Worry or Scared?
Di sebuah bangunan bertingkat 3 yang terletak jauh dari pemukiman dan daerah metropolitan, kini tengah terjadi pertarungan sengit antara dua buah kubu. Tempat tersebut beberapa menit yang lalu telah dikepung oleh kelompok yang jumlah anggotanya cukup banyak.
Terjadi adu kekuatan tanpa senjata di sana. Beberapa anggota dari kubu pemilik tempat maupun dari kubu lawan sudah ada yang tumbang. Kini hanya tersisa yang terkuat yang akan maju untuk kembali melakukan penyerangan.
Salah seorang dari kubu pemilik tempat tersebut melangkah maju menghadapi pemimpin yang menyerang markasnya itu. “Siapa yang memerintah kalian untuk ke sini?!” ujar pria itu dengan tatapan bengisnya. Pemimpin itu jelas tidak terima bahwa markasnya tiba-tiba diserang dan anggotanya dilumpuhkan.
Mereka sepakat untuk tidak menggunakan senjata, tapi tampaknya tidak ada yang ingin mengalah dari pertempuran. Sudah selayaknya harga mati, mereka melindungi nama baik ketua mereka, begitulah mereka melakukannya selama bertahun-tahun lamanya. Pemilik markas itu adalah anggota geng mafia Tacenda (dibaca : Tesenda). Sementara lawan yang menyerang, belum diketahui siapa identitas mereka.
“Di mana bos kalian?!” bentak salah satu pemimpin dari kubu lawan. Darah segar nampak mengalir dari pelipisnya. Namun meskipun begitu, nampaknya ia tidak ingin mundur. Para anggotanya juga masih setia berada di belakangnya sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Salah satu yang berbeadan besar dan berambut hitam cepak lantas maju selangkah lagi. “Anda tidak tahu telah berurusan dengan siapa, hah?” balasnya.
“Bos kalian rupanya sungguh pengecut dengan menyuruh pecundang-pecundang seperti kalian datang ke sini. Jangan main-main dengan kami,” peringat seorang lagi. Lelaki berbadan kekar itu meludahkan salivanya ke lantai. Itu nampak sedikit berwarna merah karena bercampur dengan darah.
“Bos kalian yang akan habis di tangan bos kami,” ujar salah satu dari kubu lawan sambil hendak melakukan seragan lagi. Namun aksinya tersebut ditahan oleh salah seorang anggotanya.
“Bos akan ke sini dan turun tangan langsung,” bisik pria itu yang seketika dapat menahan aksinya.
***
Raegan memutar balik stir mobilnya sekitar beberapa meter sebelum perempatan jalan di depan. Kaldera yang berada samping Raegan tidak mengerti mengapa Raegan memutar balik arah tujuan mereka.
“Mas, kita mau ke mana?” tanya Kaldera, ia jelas tidak tahu ke mana mobil Raegan akan menuju.
“Hari ini kamu pulang ke rumah dulu, jangan ke markas atau pergi ke mana pun,” ucap Raegan.
“Iya, tapi kenapa?” Kaldera nampak kebingungan. Kaldera membutuhkan penjelasan, tapi Raegan tidak berminat memberitahunya apa yang sebenarnya terjadi.
Sesampainya mobil Raegan di depan rumah Kaldera, Raegan meminta Kaldera segera turun dan pria itu mengatakan sesuatu yang harus Kaldera patuhi. “Hari ini kamu jangan kemana-mana. Aku ada urusan penting yang mendadak,” tutur Raegan.
Raegan dan Kaldera sebelumnya berencana pergi ke markas The Ninety Seven. Mereka ingin mengadakan barbeque party di sana. Namun tiba-tiba saja Raegan membatalkan semuanya setelah mendapat telfon yang Kaldera juga tidak tahu dari siapa.
“Oke,” ucap Kaldera pada akhirnya. Meskipun di dalam hatinya terbesit kekhawatiran, tapi Kaldera tidak bisa meminta Raegan untuk memberitahunya. Mungkin memang yang terbaik adalah ia tidak mengetahui apa pun.
***
Raegan pergi ke markas Leonel karena anggotanya yang melawan anggota Leonel mengalami chaos. Beberapa hari yang lalu, anggota Raegan sudah menemukan lokasi markas Leonel dan berniat membawa Leonel ke tangan Raegan, dengan ultimatum harus dengan keadaan hidup. Raegan ingin menghukum Leonel menggunakan tangannya sendiri.
Raegan akhirnya menuju markas Leonel dan berniat mengibarkan bendera perang kepada ketua mafia itu. Rasa dendam yang ada di dalam dirinya, tanpa Raegan sadari telah membuatnya bertindak terlalu buru-buru. Hampir saja terjadi pertumpahan darah di sana. Namun untungnya Calvin dan Romeo segera mengatasi situasi itu. Mereka mengerahkan anggota mereka untuk bantu melakukan perlawanan.
Perkelahian antara Tacenda dan Aquiver akhirnya secara paksa harus dihentikan. Raegan sempat keras kepala untuk tetap melawan, tapi Romeo dan Barra lekas menariknya paksa untuk pergi dari tempat itu.
“Lo sebaiknya nggak bertindak gegabah kayak tadi,” ujar Romeo pada Raegan. Mereka baru saja sampai di kediaman Raegan. Romeo dan Barra tidak bisa membiarkan Raegan pulang sendiri dan menyetir di situasi kacau yang tengah dialami oleh sahabat mereka.
“Gue tau lo ingin mendapatkan pelaku itu dengan tangan lo sendiri, tapi nggak gini caranya,” ucap Barra menambahkan.
Kedua sahabatnya itu tampak frustasi juga dengan apa yang terjadi. Namun sejatinya mereka berada di satu geng yang sama. Jadi mereka akan tetap saling membela dan setia, itu adalah sebuah janji yang sudah mereka junjung sejak menjadi ketua mafia yang memimpin area berbeda.
“Kita harus susun strategi yang matang untuk mendapatkan Leonel. Lo nggak bisa membahayakan anggota lo, bahkan juga diri lo sendiri,” ucap Romeo.
Barra dan Romeo berniat mengurus Raegan. Mereka akan memastikan sahabat mereka kembali ke rumah dengan selamat. Sementara Calvin masih mengurus beberapa urusan dengan geng Tacenda yang tidak bisa selesai begitu saja.
Raegan, Romeo, dan Barra menunggu seseorang membukakan pintu rumah untuk mereka. Namun seketika mereka tampak terkejut, begitu mendapati seseorang yang tengah membukakan pintu itu.
“Kaldera—” ucapan Raegan menggantung kala melihat Kaldera di hadapannya. Raegan, Romeo, dan Barra lantas saling melempar pandangan. Mereka tidak menduga bahwa Kaldera akan mendapati situasi seperti ini dan kemungkinan Kaldera telah mendengar percakapan mereka barusan. Raegan kemudian meminta Romeo dan Barra untuk meninggalkannya berdua dengan Kaldera. Raegan mengatakan akan mengurusnya dan berusaha menjelaskannya pada Kaldera.
***
Kaldera dan Raegan kini duduk berhadapan. Indri akhirnya juga sudah tau soal apa yang Raegan lakukan. Raegan meminta mamanya untuk meninggalkannya bersama Kaldera lebih dulu. Raegan akan menjelaskan pada Indri setelah ia menjelaskannya pada Kaldera.
Raegan yang pulang dengan keadaan cukup parah, yakni ada luka di sudut bibirnya dan di pelipisnya mengalir darah segar, tentu membuat Kaldera bertanya-tanya dan tergambar jelas kekhawatiran di wajahnya.
“Aku tau Mas, kamu berurusan langsung sama pelaku itu.” Kaldera membuka suaranya setelah mereka saling bungkam selama beberapa menit. Raegan lebih tepatnya bingung harus mulai dari mana menjelaskannya pada Kaldera.
Raegan lantas mendongak, ia menatap Kaldera tepat di iris mata perempuan itu.
“Apa ini tujuan kamu membentuk The Ninety Seven?” tanya Kaldera. Raegan tidak menjawab pertanyaan itu, yang pada akhirnya semakin membuat Kaldera yakin bahwa dugaannya benar.
“Aku minta kamu untuk nggak keluar dari rumah hari ini, tapi kenapa kamu malah ke sini?” tanya Raegan.
Kaldera mengabaikan ucapan Raegan soal dirinya yang melanggar perintahnya. “Mas, kamu melakukan ini karena rasa dendam itu. Dendam itu nggak akan ada habisnya. Dendam yang dibalas dengan cara seperti ini akan selamanya berlanjut,” ujar Kaldera.
Raegan tidak dapat menjelaskan apa pun kepada Kaldera. Saat ini semua perkataan Kaldera seperti menamparnya dengan cukup kuat. Dengan tatapan kecewa dan mata yang berkaca-kaca, Kaldera berbalik dan melangkah pergi meninggalkan Raegan.
Raegan mengejar langkah Kaldera sampai ke halaman rumah, tapi Barra dan Romeo segera menahannya.
“Kasih waktu dia buat tenang dulu. Jangan lo kejar sekarang,” saran Barra.
“Lo tenang aja. Kaldera tetap aman, kita akan terus pantau dan jagain dia dari jauh,” tutur Romeo.
“Dia nggak mau gue ngelakuin ini,” ucap Raegan dengan suara pelannya. Tatapan Raegan tampak sendu dan kalut.
Barra lantas menepuk pundak Raegan, lalu pria itu berujar, “Jelas. Dia pasti syok karena baru tau hal ini. Dia mungkin akan kecewa sama lo beberapa saat, tapi gue pikir dia nggak bisa lama-lama bersikap nggak peduli sama lo. Lo harus bisa liat, dia emang kecewa dan marah sama lo, tapi dia juga khawatir.”
***
Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮
Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜
Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂