Tradisi Lama yang Dirindukan
Raegan memilih sebuah private room di restoran khas itali untuk mewujudkan acara makan-makan bersama para anggota gengnya. Sebenarnya acara makan malam ini terasa lebih bermakna dari acara-acara sebelumnya bagi Raegan. Awalnya Raegan tidak berpikir bahwa Kaldera bersedia untuk ikut dengannya, tapi Kaldera rupanya mengiyakan ajakan tersebut. Keikutsertaan Kaldera menjadi salah satu bagian terbaik untuk acara malam ini.
Romeo, Barra, dan Calvin juga datang ke acara tersebut. Mereka terlihat sedikit terkejut dan canggung saat melihat Kaldera di sana. Romeo dan Calvin bertemu dengan Kaldera begitu keduanya akan mengambil makanan di prasmanan yang telah disediakan.
Romeo lantas mempersilakan Kaldera untuk lebih dulu mengambil makanannya. Calvin justru menghampiri Kaldera dan langsung bertanya. “Kayaknya habis acara ini lo sama Raegan punya acara berdua ya?” tanya Calvin dengan nada bergurau.
Kaldera pun menoleh dan wajahnya tampak bingung setelah mendengar pertanyaan Calvin.
Romeo yang mendapati tingkah jahil Calvin itu segera menghampiri keduanya. “Kal, nggak usah didengerin. Lo ambil makanan aja.” Setelah mengatakannya, Romeo pun segera menarik Calvin untuk menjauh dari Kaldera. Calvin terlihat mendumel, lelaki itu nampak tidak terima Romeo memotong pembicaraannya dengan Kaldera.
***
Ini pertama kalinya bagi Kaldera melihat dan bertemu dengan para anggota geng mafia, bahkan makan di satu meja yang sama dengan para pria itu. Kaldera berpikir hidupnya telah berubah menyerupai alur di film-film thriller yang pernah ditontonnya. Namun kenyataannya tidak seperti apa yang Kaldera pikirkan. Mereka, para anggota geng Aquiver tidak terlihat seperti mafia menyeramkan yang Kaldera bayangkan sebelumnya.
Di meja berbentuk lingkaran itu, mereka berbincang-bincang ringan setelah menikmati menu hidangan utama. Kini beberapa orang sedang menikmati dessert di piring kecil mereka. Kemudian ditengah-tengah obrolan itu, salah seorang anggota mengeluarkan pemantik dan siap untuk menyalakan sebatang rokok di tangannya.
“You cannot smoke here,” ujar Raegan to the point. Raegan mengarahkan tatapannya ke arah seorang lelaki jangkung yang duduk tepat di seberangnya. Seketika semua mata mengarah pada Dean, lelaki yang akan merokok itu.
“Alright alright, Boss,” ucap Dean sambil mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. Kemudian Dean melenggang untuk pergi ke balkon restoran yang dibatasi oleh sebuah dinding kaca.
“It must because of you,” bisik seseorang di dekat Kaldera yang seketika membuat Kaldera menoleh. Rupanya orang itu adalah Barra, pria itu baru saja melewati kursi Kaldera sambil membawa sajian dessert di tangannya.
Begitu netra Kaldera besinggung tatap dengan Barra, lelaki itu mengulaskan senyum tipisnya. Barra terlihat tenang di kursinya sembari menikmati pudding coklat di piringnya, tapi tatapannya terus tertuju ke arah Kaldera.
Kaldera lantas memikirkan ucapan Barra padanya. Kaldera masih belum menemukan jawabannya. Kaldera penasaran, tapi tidak mungkin ia menanyakannya pada Barra. Kemudian ada dua orang lagi yang ingin merokok, mereka sempat mempertanyakan mengapa tidak boleh merokok di ruangan ini, padahal ruangannya telah disewa secara privat. Toh selama ini mereka sering melakukannya, karena mereka semua yang ada di sini adalah seoran perokok.
“Please respect her,” ujar Raegan akhirnya. Seketika Kaldera menoleh ke samping kanannya dan netranya langsung bersitatap dengan Raegan. Raegan hanya menatapnya dengan tatapan minim ekspresi, lalu kontak itu terputus begitu saja dan baik Raegan maupun Kaldera sama-sama mengalihkan tatapan ke arah lain.
Kini Kaldera mendapat jawaban atas pertanyaan yang tadi singgah di benaknya. Kaldera pun mengerti maksud perkataan Barra tadi. Detik berikutnya, tanpa Kaldera dapat cegah, ada sebuah desiran hangat yang perlahan-lahan memenuhi di rongga dadanya. Kaldera tidak dapat membohongi perasaannya. Perasaan ini jelas-jelas adalah perasaan yang sama ketika Raegan memberikan blazer jaketnya saat mereka pergi ke taman waktu itu.
***
Acara makan malam itu selesai sekitar pukul sembilan. Beberapa masih mempunyai acara yang akan dilakukan bersama. Mereka akan pergi ke bar untuk meneguk botol bir sambil menikmati karaoke di sebuah ruangan privat yang disediakan oleh tempat hiburan itu.
“Lo nggak ikut anak-anak ke bar?” tanya Barra pada Raegan.
“Kali ini nggak dulu. Maybe next time,” balas Raegan. Barra lantas mengangguk-angguk dan sepertinya pria itu sudah memiliki jawaban mengapa kali ini Raegan tidak turut serta. Alasannya tentu adalah seorang perempuan yang nampaknya begitu diperlakukan layaknya seorang ratu oleh sang bos mafia itu.
Sebelum Raegan dan Kaldera berjalan menuju di mana mobil Raegan terparkir, Romeo, Barra, dan Calvin menahan langkah keduanya.
“Ada yang mau kita omongin sebentar sama Kaldera,” ujar Romeo lebih dulu. Raegan seketika menatap Romeo dengan tatapannya khasnya, yakni kedua alis yang bertaut dan timbul kerutan di keningnya.
“Kita mau minta maaf sama lo Kal,” ujar Calvin kemudian.
Kaldera yang mendapati kalimat tersebut terlihat tidak mengerti maksud dari perkataan Calvin.
“Kenapa minta maaf?” tanya Kaldera setelah mereka hanya saling menatap.
“Maaf karena kita udah merahasiakannya dari lo. Saat lo udah tau identitas kita, gue pikir sikap lo akan berubah ke kita, tapi ternyata enggak. Kita selalu berharap lo nggak menganggap kita orang-orang jahat,” jelas Romeo panjang lebar.
Calvin dan Barra mengatakan hal yang hampir serupa dengan Romeo. Mereka sempat berpikir bahwa hubungan ketiganya dengan Kaldera akan berubah. Waktu-waktu yang telah mereka lalui bersama, membuat mereka cemas kalau Kaldera akan menjauh setelah mengetahui semuanya.
Beberapa detik setelahnya, Kaldera mengulaskan senyum lembutnya. “Nggak ada yang berubah sama sekali,” ujar Kaldera sambil menatap satu persatu anggota The Ninety Seven dengan tatapan penuh artinya.
Calvin tampak lega setelah mendengar penuturan Kaldera. Lelaki itu lantas tersenyum cerah sekali. “Gue tadi agak kaget sih lo mau dateng ke acara makan-makan malam ini,” celetuk Calvin. Kemudian Calvin melirik Raegan dan Kaldera secara bergantian, “Makanya gue kira lo sama Raegan ada acara privat berdua habis ini,” tambah Calvin sambil melemparkan senyuman menggoda.
“Nggak ada acara apa-apa,” ucap Raegan cepat.
“Santai aja dong, Bos,” sergah Romeo.
“Guys, enough. Nih sekarang di luar anginnya lagi kenceng banget, udah malem juga. Mending lo anter Kaldera pulang deh sana,” suruh Barra yang kemudian lekas diangguki oleh Raegan.
Sebelum berpamitan pulang, Kaldera mengatakan sesuatu pada Romeo, Barra, dan Calvin. Kaldera mengatakan bahwa meskipun ia belum dapat memahami pekerjaan yang dilakukan oleh The Ninety Seven, Kaldera dapat merasakan bahwa mereka adalah orang-orang yang baik dan akan selalu melindunginya. Kaldera tidak membenarkan pekerjaan mereka, tindak kriminal memang akan selalu salah. Namun mereka yang Kaldera kenal adalah orang yang berbeda dengan pekerjaan yang mereka jalani. Itu seperti dua hal yang terpisah, begitulah kira-kira.
Kaldera akhirnya berpamitan dan masuk ke mobil lebih dulu. Raegan masih di sana dan ditahan oleh teman-temannya.
“Jadi sekarang Kaldera tinggak di rumah lo?” tanya Romeo diiringi alisnya yang bertaut.
“Yes. As you see,” jawab Raegan santai. Sementara Romeo tertegun mendengar jawaban itu. Sepertinya Romeo dan Raegan sudah 0-1 sekarang. Romeo tidak main-main soal ketertarikannya pada Kaldera, tapi kenyataan pahitnya adalah saingannya merupakan sahabatnya sendiri.
“Gerak cepat juga lo,” timpal Calvin.
“Are you officially her boyfriend?” tanya Barra ikut menimpali.
“Hmm … not yet,” ujar Raegan. Pria itu terdiam beberapa detik, lalu ia kembali berujar, “But I’ll make it happen soon,” sambung Raegan dengan nada yang terdengar penuh keyakinan.
Romeo dan Calvin sukses dibuat takjub dengan pernyataan Raegan soal keseriusannya dengan Kaldera. Kalau Raegan sudah mengatakannya, maka Raegan akan sungguh-sungguh mewujudkannya. Selama ini sosok itulah yang mereka kenal sejak keempatnya bergabung di dalam geng yang sama. Kali ini Raegan tidak ingin menyerah terhadap urusan percintaannya, berbeda dengan yang sebelum-sebelumnya. Biasanya Raegan mudah menyerah terhadap perempuan, tapi kali ini sepertinya pria itu begitu serius ingin berjuang.
Sebelum berbalik dan meninggalkan teman-temannya, Raegan kembali berujar, “I didn’t take her home,” ujar Raegan.
“What do you mean?” tanya Calvin.
“From now until she’ll be mine, she will always going home with me,” tukas Raegan.
***
Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮
Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂