We Can Live There and be Happy
Olivia bersikap seolah baru saja tidak ada yang terjadi. Namun Olivia salah besar jika bahwa mengira Marcel tidak mengetahuinya. Olivia tidak merasa baik-baik saja, tepatnya setelah apa yang terjadi. Kata-kata Valerie jelas menyayat hati Olivia.
Olivia akhirnya tidak bisa membohongi dirinya sendiri dan berdusta di hadapan Marcel.
Seperti yang dikatakan Marcel, jika Olivia disakiti, maka Marcel juga bisa merasakan sakitnya. Marcel terluka mendapati orang yang disayanginya disakiti oleh seseorang yang juga ia sayang dan hormati.
“Sayang, aku minta maaf atas yang dilakuin Mama, ya? Tadi Mama udah kelewatan banget,” ucap Marcel. Pedih Marcel menatap Olivia, tidak tega melihat cintanya merasa terluka seperti ini.
“Iya, nggak papa,” balas Olivia.
“Kamu nggak perlu merasa bersalah kayak gini,” tambah Olivia lagi. Olivia memandang wajah Marcel, lalu tangannya terangkat untuk menangkup satu sisi wajah Marcel.
Olivia memang terluka, tapi ia juga tidak bisa melihat Marcel merasa bersalah seperti ini. Olivia mengatakan, mungkin hanya masalah waktu dan semuanya perlahan akan membaik.
Bagaimana pun Valerie dan apa yang telah terjadi, beliau tetaplah seorang ibu yang sudah melahirkan Marcel dan merawatnya.
“Aku rasanya marah banget sama keadaan,” ucap Marcel. “Aku marah karena aku nggak bisa lindungin kamu dan yang bikin kamu terluka adalah keluargaku sendiri.”
Kini Marcel gantian menghela sisi wajah Olivia. Marcel mempertemukan ujung hidung mereka. Dua detik berikutnya, akhirnya air mata Marcel tumpah. Olivia yang mendengar isak tangis Marcel, lama-lama ikut menangis juga.
Air mata Olivia tidak dapat tertahankan lagi. Seseorang tengah menangis untuknya, rasanya tidak ada yang lebih menyakitkan dari pada kenyataan yang kini didapatinya.
Beberapa detik setelah tangisan yang tidak terduga itu, Marcel perlahan menjauhkan wajahnya dari Olivia.
Marcel menatap Olivia dalam-dalam dan ia berujar, “Kalau misalnya kita pindah dan tinggal menetap di luar negeri, kira-kira kamu mau kita ke mana?”
“Maksud kamu?”
“Iya, aku udah memutuskan. Kita pindah tinggal di luar negeri aja,” ujar Marcel.
Olivia membeliakkan matanya mendengar keputusan itu. Olivia lalu berujar, “Babe, kamu boleh marah. Kamu boleh susah lupain kejadiannya, tapi jangan kayak gini. Jangan nggak memaafkan dan memilih lari. Maafin Mama kamu ya, kita nggak usah tinggal di luar negeri.”
“Tapi aku nggak mau kejadian kayak tadi terulang lagi. Aku akan ninggalin perusahaan dan nyerahin jabatanku ke Papa,” tukas Marcel.
Olivia segera menggeleng pelan. “Kamu mutusin ini secara impulsif dan disaat kondisi kamu juga nggak oke, di saat pikiran kamu kacau. Jangan kayak gini, please.”
“Aku ngelakuin ini demi kamu, Babe,” ujar Marcel yang masih nampak kekeuh dengan keputusan yang baru saja dibuatnya.
Olivialantas menatap Marcel dengan tatapan lembutnya, tatapan yang biasanya akan manjur. Olivia pun kembali berujar, “Iya, aku paham apa yang jadi concern kamu. Tapi aku ngelakuin ini juga demi masa depan kita. Aku mau antara kamu dan orang tua kamu, semuanya membaik, walaupun itu butuh waktu.” Olivia lalu meraih satu tangan Marcel dan dibawanya untuk menangkup sebelah pipinya. “Aku cinta sama kamu, bukan cuma diri kamu aja, tapi semuanya. Mikayla, anak kamu. Orang tua kamu, temen-temen kamu, juga pekerjaan kamu. Aku nggak mau bikin kamu jauh dari mereka, apalagi sampe pindah ke luar negeri. Dengerin aku, kita bisa laluin ini. Aku bakal selalu ada di samping kamu. Katanya kamu kuat kalau ada aku.”
Selama beberapa detik Marcel hanya terdiam dan belum mengatakan apa pun. Marcel membiarkan dirinya hanya menatap iris legam Olivia, sampai akhirnya Marcel membawa torso Olivia untuk ia dekap.
Marcel mendekap Olivia erat, membiarkan dirinya merasakan cintanya di sana.
Masih sambil berpelukan, Marcel pun berujar pelan, “Kalau ada kamu, aku kuat dan aku pasti bisa. Kita laluin ini bareng ya, tolong jangan pergi tinggalin aku. Aku akan coba pertimbangin lagi, tapi kalau emang kita harus pindah ke luar negeri, please kamu setuju, ya? Aku cuma nggak mau sampe orang tuaku nyakitin kamu lagi. Aku pengen kita tinggal di Swiss. We can live there and be happy.”
Olivia setelahnya mengangguk pelan tanpa mengucapkan apa pun, tapi Marcel sudah tau jawabannya. Marcel tahu bahwa Olivia akan bersedia bertahan di sisinya dan mereka akan berjuang bersama. Mereka tahu bahwa jalannya tidak akan mudah, tapi mereka memiliki satu sama lain dan yakin akan mampu melewatinya.
***
Terima kasih telah membaca Fall in Love with Mr. Romantic 🌹
Jangan lupa kasih masukan biar kedepannya bisa lebih baik lagi💕
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍒