They’re Always Tried to be A Good Parents
Flashback.
Di usianya yang ke 19 tahun, Alvaro telah menjadi seorang ayah. Hari di mana Gio lahir, Alvaro tidak akan pernah lupa bahwa hari itu ia menjadi lelaki yang paling bahagia. Alvaro menjadi lelaki yang pertama menggendong bayi mungil itu, menjadi lelaki pertama yang menggenggam jari-jari kecilnya.
Alvaro berpikir hidupnya menjadi lebih baik sejak Giorgino Gavi Zachary lahir ke dunia. Menjadi seorang ayah rupanya adalah perasaan yang membahagiakan dan menakjubkan.
Sudah menjadi keputusan Alvaro dan Marsha, bahwa sejak bayi, Gio akan tinggal dengan Alvaro dan Inggit. Marsha sering berkunjung ke rumah dan beberapa kali menginap ketika akhir pekan.
Sejak menginjak usia 4 tahun, Gio semakin mengerti tentang banyak hal. Gio tahu bahwa Alvaro dan Marsha adalah orang tua kandungnya. Semakin Gio beranjak besar, anak itu semakin pintar dan sering bertanya pada Alvaro dan Marsha tentang mengapa papa dan mamanya tidak menikah ; tidak seperti orang tua teman-temannya. Makanya Gio selalu ingin papa dan mamanya menikah dan tinggal di rumah yang sama.
Gio tidak pernah tahu bahwa Alvaro mengakuinya sebagai anak angkat di hadapan publik. Alvaro terpaksa melakukannya, dan ia merasa sangat bersalah akan itu.
Di suatu malam, saat Gio tidak bisa tidur, Alvaro datang ke kamarnya. Alvaro akan menceritakan sebuah cerita lucu yang kemudian mengundang gelak tawa bocah berusia 4 tahun itu.
“Sekarang Gio tidur ya, ini udah malem,” ucap Alvaro setelah kurang lebih tiga puluh menit ia bercerita.
“Papa, boleh Gio tanya sesuatu dulu?” tanya Gio sambil menatap Alvaro.
“Boleh dong, Sayang. Gio mau tanya apa emangnya?”
“Bisa nggak, nanti Papa sama mama menikah? Kalau menikah, Papa sama mama nanti tinggalnya bareng, kan? Orang yang menikah itu saling sayang kan, Pah? Papa dan mama kan saling sayang.”
Alvaro sempat terdiam dan tidak langsung menjawab pertanyaan Gio. Namun ia tidak ingin membuat anaknya bingung dan bersedih.
“Kalau Papa dan mama menikah, emangnya Gio seneng?” Alvaro bertanya sembari menggerakkan tangannya untuk mengusap puncak kepala Gio.
“Seneng banget. Gio kan pengen tinggal sama Papa dan mama. Gio sayang sama Papa, sayang mama juga.” Gio menjawabnya sembari menatap Alvaro dengan mata puppy eyes-nya yang sangat lucu dan menggemaskan.
“Iya, Sayang. Gio sabar ya, nanti Papa dan mama akan bicarakan dulu,” ujar Alvaro akhirnya.
Gio mengangguk dengan semangat, lalu bocah itu menampakkan senyum lebarnya. Namun Gio belum tidur, ia malah bertanya lagi pada Alvaro. “Papa sayang sama mama?”
Alvaro dengan cepat mengangguk, lalu ia menyematkan kecupan di puncak kepala Gio. “Papa sayang mama dan juga sayang Gio, sayang sekali.”
***
Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷
Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜
Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭