Way to You

Alvaro sampai di rumahnya setelah mengendarai range rover miliknya dengan kecepatan 100 km per jam. Alvaro lupa kapan terakhir kali ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sekitar 15 menit, Alvaro akhirnya berhasil sampai di rumah. Alvaro memakirkan mobilnya dengan asal-asalan, lalu menyerahkan kunci mobilnya kepada pak Hasyim, meminta tolong pada beliau untuk merapikan mobilnya.

Alvaro kemudian melangkah memasuki rumahnya. Netranya memindai di ruang keluarga, tapi tidak menemukan sosok yang dicarinya.

“Gio? Gina? Mbak Ida?” Alvaro berjalan menuju kamar Gio, memanggil semua nama yang merupakan penghuni rumahnya. Namun Alvaro tetap belum mendapat sahutan. Sebenarnya ke mana semua orang?

“Sienna?” Terakhir Alvaro menyebut nama itu. Alvaro melangkah lebar menuju area belakang rumah, dan belum sempat kakinya sampai di sana, netranya telah lebih dulu menangkap sosok yang ia cari.

“Kok rumah sepi banget? Orang-orang pada ke mana?” tanya Alvaro pada Sienna. Alvaro merutuki dirinya, kenapa justru pertanyaan konyol itu yang terlontar dari mulutnya. Alvaro, bodoh, umpatnya dalam hati.

“Gina lagi bersihin taman depan, mbak Ida lagi ke minimarket. Gio lagi berenang,” jelas Sienna.

Alvaro lantas hanya ber-oh ria.

“Ayo sarapan bareng,” ucap Sienna kemudian. Alvaro lantas mengangguk dan segera mengekori langkah Sienna.

***

Area Belakang Rumah

Alvaro menarik salah satu kursi di hadapannya. Di sebuah gazebo dekat kolam renang, terdapat area yang memang dibuat untuk makan bersama. Di sebuah meja makan berisi 6 kursi itu, dipergunakan untuk menyantap makanan sambil menikmati pemandangan terbuka di area belakang rumah.

“Gio, ayo makan dulu. Nanti lanjut berenang lagi,” ujar Sienna yang tengah menghampiri Gio di pinggir kolam.

“Satu kali lagi, Bunda. Gio berenang sampai ujung dulu sekali, nanti habis itu makan.”

“Oke, bener ya?” Sienna bertanya dan Gio pun berjanji akan menurutinya.

Setelah kesepakatan itu, Gio langsung ngacir berenang lagi. Sienna pun kembali menuju gazebo. Sienna baru saja akan mengambil piring untuknya, tapi tiba-tiba kehadiran Gina di sana menginterupsi.

“Ibu, maaf, tadi minta tolong Gina ambilkan apa ya Bu?” tanya Gina pada Sienna.

“Oh, itu. Tolong ambilin baju handuk untuk Gio ya. Habis ini mau makan dulu dianya, baru lanjut berenang lagi.”

“Baik, Bu. Saya ambilkan dulu,” ucap Gina yang setelah itu berlalu dari hadapan Sienna dan Alvaro.

Sienna kembali lanjut mengambil makanannya. Sementara Alvaro sudah memulai suapan pertamanya. Sienna menarik kursi di hadapan Alvaro, ia duduk di sana dan mulai menikmati hidangannya.

Sienna yang merasa Alvaro memperhatikannya, langsung mengalihkan fokusnya dari makanannya kepada Alvaro yang berada di hadapannya.

“Sejak kapan Gina manggil lo beda?” Alvaro bertanya.

“Oh, itu. Gio yang nyuruh Gina.” Sienna pun sedikit tertawa. Kalau diingat, memang kelakukan Gio itu selalu saja penuh dengan kejutan.

“Ohya?” Alvaro terlihat bingung mengapa bisa demikian terjadi. Percakapan itu tiba-tiba terinterupsi oleh kehadiran Gio dan Gina. Gina sedang membantu Gio memakai baju handuknya dan mengeringkan tubuh anak itu agar tidak terlalu basah.

Setelah Gina mengambilkan makanan untuk Gio, Gina pamit berlalu dari sana.

“Gio, Papa mau tanya. Kamu nyuruh mbak Gina manggil Bunda Sienna apa?” ujar Alvaro.

Gio lantas menoleh pada Alvaro, bocah itu tampak bingung. Namun tidak lama kemudian, Gio menjelaskan setelah Sienna coba mengingatkan kejadian tadi pagi.

“Gio suruh mbak Gina manggil Bunda pake sebutan ‘Bu’. Kan mbak Gina dulu juga manggil mama pake sebutan ‘Bu’. Itu biar sopan, kan Papa?”

“Iya, biar sopan,” Alvaro manggut-manggut dan kemudian terkekeh pelan. Bisa-bisanya anaknya kepikiran sampai hal yang serinci itu. Sepertinya itu karena di pikiran Gio saat ini hanya ada Sienna, Sienna, dan Sienna saja. Semuanya hanya tentang ‘Bunda Sienna’-nya itu.

Selang 15 menit kemudian, Alvaro, Sienna dan Gio telah selesai menyantap sarapan mereka. Gio akan kembali berenang, anak itu meminta Sienna menemaninya dan menolak Gina yang akan menggantikan tugas tersebut.

“Gio, ditemenin Mbak Gina dulu ya?” Sienna membujuk Gio.

“Emang Bunda mau ke mana? Bunda mau pulang ya?”

“Engga, Bunda pulangnya nanti. Bunda mau ada yang diomongin dulu sama papa. Oke?”

Setelah dibujuk, akhirnya Gio menurut. Sebagai gantinya, Gio ingin tidur siang ditemani oleh Sienna. Sienna menyetujui itu, dan mereka telah sepakat agar sama-sama mendapatkan win win solution.

Gio telah kembali berenang dan Sienna berlalu dari sana. Sienna lantas menyusul Alvaro dan menemukan lelaki itu berada di ruang keluarga. Di sisi sofa yang kosong di samping Alvaro, Sienna mendaratkan dirinya di sana.

Selama beberapa detik, tidak ada yang mengeluarkan suara apa pun. Sienna dan Alvaro hanya diam dan saling menatap. Mereka nampaknya sama-sama tidak tahu harus membicarakan apa. Setelah pernyataan Sienna kepada Alvaro melalui sebuah pesan, Alvaro seperti bukan Alvaro yang biasanya dapat lugas berbicara di depan Sienna.

Alvaro salah tingkah, mendapati Sienna menatapnya seperti ini, dan jarak mereka yang kini cukup dekat.

“Gio bukannya minta ditemenin berenang?” Alvaro bersuara juga akhirnya.

“Gio ditemenin sama Gina,” ujar Sienna.

Setelah percakapan tersebut, Sienna meraih tangan Alvaro. Alvaro segera tertuju pandangannya pada tangannya yang diraih oleh Sienna dan kini digenggam ringan.

Alvaro menundukkan wajahnya, ketika ia merasakan hawa hangat menyergap permukaan kulitnya. Setelah berhasil menstabilkan dirinya, Alvaro kembali menatap Sienan lurus-lurus. Sienna lantas tersenyum untuknya, sebuah senyum yang nampak sangat manis.

Want to spend time together? Only for us?” Alvaro bertanya, masih sambil pandangannya yang tidak lepas memandang paras Sienna.

Sienna lantas mengeratkan genggaman tangannya di tangan Alvaro, ia menggoyangkan sedikit genggamannya. Detik berikutnya, Sienna menjawab dengan sebuah anggukan lugas. “Mau pergi kapan?”

“Hmm ... lusa bisa deh kayaknya. Bentar, gue coba tanya mbak Ila dulu.”

Sienna lantas membiarkan Alvaro mengambil ponsel di saku jaketnya dan menunggu Alvaro berbicara di telfon dengan mbak Ila.

“Halo mbak Ila? Lusa bisa nggak ya mbak minta tolong kosongin jadwal gue?”

“….”

“Gue mau pergi sama Sienna. Nggak sama Gio, gue sama Sienna doang.”

“…”

“Ada, ini Sienna di samping gue.”

Alvaro lantas mengaktifkan mode* speaker* di ponselnya.

“Sienna,” terdengarlah suara Ila dari telfon.

“Iya Mbak?” Sienna menyahut.

“Udah jadian nih kalian?”

“Iyaaa Mbak.” Alvaro yang menjawabnya dengan cepat.

Kemudian terdengar suara Ila dengan nada leganya. “Finally … gue bisa tenang habis ini.”

Sienna seketika tertawa pelan mendengar ucapan Ila. Lantas Ila melanjutkan ucapannya. “Gue bisa tenang, akhirnya artis gue nggak uring-uringan lagi. Sienna, Alvaro hampir gila gara-gara lo. Jangan lo tinggalin dia, nanti gue yang bisa repot.”

Setelah Ila sedikit bercerita tentang Alvaro yang semingguan ini nampak kacau, akhirnya telfon pun ditutup. Alvaro tidak menampiknya, karena kenyataannya memang seperti itu. Meskipun kini Alvaro harus tertangkap basah tepat di depan sosok yang membuatnya hampir gila, tapi itu tidak masalah baginya. Sebagai bonusnya, Alvaro berhasil mendapatkan cuti kerja dan akan menggunakan sehari penuh waktu liburnya untuk pergi dengan Sienna.

“Jangan ngerepotin mbak Ila lagi habis ini,” ujar Sienna.

“Iyaa, Sienna,” jawab Alvaro.

“Jangan mabok lagi, bisa-bisa nanti sembarangan ngirim* drunk text* ke orang.”

“Iyaa, ngga kirim drunk text lagi. Paling kalau iya, gue kirimnya ke lo doang.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭