The Wedding with The Mixed Feeling

3 bulan kemudian.

Sienna telah membuat sebuah keputusan. Sienna telah memantapkan dirinya bahwa Tuhan-lah yang lebih berkuasa untuk mengatur takdir seseorang. Sienna tidak akan ikut campur terhadap takdir seorang yang ia kenal di dalam mimpinya. Sienna akan membiarkan segalanya terjadi begitu saja dan mengalir seperti layaknya air di sungai.

Hari ini akhirnya tiba, hari di mana pernikahan Alvaro dan Marsha akan dilaksanakan. Sienna telah menerima appointment untuk merias Marsha di hari pernikahannya. Sienna dan tim makeup-nya telah tiba di venue sekitar pukul 4 pagi, karena pemberkatan akan dilaksanakan pada pukul 9.

Sienna telah mempersiapkan segalanya, mulai dari fisik dan juga mentalnya, agar ia dapat memberikan yang terbaik untuk merias brides-nya hari ini. Hari ini Sienna akan dibantu oleh Hani sebagai asisten makeup-nya dan Fia sebagai asistennya yang nomor dua.

Sienna dan timnya telah berada di ruang makeup dan menunggu Marsha datang untuk dirias. Beberapa menit berlalu, pintu ruangan itu dibuka. Terlihat kehadiran Marsha di sana bersama seorang wanita paruh baya yang diketahui adalah ibu dari Marsha.

Begitu Marsha menarik kursi di hadapan sebuah kaca dengan vanity lamp yang biasa digunakan MUA untuk merias, Sienna dapat dengan jelas melihat raut wajah Marsha yang nampak sangat berseri-seri.

“Sienna, makasih ya udah mau makeupin aku di hari spesialku,” ucap Marsha sebelum Sienna mulai meriasnya.

“Aku juga makasih sama kamu, kamu udah mempercayakan aku,” ucap Sienna seiring merekahnya sebuah senyum di wajahnya.

Berikutnya Sienna memulai kegiatannya merias Marsha. Selagi kegiatan itu berlangsung, ruang rias kedatangan seseorang. Wanita anggun yang kira-kira berusia 50 tahunan itu menghampiri Marsha dan kemudian menggenggam satu tangannya.

“Mam, Marsha gugup banget,” ucap Marsha kepada wanita itu.

“Semalam kamu bisa tidur nggak?” tanya perempuan itu dengan nada lembutnya.

“Aku nggak bisa tidur Mam, baru tidur jam 1 deh kayanya,” jawab Marsha. Dari percakapan tersebut, Sienna dapat menebak jika wanita itu adalah calon mertua Marsha, yang artinya beliau adalah ibu dari Alvaro. Ketika tidak sengaja tatapan Sienna bertemu dengan Inggit, wanita itu sempat beberapa detik menatap Sienna. Sienna perlahan mengalihkan tatapannya dari Inggit setelah menyapa Inggit dengan sebuah senyuman sopan.

Selama kurang lebih 30 menit, Inggit masih berada di sana dan menyaksikan calon menantunya dirias. Dari tatapan Inggit, Sienna dapat melihat bahwa Inggit begitu bahagia hari ini. Sudah jelas, semua orang yang ada di tempat ini merasa begitu bahagia. Para keluarga, serta beberapa sahabat yang sudah hadir lebih dulu, mereka bahagia karena sebentar lagi akan menyaksikan dua insan yang saling mencintai dipersatukan. Hanya Sienna satu-satunya orang yang tidak dapat ikut merasakan kebahagiaan tersebut. Sienna sudah tahu lebih dulu apa yang akan terjadidi masa depan, di mana akan terjadi kehancuran pernikahan Alvaro dan Marsha yang Sienna perkirakan itu akan terjadi dalam waktu dekat.

“Mam, aku makeup-nya masih lama lho. Mama sarapan aja dulu, jangan tungguin aku di sini Mam,” ujar Marsha kepada Inggit. Padahal ibunya Marsha juga telah mengajak calon besannya untuk sarapan bersama, tapi rupanya Inggit masih betah berada di ruangan itu. Beberapa kali Inggit memuji penampilan Marsha yang sangat cantik. Marsha belum selesai dirias, tapi wajahnya memang sudah sangat menawan.

“Sebentar lagi kayaknya Alvaro udah selesai siap-siap deh, katanya dia mau ke sini dulu untuk ketemu kamu sebelum pemberkatan,” ucap Inggit.

Benar saja sesuai yang dikatakan oleh Inggit, beberapa menit kemudian, ruang rias kembali kedatangan seseorang. Dari jarak sekitar kurang dari 100 meter, Sienna dapat melihat sosok itu. Alvaro Xander Zachary, lelaki yang merupakan calon suami Marsha, lelaki yang sudah dua kali muncul di dalam mimpinya.

Sebuah senyum bahagia merekah di wajah Alvaro, ketika kaki panjangnya melangkah ke arah di mana Marsha berada. Marsha yang menyadari kehadiran Alvaro sejenak menoleh ke arah pria itu, dan Sienna menjeda kegiatannya merias wajah Marsha.

Marsha menatap Alvaro dengan tatapan kagum dan terpana. Alvaro memang terlihat sangat tampan hari ini. Sebuah kemaja putih ditambah tuxedo hitam yang nampak luxury membalut tubuh tegapnya, tidak lupa sebuah dasi kupu-kupu kecil yang disematkan di kerah kemejanya Rambut hitam Alvaro ditata dengan rapi dengan model tatanan slicked back, penampilan lelaki itu nampak sangat sempurna.

Dari pantulan cermin, Alvaro pun ikut memperhatikan paras calon istrinya dengan mata yang berbinar. Semua orang yang berada di ruangan itu pun dapat tahu bahwa kedua insan itu begitu saling mencintai satu sama lain.

“Gio di mana?” tanya Marsha kepada Alvaro tanpa menoleh padanya, karena Marsha harus menurut untuk stay di posisinya selagi ia dirias.

“Masih ganti baju sama susternya. Dia mau pakai jas katanya, biar sama kayak aku,” terang Alvaro.

“Bener-bener deh, selalu aja mau samaan sama papanya,” balas Marsha. Di tengah-tengah suasana tersebut, tiba-tiba pintu ruangan di ketuk sebanyak dua kali. Alvaro berjalan ke arah pintu karena sepertinya lelaki itu sudah tau siapa yang datang.

Alvaro belum membuka pintunya lebih lebar, tapi sosok manusia kecil di sana keburu mengacir dan sedikit berlari memasuki ruangan. “Mama!!” seruan itu terdengar beriringan dengan kemunculan sosok anak laki-laki dengan balutan kemeja putih yang dilapisi lagi dengan tuxedo hitam, tidak lupa tersemat sebuah dasi kupu-kupu kecil di kerah kemejanya.

“Wahh anak Mama ganteng sekali hari ini,” ucap Marsha dengan nada antusiasnya.

“Mama juga cantik sekali hari ini,” balas bocah lelaki itu sambil memandangi wajah Marsha dengan matanya yang berbinar.

Ketika Gio sedang asik berbincang dengan Marsha, tidak sengaja netra Sienna bertemu dengan Alvaro. Sebuah kuas makeup yang ada di tangan Sienna hampir saja terjatuh, untungnya Hani mengantisipasi itu dengan cepat dan dapat mencegah kuas di tangan Sienna terjatuh ke lantai. Tadi Sienna merasakan tangannya sedikit gemetar, tapi ia bersyukur karena sepertinya Alvaro memang tidak mengenalinya. Lagipula jika Alvaro mengenalinya, tidak akan ada yang berubah, pria itu akan tetap menikah dengan Marsha, dan mimpi Sienna kemungkinan akan tetap menjadi kenyataan.

“Gio kan anak yang pintar, Gio ikut sama Papa dulu ya. Tunggu Mama selesai di luar ya Nak, soalnya Mama makeup-nya masih lama,” ujaran Marsha tersebut menjadi suara yang memenuhi ruangan rias. Setelah ucapan itu, Alvaro pun berinisiatif untuk mengajak Gio keluar dari ruangan rias.

Sebelum Gio dan Alvaro melenggang dari sana, Sienna beberapa detik melihat ke arah Gio. Melihat bocah itu, entah kenapa perasaan Sienna menjadi campur aduk dan tidak karuan. Pasalnya dalam mimpi Sienna, Gio harus menghadapi kenyataan bahwa orang tuanya berpisah. Bagi anak sekecil itu yang belum terlalu mengerti, pastilah akan sangat sulit untuk melaluinya.

Mengetahui apa yang akan terjadi secara lebih dulu dibanding orang lain, merupakan perasaan yang terasa menakjubkan. Namun tidak selamanya seperti itu. Sienna sering merasa ketakutan, sedih, dan juga khawatir yang berlebihan. Sienna jadi mudah tersentuh sisi emosionalnya, karena ia ikut merasakan kesedihan orang lain meskipun itu belum terjadi. Satu hal yang Sienna dapati dari kejadian hari ini, Sienna harus belajar berakting di hadapan orang yang masa depannya ia ketahui. Sienna harus bersikap seolah ia tidak tahu apa-apa, padahal ia telah mengetahui segalanya.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭