alyadara

Sienna telah membuat keputusan bahwa ia akan membantu Bella. Pemotretan untuk produk parfum di mana Bella menjadi penanggungjawabnya, akan dilakukan di studio yang masih berada di gedung yang sama. Peralatan makeup telah dibawa oleh Hani dan Fia. Sienna berada di lift yang berbeda dengan para asistennya, ia pergi bersama Bella dan berada di satu lift yang sama dengan perempuan itu.

“Sisi bilang sama saya, hasil makeup kamu bagus banget,” ujar Bella sambil menoleh ke arah Sienna yang berdiri di sampingnya.

Sienna hanya mengulaskan senyum kecilnya menanggapi ucapan Bella. Sebenarnya Sienna memiliki sedikit keraguan di dalam hatinya. Hasil-hasil riasannya pada kliennya selalu dibekali oleh mimpinya, sehingga itu membantu Sienna untuk menghindari kesalahan. Namun kali ini, Sienna harus merias artis yang katanya namanya cukup besar dan Sienna tidak ada persiapan apa pun untuk itu.

“Sienna, saya yakin kamu bisa. Ini kesempatan yang bagus juga untuk kamu. Kalau beliau suka dengan hasil makeup kamu, kemungkinan beliau akan memakai jasa kamu lagi. Kamu akan menyelamatkan pemotretannya hari ini, kamu akan sangat berjasa,” ucap Bella lagi.

***

Sesampainya Sienna di studio pemotretan itu, Sienna langsung bersiap-siap untuk merias. Sienna tidak memiliki banyak waktu, jadi mungkin Sienna akan merias artis itu dengan waktu yang lebih sedikit dibandingkan merias kliennya yang lain.

Hani dan Fia dengan cekatan menyiapkan peralatan makeup yang akan digunakan Sienna. Setelah Sienna mensterilkan tangannya dan menyiapkan kursi untuk sang artis, tidak lama kemudian sosok artis perempuan dengan tubuh tinggi semampai terlihat memasuki ruang rias. Perempuan itu nampak sangat cantik, senyumnya lembut, dan proporsi wajahnya bisa dibilang hampir mendekati kata sempurna.

“Saya mulai makeup-nya ya,” ucap Sienna dengan sopan kepada perempuan itu.

Perempuan yang sedang duduk itu menoleh kepada Sienna, lalu ia mengangguk.

“Kira-kira makeup-nya bisa selesai dalam berapa menit ya?” tanya perempuan itu dengan nada suaranya yang terdengar lembut dan ramah.

“Kurang lebih tiga puluh menit untuk hasil makeup simple glam,” tutur Sienna.

Sienna sudah mulai merias wajah perempuan itu, wajah sempurna yang selama ini ia lihat berseliweran di layar kaca. Pantas saja Bella sangat pemilih dalam memilih MUA untuk merias artis yang akan mempromosikan produk perusahaannya. Selain karena ini adalah project besar, alasan lainnya pastilah sosok artis ternama harus selalu tampil memukau dan sempurna di depan kamera.

Perempuan yang kini tengah dipoles wajahnya oleh Sienna adalah Marsha Iliana Tengker, aktris populer yang telah banyak membintangi sinema elektronik di televisi, beberapa film layar lebar, serta menjadi brand ambassador dari merek-merek ternama yang iklannya sering terpampamg di billboard besar maupun tayang cukup sering di televisi.

Setelah hampir 30 menit berlalu, kini Sienna telah selesai merias wajah Marsha. Riasan kali ini nampak sederhana, sesuai dengan tema pemotretan yang ingin diwujudkan.

Marsha beranjak dari kursinya dan perempuan itu menatap pantulan wajahnya di kaca rias. Detik berikutnya Marsha tersenyum manis sekali, lalu ia menoleh pada Sienna dan berujar, “Terima kasih. Saya suka banget sama hasil makeupnya.”

Sienna yang mendengar pujian itu ikut merasa senang. Sienna berhasil melakukannya dengan baik. Tanpa Sienna sangka, Marsha sangat puas dengan hasil polesannya, itu melebihi ekspektasi Sienna sendiri.

Marsha kemudian berlalu hadapan Sienna untuk mengganti pakaiannya sebelum sesi pemotretan dimulai. Sepeninggalan Marsha, Hani dan Fia menghampiri Sienna. Kedua asisten Sienna menatap Sienna dengan tatapan bangga. Mereka memang yakin Sienna mampu melakukannya, meski tanpa bantuan mimpi pembaca masa depan itu. Sienna beberapa kali kerap ragu terhadap kemampuannya, ia takut melakukan kesalahan tanpa adanya bantuan sang mimpi. Namun hari ini Sienna berhasil membuktikannya sendiri bahwa ia memang mampu.

Di tengah-tengah Sienna dan asistennya yang sedang merapikan makeup yang baru dipakai, tiba-tiba fokus mereka teralihkan oleh pintu ruangan yang dibuka. Di sana nampak kehadiran Bella dan seorang wanita yang lantas Sienna ketahui bernama Ila.

Tidak lama setelah kehadiran Bella dan Ila, menyusul kehadiran seorang pria dengan tinggi badan sekitar lebih dari 175 centi. Pria itu mengenakan sebuah kacamata rayban hitam dan sebuah masker yang menutupi wajahnya. Saat pria tersebut akhirnya membuka maskernya, Sienna baru bisa melihat wajah itu.

Lantas pria itu berbicara kepada Ila. “Marsha udah selesai dirias belum Mbak? Sekarang Marsha di mana?”

“Marsha udah dirias, Al. Tinggal ganti baju aja, habis itu kita bisa langsung mulai pemotretannya. Untungnya ada MUA pengganti,” jelas Bella. Seketika tatapan Bella, Ila, dan lelaki yang tadi dipanggil ‘Al’ tadi mengarah kepada Sienna. Sienna masih diam di tempatnya, sampai Bella menghampirinya dan langkahnya disusul oleh Ila dan juga lelaki itu.

Bella pun menjelaskan pada Sienna bahwa Marsha tidak sendiri melakukan pemotretannya. Sesuai dengan konsep iklannya nanti, produk parfum akan ditujukan untuk pasar kaum muda-mudi, baik laki-laki maupun perempuan. Jadi perusahaan Bella menggaet dua artis ternama untuk berpasangan melakukan pemotretan.

Bella kemdudian meminta tolong pada Sienna untuk melakukan touch up riasan pada lelaki yang kini ada di hadapan Sienna. Sienna menganggukinya dan lantas meminta lelaki itu untuk duduk di kursi di hadapan cermin rias. Sienna memperhatikan wajah itu sejenak, supaya ia tahu apa yang perlu dilakukannya untuk merapikan tampilan wajah itu.

Hanya butuh sedikit usaha untuk merias wajah lelaki itu. Sebelumnya sudah ada makeup di wajahnya, jadi Sienna hanya perlu memberikan sedikit polesan saja.

“Sudah selesai makeup-nya,” ucap Sienna.

“Oke, terima kasih,” ujar lelaki itu.

Lelaki itu lalu bangkit dari kursinya. Detik berikutnya terlihat sosok Marsha memasuki ruangan rias dan menghampiri lelaki yang langsung mengarahkan netranya kepada Marsha.

“Jadi … hari ini kita pemotretan bareng nih?” ujar Marsha dengan seulas senyum cantik yang mengembang di wajahnya.

Lelaki di hadapan Marsha itu balas tersenyum sambil pandangannya tidak lepas dari Marsha. Sebelum lelaki itu meraih tangan Marsha dan hampir merangkul pinggang rampingnya, kemunculan Bella dan Ila di ruangan itu menginterupsi keduanya. Ila segera meminta lelaki itu untuk mengganti pakaiannya, karena waktu yang mereka miliki semakin sempit untuk melakukan pemotretan.

Sienna masih di sana dan ia menyaksikan saat lelaki itu tersenyum kepada Marsha. Kemudian ketika lelaki itu berlalu dari hadapan Marsha, Ila menghampiri Marsha dan memberikan sesuatu pada Marsha yang katanya ia temukan di mobil lelaki itu. Ila yakin bahwa bucket bunga mawar putih itu adalah untuk Marsha.

***

Di perjalanan pulang di dalam mobil, Sienna memikirkan kejadian yang baru saja didapatinya. Sienna merasa fameliar dengan paras lelaki itu, terlebih dengan senyumannya. Senyuman itu ... mirip dengan senyum orang yang Sienna lihat di taman bunga di mimpinya. Meskipun mimpi tersebut tidak terlalu jelas di mata Sienna, tapi Sienna begitu yakin bahwa senyuman lelaki itu mirip sekali dengan senyum orang misterius yang Sienna temui di dalam mimpinya.

Saat mobil yang ditumpangi Sienna berhenti karena padatnya lalu lintas, netra Sienna tidak sengaja melihat ke arah sebuah poster promosi sebuah film laga yang sebentar lagi akan tayang di layar lebar. Di papan billboard yang cukup besar itu, terpampang sosok aktor yang akan menjadi bintang utama di film action tersebut.

Sienna lalu bergerak mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu di kolom pencarian di ineternet. Alvaro Zachary adalah aktor yang akan membintangi film The Last Mission. Berdasarkan apa yang tertulis di sana, Alvaro adalah seorang aktor yang telah memulai karirnya sejak dirinya berusia 13 tahun. Alvaro diketahui telah menjalin hubungan asmara dengan Marsha Iliana Tengker selama 8 tahun belakangan.

Sienna akhirnya juga membaca sedikit biografi soal Alvaro dan melihat beberapa fotonya yang beredar di internet. Saat netra Sienna menangkap foto masa kecil Alvaro, pikiran Sienna seketika melayang kepada masa kecilnya sekitar belasan tahun yang lalu. Lebih tepatnya saat masa sekolah dasar, dimana ada seorang anak lelaki yang menyatakan perasannya kepada Sienna. Sienna berakhir menolak lelaki itu, bahkan terus terang mengindarinya saat tidak sengaja berpapasan dengannya.

Sienna tidak memiliki ingatan banyak tentang teman-teman sekolah dasarnya, karena waktu itu ia juga merupakan murid pindahan yang baru datang ke sekolah itu saat kelas 5. Namun Sienna ingat sekali bahwa nama anak lelaki yang menyatakan perasaan padanya adalah Alvaro.

Sienna tentu tidak bisa melupakan kejadian yang membuatnya malu itu, saat Alvaro meminta Sienna menjadi pacarnya tepat di hadapan teman-temannya. Namun pertanyaan Sienna saat ini, benarkah Alvaro teman sekolah dasarnya adalah sosok yang sama dengan yang beberapa menit lalu Sienna temui?

Selain itu, seseorang dalam mimpi Sienna, mirip sekali senyumannya dengan Alvaro Zachary sang aktor laga terkenal itu. Apa arti dari mimpi yang dialami oleh Sienna kemarin? Mengapa Alvaro berada di dalam mimpinya, di saat Sienna bahkan tidak mengingat wajah itu dan Alvaro juga terlihat tidak mengenalinya saat mereka bertemu tadi?

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sang Makeup Artist & Pembaca Masa Depan

Mayoritas manusia di dunia, menganggap mimpi hanya sebagai sesuatu rekaan kejadian yang bersifat abstrak, jadi hakikatnya mudah dilupakan oleh pikiran. Biasanya mimpi memiliki jalan cerita yang jelas, atau ada juga yang alurnya tidak masuk akal sama sekali. Hal tersebut terjadi karena yang mengatur mimpi adalah pusat emosional otak, bukan wilayah otak yang berhubungan dengan sesuatu yang logis. Namun penjelasan di atas berbanding terbalik dengan apa yang dialami oleh Sienna Skyla Malinka. Sejak usia 11 tahun, Sienna mendapati bahwa mimpi yang dialaminya merupakan gambaran dari sebuah masa depan. Mimpi Sienna memiliki alur yang jelas dan terasa logis, dan terbukti mimpi-mimpi tersebut selalu menjadi kenyataan.

Ketika siang ini Sienna tidak sengaja tertidur di sofa studio makeup-nya, manager maupun asistennya tidak ada yang membangunkannya. Sienna baru saja tertidur selama hampir 1 jam, dan biasanya gadis itu akan bisa terbangun sendiri setelah mimpinya selesai.

Zahra yang merupakan manager Sienna mendekati gadis itu dan memperhatikan raut wajahnya. Wajah Sienna tampak tenang dan bibirnya sedikit tertarik membentuk sebuah senyuman kecil, jadi Zahra berpikir bahwa Sienna sedang bermimpi indah.

Zahra, Fia, dan Hani yang bekerja dalam tim makeup artist milik Sienna, masih berada di studio itu untuk merampungkan beberapa pekerjaan lagi. Mereka harus mempersiapkan peralatan untuk merias klien esok harinya. Tadinya Sienna juga ikut mempersiapkan beberapa produk-produk makeup untuk dimasukkan ke dalam case makeup, tapi saat Zahra menghampiri Sienna, gadis itu sudah tertidur di sofa. Jadwal Sienna hari ini lumayan padat, ada 3 klien yang harus diriasnya. Jadi wajar saja jika Sienna merasa kelelahan dan sampai akhirnya gadis itu tertidur di sofa.

Ketika Fia melewati Sienna yang tertidur, Zahra langsung meletakkan telunjuknya di depan bibir, mengisyarakatkan pada Fia untuk tidak menimbulkan banyak suara. Fia pun mengerti, gadis itu berjalan dengan langkah mengendap dan perlahan-lahan mengambil produk-produk makeup dari dalam etalase kaca. Fia memutuskan untuk merampungkan pekerjaan Sienna selagi atasannya itu tengah beristirahat.

“Nanti kalau udah dua jam Sienna tidur, tolong dibangunin ya,” pesan Zahra kepada Fia sebelum berlalu dari sana. Fia mengangguk mengerti. Fia masih berada di sana dan memperhatikan wajah tertidur Sienna. Fia berpikir bahwa apa yang selama ini dilalui Sienna pasti tidaklah mudah. Sienna selalu dihantui oleh rekaan masa depan yang bisa Sienna ketahui lebih dulu dari pada orang lain, tentu masa depan seseorang tidak selalu hanya tentang yang indah-indah saja, bukan?

Saat Fia hendak pergi dari sana, tiba-tiba kelopak mata Sienna terbuka. Sienna mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, lalu gadis itu mengubah posisi rebahannya menjadi duduk.

“Fi, sorry ya gue ketiduran. Tadi gue belum selesai beres-beres makeup buat besok, gue lanjut lagi deh,” ucap Sienna.

“Udah, Mbak istirahat aja dulu, biar gue yang beresin. Makeup-nya tinggal dikit kok yang mau dimasukin ke case,” ujar Fia yang segera menahan pergerakan Sienna. “Mbak, lo mimpi lagi ya ... ?” tanya Fia dengan ekspresi khawatir yang tergambar jelas di wajahnya.

Sienna terdiam sesaat, ia terlihat sedang memikirkan sesuatu. Biasanya Sienna akan menceritakan seluruh mimpinya kepada orang-orang terdekatnya dan juga rekan kerjanya, karena mimpi Sienna kebanyakan adalah tentang klien yang akan diriasnya, tapi tadi ada dua mimpi berbeda yang dialami Sienna.

Tentang keuntungan yang didapatkan melalui kemampuan Sienna, yakni keuntungan untuk timnya ketika bekerja, karena Sienna dapat mencegah sesuatu yang buruk dan mengubahnya menjadi takdir yang baik.

“Iya, tadi barusan aja gue mimpi tentang klien kita besok,” ungkap Sienna.

“Oke, bentar gue ambil buku catatan dulu ya Mbak,” ucap Fia terlihat antusias. Mereka memang selalu membuat sebuah catatan. Jadi mimpi Sienna tentang klien akan dicatat di sebuah buku, dan dengan begitu, mereka dapat meminimalisir kesalahan yang akan terjadi ketika merias klien nanti.

Tidak lama kemudian, Fia telah kembali pada Sienna dengan sebuah buku catatan dan pulpen di tangannya. Fia siap mencatat poin-poin yang akan dikatakan oleh Sienna. Setelah beberapa saat mencatat, Fia telah dapat sebanyak 5 poin, jadi nanti mereka bisa pelajari catatan itu sebagai cara untuk mengurangi kesalahan ketika merias besok.

“Oke, good luck untuk besok ya Mbak. Lo lanjut istirahat aja, biar gue yang beres-beres,” ucap Fia. Sienna pun mengulaskan senyum kecilnya dan mengangguki ucapan asistennya tersebut.

Setelah Fia berlalu dari hadapannya, Sienna memutuskan untuk beristirahat di ruangan miliknya. Ketika langkah Sienna telah sampai di ruang pribadinya, ia langsung masuk ke dalam dan menutup pintunya. Sienna lalu mengambil ponsel miliknya dan mengetikkan sesuatu pada aplikasi notes di sana. Sejauh ini, belum ada yang tahu soal catatan yang dibuat oleh Sienna, ini merupakan catatan pribadi yang hanya Sienna yang mengetahuinya. Di dalam catatan tersebut, Sienna menceritakan bagian-bagian mimpinya yang tidak ia ceritakan kepada siapa pun.

Tanggal : 17 Juli 2022. Judul : Taman bunga mawar dan orang misterius

Hari ini gue dapet mimpi yang lumayan aneh dari biasanya. Gue ada di taman bunga yang mayoritas isinya adalah bunga mawar warna pink. Mawar-mawar di sana cantik banget. Waktu gue jalan semakin jauh, gue ngeliat danau yang airnya berwarna biru jernih, pemandangan di sana bener-bener bikin gue takjub. Nggak jauh dari danau itu, ada air mancur yang nggak kalah cantik dari bunga-bunga mawar yang ada di taman yang udah gue lewatin. Di dekat air mancur, ada keranjang yang isinya beberapa tangkai bunga mawar pink. Waktu gue mau ambil satu mawar dari sana, ada seseorang yang lebih dulu menaruh setangkai mawar pink di tangan gue. Wajah orang itu nggak terlalu jelas di penglihatan gue, tapi satu hal yang pasti, senyumnya terasa fameliar buat gue. Orang itu sempat bilang sesuatu sama gue. “Gue seneng bisa ketemu lagi sama lo, Sienna.” Dia cuma bilang gitu, terus habis itu gue bangun.

Sienna and the rose

***

Sienna Skyla Malinka merupakan seorang makeup artist profesional yang sudah menggeluti karirnya dalam waktu 3 tahun terakhir. Kini Sienna telah memiliki nama yang cukup besar dan dipercaya akan kemampuannya. Di usianya yang menginjak angka 25, Sienna telah berhasil stabil secara finansial, dan menjadi perempuan yang dapat menikmati kehidupannya yang independen.

Mungkin orang akan menganggapnya konyol, tapi Sienna spesial, dan ia tahu itu. Sienna memiliki suatu kelebihan yang dulu ia anggap sebagai kekurangan, bahkan Sienna sempat merasa minder dengan kemampuannya itu. Sienna memiliki kemampuan melihat masa depan melalui mimpi. Mimpi yang dialami oleh Sienna selalu menjadi kenyataan, kejadiannya terwujud dalam waktu dekat, dan selalu berhubungan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Seiring berjalannya waktu, kemampuan tersebut menjadi kelebihan untuk Sienna dan ia pergunakan untuk membantu pekerjaannya. Sienna dapat tahu apa yang akan terjadi, jadi bisa meminimalisir kesalahan saat merias kliennya. Selama hal itu baik dan tidak merugikan orang lain, Sienna yang punya kemampuan membaca masa depan memutuskan untuk mengubah takdir menjadi lebih baik.

Sienna sangat mencintai pekerjaannya, meskipun ketika fajar belum menyingising, Sienna harus sudah beranjak dari kasur empuknya dan menempuh perjalanan yang cukup jauh untuk sampai di tempat kliennya.
Hari ini Sienna ada appointment merias model untuk sebuah pemotretan brand fashion. Dari awal karirnya, Sienna hanya merias untuk acara pernikahan, acara lamaran, dan acara kelulusan sekolah. Namun seiringnya waktu berjalan, berkat ketekunan dan promosi dari mulut ke mulut oleh kliennya yang puas dengan hasil riasannya, Sienna berhasil memperluas pasarnya. Sienna seringkali dipercaya untuk merias wajah artis-artis terkenal, dari cakupan lokal hingga nasional.

Terdapat 3 model yang telah dirias oleh Sienna di tempat itu, dan kurang lebih sudah 3 jam Sienna harus berdiri. Hani dan Fia yang merupakan asistennya mengambilkan minuman untuk Sienna ketika Sienna sudah bisa istirahat. Hani lantas mulai merapikan produk-produk makeup, memasukkannya kembali ke dalam case karena pekerjaan mereka memang sudah selesai.

Sienna baru saja meletakkan minumannya di meja setelah meneguknya, saat Sisi melenggang masuk ke ruang rias dan menghampirinya. Sisi merupakan penanggung jawab tata rias untuk acara pemotretan ini, sekaligus seseorang yang juga memberi Sienna kesempatan untuk bisa merias model-model internasional tadi.

“Sienna, makasih ya. Saya selalu suka sama hasil makeup kamu. Hasilnya sempurna, sangat detail, dan seperti tidak ada kurangnya,” ujar Sisi.

“Sama-sama Mbak. Aku juga makasih banyak, udah dikasih kepercayaan untuk makeup-in model-model di sini,” ujar Sienna kepada Sisi. Setelah Sienna dan Sisi sedikit berbincang ringan, akhirnya Sisi pamit berlalu. Sisi mengatakan ia harus mengurus beberapa hal terkait acara pemotretan hari ini. Tugas Sienna di sini pun sudah selesai, ia juga telah pamitan kepada Sisi sebelum perempuan itu berlalu dari ruangan rias.

Sebuah case makeup yang cukup besar, peralatan lighting, kamera, dan tripod juga sudah selesai dirapikan. Sienna baru saja akan menelfon Raka, asisten laki-laki sekaligus supirnya untuk membantu membawakan barang ke mobil, tapi aksinya itu terhenti kala mendapati Sisi kembali masuk ke ruang rias. Sisi langsung menghampiri Sienna dan menjelaskan sesuatu yang urgent itu.

Ternyata Sisi tidak sendiri, perempuan itu bersama seorang temannya yang kemudian diketahui Sienna bahwa beliau sedang membutuhkan sebuah bantuan.

Teman Sisi yang bernama Bella itu lantas menjelaskan maksud kedatangannya kepada Sienna. “Kita sedang butuh bantuan untuk merias artis, tapi kita juga ingin MUA terpercaya dan dikenal bagus, karena ini project yang besar. MUA kita masih di jalan dan beliau kejebak macet, padahal pemotretannya sebentar lagi dan artisnya udah nunggu. Sisi merekomendasikan kamu ke saya. Saya percaya kalau kamu bisa, Sienna. Bagaimana? Apa kamu bersedia membantu?”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Dalam mengenalkan dan memasarkan produknya, kebanyakan fashion brand menggunakan berbagai cara, salah satunya adalah mengadakan sebuah event fashion show. Fashion show merupakan kegiatan yang dibuat untuk memamerkan karya atau koleksi terbaik pada desainer, memasarkan, serta mempromosikan suatu produk fashion yang diperagakan oleh model.

Ada fashion show yang hanya dilakukan untuk mencari inspirasi baru, menambah relasi, atau ajang bagi para desainer untuk mencurahkan kreatifitasnya melalui desain pakaian yang mereka buat. Namun ada juga fashion show yang diadakan untuk tujuan komersil yang dilakukan oleh rumah mode maupun sebuah fashion brand.

Agar bisa mencapai tujuan komersil tersebut, rumah mode Christian Dior yang ada di Indonesia menggaet para model, selebriti, serta influencer ternama untuk memamerkan produk pakaian mereka di catwalk, melalui acara Jakarta Fashion Week 2022.

Antuasias masyarakat terbukti dengan tiket yang sukses terjual dalam waktu kurang dari 2 jam. Hanya terdapat 1000 seat yang disediakan untuk bisa menyaksikan pagelaran fashion tersebut, sisanya ada di hari kedua yang ditambah sebanyak 500 seat lagi.

Di sebuah kursi di backstage untuk persiapan para talent yang akan melakukan fashion show, terdapat seorang pria yang sedang dipersiapkan untuk show selanjutnya. Backstage tampak penuh, para pekerja melakukan tugasnya masing-masing. Para talent harus cepat-cepat berganti pakaian, dirias wajahnya, dan juga berganti styling rambut. Backstage yang sudah terbilang cukup luas itu, tetap terlihat padat dan hectic. Ada berbagai pekerjaan di sana, semua orang bekerja keras demi kelancaran dan kesuksesan fashion show tersebut.

“Silakan,” ucap seseorang yang baru saja meletakkan sebuah cup kopi dingin di meja.

“Terima kasih,” balas lelaki yang duduk di kursi di depan kaca rias. Lelaki itu mengambil cup minumannya lalu meneguknya.

Saat lelaki itu baru saja meletakkan minumannya kembali ke meja, sosok perempuan menghampirinya. “Al, dikit lagi lo naik ya.”

“Oke.” Lelaki itu segera mengiyakannya.

Tiba waktunya ketika lelaki itu harus naik ke panggung, para pasang mata yang ada di backstage seketika mengarah kepada lelaki dengan tinggi sekitar 178 centi. Lelaki itu nampak gagah dan tampan dengan pakaian dan serta aksesoris yang digunakannya. Para desainer yang merancang pakaian yang dikenaan oleh lelaki itu terlihat sangat senang. Pasalnya dia sosial media, nama brand milik perusahaan langsung menjadi trending, apalagi alasannya kalau bukan karena pakaiannya digunakan oleh selebriti terkenal itu.

Alvaro as Dior BA

Alvaro as Dior BA 2

Lelaki itu adalah Alvaro Xander Zachary, selebriti yang telah menajdi Brand Ambassador Christian Dior selama 1 tahun belakangan. Popularitas serta trek rekor Alvaro di dunia entertain, membuat para brand besar sangat antusias ketika bisa bekerja sama dengannya. Film-film yang telah dibintangi oleh Alvaro membuat namanya semakin besar, hingga tidak heran menjadikan lelaki itu sebagai aktor dengan bayaran termahal di tahun 2022, sesuai dengan hasil riset yang dilakukan oleh media berita yang kegiatannya menyoroti karir para artis.

***

Backstage kini tampak agak legang karena para model sudah naik ke panggung. Di antara banyaknya pekerjaan yang ada di sana, salah satu pekerja yang dapat sejenak beristirahat adalah pekerjaan sebagai makeup artist. Mereka merasa senang karena telah berhasil membuat para model tampil cantik dan tampan dengan bantuan polesan kuas makeup mereka, tapi sekaligus merasa lelah juga.

“Mbak, minum dulu,” ujar seorang gadis sambil meletakkan sebuah botol tumbler berwarna pink di sebuah meja.

“Makasih ya Fi,” ujar perempuan itu. Asistennya begitu cekatan melayaninya, tahu lagi kalau ia butuh kopi setelah bekerja.

“Ini gue boleh keluar gedung sebentar nggak sih? Gue mau cari angin,” ujar perempuan itu lagi.

“Boleh kayaknya deh Mbak. Habis ini kan jam istirahat. Nanti gue telfon kalau misalnya lo dicariin ya.”

“Oke deh. Makasih ya Fi. Gue mau ke toilet sekalian, kebelet pipis.” Setelah asistennya itu mengiyakannya, perempuan itu langsung beranjak dari kursinya dan melenggang dari sana.

***

Sienna baru saja mengecek ponselnya untuk membaca pesan dari Fia. Sienna telah selesai membuang air kecil, Sienna masih berada di luar gedung yang digunakan untuk acara fashion show. Fia mengatakan bahwa situasinya aman terkendali, dan Sienna punya waktu sekitar 30 menit sebelum harus kembali ke dalam.

Sienna ingin membeli snack karena dirasa perutnya cukup keroncongan. Saat Sienna melewati area parkir untuk menuju stand penjual street food, netranya menangkap sosok anak kecil yang fameliar baginya. Anak itu tidak sendirian di sana, ia bersama seorang perempuan yang sepertinya adalah pengasuhnya. Sienna jelas mengetahui siapa anak itu, dan ia tidak sengaja mendengar pembicaraan antara anak laki-laki tersebut dengan perempuan yang bersamanya.

“Mbak Gina, tapi ini mobilnya Papa, plat nomornya bener. Pasti Papa ada di sini, Gio mau ketemu sama Papa,” ujar anak itu sembari menunjuk sebuah mobil Range Rover putih yang ada di hadapannya.

“Mbak udah telfon papa sama tante Ila, tapi belum diangkat. Kita pulang aja ya, papa kan udah bilang sama Gio kalau nggak boleh nyusul sebelum izin sama papa. Kita nggak bisa masuk ke tempat papa kerja, Gio,” perempuan di samping Gio coba tersebut memberi penjelasan pada bocah itu.

Namun Gio tidak mau mengerti, bocah itu kekeuh ingin bertemu dengan papanya. Hal tersebut membuat Gina terlihat kalut. Melihat kejadian di depannya itu, Sienna tidak tega untuk acuh dan membiarkannya begitu saja. Maka ia coba menghampiri Gina dan akhirnya berbicara pada perempuan itu.

“Permisi Mbak. Maaf sebelumnya saya tadi nggak sengaja dengar pembicaraannya,” ucap Sienna.

Gina nampak bingung ketika mendapati seorang perempuan yang tidak fameliar baginya menghampirinya.

“Kenalin, saya Sienna. Saya makeup artist untuk acara fashion show di gedung itu. Kalau boleh, saya mungkin bisa membantu.” Sienna menjelaskan pada Gina bahwa dirinya dapat membantu masuk ke gedung tersebut, agar Gio dapat bertemu dengan papanya. Setelah dijelaskan dan Sienna menunjukkan kartu identitasnya di mana tertulis di sana kalau Sienna adalah salah satu makeup artist untuk acara Christian Dior Fashion Show, Gina akhirnya setuju untuk dibantu.

“Makasih banyak ya Mbak Sienna udah bersedia bantuin,” ucap Gina ketika mereka melangkah bersama memasuki area gedung.

“Iya, sama-sama,” ucap Sienna.

***

Sebelumnya Sienna telah mencoba meminta tolong pada seseorang yang mengenal Ila untuk menyampaikan tentang kedatangan Gio ke tempat ini.

Rupanya Alvaro masih melakukan sesi kedua fashion show-nya. Jadi Sienna, Gio, dan Gina memutuskan menunggu di sebuah ruang tunggu yang tidak jauh posisinya dari backstage. Selagi menunggu, Gio tampak tidak bosan dan justru bocah itu mengatakan bahwa ia senang sekali berada di tempat kerja papanya.

“Gina, sekitar dua puluh menit lagi aku harus balik ke backstage. Kamu sama Gio tunggu di sini sampai mbak Ila dateng ya,” ucap Sienna yang langsung diangguki oleh Gina.

Begitu netra Sienna bertemu dengan Gio, anak itu tersenyum kecil padanya. “Tante kenal sama papanya Gio ya?” celetuk bocah itu masih sambil menatap Sienna.

Sienna hanya mengangguk karena ia bingung juga harus menjawab apa. Secara harfiah, dirinya dan Alvaro memang saling mengenal, tapi itu dulu. Kini posisinya hanyalah Sienna yang tahu tentang Alvaro, dan Alvaro kemungkinan tidak mengetahui siapa dirinya.

Dari awal Gio sudah sangat interaktif bertanya pada Sienna, dan Sienna yang hanya menjawab seadanya. Namun lama-lama sosok Gio berhasil membuat Sienna aktif mengobrol juga. Sienna seperti merasakan de javu saat ia mengobrol dengan muridnya di Taman-Taman Kanak dulu sampai ia lupa waktu.

“Gio sekarang kelas berapa sekolahnya?” tanya Sienna.

“Kelas 1 SD. Tapi PR nya udah susah, untung ada papa yang bantuin Gio kerjain PR,” jelas Gio.

“Ohya?”

“Iya, tapi papa sering sibuk shooting. Kalau ada mama, Gio dibantuin mama. Tapi mama nggak ada di rumah, Gio gak tau mama pergi ke mana.”

DEG.

Mendengar celotehan blak-blakan Gio, seketika Sienna terdiam. Meskipun nampak tidak terlalu mengerti, tapi dari tatapan mata bocah itu, Sienna melihat sebuah kesedihan.

“Tante,” panggilan Gio membuyarkan lamunana Sienna.

“Iya Gio?”

“Mama Gio bakal pulang ke rumah nggak ya?”

“Mama Gio pasti bakal pulang, karena mama Gio sayang sekali sama Gio,” tutur Sienna sembari mengulaskan senyumnya.

“Kalau mama nggak pulang gimana?” pertanyaan kritis Gio itu membuat Sienna dan Gina saling bertatapan. Seolah mengerti kode yang diberikan oleh Gina, Sienna segera mengalihkan pembicaraan.

“Gio kalau di sekolah paling suka sama pelajaran apa?” tanya Sienna.

“Gio suka banget pelajaran seni,” jawan Gio dengan antusias.

“Oh iya? Emangnya kenapa Gio suka pelajaran seni?”

“Karena kalau pelajaran seni ada seni drama. Gio kalau udah gede mau jadi aktor, kayak papa.”

***

Alvaro baru saja menyelesaikan peragaan busananya. Ada sekitar empat style pakaian yang Alvaro kenakan dan artinya itu memakan waktu yang tidak sebentara baginya untuk berjalan di atas catwalk. Belum lagi ditambah persiapan busana, tatanan rambut dan tatanan wajah yang cukup menghabiskan waktu juga.

Saat Alvaro sampai di backstage, lelaki itu melihat Ila berjalan terburu-buru menghampirinya. “Al, anak lo nyusul ke sini,” ujar Ila.

“Kok bisa?” Alvaro nampak terkejut dan ia segera mengecek ponselnya. Benar saja, ada 20 panggilan tidak terjawab dari Gina, pengasuh anaknya.

Tanpa menunggu apa pun, Ila segera membawa Alvaro untuk menemui anaknya. Hal ini tidak terjadi satu dua kali saja. Alvaro menggeleng keheranan, anaknya itu selalu saja punya cara dan berhasil menemuinya di tempat kerja.

Ketika langkah Alvaro sampai di ruang tunggu, netranya langsung tertuju pada sosok anak lelaki yang tengah bersama seorang perempuan muda. Gio dan perempuan itu terlihat, mereka mengobrol dan nampak asyik sekali. Alvaro agak heran dengan kejadian itu, tapi ia cukup lega karena anaknya terlihat senang.

“Gio,” panggil Alvaro ketika ia sudah menghampiri anaknya.

“Papa?” Gio langsung mengalihkan tatapannya ke arah Alvaro yang secara otomatis membuat perempuan yang tengah bersama anaknya ikut menoleh ke arahnya.

Jika biasanya Alvaro bertindak tegas pada Gio dengan menasehati anaknya karena telah lagi-lagi melanggar aturan yang dibuatnya, kini Alvaro menahan keinginannya itu. Bagi Alvaro yang terpenting saat ini adalah anaknya senang. Alvaro akan menasehati Gio nanti jika waktunya tepat.

***

“Gio,” ujar Alvaro ketika dirinya dan Gio sedang di perjalanan pulang di mobil.

“Ada apa Papa?” Gio sedikit mengubah posisinya agar ia bisa melihat paras Alvaro. Bocah itu mendongakkan kepalanya dan memandangi wajah Alvaro yang tampak lelah.

“Papa capek kerja ya hari ini? Maaf ya Gio udah nyusahin Papa. Tapi Gio pengen ke tempat kerja Papa, karena Gio mau ketemu sama Papa. Di rumah sepi, cuma ada mbak Gina,” tutur anak itu.

Alvaro lantas mengarahkan tangannya untuk mengusap puncak kepala anaknya. “Gio hari ini udah jadi anak baik, udah tungguin Papa kerja, terima kasih ya.”

“Iya, sama-sama Papa,” ucap Gio.

“Ohiya Papa,” Gio berucap lagi setelah dirinya teringat akan sesuatu.

“Kenapa?”

“Tadi Gio kenalan sama tante yang bantuin Gio buat ketemu papa lho. Terus Gio udah punya panggilan baru untuk tante itu.”

“Panggilan baru?” Alvaro bertanya dengan kedua alisnya yang menyatu.

“Iya, soalnya tante Sienna baik banget. Jadi Gio bilang kalau Gio mau panggilnya bunda Sienna.”

“Kamu udah izin? Emangnya bunda Sienna mau dipanggil bunda sama kamu?”

“Buktinya bunda mau. Papa juga kenapa ikutan Gio manggilnya bunda Sienna? Bunda Sienna kan bundanya Gio,” ujar Gio dan nampak kerutan di keningnya.

“Yaudah, iya. Kamu aja yang panggil bunda Sienna ya.”

“Besok bunda Sienna masih kerja di tempat kerja Papa. Boleh nggak kalau Gio nyusul buat ketemu sama bunda Sienna?”

“Gio mau ngapain ketemu lagi?” Alvaro bertanya dan ia tampak bingung. Pasalnya bagaimana bisa anaknya yang baru bertemu dengan perempuan asing langsung merasa dekat dan bahkan terlihat nyaman saat bersama perempuan itu.

“Karena Gio suka sama bunda Sienna. Nanti Gio mau minta tolong sama bunda buat kerjain PR sekolah. Please Papa, boleh yaa?” Gio masih menatap Alvaro dengan tatapan penuh harapnya. Alvaro tidak paham kenapa takdir mempertemukan Gio dengan perempuan itu. Namun orang-orang di sekitar Alvaro pasti tahu bahwa lelaki itu pernah sanggup melihat anaknya bersedih.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Dalam mengenalkan dan memasarkan produknya, kebanyakan fashion brand menggunakan berbagai cara, salah satunya adalah mengadakan sebuah event fashion show. Fashion show merupakan kegiatan yang dibuat untuk memamerkan karya atau koleksi terbaik pada desainer, memasarkan, serta mempromosikan suatu produk fashion yang diperagakan oleh model.

Ada fashion show yang hanya dilakukan untuk mencari inspirasi baru, menambah relasi, atau ajang bagi para desainer untuk mencurahkan kreatifitasnya melalui desain pakaian yang mereka buat. Namun ada juga fashion show yang diadakan untuk tujuan komersil yang dilakukan oleh rumah mode maupun sebuah fashion brand.

Agar bisa mencapai tujuan komersil tersebut, rumah mode Christian Dior yang ada di Indonesia menggaet para model, selebriti, serta influencer ternama untuk memamerkan produk pakaian mereka di catwalk, melalui acara Jakarta Fashion Week 2022.

Antuasias masyarakat terbukti dengan tiket yang sukses terjual dalam waktu kurang dari 2 jam. Hanya terdapat 1000 seat yang disediakan untuk bisa menyaksikan pagelaran fashion tersebut, sisanya ada di hari kedua yang ditambah sebanyak 500 seat lagi.

Di sebuah kursi di backstage untuk persiapan para talent yang akan melakukan fashion show, terdapat seorang pria yang sedang dipersiapkan untuk show selanjutnya. Backstage tampak penuh, para pekerja melakukan tugasnya masing-masing. Para talent harus cepat-cepat berganti pakaian, dirias wajahnya, dan juga berganti styling rambut. Backstage yang sudah terbilang cukup luas itu, tetap terlihat padat dan hectic. Ada berbagai pekerjaan di sana, semua orang bekerja keras demi kelancaran dan kesuksesan fashion show tersebut.

“Silakan,” ucap seseorang yang baru saja meletakkan sebuah cup kopi dingin di meja.

“Terima kasih,” balas lelaki yang duduk di kursi di depan kaca rias. Lelaki itu mengambil cup minumannya lalu meneguknya.

Saat lelaki itu baru saja meletakkan minumannya kembali ke meja, sosok perempuan menghampirinya. “Al, dikit lagi lo naik ya.”

“Oke.” Lelaki itu segera mengiyakannya.

Tiba waktunya ketika lelaki itu harus naik ke panggung, para pasang mata yang ada di backstage seketika mengarah kepada lelaki dengan tinggi sekitar 178 centi. Lelaki itu nampak gagah dan tampan dengan pakaian dan serta aksesoris yang digunakannya. Para desainer yang merancang pakaian yang dikenaan oleh lelaki itu terlihat sangat senang. Pasalnya dia sosial media, nama brand milik perusahaan langsung menjadi trending, apalagi alasannya kalau bukan karena pakaiannya digunakan oleh selebriti terkenal itu.

Alvaro as Dior BA

Alvaro as Dior BA 2

Lelaki itu adalah Alvaro Xander Zachary, selebriti yang telah menajdi Brand Ambassador Christian Dior selama 1 tahun belakangan. Popularitas serta trek rekor Alvaro di dunia entertain, membuat para brand besar sangat antusias ketika bisa bekerja sama dengannya. Film-film yang telah dibintangi oleh Alvaro membuat namanya semakin besar, hingga tidak heran menjadikan lelaki itu sebagai aktor dengan bayaran termahal di tahun 2022, sesuai dengan hasil riset yang dilakukan oleh media berita yang kegiatannya menyoroti para artis.

***

Backstage kini tampak agak legang karena para model sudah naik ke panggung. Di antara banyaknya pekerjaan yang ada di sana, salah satu pekerja yang dapat sejenak beristirahat adalah pekerjaan sebagai makeup artist. Mereka merasa senang karena telah berhasil membuat para model tampil cantik dan tampan dengan bantuan polesan kuas makeup mereka, tapi sekaligus merasa lelah juga.

“Mbak, minum dulu,” ujar seorang gadis sambil meletakkan sebuah botol tumbler berwarna pink di sebuah meja.

“Makasih ya Fi,” ujar perempuan itu. Asistennya begitu cekatan melayaninya, tahu lagi kalau ia butuh kopi setelah bekerja.

“Ini gue boleh keluar gedung sebentar nggak sih? Gue mau cari angin,” ujar perempuan itu lagi.

“Boleh kayaknya deh Mbak. Habis ini kan jam istirahat. Nanti gue telfon kalau misalnya lo dicariin ya.”

“Oke deh. Makasih ya Fi. Gue mau ke toilet sekalian, kebelet pipis.” Setelah asistennya itu mengiyakannya, perempuan itu langsung beranjak dari kursinya dan melenggang dari sana.

***

Sienna baru saja mengecek ponselnya untuk membaca pesan dari Fia. Sienna telah selesai membuang air kecil, Sienna masih berada di luar gedung yang digunakan untuk acara fashion show. Fia mengatakan bahwa situasinya aman terkendali, dan Sienna punya waktu sekitar 30 menit sebelum harus kembali ke dalam.

Sienna ingin membeli snack karena dirasa perutnya cukup keroncongan. Saat Sienna melewati area parkir untuk menuju stand penjual street food, netranya menangkap sosok anak kecil yang fameliar baginya. Anak itu tidak sendirian di sana, ia bersama seorang perempuan yang sepertinya adalah pengasuhnya. Sienna jelas mengetahui siapa anak itu, dan ia tidak sengaja mendengar pembicaraan antara anak laki-laki tersebut dengan perempuan yang bersamanya.

“Mbak Gina, tapi ini mobilnya Papa, plat nomornya bener. Pasti Papa ada di sini, Gio mau ketemu sama Papa,” ujar anak itu sembari menunjuk sebuah mobil Range Rover putih yang ada di hadapannya.

“Mbak udah telfon papa sama tante Ila, tapi belum diangkat. Kita pulang aja ya, papa kan udah bilang sama Gio kalau nggak boleh nyusul sebelum izin sama papa. Kita nggak bisa masuk ke tempat papa kerja, Gio,” perempuan di samping Gio coba tersebut memberi penjelasan pada bocah itu.

Namun Gio tidak mau mengerti, bocah itu kekeuh ingin bertemu dengan papanya. Hal tersebut membuat Gina terlihat kalut. Melihat kejadian di depannya itu, Sienna tidak tega untuk acuh dan membiarkannya begitu saja. Maka ia coba menghampiri Gina dan akhirnya berbicara pada perempuan itu.

“Permisi Mbak. Maaf sebelumnya saya tadi nggak sengaja dengar pembicaraannya,” ucap Sienna.

Gina nampak bingung ketika mendapati seorang perempuan yang tidak fameliar baginya menghampirinya.

“Kenalin, saya Sienna. Saya makeup artist untuk acara fashion show di gedung itu. Kalau boleh, saya mungkin bisa membantu.” Sienna menjelaskan pada Gina bahwa dirinya dapat membantu masuk ke gedung tersebut, agar Gio dapat bertemu dengan papanya. Setelah dijelaskan dan Sienna menunjukkan kartu identitasnya di mana tertulis di sana kalau Sienna adalah salah satu makeup artist untuk acara Christian Dior Fashion Show, Gina akhirnya setuju untuk dibantu.

“Makasih banyak ya Mbak Sienna udah bersedia bantuin,” ucap Gina ketika mereka melangkah bersama memasuki area gedung.

“Iya, sama-sama,” ucap Sienna.

***

Sebelumnya Sienna telah mencoba meminta tolong pada seseorang yang mengenal Ila untuk menyampaikan tentang kedatangan Gio ke tempat ini.

Rupanya Alvaro masih melakukan sesi kedua fashion show-nya. Jadi Sienna, Gio, dan Gina memutuskan menunggu di sebuah ruang tunggu yang tidak jauh posisinya dari backstage. Selagi menunggu, Gio tampak tidak bosan dan justru bocah itu mengatakan bahwa ia senang sekali berada di tempat kerja papanya.

“Gina, sekitar dua puluh menit lagi aku harus balik ke backstage. Kamu sama Gio tunggu di sini sampai mbak Ila dateng ya,” ucap Sienna yang langsung diangguki oleh Gina.

Begitu netra Sienna bertemu dengan Gio, anak itu tersenyum kecil padanya. “Tante kenal sama papanya Gio ya?” celetuk bocah itu masih sambil menatap Sienna.

Sienna hanya mengangguk karena ia bingung juga harus menjawab apa. Secara harfiah, dirinya dan Alvaro memang saling mengenal, tapi itu dulu. Kini posisinya hanyalah Sienna yang tahu tentang Alvaro, dan Alvaro kemungkinan tidak mengetahui siapa dirinya.

Dari awal Gio sudah sangat interaktif bertanya pada Sienna, dan Sienna yang hanya menjawab seadanya. Namun lama-lama sosok Gio berhasil membuat Sienna aktif mengobrol juga. Sienna seperti merasakan de javu saat ia mengobrol dengan muridnya di Taman-Taman Kanak dulu sampai ia lupa waktu.

“Gio sekarang kelas berapa sekolahnya?” tanya Sienna.

“Kelas 1 SD. Tapi PR nya udah susah, untung ada papa yang bantuin Gio kerjain PR,” jelas Gio.

“Ohya?”

“Iya, tapi papa sering sibuk shooting. Kalau ada mama, Gio dibantuin mama. Tapi mama nggak ada di rumah, Gio gak tau mama pergi ke mana.”

DEG.

Mendengar celotehan blak-blakan Gio, seketika Sienna terdiam. Meskipun nampak tidak terlalu mengerti, tapi dari tatapan mata bocah itu, Sienna melihat sebuah kesedihan.

“Tante,” panggilan Gio membuyarkan lamunana Sienna.

“Iya Gio?”

“Mama Gio bakal pulang ke rumah nggak ya?”

“Mama Gio pasti bakal pulang, karena mama Gio sayang sekali sama Gio,” tutur Sienna sembari mengulaskan senyumnya.

“Kalau mama nggak pulang gimana?” pertanyaan kritis Gio itu membuat Sienna dan Gina saling bertatapan. Seolah mengerti kode yang diberikan oleh Gina, Sienna segera mengalihkan pembicaraan.

“Gio kalau di sekolah paling suka sama pelajaran apa?” tanya Sienna.

“Pelajaran seni,” jawan Gio dengan antusias.

“Oh iya? Emangnya kenapa Gio suka pelajaran seni?”

“Karena kalau pelajaran seni ada seni drama. Gio kalau udah gede mau jadi aktor, kayak papa.”

***

Alvaro baru saja menyelesaikan peragaan busananya. Ada sekitar empat style pakaian yang Alvaro kenakan dan artinya itu memakan waktu yang tidak sebentara baginya untuk berjalan di atas catwalk. Belum lagi ditambah persiapan busana, tatanan rambut dan tatanan wajah yang cukup menghabiskan waktu juga.

Saat Alvaro sampai di backstage, lelaki itu melihat Ila berjalan terburu-buru menghampirinya. “Al, anak lo nyusul ke sini,” ujar Ila.

“Kok bisa?” Alvaro nampak terkejut dan ia segera mengecek ponselnya. Benar saja, ada 20 panggilan tidak terjawab dari Gina, pengasuh anaknya.

Tanpa menunggu apa pun, Ila segera membawa Alvaro untuk menemui anaknya. Hal ini tidak terjadi satu dua kali saja. Alvaro menggeleng keheranan, anaknya itu selalu saja punya cara dan berhasil menemuinya di tempat kerja.

Ketika langkah Alvaro sampai di ruang tunggu, netranya langsung tertuju pada sosok anak lelaki yang tengah bersama seorang perempuan muda. Gio dan perempuan itu terlihat, mereka mengobrol dan nampak asyik sekali. Alvaro agak heran dengan kejadian itu, tapi ia cukup lega karena anaknya terlihat senang.

“Gio,” panggil Alvaro ketika ia sudah menghampiri anaknya.

“Papa?” Gio langsung mengalihkan tatapannya ke arah Alvaro yang secara otomatis membuat perempuan yang tengah bersama anaknya ikut menoleh ke arahnya.

Jika biasanya Alvaro bertindak tegas pada Gio dengan menasehati anaknya karena telah lagi-lagi melanggar aturan yang dibuatnya, kini Alvaro menahan keinginannya itu. Bagi Alvaro yang terpenting saat ini adalah anaknya senang. Alvaro akan menasehati Gio nanti jika waktunya tepat.

***

“Gio,” ujar Alvaro ketika dirinya dan Gio sedang di perjalanan pulang di mobil.

“Ada apa Papa?” Gio sedikit mengubah posisinya agar ia bisa melihat paras Alvaro. Bocah itu mendongakkan kepalanya dan memandangi wajah Alvaro yang tampak lelah.

“Papa capek kerja ya hari ini? Maaf ya kalau Gio nyusahin Papa. Tapi Gio pengen ke tempat kerja Papa, karena Gio mau ketemu sama Papa. Di rumah sepi, cuma ada mbak Gina,” tutur anak itu.

Alvaro lantas mengarahkan tangannya untuk mengusap puncak kepala anaknya. “Gio hari ini udah jadi anak baik, udah tungguin Papa kerja, terima kasih ya.”

“Iya, sama-sama Papa,” ucap Gio.

“Ohiya Papa,” Gio berucap lagi setelah dirinya teringat akan sesuatu.

“Kenapa?”

“Tadi Gio kenalan sama tante yang bantuin Gio buat ketemu papa lho. Terus Gio udah punya panggilan baru untuk tante itu.”

“Panggilan baru?” Alvaro bertanya dengan kedua alisnya yang menyatu.

“Iya, soalnya tante Sienna baik banget. Jadi Gio bilang kalau Gio mau panggilnya bunda Sienna.”

“Kamu udah izin? Emangnya bunda Sienna mau dipanggil bunda sama kamu?”

“Buktinya bunda mau. Papa juga kenapa ikutan Gio manggilnya bunda Sienna? Bunda Sienna kan bundanya Gio,” ujar Gio dan nampak kerutan di keningnya.

“Yaudah, iya. Kamu aja yang panggil bunda Sienna ya.”

“Besok bunda Sienna masih kerja di tempat kerja Papa. Boleh nggak kalau Gio nyusul buat ketemu sama bunda Sienna?”

“Gio mau ngapain ketemu lagi?” Alvaro bertanya dan ia tampak bingung. Pasalnya bagaimana bisa anaknya yang baru bertemu dengan perempuan asing langsung merasa dekat dan bahkan terlihat nyaman saat bersama perempuan itu.

“Karena Gio suka sama bunda Sienna. Nanti Gio mau minta tolong sama bunda buat kerjain PR sekolah bareng. Please Papa, boleh kan?” Gio masih menatap Alvaro dengan tatapan penuh harapnya. Alvaro tidak paham kenapa takdir mempertemukan Gio dengan perempuan itu. Namun orang-orang di sekitar Alvaro pasti tahu bahwa lelaki itu pernah sanggup melihat anaknya bersedih.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

2 bulan usia pernikahan.

Alvaro baru saja sampai di Jakarta setelah menempuh perjalanan udara selama kurang lebih 4 jam. Satu minggu yang lalu, Alvaro harus melakukan shooting untuk film terbarunya yang berlokasi di luar negeri, yakni tepatnya di Taiwan. Di saat tubuhnya terasa lelah karena masih jetlag, Alvaro harus dibebani lagi oleh kabar tidak mengenakkan dari managernya dan juga manager Marsha. Awalnya berita yang didapat Alvaro adalah dari mamanya, Inggit memberitahu bahwa setelah 2 hari Alvaro pergi, Marsha tidak pulang ke rumah hingga detik ini. Di ruang walk in closet di kamar Alvaro dan Marsha, pakaian Marsha hampir tidak terlihat. Dua buah koper besar juga tidak ada, yang mana kemungkinan Marsha pergi dengan membawa pakaiannya dalam jumlah yang cukup banyak.

Saat Alvaro sampai di rumah bersama dengan Ila, kehadirannya langsung disambut oleh Nisya. Nisya merupakan manager Marsha, orang yang langsung dituju oleh Alvaro dan dilemparkan pertanyaan bertubi-tubi.

“Marsha pergi ke mana? Kenapa Marsha nggak jawab telfon gue sama sekali? Lo managernya Marsha, kan? Jadi pasti lo tau di mana istri gue,” ujar Alvaro.

“Al, lo duduk dulu ya, lo tenang dulu,” ucapan Nisya sama sekali tidak dapat membuat Alvaro tenang.

Ila akhirnya memohon Alvaro untuk duduk di sofa. “Al, dengerin Nisya dulu. Dia juga nggak tau di mana keberadaan Marsha,” ucap Ila.

“Gimana gue bisa tenang, istri gue pergi ninggalin rumah dan bawa barang-barangnya. Saat gue nggak ada, lo sebagai managernya harusnya tau di mana Marsha,” Alvaro masih menatap ke arah Nisya.

Nisya tampak khawatir dan juga kebingungan. “Gue berani sumpah, Al. Gue sama sekali nggak tau Marsha pergi ke mana. Gue udah telfon dia berkali-kali, kirim pesan lewat email, DM semua sosial media dia, tapi tetep aja nggak ada respon atau pertanda apa pun. Kita bisa cari Marsha sama-sama, dan mungkin lo tau di mana Marsha. Apa Marsha nggak ngasih petunjuk sama lo sebelum dia pergi? Ada hal janggal atau apa pun itu, mungkin kita bisa cari tau kalau ada petunjuknya.”

Alvaro terdiam dan tidak merespon ucapan Nisya sama sekali. Pikirannya terasa sangat kalut dan Alvaro tidak dapat berpikir jernih.

“Al, lebih baik lo istirahat dulu, lo baru aja balik,” ujar Ila kepada Alvaro. Alvaro akhirnya mengangguk, ia menuruti perkataan Ila karena memang tubuhnya terasa sangat lelah saat ini. Sepertinya akan percuma jika Alvaro mencari Marsha sekarang, itu tidak akan berhasil dan kemungkinan justru menambah masalah baru.

“Nisya, kita bicarain ini nanti lagi. Biarin Alvaro istirahat dulu. Kemarin gue udah minta tolong orang untuk bantu cari keberadaan Marsha. Lo tolong bantu kumpulin semua info yang lo tau, biar kita gampang nyari Marsha,” tutur Ila kepada Nisya sepeninggalan Alvaro dari hadapan mereka.

Nisya mengangguk. “Oke, Mbak. Makasih banyak ya atas bantuannya. Gue akan berusaha biar Marsha balik secepatnya. Gue nggak tega sama Gio, dari kemarin dia nanyain Marsha terus.”

***

Alvaro rooms

Alvaro membuka pintu kamarnya dan melangkah masuk ke dalam. Kehadirannya di kamar itu hanya disambut oleh angin kosong. Alvaro menyapukan netranya menatap interior kamar ini yang bernuansa hitam, coklat dan gold. Semua barang, dekorasi, dan detail di setiap sudutnya, merupakan perwujudan dari mimpi-mimpi yang dimiliki oleh Alvaro dan Marsha.

Alvaro dan Marsha pernah berandai-andai untuk bisa memiliki rumah megah yang akan mereka tinggali berdua. Sebuah kamar dengan kasur besar yang sangat empuk, ada walk in closet yang berisi pakaian Marsha, koleksi tasnya, makeup, dan tidak lupa lemari yang berisi koleksi pakaian dan sepatu milik Alvaro. Marsha menyukai tas, sementara Alvaro menyukai sepatu. Mereka bercita-cita akan meletakkan barang kesukaan mereka secara berdampingan.

Saat itu semua sudah berhasil terwujud, dalam waktu yang singkat juga, takdir seperti kembali merenggut paksa kebahagiaan Alvaro. Kepergian Marsha yang tiba-tiba dan tanpa sepengetahuan Alvaro, membuat Alvaro bertanya-tanya. Alvaro bingung, sedih, kesal, dan semua perasaan itu bercampur menjadi satu.

Alvaro ingin segera pergi tidur, tapi hatinya tidak ingin berkompromi dengan pikirannya. Alvaro justru berjalan ke ruangan walk in closet yang berada di sisi kanan kamar itu. Sesampainya di sana, Alvaro membuka lemari yang merupakan milik Marsha. Benar saja, tidak tersisa sedikit pun pakaian istrinya di sana. Hanya beberapa aksesoris dan dua buah pasang sepatu di bagian rak sepatu.

Walk in closet

“Sha … kamu di mana? Kenapa kamu pergi kayak gini? Kenapa kamu ninggalin aku sama Gio?” Alvaro berucap seorang diri.

Ketika Alvaro memutuskan melenggang dari walk in closet dan kembali ke ruang tidurnya, di nakas samping ranjang, terdapat sebuah frame berukuran kecil. Di sana ada foto pernikahannya dengan Marsha yang Alvaro ingat, ia yang meminta asistennya untuk membingkai foto itu.

Alvaro mengambil foto itu dan menatap potret di sana dengan tatapan nanar. “Sha, apa kamu nggak bahagia sama aku? Apa aku belum cukup untuk kamu?”

***

Satu bulan kemudian.

Marsha belum juga kembali, dan hal tersebut membuat Alvaro merasa khawatir setiap harinya. Alvaro telah mencoba mencari keberadaan Marsha dengan seluruh kemampuan yang ia miliki, tapi hasilnya nihil. Perusahan yang menaungi nama Marsha juga telah berusaha mencari keberadaan sang artis, tapi usaha mereka tidak menemui titik terang.

Beberapa pekerjaan yang harus dilakukan Marsha jadi terbengkalai, dan perusahaan menuntut uang ganti rugi atas kontrak kerja yang sebelumnya telah ditandatangani oleh Marsha. Alvaro yang membereskan urusan itu, sebagai sosok suami yang sah bagi Marsha, Alvaro harus menanggungnya.

30 hari sudah Marsha pergi dari rumah, meninggalkan Alvaro dan Gio. Alvaro tetap harus menjalani shooting dan pekerjaannya yang lain seperti photoshoot, iklan TV, dan menghadiri beberapa event, meskipun keadaan batinnya belum sepenuhnya stabil.

Alvaro seperti merasakan kehancuran dan kesedihan ketika papanya meninggal, rasa sakitnya persis seperti itu. Namun bedanya dulu ketika kehilangan papanya, Alvaro hanyalah anak kecil yang belum meiliki tanggung jawab, ia hanya bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Kini situasinya berbeda, Alvaro mempunyai Gio. Alvaro tidak bisa menolak untuk pulang ke rumah, meskipun ia sangat ingin menghabiskan waktu di luar lebih lama. Alvaro memiliki tanggung jawab, yakni seorang anak yang membutuhkannya. Kalau Alvaro tidak kuat dan hancur berkeping-keping, lantas kepada siapa anaknya akan bersandar?

Hari ini Alvaro mengusahakan untuk pulang tidak terlalu malam. Alvaro berharap Gio belum tidur, karena ia akan membantu anaknya mengerjakan PR sekolah atau sekedar membacakan cerita dongeng penghantar tidur.

‘Tok! Tok!’

Dua kali alvaro mengetuk pintu kamar anaknya. “Gio, Papa boleh masuk?” Alvaro berujar di depan pintu.

Cklek!

Tidak beberapa lama, pintu pun dibuka dan menampakkan sosok Gio yang telah mengenakan piyama tidurnya.

“Papa boleh masuk?” tanya Alvaro. “Papa mau bantuin Gio ngerjain PR sekolah. Kita kerjain sama-sama ya, gimana?”

“Gio nggak mau ngerjain PR. Gio maunya ketemu sama mama. Mama di mana?” tutur Gio bertubi-tubi.

Alvaro nampak bingung menjawabnya, tapi akhirnya ia memberikan jawaban yang sekiranya bisa dipahami oleh anaknya. “Mama lagi pergi kerja sebentar ke luar kota. Nanti mama pulang, Gio tunggu mama pulang, oke?”

“Papa bohong. Mama nggak bilang sama Gio kalau mama pergi untuk kerja. Mama selalu bilang sama Gio kalau mau kerja, ini enggak,” cerocos bocah itu.

Alvaro seketika dibuat terdiam. Sulit menjelaskannya pada Gio, terlebih Alvaro tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya, tapi anaknya ini terlalu pintar dan memiliki pola berpikir yang kritis.

“Papa, ayo kita cari mama. Gio khawatir sama mama, kalau mama diculik orang jahat, gimana?” Gio meraih tangan Alvaro, seolah mengajaknya untuk pergi mencari Marsha.

Alvaro menatap Gio, ia berusaha menahan air matanya agar tidak lolos. Alvaro kemudian mensejajarkan tingginya dengan Gio, pria itu menumpu tubuhnya di lantai dengan kedua lutut. “Ini udah malam, Nak. Gimana kalau kita cari mama besok aja? Malam ini, Gio harus jadi yang anak pintar sebelum kita cari mama. Gio kerjain PR dulu sama Papa. Oke?”

Alvaro menunjukkan jari kelingkingnya di hadapan Gio, menunggu anaknya menyambutnya dengan jari yang sama.

“Oke, Papa. besok kita cari mama ya.”

Alvaro hanya mengangguk sekali untuk membuat persetujuan dengan Gio. Mungkin hari esok, dan hari-hari seterusnya Alvaro memang akan terus mencari keberadaan Marsha. Alvaro tidak berbohong kepada Gio. Namun memang ada yang akan Alvaro sembunyikan dari Gio. Jika suatu saat terungkap alasan Marsha pergi, apa pun itu, Alvaro akan memastikan Gio tidak akan pernah mengetahuinya.

Alvaro memiliki firasat yang buruk terhadap perginya Marsha, karena tidak ada kemungkinan alasan baik yang dimiliki Marsha untuk pergi, bahkan kepergian perempuan itu dapat mengancam karirnya sebagai aktris. Namun meskipun begitu, Marsha tetaplah ibu kandung Gio yang telah melahirkan anak mereka. Alvaro tidak ingin kelak Gio membenci Marsha jika anaknya tahu apa yang sebenarnya terjadi.

***

Gio baru saja tertidur saat terdengar ketukan di pintu kamarnya. Alvaro bergerak pelan dari ranjang agar anaknya tidak sampai bangun. Ketika Alvaro membuka pintunya, ia menemukan Inggit di sana.

“Gio mana? Udah tidur?” tanya Inggit.

“Udah Mah,” jawab Alvaro.

Mendengar jawaban Alvaro, Inggit nampak lega. “Dari kemarin anak kamu susah tidur lho. Dia selalu nanyain Marsha, selalu bilang pengen ditemenin tidur sama mamanya. Mama khawatir ke depannya soal kesehatan fisik dan mental anak kamu. Bukan hanya anak kamu doang Al, tapi kamu juga.”

“Mama tenang aja, masalah ini akan secepatnya Alvaro selesaikan,” ujar Alvaro.

“Selesaikan bagaimana maksud kamu? Kamu punya solusinya?” Inggit memberikan pertanyaan yang sebenarnya belum sempat Alvaro terpikirkan oleh Alvaro.

“Mah, kita omongin di ruang keluarga ya. Gio baru aja tidur, takutnya dia kebangun,” putus Alvaro.

Inggit pun setuju terhadap ucapan Alvaro. Di ruang keluarga, kini Alvaro dan Inggit tengah duduk berhadapan. Ada hal yang ingin Inggit sampaikan kepada Alvaro, dan itu berhubungan dengan Marsha yang pergi meninggalkan rumah serta kelanjutan rumah tangga Alvaro dan Marsha kedepannya.

“Al, ini sudah satu bulan Marsha pergi dari rumah tanpa kejelasan. Sebagai ibu kamu dan nenek untuk Gio, Mama sangat kecewa sama Marsha. Dia meninggalkan kamu dan Gio begitu aja, dia udah mengabaikan tanggung jawabnya sebagai istri dan juga seorang ibu.”

Alvaro dengan seksama mendengarkan semua yang diutarakan oleh Inggit. Apa yang diucapkan Inggit memang benar adanya. Dari iris mata Inggit, Alvaro dapat dengan jelas melihat kekecewaan besar yang terpancar.

“Seharusnya Marsha bisa bersikap dewasa. Begitu juga kamu, terlebih kalian punya tanggung jawab bersama. Kehidupan pernikahan harus dijalani berdua, nggak bisa timpang tindih begini,” ujar Inggit lagi.

Inggit sesaat menjeda ucapannya. Meskiun dengan berat hati, Inggit tetap akan mengatakannya. Inggit menghembuskan nafasnya, lalu wantia itu kembali berujar, “Al, kamu harus bisa bersikap tegas. Beri tenggat waktuuntuk Marsha. Kalau sampai pada waktu itu dia nggak kembali, kamu harus membuat sebuah keputusan.”

“Keputusan apa Mah?” tanya Alvaro dengan tatapan bingungnya.

“Kamu sudah dewasa dan Mama yakin kamu paham. Pernikahan tanpa adanya tanggung jawab, tidak bisa lagi disebut sebagai pernikahan, dan nggak ada gunanya mempertahankan.”

“Mah, nggak mungkin Alvaro menceraikan Marsha,” ucap Alvaro terlihat tidak menyetujui ucapan Inggit.

“Kenapa nggak mungkin Al? Kamu punya alasan untuk melakukannya, karena dia telah lalai dengan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu.”

“Mah, Alvaro juga punya alasan untuk masih mempertahankan pernikahan,” papar Alvaro.

Seketika ucapan Alvaro membuat Inggit menatap putra sematawayangnya dengan tatapan tidak percaya. Setelah apa yang dilakukan Marsha, di sini anaknya masih terlihat mencintai Marsha dan ingin mempertahankan pernikahan. Inggit tidak dapat memahami hal itu.

“Al, kamu tau kan Mama hanya ingin kamu bahagia. Mama nggak bisa ngeliat kamu disakitin seperti ini. Sekarang Mama tanya, apa alasan kamu ingin mempertahankan Marsha?”

Alvaro tidak langsung menjawab pertanyaan Inggit. Alvaro meraih satu tangan Inggit dan menggenggamnya. “Alvaro tau Mama selalu memikirkan kebahagiaan Alvaro. Tapi Mah, sekarang bukan cuma tentang Alvaro sendiri. Alvaro punya tanggung jawab yang harus dipikirkan. Saat waktunya tepat, Alvaro akan buat keputusan untuk pernikahan ini.”

Alvaro menjelaskan pada Inggit bahwa ia ingin melindungi anaknya dan memikirkan perasaan anaknya yang bisa hancur kalau sampai ada pembicaraan buruk tentang orang tuanya di media.

Kepergian Marsha menimbulkan banyak kekecauan yang berdampak pada karirnya maupun rumah tangganya. Beberapa sinetron yang dibintangi oleh Marsha mengganti pemeran mereka dengan artis lain, jelas hal tersebut semakin meyakinkan publik bahwa ada yang tidak beres dengan Marsha Iliana Tengker.

Absennya Marsha dari dunia hiburan serta ketidakmunculannya di sisi Alvaro, membuat publik perlahan mulai curiga. Publik mulai membuat berita dan mempertanyakan perihal ketidakberadaan Marsha dan Alvaro dituding sebagai suami yang tidak bertanggung jawab. Meskipun demikian, sampai saat Alvaro masih bungkam, itu sudah menjadi keputusan Alvaro. Sampai Alvaro menemukan Marsha dan tahu penyebab istrinya pergi, Alvaro baru akan mengambil keputusan.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Di kamar yang cukup luas di atas sebuah kasur berukuran king size, Alvaro dan Marsha hampir saja mencapai klimaks dari penyatuan mereka. Namun kegiatan memadu kasih tersebut terpaksa harus terinterupsi karena sebuah dering ponsel di atas nakas.

Ini bukan dering yang pertama, sudah tiga kali ponsel Marsha berbunyi dari sejak mereka melakukan hubungan intim. Marsha menatap Alvaro dengan tatapan bersalahnya, lalu satu tangan Marsha terangkat untuk mengusap sisi wajah Alvaro.

“Sebentar, aku angkat telfon dulu ya,” ucap Marsha.

Meskipun dengan berat hati, Alvaro akhirnya mengangguk. Alvaro membiarkan Marsha pergi darinya untuk mengangkat panggilan itu.

“Siapa yang nelfon?” tanya Alvaro begitu melihat Marsha hanya menatap layar ponselnya, bukannya segera menekan tombol hijau di sana.

“Orang kantor? Atau manager kamu?” Alvaro bertanya lagi, tapi Marsha belum menjawabnya.

Sampai dering di ponsel itu terputus, Marsha baru menoleh pada Alvaro dan berujar, “Ini manager aku yang telfon. Harusnya sih dia nggak nelfon, aku kan lagi cuti. Bentar aku angkat dulu ya, siapa tau penting.” Setelah mengatakannya, Marsha berlalu dari kamar.

Alvaro menatap punggung polos Marsha yang mulai menjauhinya. Marsha menutup pintu kamar, bahkan ditutup rapat. Alvaro tidak dapat membohongi dirinya bahwa ia merasa kecewa. Mungkin hal ini terlihat sepele, tapi bagi Alvaro kebersamaan adalah hal yang penting, dan waktu adalah sesuatu yang sangat Alvaro hargai. Di saat Alvaro menganggapnya sangat berarti, mengapa Marsha justru dengan entengnya menganggap seolah itu tidak penting?

Kekecewaan yang dirasakan oleh Alvaro bukan hanya sekali dua kali terjadi. Padahal Marsha sudah tahu bahwa Alvaro sangat menghargai waktu kebersamaan mereka, tapi kenapa Marsha berulang kali mengabaikannya dan melakukan hal yang membuat Alvaro kecewa?

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Di kamar yang cukup luas di atas sebuah kasur berukuran king size, Alvaro dan Marsha hampir saja mencapai klimaks dari penyatuan mereka. Namun kegiatan memadu kasih tersebut terpaksa harus terinterupsi karena sebuah dering ponsel di atas nakas.

Ini bukan bunyi yang pertama, sudah 3 kali ponsel Marsha berdering. Marsha menatap Alvaro dengan tatapan bersalahnya, lalu satu tangan Marsha terangkat untuk mengusap sisi wajah Alvaro.

“Sebentar, aku angkat telfon dulu ya,” ucap Marsha.

Meskipun dengan berat hati, Alvaro akhirnya mengangguk. Alvaro membiarkan Marsha pergi darinya untuk mengangkat panggilan itu.

“Siapa yang nelfon?” tanya Alvaro begitu melihat Marsha hanya menatap layar ponselnya, bukannya segera menekan tombol hijau di sana.

“Orang kantor? Atau manager kamu?” Alvaro bertanya lagi, tapi Marsha belum menjawabnya.

Sampai dering di ponsel itu terputus, Marsha baru menoleh pada Alvaro dan berujar, “Ini manager aku yang telfon. Harusnya sih dia nggak nelfon, aku kan lagi cuti. Bentar aku angkat dulu ya, siapa tau penting.” Setelah mengatakannya, Marsha berlalu dari kamar.

Alvaro menatap punggung polos Marsha yang mulai menjauhinya. Marsha menutup pintu kamar, bahkan ditutup rapat. Alvaro tidak dapat membohongi dirinya bahwa ia merasa kecewa. Mungkin hal ini terlihat sepele, tapi bagi Alvaro kebersamaan adalah hal yang penting, dan waktu adalah sesuatu yang sangat Alvaro hargai. Di saat Alvaro menganggapnya sangat berarti, mengapa Marsha justru dengan entengnya menganggap seolah itu tidak penting?

Kekecewaan yang dirasakan oleh Alvaro bukan hanya sekali dua kali terjadi. Padahal Marsha sudah tahu bahwa Alvaro sangat menghargai waktu kebersamaan mereka, tapi kenapa Marsha berulang kali mengabaikannya dan melakukan hal yang membuat Alvaro kecewa?

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Satu minggu setelah pernikahan.

Alvaro terlahir dan dibesarkan sebagai seorang anak tunggal. Saat Alvaro menginjak usia 11 tahun, Alvaro kehilangan sosok papanya. Maka sejak saat itu, Alvaro telah terbiasa menghadapi kerasnya kehidupan, karena dirinyalah yang menjadi penguat bagi mamanya.

Saat Alvaro masih berada di awal-awal karirnya, Alvaro bertemu dengan Marsha. Marsha merupakan aktris yang telah lebih dulu berkecimpung di dunia entertain. Jadi Marsha banyak mengajarkan hal kepada Alvaro. Kehadiran Marsha menjadikan hidup Alvaro lebih berwarna, Marsha melengkapi afeksi yang dibutuhkan oleh Alvaro. Saat di depan mamanya, Alvaro berlagak seperti orang yang kuat dan jarang menunjukkan sisi lemahnya. Namun saat bersama Marsha, Alvaro dapat menunjukkan kesedihannya. Mulai kesedihannya berkat kepergian papanya, keluarga papanya yang bersikap antipati dan menolak Alvaro dan mamanya ketika papanya meninggal, semua rasa sakit di hidup Alvaro, Marsha sudah mengetahuinya.

Waktu bersama yang dilalui oleh Alvaro dan Marsha, tanpa mereka duga menghadirkan sosok buah cinta. Gio lahir ke dunia dan menyandang nama Zachary di belakang namanya. Sejak saat itu, Alvaro memiliki dua prioritas yang harus ia jaga dan ia bahagiakan. Alvaro dan Marsha selalu menanti hari itu tiba, hari di mana mereka menjalani peran sebagai orang tua yang sesungguhnya untuk Gio, sebagai sosok papa dan mama yang tinggal bersama di bawah satu atap yang sama. Meskipun dunia tidak tahu bahwa Gio adalah anak kandungnya, Alvaro tidak terlalu mempermasalahkan apa yang diketahui orang-orang, yang terpenting baginya adalah ia dapat membahagiakan Marsha dan Gio.

Alvaro merupakan tipe laki-laki yang loyal, bukan hanya kepada pasangannya, tapi juga pada teman-teman dan keluarganya. Alvaro pernah merasakan titik terendah di dalam hidup, jadi saat ia sudah merasa mapan dan sukses, Alvaro mencurahkan kasih sayangnya dengan memberikan sesuatu pada orang yang ia sayang. Mayoritas yang diberikan Alvaro adalah sebuah materi, karena untuk kebersamaan, Alvaro kurang memiliki waktu untuk melakukannya. Alvaro harus bekerja keras, shooting dari pagi sampai ketemu pagi lagi, mengalami cidera tubuh karena akting yang dilakukannya, dan tetek bengek lainnya sejak saat Alvaro memutuskan menjadi seorang selebriti.

Sebagai hadiah pernikahan sekaligus bentuk terima kasih perusahaan kepada Alvaro dan Marsha, pihak perusahaan memberikan waktu libur kepada kedua artis tersebut. Tidak tanggung-tanggung waktu yang diberikan adalah 1 bulan penuh, jadwal keduanya benar-benar kosong selama itu. Jadi Alvaro dan Marsha sungguhan bisa menjalani kehidupan mereka seperti sebelum menjadi selebriti.

Pagi ini Alvaro dan Marsha berniat mengantar Gio pergi ke sekolah. Pukul setengah 7 pagi, mereka sudah bersiap untuk berangkat. Gio meminta Alvaro menyetir, kata bocah itu, orang tua teman-temannya mengantar anak mereka ke sekolah dengan menyetir sendiri, kebanyakan tidak menggunakan supir.

“Oke, Papa turutin kemauan kamu,” putus Alvaro.

Melihat Alvaro mengambil kunci mobilnya dari laci meja, Gio langsung berbinar dan berseru dengan riang, “Yes! Hari ini aku dianter Papa sama Mama ke sekolah.”

Marsha tersenyum bahagia melihat tingkah anaknya. “Gio, tapi harus janji sama Papa dan Mama. Jadi anak pintar di sekolah ya, nurut sama ibu dan bapak guru, harus belajar yang rajin juga,” tutur Marsha seraya tangannya mengusap lembut puncak kepala anaknya.

“Siap, Mama. Gio bakal jadi anak nurut hari ini dan seterusnya,” cetus Gio.

“Oke, anak pintar. Coba kiss Mama dulu,” Marsha menunjuk sisi kanan wajahnya, meminta Gio memberinya ciuman. Setelah Gio memberikan ciuman kecilnya di pipi Marsha, Alvaro pun yang melihat itu tentu tidak mau kalah.

Marsha & Gio

Kiss Papa juga dong,” pinta Alvaro.

Pada akhirnya Gio menuruti permintaan Alvaro setelah sempat menolak untuk menggoda Alvaro. Gio menjadi anak yang penurut, karena ke depannya anak itu tau Alvaro tidak akan menuruti permintaannya yang lain.

“Oke, good boy. Sekarang karena Gio udah jadi anak pintar, Gio kasih izinin Papa sama Mama pergi liburan berdua, okey?” tutur Alvaro kepada Gio.

“Kok Gio gak diajak? Kenapa?” tanya Gio dengan wajahnya yang berubah agak sendu.

“Karena ini liburan khusus orang dewasa. Gio mau punya adik nggak?” Marsha memelototi Alvaro, meminta Alvaro untuk tidak meneruskannya.

Namun yang terjadi, Alvaro tetap gencar menghasut Gio agar anaknya menginzinkannya dan Marsha pergi berdua. Dengan polosnya akhirnya Gio mengangguk, sebagai tanda bahwa Gio telah mengizinkan Alvaro dan Marsha untuk pergi berdua. Setelah pulang liburan, kemungkinan sudah ada adik, jadi Gio sangat antusias dan segera menyetujui ide tersebut.

***

Beberapa orang mungkin setuju dengan opini yang mengatakan bahwa bekerja adalah salah satu cara untuk menghilangan stress, tapi beberapa sisanya mungkin tidak setuju. Sienna berada di pihak yang setuju. Bagi Sienna, ketika ia bekerja, ia dapat teralihkan pikirannya, sehingga melupakan hal-hal yang membebaninya. Sienna pernah berharap suatu hari kemampuannya membaca masa depan bisa hilang. Namun setelah dipikir-pikir, kemampuannya telah berjasa besar juga untuk orang-orang di sekitarnya. Jadi Sienna tidak ingin kehilangan kemampuan itu.

Hari ini Sienna memiliki jadwal untuk menghadiri sebuah event yang diselenggarakan oleh brand makeup yang cukup ternama. Brand tersebut mengundang Sienna untuk mengisi sebuah event mini makeup class yang berisi 15 orang. Di akhir acara, nanti akan ada hasil riasan yang dipilih oleh Sienna sebagai riasan terbaik dan tentunya akan ada hadiah serta sertifikat yang diberikan.

Sienna tengah berada di ruang tunggu yang diperuntukkan khusus untuknya, acaranya baru akan mulai sekitar 10 menit lagi. Fia menghampiri Sienna di ruangan itu sambil membawa sebuah botol tumbler pink berisi kopi pesanan Sienna.

“Makasih ya Fi,” ucap Sienna sebelum menyeruput es kopi susunya.

“Oh iya Mbak, nanti selesai event lo ngak balik bareng team, kan?” tanya Fia.

“Hah?” Sienna nampak mengkerutkan alisnya, ia kebingungan.

“Masa lo lupa sih? Kan lo mau nge-date sama mas Arlan.”

“Kok Mas sih? Gue nggak panggil dia mas lho, Fi,” Sienna nampak gugup dan pipinya seketika terlihat merona.

“Dia keliatan serius sama lo tau Mbak. Tapi kayaknya lo belum sepenuhnya yakin ya sama dia?”

Sienna mengangguk menjawab pertanyaan Fia. “Iya, gue masih butuh waktu buat yakin. Dia baik sih, and like you knew, he’s ten.”

“Tapi?”

“Nggak ada tapinya yang menyangkut tentang dia, cuma guenya aja yang belum yakin.” Sienna berkata jujur, memang itulah kenyataannya.

“Jangan-jangan mas Arlan udah ngajak lo merit ya Mbak?”

“Belum ada ajakan itu, Fi.”

“Tapi misalnya dia ngajak merit nih, lo mau nggak?” Fia bertanya lagi.

“Gimana merit? Pacaran aja belum.”

“Gue kira lo nggak mau pacaran, mau langsung sat set sat set aja gitu.”

“Gue baru kenal sama Arlan dalam waktu dua bulan, Fi. Sejauh ini dia memang selalu memperlakukan gue dengan baik, tapi satu hal, seseorang nggak bisa mengatur hatinya, termasuk gue. Gue akan kasih tau Arlan kalau emang gue nggak mau ngelanjutin proses pendekatan ini, gue nggak mau kita semakin jauh padahal hati gue sendiri nggak yakin.”

***

Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, Sienna dan Arlan akan pergi berdua hari ini. Arlan menjemput Sienna di venue di mana event makeup Sienna berlangsung. Sebelum mereka pergi, Arlan menyapa para rekan kerja Sienna. Lelaki itu juga membawakan dua kotak soft cookies yang mana merupakan brand kesukaan Sienna. Bukan hanya untuk Sienna, tapi Arlan juga membawakannya untuk rekan kerjanya.

“Makasih lho Mas Arlan,” ucap Hani.

“Makasih ya Mas, enak banget lho ini cookies-nya,” Fia pun menimpali.

Tidak lama kemudian, Sienna dan Arlan pamit untuk pergi dari sana. Ketika langkah mereka sampai di parkiran, Sienna mendapati sebuah sedan mazda hitam yang rupanya itu adalah kendaraan yang dibawa oleh Arlan.

“Kamu nggak bilang kalau mau bawa mobil, padahal nggak papa kalau kita naik motor,” ucap Sienna.

“Aku nggak akan biarin kamu naik motor lagi. Yuk kita berangkat,” Arlan lantas bergerak membukakan pintu mobil di samping kemudi, dan Sienna segera melangkah memasuki mobil itu.

Sebelum Arlan menyalan mesin mobilnya, lelaki itu memberi tahu Sienna sesuatu tentang rencana date mereka malam ini. “Aku udah reservasi untuk kita fine dining di restoran favorit kamu. Gimana menurut kamu?”

It’s a surprise? You’re not telling me before?” tanya Sienna.

Yes, it’s a surprise for you.”

***

Jalanan Kuningan malam ini terlihat cukup padat. Sebenarnya sudah tidak heran lagi jika daerah ini termasuk ke dalam salah satu jalanan di Jakarta Selatan yang mobilitasnya tinggi. Terdapat banyak restaurant, pusat perbelanjaan, yang mana menjadi sektor mata pencaharian untuk jutaan orang, jadi daerah ini memang sudah terkenal akan kemacetan lalu lintasnya.

“Sienna,” ujar Arlan yang seketika membuyarkan kegiatan Sienna melihat layar ponselnya.

“Iya?” Sienna bertanya sembari menoleh pada Arlan, mengalihkan tatapannya dari ponselnya kepada Arlan.

“Aku mau nanya sesuatu sama kamu,” ucap Arlan.

Sienna mengangguk, ia mengizinkan Arlan bertanya padanya.

“Apa aku belum cukup baik untuk kamu, Sienna?”

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Arlan itu otomatis membuat kedua netra Sienna membola.

“Arlan, ini bukan tentang siapa yang belum cukup baik,” ujar Sienna akhirnya setelah beberapa detik ia terdiam.

“Lalu tentang apa? Kamu nggak bisa membohongi diri kamu, Sienna. You’re not enjoy when you spent time with me. I’m sorry if I’m not still good enough for you.”

“Kamu nggak perlu minta maaf, Arlan. Selama ini kamu baik banget sama aku. You treated me so nice, and I’m really thankful for that,” Sienna menjeda ucapannya. Sienna merasa bersalah kepada Arlan. Sienna lantas berpikir bahwa ini adalah waktunya Sienna mengatakan pada Arlan bahwa mereka tidak bisa melanjutkan hubungan.

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 1 jam, kini mobil Arlan telah berhenti di depan sebuah rumah tingkat dua bergaya minimalis.

“Arlan, aku udah memutuskan sesuatu untuk hubungan kita,” ucap Sienna.

Arlan kini menatap Sienna dengan tatapan khawatirnya. Sienna dapat merasakannya, Arlan memiliki perasaan padanya dan berharap lebih kepada hubungan mereka ke depannya.

“Kamu udah melakukan yang terbaik dalam hubungan kita, tapi aku nggak bisa melanjutkan hubungan ini. Nggak ada yang salah di sini, karena manusia nggak bisa mengatur hatinya. Arlan, kamu berhak mendapatkan perempuan yang lebih baik dari aku,” jelas Sienna panjang lebar.

Meskipun ini terasa berat bagi Arlan, tapi akhirnya lelaki itu merelakannya. Tidak mudah untuk langsung menerima, tapi Arlan akan mencobanya. Ketika Sienna turun dari mobil, Arlan menyusulnya, lelaki itu ingin melihat Sienna untuk yang terakhir kalinya.

“Makasih untuk dua bulan yang udah kamu berikan untuk aku, Sienna. I’m glad that I’ve met you,” ucap Arlan.

Sienna mengangguk dan mengulaskan senyumnya untuk Arlan. Kedua mata Sienna terasa perih dan pandangannya mengabur begitu Arlan berlalu dari hadapannya. Sienna memutuskan melangkah memasuki rumahnya.

Ketika Sienna sampai di dalam rumah, orang-orang rumahnya seakan mengerti dan tidak bertanya pada Sienna kenapa pipi Sienna terlihat basah. Sienna langsung menuju kamarnya dan mengunci pintu. Setelah meletakkan sling bag-nya, Sienna segera berjalan menuju kasur dan membaringkan tubuhnya di sana. Selama kurang lebih lima belas menit, Sienna mengeluarkan kesedihannya melalui air mata. Kisah asmaranya berakhir lagi, untuk yang kesekian kalinya. Ini bukan hanya berat untuk Arlan, tapi berat juga untuk Sienna. Sienna mengakhiri hubungannya dengan Arlan karena ia tidak ingin semakin jauh Arlan berharap padanya. Selain itu Sienna ingin Arlan segera menemukan perempuan yang lebih baik darinya, perempuan yang tidak memiliki keraguan untuk mencintai lelaki itu.

Ponsel Sienna yang tergeletak di sampingnya, membuat Sienna mendongakkan kepalanya untuk sekedar melihat lagi apa yang ada di sana. Sienna lalu menjalarkan jemarinya jarinya di layar sentuh hpnya. Sienna kembali memperhatikan postingan-postingan di akun Instagram Marsha dan Alvaro. Mereka tampak bahagia menjalani kehidupan pernikahan, selain itu berita selebriti yang beredar di TV juga telah membuktikan semuanya.

Sienna dapat merasa lebih tenang setelah mendapati itu, meskipun harapannya kecil, tapi Sienna yakin ada kemungkinan bahwa rumah tangga Marsha dan Alvaro akan bertahan.

Sienna selalu ingin memastikan, meskipun ia hanya bisa mengamati itu dari jarak jauh. Sienna berharap, bahwa mimpi yang didapatnya waktu itu merupakan sebuah kekeliruan. Alvaro dan Marsha terlihat bahagia dan saling mencintai, mana mungkin sebuah badai besar datang menghancurkan pernikahan yang bahkan baru seumur jagung itu?

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

3 bulan kemudian.

Sienna telah membuat sebuah keputusan. Sienna telah memantapkan dirinya bahwa Tuhan-lah yang lebih berkuasa untuk mengatur takdir seseorang. Sienna tidak akan ikut campur terhadap takdir seorang yang ia kenal di dalam mimpinya. Sienna akan membiarkan segalanya terjadi begitu saja dan mengalir seperti layaknya air di sungai.

Hari ini akhirnya tiba, hari di mana pernikahan Alvaro dan Marsha akan dilaksanakan. Sienna telah menerima appointment untuk merias Marsha di hari pernikahannya. Sienna dan tim makeup-nya telah tiba di venue sekitar pukul 4 pagi, karena pemberkatan akan dilaksanakan pada pukul 9.

Sienna telah mempersiapkan segalanya, mulai dari fisik dan juga mentalnya, agar ia dapat memberikan yang terbaik untuk merias brides-nya hari ini. Hari ini Sienna akan dibantu oleh Hani sebagai asisten makeup-nya dan Fia sebagai asistennya yang nomor dua.

Sienna dan timnya telah berada di ruang makeup dan menunggu Marsha datang untuk dirias. Beberapa menit berlalu, pintu ruangan itu dibuka. Terlihat kehadiran Marsha di sana bersama seorang wanita paruh baya yang diketahui adalah ibu dari Marsha.

Begitu Marsha menarik kursi di hadapan sebuah kaca dengan vanity lamp yang biasa digunakan MUA untuk merias, Sienna dapat dengan jelas melihat raut wajah Marsha yang nampak sangat berseri-seri.

“Sienna, makasih ya udah mau makeupin aku di hari spesialku,” ucap Marsha sebelum Sienna mulai meriasnya.

“Aku juga makasih sama kamu, kamu udah mempercayakan aku,” ucap Sienna seiring merekahnya sebuah senyum di wajahnya.

Berikutnya Sienna memulai kegiatannya merias Marsha. Selagi kegiatan itu berlangsung, ruang rias kedatangan seseorang. Wanita anggun yang kira-kira berusia 50 tahunan itu menghampiri Marsha dan kemudian menggenggam satu tangannya.

“Mam, Marsha gugup banget,” ucap Marsha kepada wanita itu.

“Semalam kamu bisa tidur nggak?” tanya perempuan itu dengan nada lembutnya.

“Aku nggak bisa tidur Mam, baru tidur jam 1 deh kayanya,” jawab Marsha. Dari percakapan tersebut, Sienna dapat menebak jika wanita itu adalah calon mertua Marsha, yang artinya beliau adalah ibu dari Alvaro. Ketika tidak sengaja tatapan Sienna bertemu dengan Inggit, wanita itu sempat beberapa detik menatap Sienna. Sienna perlahan mengalihkan tatapannya dari Inggit setelah menyapa Inggit dengan sebuah senyuman sopan.

Selama kurang lebih 30 menit, Inggit masih berada di sana dan menyaksikan calon menantunya dirias. Dari tatapan Inggit, Sienna dapat melihat bahwa Inggit begitu bahagia hari ini. Sudah jelas, semua orang yang ada di tempat ini merasa begitu bahagia. Para keluarga, serta beberapa sahabat yang sudah hadir lebih dulu, mereka bahagia karena sebentar lagi akan menyaksikan dua insan yang saling mencintai dipersatukan. Hanya Sienna satu-satunya orang yang tidak dapat ikut merasakan kebahagiaan tersebut. Sienna sudah tahu lebih dulu apa yang akan terjadidi masa depan, di mana akan terjadi kehancuran pernikahan Alvaro dan Marsha yang Sienna perkirakan itu akan terjadi dalam waktu dekat.

“Mam, aku makeup-nya masih lama lho. Mama sarapan aja dulu, jangan tungguin aku di sini Mam,” ujar Marsha kepada Inggit. Padahal ibunya Marsha juga telah mengajak calon besannya untuk sarapan bersama, tapi rupanya Inggit masih betah berada di ruangan itu. Beberapa kali Inggit memuji penampilan Marsha yang sangat cantik. Marsha belum selesai dirias, tapi wajahnya memang sudah sangat menawan.

“Sebentar lagi kayaknya Alvaro udah selesai siap-siap deh, katanya dia mau ke sini dulu untuk ketemu kamu sebelum pemberkatan,” ucap Inggit.

Benar saja sesuai yang dikatakan oleh Inggit, beberapa menit kemudian, ruang rias kembali kedatangan seseorang. Dari jarak sekitar kurang dari 100 meter, Sienna dapat melihat sosok itu. Alvaro Xander Zachary, lelaki yang merupakan calon suami Marsha, lelaki yang sudah dua kali muncul di dalam mimpinya.

Sebuah senyum bahagia merekah di wajah Alvaro, ketika kaki panjangnya melangkah ke arah di mana Marsha berada. Marsha yang menyadari kehadiran Alvaro sejenak menoleh ke arah pria itu, dan Sienna menjeda kegiatannya merias wajah Marsha.

Marsha menatap Alvaro dengan tatapan kagum dan terpana. Alvaro memang terlihat sangat tampan hari ini. Sebuah kemaja putih ditambah tuxedo hitam yang nampak luxury membalut tubuh tegapnya, tidak lupa sebuah dasi kupu-kupu kecil yang disematkan di kerah kemejanya Rambut hitam Alvaro ditata dengan rapi dengan model tatanan slicked back, penampilan lelaki itu nampak sangat sempurna.

Dari pantulan cermin, Alvaro pun ikut memperhatikan paras calon istrinya dengan mata yang berbinar. Semua orang yang berada di ruangan itu pun dapat tahu bahwa kedua insan itu begitu saling mencintai satu sama lain.

“Gio di mana?” tanya Marsha kepada Alvaro tanpa menoleh padanya, karena Marsha harus menurut untuk stay di posisinya selagi ia dirias.

“Masih ganti baju sama susternya. Dia mau pakai jas katanya, biar sama kayak aku,” terang Alvaro.

“Bener-bener deh, selalu aja mau samaan sama papanya,” balas Marsha. Di tengah-tengah suasana tersebut, tiba-tiba pintu ruangan di ketuk sebanyak dua kali. Alvaro berjalan ke arah pintu karena sepertinya lelaki itu sudah tau siapa yang datang.

Alvaro belum membuka pintunya lebih lebar, tapi sosok manusia kecil di sana keburu mengacir dan sedikit berlari memasuki ruangan. “Mama!!” seruan itu terdengar beriringan dengan kemunculan sosok anak laki-laki dengan balutan kemeja putih yang dilapisi lagi dengan tuxedo hitam, tidak lupa tersemat sebuah dasi kupu-kupu kecil di kerah kemejanya.

“Wahh anak Mama ganteng sekali hari ini,” ucap Marsha dengan nada antusiasnya.

“Mama juga cantik sekali hari ini,” balas bocah lelaki itu sambil memandangi wajah Marsha dengan matanya yang berbinar.

Ketika Gio sedang asik berbincang dengan Marsha, tidak sengaja netra Sienna bertemu dengan Alvaro. Sebuah kuas makeup yang ada di tangan Sienna hampir saja terjatuh, untungnya Hani mengantisipasi itu dengan cepat dan dapat mencegah kuas di tangan Sienna terjatuh ke lantai. Tadi Sienna merasakan tangannya sedikit gemetar, tapi ia bersyukur karena sepertinya Alvaro memang tidak mengenalinya. Lagipula jika Alvaro mengenalinya, tidak akan ada yang berubah, pria itu akan tetap menikah dengan Marsha, dan mimpi Sienna kemungkinan akan tetap menjadi kenyataan.

“Gio kan anak yang pintar, Gio ikut sama Papa dulu ya. Tunggu Mama selesai di luar ya Nak, soalnya Mama makeup-nya masih lama,” ujaran Marsha tersebut menjadi suara yang memenuhi ruangan rias. Setelah ucapan itu, Alvaro pun berinisiatif untuk mengajak Gio keluar dari ruangan rias.

Sebelum Gio dan Alvaro melenggang dari sana, Sienna beberapa detik melihat ke arah Gio. Melihat bocah itu, entah kenapa perasaan Sienna menjadi campur aduk dan tidak karuan. Pasalnya dalam mimpi Sienna, Gio harus menghadapi kenyataan bahwa orang tuanya berpisah. Bagi anak sekecil itu yang belum terlalu mengerti, pastilah akan sangat sulit untuk melaluinya.

Mengetahui apa yang akan terjadi secara lebih dulu dibanding orang lain, merupakan perasaan yang terasa menakjubkan. Namun tidak selamanya seperti itu. Sienna sering merasa ketakutan, sedih, dan juga khawatir yang berlebihan. Sienna jadi mudah tersentuh sisi emosionalnya, karena ia ikut merasakan kesedihan orang lain meskipun itu belum terjadi. Satu hal yang Sienna dapati dari kejadian hari ini, Sienna harus belajar berakting di hadapan orang yang masa depannya ia ketahui. Sienna harus bersikap seolah ia tidak tahu apa-apa, padahal ia telah mengetahui segalanya.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sejak Sienna berprofesi sebagai seorang makeup artist, Sienna lebih bisa menikmati waktunya untuk dirinya sendiri. Jam kerja yang cenderung fleksibel karena dapat di manage olehnya sendiri, membuat Sienna bisa memiliki waktu jika ia ingin sejenak menjernihkan pikiran.

Seminggu yang lalu, Sienna memutuskan untuk pergi berlibur bersama kedua sahabatnya, yakni Aghi dan Nayfa. Hari ini merupakan jadwal Sienna kembali setelah liburan di Lombok. Saat sampai di bandara Soekarno Hatta, Sienna mengecek ponselnya. Banyak pesan yang masuk, tapi yang paling membuat Sienna penasaran adalah pesan dari grup chat yang berisikan dirinya dan rekan kerja yang merupakan tim makeup-nya.

Berita yang disampaikan oleh managernya seketika membuat Sienna tidak dapat berpikir dengan jernih. Sienna ingin segera sampai di rumah karena tubuhnya terasa sangat lelah, tapi ia juga takut untuk tertidur. Sienna takut mendapat mimpi pembaca masa depan itu. Biasanya mimpinya akan bercerita tentang orang yang memiliki urusan dengannya. Maka dari itu Sienna meminta waktu pada Zahra untuk memberi jawaban mengenai kesediaannya merias Marsha di hari pernikahan perempuan itu.

I’m home,” ucap Sienna begitu kakinya melangkah memasuki rumah. Sienna langsung bertemu dengan kakak lelakinya yang berada di ruang keluarga.

“Kok lo pulang nggak ngabarin? Tau gitu gue jemput, gue lagi nggak ke kantor hari ini,” ujar Valiant sambil menatap adik perempuannya. Sienna meletakkan kopernya di pojok ruangan, ia terlalu lemas untuk membawa kopernya naik ke kamarnya yang berada di lantai atas.

“Kak, gue boleh minta tolong nggak sama lo?” tanya Sienna dengan wajahnya yang agak pucat dan terlihat ada guratan lelah di sana.

“Minta tolong apaan?” tanya Valiant.

“Kalau gue ketiduran, tolong langsung bangunin gue, ya?”

“Aneh banget lo. Lo kan baru balik, pasti cape. Mending lo tidur aja udah, kalau lo mimpi nggak usah terlalu dipikirin,” tutur Valiant.

Valiant lalu beranjak dari sofa, lelaki itu mengambil koper pink milik Sienna dan membawanya naik ke lantai atas. Sienna segera menyusul Valiant dan terus memaksa Valiant untuk menuruti permintaannya barusan.

Setelah meletakkan koper Sienna di kamar, Valiant menatap Sienna dengan tatapan prihatinnya. “Sienna, dengerin gue. Lo nggak perlu takut. Muka lo keliatan cape banget tuh, udah tidur aja sana.”

“Kak, masalahnya gue kenal sama orang yang kemungkinan masa depannya bisa gue baca. Gue nggak mau liat masa depan dia,” ungkap Sienna akhirnya.

“Emangnya dia siapa? Menurut gue, gini ya, selama orang itu nggak berarti di hidup lo, lo bisa abaikan mimpi itu. Toh takdir manusia udah diatur sama Tuhan, Dek. Lo emang bisa mengubah masa depan mereka dengan kemampuan yang lo punya, tapi inget, lo nggak bisa terlalu jauh mencampuri urusan orang lain. Just let it happen, jangan sampai lo menyiksa diri lo sendiri.”

***

Sienna menutup pintu kamarnya setelah Valiant berlalu. Sienna membenarkan perkataan Valiant soal kemampuan yang Sienna miliki. Sienna juga bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, untuk apa dirinya terlalu khawatir? Untuk apa dirinya terlalu mempedulikan orang lain? Untuk apa Sienna takut kalau ia bisa membaca masa depan orang ia kenal? Sienna memang mengenal Alvaro, tapi itu bertahun-tahun yang lalu. Sekarang keadaannya sudah berbeda, mungkin juga Alvaro tidak mengenalinya jika suatu saat mereka punya kesempatan untuk bertemu.

Sienna lantas berjalan menuju ranjangnya. Kemudian perlahan-lahan Sienna membaringkan tubuhnya di atas kasur. Dengan sebuah selimut tebal yang ditarik sampai sebatas bahu, Sienna memutuskan untuk mulai memejamkan matanya. Sienna akan membiarkan mimpi itu datang padanya, tentang siapa pun mimpi tersebut. Jika mimpi Sienna bercerita tentang Alvaro, maka Sienna akan mengabaikannya. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Valiant, jika masa depan yang Sienna baca bukan tentang orang yang berarti untuknya, maka Sienna dapat membiarkannya begitu saja.

***

Latar tempat : dunia mimpi.

Sienna mendapati dirinya tengah berada di sebuah kamar yang cukup luas. Sienna langsung berjalan menuju sebuah ranjang yang terletak di sisi kanan ruangan itu. Begitu langkah Sienna sampai di dekat ranjang berukuran king size itu, Sienna langsung duduk di tepi ranjang sebelah kiri.

Sienna sejenak mengamati wajah lelaki yang tengah tertidur di ranjang itu. Detik berikutnya, Sienna mengarahkan tangannya untuk menggenggam tangan lelaki itu. Sienna dapat merasakan bahwa hatinya begitu sedih. Masih sambil menatap wajah tertidur itu, Sienna berujar, “You have to know everything that will happen, I will always beside you. I’ll never let you through this alone.”

Beberapa detik berlalu, lelaki yang tertidur itu terlihat mengerjapkan kelopak matanya dan perlahan-lahan netranya mulai terbuka. Lelaki itu lantas menatap Sienna, dan sebuah senyum tipis tersungging di wajahnya. Pandangan lelaki itu mengarah kepada tangannya yang digenggam oleh Sienna.

“Kenapa nggak ngabarin gue kalau lo sakit?” tanya Sienna.

“Nanti lo khawatir lagi sama gue,” jawab lelaki itu dengan nada sedikit menggoda.

Sienna langsung mencibir kecil, ia ingin melepaskan genggaman tangannya, tapi lelaki itu menahannya.

“Tau dari mana kalau gue sakit?” tanya lelaki itu lagi.

“Dari mbak Ila.”

Lelaki itu seketika menampakkan cengirannya. “Mbak Ila emang paling mengerti gue deh. Tau banget kalau gue cuma butuh lo.”

“Lo juga butuh Gio,” cetus Sienna. Lelaki itu tidak menjawab, tapi dari tatapan matanya Sienna tahu bahwa lelaki itu membenarkan ucapannya.

“Al, gue yakin lo bisa memenangkan hak asuh atas Gio. Lo nggak boleh terlalu lama terpuruk karena ini, lo harus berjuang untuk Gio. Oke?” ujar Sienna. Lelaki yang dipanggil Al itu lantas mengangguk sekali, lalu ia mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Sienna.

Lelaki itu kemudian menoleh pada Sienna, “Sienna,” ujarnya sembari menatap Sienna dengan tatapan penuh arti. “Gue nggak tau gue akan sehancur apa kalau lo nggak ada di samping gue. Maafin gue, gue masih sering ngasih luka buat lo. Maaf kalau gue belum bisa membahagiakan lo.”

Sienna terdiam di tempatnya tanpa dapat mengucapkan apa pun. Perkataan lelaki di hadapannya ini telah berhasil membuat Sienna begitu tersentuh sisi emosionalnya. Hati Sienna begitu sakit, bukan terhadap permintaan maaf yang diucapkan lelaki itu, tapi karena Sienna melihat lelaki itu terluka. Sienna merasa bahwa dirinya tidak sanggup mendapati itu.

“Sienna, please stay with me. Gue pengen membuat lo bahagia, gue pengen menjadikan lo istri dan bunda untuk Gio,” ujar lelaki itu lagi.

Sienna hanya terdiam mendengar penuturan lelaki itu. Namun diri Sienna yang tengah berada di alam mimpi, bukan dikendalikan oleh dirinya dari dunia nyata, melainkan dikendalikan oleh dirinya yang ada di masa depan. Sienna mengulaskan senyum manisnya sembari tidak melepaskan tatapannya dari lelaki itu. Sienna menatap lelaki itu dengan tatapan penuh afeksi.

Lelaki itu lantas meraih tangan Sienna dan memberi kecupan kecil di punggung tangan Sienna. :Setelah gue dan Marsha bercerai dan gue mendapatkan hak asuh Gio, gue akan melamar lo. Sienna, would you like to marry me?”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭