tahan deh ya.”
***
Sienna masih menunggu arahan dari pihak Wedding Organizer untuk keluar dari ruangan dan menuju altar. Sienna berada di ruang rias dan sedang melakukan beberapa kali pemotretan. Sienna nampak cantik dengan riasan natural glam-nya, ditambah gaun putih, serta mahkota yang tersemat di kepalanya, berhasil menyulap tampilannya menjadi seperti seorang ratu.
Beberapa orang dari WO dan tim fotografer ikut membantu Sienna melakukan sesi foto, mereka mengarahkan gaya dan memastikan semuanya berjalan lancar.
Di sana ada Renata dan Inggit juga yang beberapa jam lalu telah menemani Sienna. Sienna terlihat sedikit gugup, lantas Inggit menggenggam tangannya mencoba menenangkan calon menantunya itu.
“Sienna,” ucap Inggit.
“Iya, Mah?”
“Al juga gugup banget. Tadinya Gio mau ke sini ketemu kamu, tapi Al minta ditemenin sama anaknya. Jadi deh Gio temenin papanya,” cerita Inggit.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu ruangan menginterupsi mereka semua yang ada di sana. Setelah pintu dibukakan, seorang dari pihak Wedding Organizer memasuki ruangan.
“Yuk, udah bisa ke altar sekarang,” ujar perempuan di hadapan Sienna itu.
Sienna mengangguk, lalu ia beranjak dari duduknya. Seorang dari WO lainnya membantu memegangi veil dan gaunnya supaya tidak terinjak ketika ia berjalan.
Begitu Sienna keluar dari ruang rias, ia langsung mendapati sosok Fabio.
Papanya terlihat tersenyum sambil menatap ke arahnya. “Anak Papa cantik sekali,” ucap Fabio begitu langkahnya sampai di hadapan Sienna.
Sienna mendapati papanya tersenyum lembut, membuat senyumnya secara otomatis ikut terulas.
Kemudian sesuai arahan yang diberikan oleh pihak WO, Sienna akan berjalan ke altar didampingi oleh Fabio. Sienna meletakkan satu lengannya di lengan Fabio. Sienna nampak gugup, maka Fabio mengusap lembut punggung tangan putrinya. Fabio mengulaskan senyum menenangkan, berharap kegugupan Sienna dapat berangsur sirna.
Setelah dirasa sedikit lebih tenang, Sienna akhirnya bersedia untuk mulai melangkah. Fabio ikut melangkahkan kakinya, berjalan bersisian di samping putrinya.
Langkah demi langkah akhirnya mengantarkan Sienna untuk menuju altar.
Begitu memasuki ruangan pemberkatan, netra Sienna langsung mendapati sosok Alvaro di ujung altar. Sienna menatap lurus ke arah Alvaro yang hari ini tampak gagah dan tampan dengan setelan tuxedo hitamnya. Rambut hitam Alvaro ditata rapi ke belakang, menampakkan keningnya, gaya rambut yang selalu ia sukai dari Alvaro.
Di sepanjang jalan bertabur bunga mawar putih, Sienna melangkah dengan penuh keyakinan sambil matanya yang tidak lepas menatap Alvaro di depan sana.
Di kanan dan kiri Sienna, para tamu yang hadir menatap ke arahnya dengan tatapan bahagia. Sienna juga mencari keberadaan Gio di antara mereka, rupanya anak itu berada di barisan kursi kedua dari depan, bersama dengan Valiant dan Christo. Begitu pandangan Sienna bertemu dengan Gio, anak itu tersenyum ke arahnya sambil memanggilnya tanpa suara, tapi Sienna tahu apa yang tengah disebutkan Gio. “Bunda, Bunda cantik.” Kira-kira begitu yang Sienna tangkap.
Tersisa beberapa langkah lagi untuk Sienna sampai di depan altar. Tidak sampai 5 detik kemudian, Sienna akhirnya sampai.
Jaraknya dengan Alvaro kini hanya tersisa beberapa centi. Sebelum Fabio melepas genggamannya pada lengan Sienna, papanya itu mengatakan sesuatu di dekat Alvaro. “Al, Papa percayakan putri Papa sama kamu.”
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Fabio akhirnya meraih tangan Sienna untuk kemudian diserahkan kepada Alvaro. Alvaro meraih tangan Sienna, menyelipkan jemari-jemari mungil itu pada jemarinya yang berukuran lebih besar.
Fabio akrhinya undur diri dari sana, ia melangkah menuju salah satu kursi yang ada di barisan paling depan. Di sampingnya, Renata telah menunggunya. Renata lantas memperhatikan suaminya yang tengah menyeka bagian pelupuk matanya dengan tangannya. Fabio tengah menangis, dan itu adalah sebuah tangis kebahagiaan.
Kini tiba saatnya di depan altar, Alvaro dan Sienna menghadap pada seorang pendeta yang akan menuntun mereka mengucapkan janji suci pernikahan.
Alvaro diminta mengucapkan janji suci lebih dulu, baru setelah itu Sienna yang akan melakukannya.
Sambil menatap Sienna dalam-dalam, Alvaro lantas mengucapkannya. “Sienna, saya memilih kamu sebagai istri saya. Saya berjanji untuk setia kepada kamu, dalam sehat maupun sakit, dalam bahagia maupun sedih. Saya mencintai kamu dan akan menghormati kamu seumur hidup. Saya ingin hidup bersama kamu sampai maut yang memisahkan kita.”
Tiba giliran Sienna mengucapkan janjinya, belum sempat Sienna berujar, terlihat Alvaro meneteskan air matanya.
Sienna menghela napasnya sekali, sebelum akhirnya mengucapkannya. “Alvaro, saya memilih kamu untuk menjadi suami saya. Saya berjanji setia kepada kamu dalam senang maupun sedih, dalam sehat maupun sakit. Saya mencintai kamu dan akan menghormati kamu seumur hidup.” Setelah mengucapkan rentetan kalimat itu, air mata Sienna seketika meluncur mulus ke pipinya.
Setelah Alvaro dan Sienna mengucapkan janji suci, akhirnya dinyatakan bahwa mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri dan pasangan hidup yang saling mengasihi.
Alvaro dan Sienna kemudian memanjatkan doa bersama dipimpin oleh pendeta dan dilanjut dengan pemberian cincin di jari manis pasangan masing-masing. Selesai sesi tersebut, para hadirin tampak sudah menunggu sesi selanjutnya yang menjadi bagian paling menarik dari sebuah pernikahan.
Sienna mendapati Alvaro tersenyum malu-malu, bahkan tampak rona kemerahan di kedua pipinya yang kontras dengan kulit putihnya.
“Oke,” ucap Alvaro pelan setelah menghela napasnya. Kemudian pria itu maju selangkah untuk lebih dekat kepada Sienna. Seruan dari hadirin mulai terdengar cukup heboh, sebagian orang sudah menyalakan kamera ponsel mereka untuk mengabadikan momen tersebut.
Alvaro menatap Sienna dengan tatapan penuh cinta, lalu kedua tangannya dengan lembut menangkup kedua sisi wajah Sienna.
Dengan pelan tapi pasti, Alvaro mencondongkan dirinya mendekat pada Sienna. Kemudian secara halus, Alvaro mulai menempelkan belah bibirnya pada bibir ranum Sienna. Alvaro otomatis memejamkan matanya, begitu juga yang dilakukan oleh Sienna.
Alvaro mencium Sienna dengan mesra. Dari yang awalnya hanya menempel, perlahan Alvaro memperdalam ciumannya pada bibir kekasih hatinya itu. Alvaro mengulum bibir Sienna dengan amat lembut. Bibir itu terasa manis, aromanya persis seperti permen, dan rasa itu sukses membuat Alvaro terlena.
Satu tangan Sienna yang bebas lantas memeluk pinggang Alvaro, lalu sedikit memberi kode dengan sebuah usapan. Sienna meminta Alvaro menyudahinya melalui tanda yang ia berikan, menyadarkan pria itu bahwa mereka masih berada di depan banyak orang, bukannya hanya berdua saja di kamar.
Akhirnya Alvaro mengurai ciuman mereka. Alvaro mendapati Sienna menahan senyumannya, itu adalah jenis senyuman menggemaskan yang jadi favorit Alvaro.
“Kamu kalau nggak diingetin, nggak berhenti ya,” cicit Sienna begitu ia dan Alvaro berjalan bersisian meninggalkan altar.
Alvaro menoleh pada Sienna sekilas dan ia terkikik. “Tadi baru sebentar, Sayang.”
“Yaa tapi kan masih di depan banyak orang, Al.”
***
Usai acara pemberkatan yang penuh haru, Alvaro dan Sienna kini tengah berada di ruangan pengantin milik mereka. Alvaro hampir saja mengunci pintunya, tapi Sienna mengingatkannya untuk tidak mengunci pintu.
“Al, jangan dikunci dulu pintunya. Kan kita mau foto bareng sama keluarga inti di sini. Gimana sih kamu,” ujar Sienna.
“Oh iya, aku lupa.” Alvaro lantas terkekeh.
Wajahnya kemudian dibuat sok sedih, karena ia ingin berduaan dengan Sienna saja, tapi apa boleh buat, nyatanya belum datang saat-saat tersebut.
Setelah menutup pintu tanpa menguncinya, Alvaro berjalan menuju Sienna. Langkah lebar Alvaro akhirnya berhasil membuat jaraknya dan Sienna tersisa sangat minim. Alvaro kemudian melingkarkan kedua lengannya di pinggang ramping Sienna. Diamatinya wajah menawan perempuannya. Kemudian satu tangannya bergerak akan mengelus paras cantik itu, tapi tiba-tiba tergantung di udara begitu saja.
“Nggak papa,” ucap Sienna yang lantas meraih tangan Alvaro, menyuruh lelaki itu untuk melanjutkan aksinya.
“Makeup aku transferproof, nggak akan luntur,” tambah Sienna. Entah mengapa suara Sienna terdengar begitu sensual dan menggoda di indera pendengaran Alvaro. Sesuatu dari dalam diri Alvaro terasa bergejolak, tapi Alvaro mencoba untuk menahannya.
Akhirnya Alvaro melanjutkan aksinya, ia mengarahkan tangannya untuk mengusap dengan lembut satu sisi wajah Sienna. Sienna tanpa sadar memejamkan matanya kala menikmati sentuhan lembut yang Alvaro berikan. Sienna merasakan gelenyar aneh dari dalam dirinya, tapi ia coba mengendalikannya.
Begitu Sienna kembali membuka kedua matanya, Alvaro lekas berujar, “Sayang, kamu cantik banget hari ini,” ucap Alvaro dengan suara pelannya. Alvaro terheran dengan dirinya sendiri, entah mengapa suaranya berubah jadi sedikit serak dan rasanya hampir menghilang.
“You look so gorgeous too,” balas Sienna sambil mengamati wajah tampan suaminya dengan seulas senyum bahagia yang terukir di wajahnya.
Berkat ruangan yang sunyi itu, keduanya sama-sama bisa mendengar detak jantung masing-masing. Debaran itu terdengar cukup kuat dari debar normal biasanya.
Sienna lantas perlahan mengangkat tangannya, lalu ibu jarinya berhenti dan mendarat di atas belah bibir Alvaro. Sienna memperhatikan bibir itu, “Aku kira ada bekas lipstik di bibir kamu, tapi ternyata bersih. Berarti lipstiknya beneran transferproof ya,” ujar Sienna.
Alvaro lantas menyemburkan tawanya. “Mungkin beneran transferproof. Tapi tadi baru sebentar dan belum apa-apa, Sayang. Kayaknya harus kita coba lagi deh, buat buktiin lipstik kamu beneran transferproof atau engga.”
Pandangan Alvaro pun hanya tertuju pada bibir ranum Sienna yang berbalut lipstik merah itu. Sienna masih diam di tempatnya, membiarkan Alvaro hampir saja menciumnya lagi seperti tadi di altar. Namun belum sempat Sienna merasakan bibir itu, terdengar sebuah ketukan di pintu.
“Arghh,” Alvaro mengeluh pelan dan lelaki itu tampak kesal. Alvaro akhirnya mau tidak mau menjauh dari Sienna untuk membukakan pintu.
Di tempatnya Sienna terkikik pelan, lalu ia mengulaskan senyumnya. Lucu sekali rasanya melihat Alvaro kesal seperti itu. Seolah tidak ada waktu saja untuk melakukannya, padahal kan mereka memiliki banyak waktu untuk itu.
***
Setelah sekitar 20 menit melakukan sesi foto dengan para keluarga inti, akhirnya acara tersebut selesai juga. Mereka mendapatkan beberapa hasil jepretan sebagai sebuah keluarga baru dan nantinya akan dicetak sebagai sebuah memori.
Kemudian mereka bergantian berpelukan, sebagai tanda bahwa keluarga baru telah terbentuk dengan kasih dan cinta. Inggit memeluk Sienna sambil membisikkan bahwa sekarang Sienna juga adalah putrinya, anaknya di dalam keluarga mereka. Fabio juga memeluk Alvaro, hampir menangis lagi seperti di altar tadi, tapi pria itu berhasil menahannya.
Pernikahan Alvaro dan Sienna telah menyatukan dua keluarga, membuat cinta menjadi lebih besar, serta memberi kebahagiaan yang akan lebih besar lagi untuk hari ini, juga hari-hari berikutnya.
“Kita tunggu kalian di ruang makan ya,” ujar Inggit sebelum berlalu dari sana. Renata, Fabio, dan keluarga yang lain telah melenggang dari kamar itu lebih dulu.
“Gio, ayo Nak ikut sama Oma,” ajak Inggit kepada cucunya. Gio tanpa menunggu lama mengikuti Inggit, meskipun anak itu bingung kenapa ia harus pergi dari sana.
“Papa sama Bunda sudah menikah, harus punya waktu untuk berdua. Gio kan anak pinter, sayang kan sama Papa dan Bunda?” sayup-sayup masih terdengar suara Inggit yang memberi penjelasan pada Gio, hingga akhirnya suara tersebut menghilang dibalik pintu yang ditutup.
Ketika semua keluarga udah meninggalkan kamar, hanya tersisa Alvaro dan Sienna di sana. Alvaro menunggu Sienna yang sedang berada di kamar mandi.
Cukup lama Alvaro menunggu, ia mondar-mandir seperti setrikaan di ruang kamar. Karena rasa tidak sabarnya, Alvaro akhirnya menuju kamar mandi dan ia mengetuk pintunya.
“Sayang, masih lama nggak?” Alvaro bertanya dari luar.
“Iyaa sebentar … ” Sienna menyahut dengan sedikit mengeraskan volume suaranya.
Selang 1 menit, Alvaro kembali memanggil Sienna.
“Sayang ... ayo cepetan,” Alvaro masih setia berdiri di depan pintu kamar mandi dan meminta Sienna cepat-cepat keluar.
Cklek!
Ketika pintu akhirnya terbuka, Sienna langsung berujar, “Kenapa buru-buru? Kan acara makannya masih 10 menitan lagi, Al. Aku tadi lagi pipis lho.”
Sienna tidak mengerti, tapi akhirnya ia bergegas keluar dari kamar mandi karena Alvaro terus memanggilnya.
“Udah sepi nih, Sayang. Kita lanjut lagi yang tadi ketunda yuk,” ujar Alvaro.
Sienna seketika membeliak. Ia tidak percaya, Alvaro rupanya hanya ingin menciumnya. Sienna pikir Alvaro menyuruhnya cepat-cepat karena suatu hal yang urgent. Oh, astaga. Sienna benar-benar tidak habis pikir.
Setelah Sienna mengizinkannya, Alvaro langsung tampak kegirangan. Tanpa menunggu apapun, Alvaro akhirnya langsung mengulum bibir Sienna. Sienna kembali merasakan bagaimana lembap dan kenyal bibir Alvaro yang menyapa belah bibirnya. Bagaimana gerakan luwes Alvaro yang menciptakan irama indah untuk pagutan mereka, Sienna rasanya seperti dibawa terbang ke langit ke tujuh.
Ciuman Alvaro kali ini sedikit berbeda dari yang tadi di altar. Sienna terkesiap ketika ia harus mengimbangi lumatan Alvaro yang bergerak semakin intens. Sienna coba membalas pergerakan itu, ia menggerakkan bibirnya di atas bibir Alvaro, memberi dorongan yang cukup kuat guna membalas ciuman itu.
Ketika masih asyik bergelut dengan mengulum bibir satu sama lain dan mulai mengadu lidah, tiba-tiba terdengar lagi suara menyebalkan itu.
Tok! Tok!
Ketukan yang cukup kuat itu mau tidak mau akhirnya membuat keduanya sama-sama melepaskan diri dan menjauh.
“Orang WO kali, Sayang. Kayaknya ngingetin kalau kita harus turun sekarang deh,” ujar Sienna.
“Oke,” Alvaro berucap pelan, nadanya terdengar sedikit lesu.
Sienna lantas mengambil tangan Alvaro, lalu ia memberi usapan lembut di sana sembari berujar, “Nanti dilanjut lagi. Ayo kita turun dulu. Kamu butuh makan, kata Mama, tadi pagi kamu belum sarapan apa-apa.”
“Oke, Sayang. Ayo, kita makan dulu,” putus Alvaro akhirnya.
***
Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷
Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜
Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭