Udang di Balik Batu
Perubahan bukanlah sesuatu yang mudah untuk bisa dicapai. Butuh waktu dan praktek berkali-kali. Selain itu, dilakukan perlahan tapi harus dengan pasti, serta secara konsisten dilakukan. Lilie ingin mencobanya melakukan perubahan, ia ingin kembali menjadi Lilie yang dulu. Perkataan Edgar tempo hari padanya, akhirnya membuat Lilie berpikir. Di usianya yang telah menginjak 26 tahun tahun ini, seharusnya Lilie bisa bersikap lebih dewasa. Hidup dalam kesendirian dan cenderung memendam bebannya seorang diri, seringkali membuat Lilie merasa lelah dan kehabisan energi. Lilie pernah mengalami fase yang berat di dalam hidupnya, hingga masa lalu tersebut yang akhirnya membuat Lilie menjadi pribadi yang lumayan tertutup.
Di masa lalu, Lilie pernah kehilangan cinta dari seseorang yang ia anggap paling menyayanginya. Persona tentang lelaki idaman yang orang itu bangun pun hancur ketika akhirnya orang itu memutuskan untuk pergi dari hidup Lilie.
Sejak saat itu, Lilie memutuskan untuk lebih membatasi diri. Terutama untuk dekat dan mengenal lawan jenis dengan lebih jauh. Lilie trauma untuk kembali merasakan cinta dan menjalin hubungan asmara, hingga akhirnya memutuskan menyibukkan diri dengan bekerja. Lilie berharap dengan begitu ia bisa sembuh dari rasa sakit tersebut. 2 tahu berlalu, Lilie merasa dirinya telah sembuh. Namun layaknya sebuah organ tubuh yang telah rusak ; mau sehebat apa pun seorang dokter, tidak akan bisa mengembalikan dengan sempurna fungsi organ yang telah rusak itu, bukan?
Tadi pagi sebelum berangkat bekerja, Lilie bercerita tentang sesuatu kepada papanya ketika mereka menikmatti sarapan bersama di meja makan. Lilie bercerita soal pekerjaannya dan ada sebagian yang menyangkut persoalan pribadi. Lilie baru hanya menceritakan hal tersebut kepada Papanya, jadi nampaknya itu adalah hal yang sangat penting dan cukup privasi.
Papanya sedikit kaget dengan perubahan yang terjadi dengan Lilie, tapi akhirnya senang juga karena mendapati putrinya tampak lebih ceria dari biasanya. Tentang seseorang yang Lilie ceritakan pada Papanya, membuat Papanya sedikit kagum dan ikut merasa bahagia. Lantas Papanya pun juga menduga perubahan Lilie dimotivasi oleh orang tersebut, karena Lilie terlihat bahagia ketika menceritakan tentang orang itu.
Pagi ini di kantor, setelah menaruh tasnya di ruangan, Lilie berjalan menuju pantry. Lilie ingin membuat kopi sebelum memulai hari dan menyambut pekerjaan yang sudah menunggunya. Lilie membawa tumbler kosong di tangannya, ia pun melangkah menuju pantry. Namun tiba-tiba langkah Lilie terhenti di depan pantry begitu ia mendengar suara obrolan beberapa orang dari dalam. Mereka menyebut nama Lilie dan juga nama Edgar di sana.
Lilie mengenali suara tersebut, itu adalah suara Riana dan teman-temannya.
“Kemaren sore tuh gue pulang kantor bareng Edgar, terus kita makan di restoran makanan korea all you can eat. Padahal katanya Edgar nggak begitu suka makanan korea. Tapi karena gue lagi pengen, jadi dia ngikut aja, katanya nggak papa,” cerita Riana.
“Terus habis itu gimana?” sahut temannya yang lain.
“Kita nggak langsung pulang, jalan-jalan dulu ke mall. Baru habis itu dia nganterin gue pulang,” ujar Riana.
“Jam berapa lu baliknya?”
“Kayaknya jam sepuluh deh baru sampe rumah.”
“Malem juga. Eh, keliatannya Edgar tuh suka sama lu nggak sih Ri? Keliatan banget deh, dia baik banget sama lu,” ujar teman Riana yang satu lagi.
“Masa sih? Tapi banyak yang bilang Edgar sukanya sama Kak Lilie,” itu Riana yang mengatakannya.
“Engga sih. Menurut gue Edgar sukanya sama lo. Kak Lilie kan mentornya Edgar, jadi wajar aja kalau Edgar baik ke dia,” ujar temannya lagi.
Lilie di sana mendengar percakapan yang membawa dirinya dan juga Edgar. Hanya sebatas itu, kemudian Lilie segera berbalik dan melangkah pergi dari sana.
Selama perjalanan kembali menuju ruangannya, Lilie lantas bertanya-di dalam hatinya. Kenapa ia harus pergi dari sana? Kenapa ia menghindari Riana dan teman-temannya? Apa benar Lilie merasa risih dengan gosip tersebut? Harusnya perasaan tidak nyaman ini tidak dirasakannya, bukan?
***
Saat ini waktu menunjukkan pukul 4 sore. Artinya sekitar 1 jam lagi, jam kerja di kantor akan berakhir. Biasanya pada jam segini, para karyawan sudah mulai mengurangi pekerjaan mereka dan bisa sedikit bersantai ; seharian disibukkan oleh pekerjaan yang datang layaknya air yang tidak berhenti mengalir.
Santer terdengar di ruangan divisi sosial media marketing, bahwa ada kafe yang baru buka di dekat kantor mereka. Mereka berencana pergi ke sana karena penasaran dengan kafe yang sedang booming tersebut. Dikatakan juga ada tempat karaoke yang cukup mewah di lantai atasnya. Karena kafe tersebut baru saja buka 2 hari yang lalu, jadi ada penawaran diskon bagi yang ingin menyewa ruang karaoke.
“Ayo siapa aja nih yang mau ikut?” ujar Jesslyn menanyai satu persatu teman sedivisinya.
“Gar, lu ikut nggak?” Valdo bertanya pada Edgar.
“Gue ngikut yang lain aja deh. Kalau pada ikut, gue ikut,” jawab Edgar.
“Kak Lilie, gimana Kak? Ikut kan?” Jesslyn bertanya pada Lilie.
“Boleh deh,” ujar Lilie yang mengiyakan ajakan tersebut.
“Eh iya, anak kreatif katanya pada mau ke sana juga, tadi gue denger dari Diandra,” celetuk Ardi yang mengalihkan fokusnya dari laptop kepada teman-teman sedivisinya di ruangan itu.
“Wih mantep tuh, gabung aja sekalian. Dua divisi nih jadinya,” seru Jesslyn.
“Bang tim kita otw pakai mobil lu ya?” pinta Jesslyn pada Valdo.
“Oke, gampang itu mah. Mobil gue muat buat tim kita berlima. Masuk semua.”
“Oke deh. Karaokean nanti kita di sana,” cetus Ardi.
Setelah waktu berlalu dan jam akhirnya menunjukkan pukul 5 sore, Valdo, Jesslyn, dan Ardi telah bersiap-siap untuk meninggalkan ruangan.
“Guys, sorry banget. Kayaknya aku nggak jadi ikut deh,” ujar Lilie. Pernyataan Lilie tersebut sontak mengundang tatapan tanya dari semua orang di sana.
“Lho kenapa Lie? Masih ada kerjaan kah?” tanya Valdo. Lelaki itu menatap Lilie lurus-lurus, pandangannya tampak keheranan.
“Iya nih, masih ada kerjaan. Mbak Dev minta besok pagi. Jadi aku harus kerjain sekarang biar selesai,” jelas Lilie.
Pada akhirnya mereka mengerti dan memaklumi alasan Lilie yang mendadak urung untuk ikut ke kafe. Lilie pun tersisa di ruangan itu seorang diri, semua teman satu divisinya sudah berlalu dari sana. Edgar jadi yang paling terakhir meninggalkan ruangan. Saat lelaki itu sudah tidak terlihat, Lilie mengalihkan tatapannya dari layar laptop kepada meja di samping mejanya. Itu adalah meja Edgar.
Entah kenapa, tiba-tiba Lilie tidak ingin saja ikut ke kafe itu setelah mendengar bahwa divisi kreatif juga berencana untuk pergi ke sana. Sebelumnya, tradisi pergi bersama dan karaoke memang sudah lumrah dilakukan beberapa divisi di kantornya, dan Lilie pernah ikut juga. Jadi ia tahu kira-kira akan seperti apa berjalannya kegiatan tersebut.
Ada alasan di balik setiap yang terjadi. Memang tidak selalu, tapi tahu kan pepatah yang mengatakan bahwa ada udang di balik batu? Begitulah kira-kira perumpamaannya.
***
Terima kasih sudah membaca Chasing Lilie 🌸
Silakan beri dukungan untuk Chasing Lilie supaya bisa lebih baik lagi pada update berikutnya. Support apa pun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya 🍰
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 💕