alyadara

2 bulan usia pernikahan.

Alvaro baru saja sampai di Jakarta setelah menempuh perjalanan udara selama kurang lebih 4 jam. Satu minggu yang lalu, Alvaro harus melakukan shooting untuk film terbarunya yang berlokasi di luar negeri, yakni tepatnya di Taiwan. Di saat tubuhnya terasa lelah karena masih jetlag, Alvaro harus dibebani lagi oleh kabar tidak mengenakkan dari managernya dan juga manager Marsha.

Awalnya berita yang didapat Alvaro adalah dari mamanya. Inggit memberitahu bahwa setelah 2 hari Alvaro pergi ke Taiwan, Marsha tidak pulang ke rumah hingga detik ini. Di ruang walk in closet di kamar Alvaro dan Marsha, pakaian Marsha hampir tidak tersisa. Dua buah koper besar juga tidak ada, yang mana kemungkinan Marsha pergi dengan membawa pakaiannya dalam jumlah yang cukup banyak.

Saat Alvaro sampai di rumah bersama dengan Ila, kehadirannya langsung disambut oleh Nisya. Nisya merupakan manager Marsha, orang yang langsung dituju oleh Alvaro dan dilemparkan pertanyaan bertubi-tubi.

“Marsha pergi ke mana? Kenapa Marsha nggak jawab telfon gue sama sekali? Nisya, lo managernya Marsha, kan? Jadi pasti lo tau ... di mana istri gue,” ujar Alvaro.

“Al, lo duduk dulu ya, lo tenang dulu.” Ucapan Nisya sama sekali tidak dapat membuat Alvaro tenang.

Ila akhirnya memohon Alvaro untuk duduk di sofa. “Al, dengerin Nisya dulu. Dia juga nggak tau di mana keberadaan Marsha,” ucap Ila.

“Gimana gue bisa tenang, istri gue pergi ninggalin rumah dan bawa barang-barangnya. Saat gue nggak ada, lo sebagai managernya harusnya tau di mana Marsha,” Alvaro masih menatap ke arah Nisya, dari tatapan itu terlihat sebuah kekhawatiran yang mendalam.

Nisya tampak panik dan juga kebingungan. “Gue berani sumpah, Al. Gue sama sekali nggak tau Marsha pergi ke mana. Gue udah telfon dia berkali-kali, hubungin keluarga dan teman-temannya, kirimin pesan lewat email, DM semua sosial media dia, tapi tetep aja nggak ada respon atau tanda apa pun. Kita bisa cari Marsha sama-sama, dan mungkin lo tau di mana Marsha. Apa Marsha nggak ngasih petunjuk sama lo sebelum dia pergi? Ada hal janggal atau apa pun itu, mungkin kita bisa cari tau kalau ada petunjuknya.”

Alvaro terdiam dan tidak merespon ucapan Nisya sama sekali. Pikirannya terasa sangat kalut dan Alvaro tidak dapat berpikir jernih.

“Al, lebih baik lo istirahat dulu, lo baru aja balik,” ujar Ila kepada Alvaro. Alvaro akhirnya menuruti perkataan Ila karena memang tubuhnya terasa sangat lelah saat ini. Sepertinya akan percuma jika Alvaro mencari Marsha sekarang, itu tidak akan berhasil dan kemungkinan justru menambah masalah baru.

Sepeninggalan Alvaro, Ila berbicara pada Nisya. “Nisya, kita bicarain ini nanti dulu, biarin Alvaro istirahat. Kemarin gue udah minta tolong orang untuk bantu cari keberadaan Marsha. Lo tolong bantu kumpulin semua info yang lo tau, biar kita gampang nyari Marsha.”

Nisya mengangguk. “Oke, Mbak. Makasih banyak ya buat bantuannya. Gue akan berusaha biar Marsha balik secepatnya. Gue nggak tega sama Gio, dari kemarin dia nanyain Marsha terus.”

***

Alvaro rooms

Alvaro membuka pintu kamarnya dan melangkah masuk ke dalam. Kehadirannya di kamar itu lantas hanya disambut oleh angin kosong, ia tidak menemukan keberadaan orang yang dicintainya di kamar ini. Alvaro menyapukan netranya menatap interior kamar dengan perpaduan warna hitam, coklat dan gold. Semua barang, dekorasi, dan detail di setiap sudut kamar ini, merupakan perwujudan dari mimpi-mimpi yang dimiliki oleh Alvaro dan Marsha.

Alvaro dan Marsha pernah berandai-andai untuk bisa memiliki rumah megah yang akan mereka tinggali berdua. Sebuah kamar dengan kasur besar yang sangat empuk, ada walk in closet yang berisi pakaian Marsha, koleksi tasnya, makeup, dan tidak lupa lemari yang berisi koleksi pakaian dan sepatu milik Alvaro. Marsha suka mengoleksi tas, sementara Alvaro suka mengoleksi sepatu. Mereka bercita-cita akan meletakkan barang kesukaan mereka secara berdampingan.

Saat itu semua sudah berhasil terwujud, dalam waktu yang singkat juga, takdir seperti kembali merenggut paksa kebahagiaan Alvaro. Kepergian Marsha yang tiba-tiba dan tanpa sepengetahuan Alvaro, membuat Alvaro bertanya-tanya. Alvaro bingung, sedih, kesal, dan semua perasaan itu bercampur menjadi satu di dalam dirinya.

Alvaro ingin segera pergi tidur, tapi hati dan pikirannya tidak ingin saling berkompromi. Alvaro justru berjalan ke ruangan walk in closet yang berada di sisi kanan kamar itu.

Sesampainya Alvaro di sana, ia membuka lemari yang merupakan milik Marsha. Benar saja, lemari itu nampak sepi. Hanya tersisa beberapa stel pakaian, aksesoris, dan dua buah pasang sepatu yang ada di bagian rak sepatu.

Walk in closet

“Sha … kenapa kamu pergi kayak gini? Kenapa kamu ninggalin aku sama Gio?” Alvaro berucap seorang diri.

Ketika Alvaro memutuskan melenggang dari walk in closet dan kembali ke ruang tidurnya, di nakas samping ranjang, netranya menatap pada sebuah frame berukuran kecil. Di sana ada foto pernikahannya dengan Marsha, dan Alvaro ingat bahwa ia yang meminta asistennya untuk membingkai foto itu.

Alvaro mengambil foto itu dan menatap potret di sana dengan tatapan nanar. “Sha, apa kamu nggak bahagia sama aku? Apa aku belum cukup untuk kamu?”

***

Satu bulan kemudian.

Marsha belum kembali, dan hal tersebut membuat Alvaro merasa khawatir setiap harinya. Alvaro telah mencoba mencari keberadaan Marsha dengan seluruh kemampuan yang ia miliki, tapi hasilnya nihil. Perusahan yang menaungi nama Marsha juga telah berusaha mencari keberadaan sang artis, tapi usaha mereka juga tidak menemui titik terang.

Beberapa pekerjaan yang harus dilakukan Marsha jadi terbengkalai, dan perusahaan menuntut uang ganti rugi atas kontrak kerja yang sebelumnya telah ditandatangani oleh Marsha. Alvaro yang membereskan urusan itu, sebagai sosok suami yang sah bagi Marsha, Alvaro harus menanggungnya.

30 hari sudah Marsha pergi dari rumah, meninggalkan Alvaro dan Gio. Alvaro tetap harus menjalani shooting dan pekerjaannya yang lain seperti photoshoot, iklan TV, dan menghadiri beberapa event, meskipun keadaan mentalnya belum sepenuhnya stabil.

Alvaro seperti kembali merasakan kehancuran dan kesedihan ketika papanya meninggal, rasa sakitnya persis seperti itu. Namun bedanya, dulu ketika kehilangan papanya, Alvaro hanyalah anak kecil yang belum memiliki tanggung jawab. Alvaro hanya bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Kini situasinya berbeda, Alvaro mempunyai Gio. Alvaro tidak bisa menolak untuk pulang ke rumah, meskipun ia sangat ingin menghabiskan waktu di luar lebih lama. Alvaro memiliki tanggung jawab, yakni seorang anak yang membutuhkannya. Kalau Alvaro tidak kuat dan hancur berkeping-keping, lantas kepada siapa anaknya akan bersandar?

Hari ini Alvaro mengusahakan untuk pulang tidak terlalu malam. Alvaro berharap Gio belum tidur, karena ia akan membantu anaknya mengerjakan PR sekolah atau sekedar membacakan cerita penghantar tidur.

‘Tok! Tok!’

Dua kali alvaro mengetuk pintu kamar anaknya. “Gio, Papa boleh masuk?” Alvaro berujar di depan pintu.

Cklek!

Tidak beberapa lama, pintu pun dibuka dan menampakkan sosok Gio yang telah mengenakan piyama tidurnya.

“Papa boleh masuk?” tanya Alvaro. “Papa mau bantuin Gio ngerjain PR sekolah. Kita kerjain sama-sama ya, gimana?”

“Gio nggak mau ngerjain PR. Gio maunya ketemu sama mama. Mama di mana?” tutur Gio bertubi-tubi.

Alvaro nampak bingung menjawabnya, tapi akhirnya ia akan memberi jawaban yang sekiranya dapat dipahami anaknya. “Mama lagi pergi kerja sebentar ke luar kota. Nanti mama akan pulang, Gio tunggu mama pulang, oke?”

“Papa bohong. Mama nggak bilang sama Gio kalau mama pergi untuk kerja. Mama selalu bilang sama Gio kalau mau kerja, ini enggak,” cerocos bocah itu.

Alvaro seketika dibuat terdiam. Sulit menjelaskannya pada Gio, terlebih Alvaro tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya, tapi anaknya ini terlalu pintar dan memiliki pola pikir yang kritis.

“Papa, ayo kita cari mama. Gio khawatir sama mama, kalau mama diculik orang jahat, gimana?” Gio meraih tangan Alvaro, seolah mengajaknya untuk pergi mencari Marsha.

Alvaro menatap Gio, ia berusaha untuk menahan air matanya agar tidak meluncur. Alvaro kemudian mensejajarkan tingginya dengan Gio, pria itu menumpu tubuhnya di lantai dengan kedua lutut. “Ini udah malam, Nak. Gimana kalau kita cari mama besok aja? Malam ini, Gio harus jadi yang anak pintar sebelum kita cari mama. Gio kerjain PR dulu sama Papa. Oke?”

Alvaro menunjukkan jari kelingkingnya di hadapan Gio, menunggu anaknya menyambutnya dengan jari yang sama.

“Oke, Papa. Besok kita cari mama ya.”

Alvaro kemudian mengangguk sekali untuk membuat persetujuan dengan Gio. Mungkin hari esok, dan hari-hari seterusnya Alvaro memang akan terus mencari keberadaan Marsha. Alvaro tidak berbohong kepada Gio. Namun memang ada yang akan Alvaro sembunyikan dari Gio. Jika suatu saat terungkap alasan Marsha pergi, apa pun itu, Alvaro akan memastikan Gio tidak akan pernah mengetahuinya.

Alvaro memiliki firasat yang buruk terhadap kepergian Marsha, karena tidak ada kemungkinan alasan baik yang dimiliki Marsha untuk pergi. Apalagi kepergian Marsha sendiri dapat mengancam karirnya sebagai aktris. Namun meskipun begitu, Marsha tetaplah ibu kandung Gio yang telah melahirkan anak mereka. Alvaro tidak ingin kelak Gio membenci Marsha, jika anaknya itu tahu apa yang sebenarnya terjadi.

***

Gio baru saja tertidur saat terdengar ketukan di pintu kamar. Alvaro bergerak pelan dari ranjang agar anaknya tidak sampai bangun. Ketika Alvaro membuka pintunya, ia menemukan Inggit di sana.

“Gio mana? Udah tidur?” tanya Inggit.

“Udah Mah,” jawab Alvaro.

Mendengar jawaban Alvaro, Inggit nampak lega. “Dari kemarin anak kamu susah tidur lho. Dia selalu nanyain Marsha, selalu bilang pengen ditemenin tidur sama mamanya. Mama khawatir ke depannya soal kesehatan fisik dan mental anak kamu. Bukan hanya anak kamu doang Al, tapi kamu juga.”

“Mama tenang aja, masalah ini akan secepatnya Alvaro selesaikan,” ujar Alvaro.

“Selesaikan bagaimana maksud kamu? Kamu punya solusinya?” Inggit memberikan pertanyaan yang sebenarnya belum sempat Alvaro terpikirkan oleh Alvaro.

“Mah, kita omongin ini di ruang keluarga ya. Gio baru aja tidur, takutnya dia kebangun,” putus Alvaro.

Inggit pun setuju terhadap ucapan Alvaro. Di ruang keluarga, kini Alvaro dan Inggit tengah duduk berhadapan. Ada hal yang ingin Inggit sampaikan kepada Alvaro, dan itu berhubungan dengan Marsha yang pergi meninggalkan rumah serta kelanjutan rumah tangga Alvaro dan Marsha kedepannya.

“Al, ini sudah satu bulan Marsha pergi dari rumah tanpa kejelasan. Sebagai ibu kamu dan nenek untuk Gio, Mama sangat kecewa sama Marsha. Dia meninggalkan kamu dan Gio begitu aja, dia udah mengabaikan tanggung jawabnya sebagai istri dan juga seorang ibu,” papar Inggit panjang lebar.

Alvaro dengan seksama mendengarkan semua yang diutarakan oleh Inggit. Apa yang diucapkan Inggit memang benar adanya. Alvaro dapat dengan jelas melihat kekecewaan besar yang terpancar di kedua mata itu.

“Seharusnya Marsha bisa bersikap dewasa. Begitu juga kamu, terlebih kalian punya tanggung jawab bersama. Kehidupan pernikahan harus dijalani berdua, nggak bisa timpang tindih begini,” ujar Inggit lagi.

Inggit sesaat menjeda ucapannya. Meskiun dengan berat hati, Inggit tetap akan mengatakannya. Inggit menghembuskan nafasnya, lalu wanita itu kembali berujar, “Al, kamu harus bisa bersikap tegas. Kasih tenggat waktu untuk Marsha. Kalau sampai pada waktu itu dia nggak kembali, kamu harus membuat keputusan.”

“Keputusan apa Mah?” tanya Alvaro dengan tatapan bingungnya.

“Kamu sudah dewasa dan Mama yakin kamu paham. Pernikahan tanpa adanya tanggung jawab, tidak bisa lagi disebut sebagai pernikahan, dan nggak ada gunanya mempertahankan.”

“Mah, nggak mungkin Alvaro menceraikan Marsha,” ucap Alvaro terlihat tidak setuju dengan ucapan Inggit.

“Kenapa nggak mungkin? Kamu punya alasan untuk melakukannya, karena dia telah lalai dengan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu.”

“Mah, Alvaro juga punya alasan untuk masih mempertahankan pernikahan,” papar Alvaro.

Seketika ucapan Alvaro membuat Inggit menatap putra sematawayangnya dengan tatapan tidak percaya. Setelah apa yang dilakukan Marsha, di sini anaknya masih terlihat mencintai Marsha dan ingin mempertahankan pernikahan. Inggit tidak dapat memahami hal itu.

“Al, kamu tau kan Mama hanya ingin kamu bahagia. Mama nggak bisa ngeliat kamu disakitin seperti ini. Sekarang Mama tanya, apa alasan kamu ingin mempertahankan Marsha?”

Alvaro tidak langsung menjawab pertanyaan Inggit. Alvaro meraih satu tangan Inggit dan menggenggamnya. “Alvaro tau Mama selalu memikirkan kebahagiaan Alvaro. Tapi Mah, sekarang bukan cuma tentang Alvaro sendiri. Alvaro punya tanggung jawab yang harus dipikirkan. Saat waktunya tepat, Alvaro akan buat keputusan untuk pernikahan ini.”

Alvaro menjelaskan pada Inggit bahwa ia ingin melindungi anaknya dan memikirkan perasaannya yang bisa hancur kalau sampai ada pembicaraan buruk tentang orang tuanya di media. Jika Alvaro melayangkan gugatan cerai pada Marsha, akan banyak pemberitaan tidak enak yang bisa jadi memojokkan Marsha.

Kepergian Marsha menimbulkan banyak kekacauan yang berdampak pada karir maupun rumah tangganya. Beberapa sinetron yang dibintangi oleh Marsha mengganti pemeran mereka dengan aktris lain, jelas hal tersebut semakin meyakinkan publik bahwa ada yang tidak beres dengan Marsha Iliana Tengker.

Absennya Marsha dari dunia hiburan serta ketidakmunculannya di sisi Alvaro, membuat publik perlahan mulai curiga. Publik mulai membuat berita dan mempertanyakan perihal ketidakberadaan Marsha dan Alvaro dituding sebagai suami yang tidak bertanggungjawab terhadap istrinya sendiri. Meskipun demikian, sampai saat Alvaro masih bungkam, itu sudah menjadi keputusan Alvaro karena ia tidak ingin memperlebar masalah ini. Sampai Alvaro menemukan Marsha dan tahu penyebab istrinya pergi, Alvaro baru akan mengambil keputusan.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Di kamar yang cukup luas di atas sebuah kasur berukuran king size, Alvaro dan Marsha hampir saja mencapai klimaks dari penyatuan mereka. Namun kegiatan memadu kasih tersebut terpaksa harus terinterupsi berkat dering ponsel di atas nakas.

Ini bukan dering yang pertama, sudah tiga kali ponsel Marsha berbunyi dari sejak mereka melakukan hubungan intim. Marsha menatap Alvaro dengan tatapan bersalahnya, lalu satu tangan Marsha terangkat untuk mengusap sisi wajah Alvaro.

“Sebentar, aku angkat telfon dulu ya,” ucap Marsha.

Meskipun dengan berat hati, Alvaro akhirnya mengangguk. Alvaro membiarkan Marsha pergi darinya untuk mengangkat panggilan itu.

“Siapa yang nelfon?” tanya Alvaro begitu melihat Marsha hanya menatap layar ponselnya, bukannya segera menekan tombol hijau di sana.

“Orang kantor? Atau manager kamu?” Alvaro bertanya lagi, tapi Marsha belum menjawabnya.

Sampai dering di ponsel itu terputus, Marsha baru menoleh pada Alvaro dan berujar, “Manager aku yang barusan yang telfon. Harusnya sih dia nggak nelfon, aku kan lagi cuti. Bentar aku angkat dulu ya, siapa tau penting.” Setelah mengambil baju handuk dan memakai itu di tubuhnya, Marsha segera berlalu dari kamar.

Alvaro menatap punggung polos Marsha yang mulai menjauhinya dan menghilang begitu saja. Marsha menutup pintu kamar, bahkan ditutup dengan rapat, tidak meninggalkan sedikit pun celah di sana.

Alvaro tidak dapat membohongi dirinya bahwa ia merasa kecewa. Mungkin hal ini terlihat sepele, tapi bagi Alvaro kebersamaan adalah hal yang penting, dan waktu adalah sesuatu yang sangat Alvaro hargai. Di saat Alvaro menganggap kegiatan mereka sangat berarti, mengapa Marsha justru dengan entengnya menganggap seolah itu tidaklah penting?

Kekecewaan yang dirasakan oleh Alvaro bukan hanya sekali dua kali terjadi. Padahal Marsha sudah tahu bahwa Alvaro sangat menghargai waktu kebersamaan mereka, tapi kenapa Marsha berulang kali mengabaikannya dan melakukan hal yang membuat Alvaro kecewa?

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Satu minggu setelah pernikahan.

Alvaro terlahir dan dibesarkan sebagai seorang anak tunggal. Saat usianya menginjak 11 tahun, Alvaro kehilangan sosok papanya. Maka sejak saat itu pun, Alvaro telah terbiasa menghadapi kerasnya kehidupan, karena dirinyalah yang menjadi penguat bagi mamanya.

Saat Alvaro masih berada di awal-awal karirnya, Alvaro bertemu dengan Marsha. Marsha merupakan aktris yang telah lebih dulu berkecimpung di dunia entertain. Jadi Marsha banyak mengajarkan hal tentang dunia akting kepada Alvaro. Kehadiran Marsha menjadikan hidup Alvaro lebih berwarna, Marsha melengkapi afeksi yang dibutuhkan oleh Alvaro.

Saat di depan mamanya, Alvaro berlagak seperti orang yang kuat dan jarang menunjukkan sisi lemahnya. Namun saat bersama Marsha, Alvaro dapat menunjukkan hampir semua kesedihannya. Mulai kesedihannya berkat kepergian papanya, keluarga papanya yang bersikap antipati dan menolak Alvaro dan mamanya ketika papanya meninggal, semua rasa sakit di hidup Alvaro, Marsha sudah mendengarnya.

Waktu-waktu bersama yang dilalui oleh Alvaro dan Marsha, tanpa mereka duga menghadirkan sosok buah cinta. Gio lahir ke dunia dan menyandang nama Zachary di belakang namanya. Sejak saat itu, Alvaro memiliki dua prioritas yang harus ia jaga dan ia bahagiakan di dalam hidupnya, yakni Marsha dan Gio.

Alvaro dan Marsha selalu membayangkan dan menanti hari itu tiba, hari di mana mereka dapat menjalani peran sebagai orang tua yang seutuhnya untuk Gio, sebagai sosok papa dan mama yang tinggal bersama di bawah satu atap yang sama. Meskipun dunia tidak tahu bahwa Gio adalah anak kandungnya, Alvaro tidak terlalu mempermasalahkan itu, yang terpenting baginya adalah ia dapat membahagiakan Marsha dan juga Gio.

Alvaro merupakan tipe laki-laki yang loyal, bukan hanya kepada pasangannya, tapi juga kepada teman-teman dan keluarganya. Alvaro pernah merasakan titik terendah di dalam hidup, jadi saat ia sudah merasa mapan dan sukses, Alvaro mencurahkan kasih sayangnya dengan memberikan sesuatu pada orang yang ia sayang. Mayoritas yang diberikan Alvaro adalah sebuah materi, karena untuk kebersamaan, Alvaro kurang memiliki waktu untuk melakukannya. Alvaro harus bekerja keras, shooting dari pagi sampai ketemu pagi lagi, mengalami cidera tubuh karena akting yang dilakukannya, dan segala macam perjuangan lainnya yang harus Alvaro lalui sejak ia memutuskan menjadi seorang selebriti.

IMD Pictures telah membimbing karirnya membesarkan namanya hingga Alvaro bisa sampai di titik ini. Perusahaan juga begitu bangga memiliki aktor mumpuni seperti Alvaro. Maka sebagai hadiah pernikahan sekaligus bentuk terima kasih perusahaan kepada Alvaro dan Marsha, pihak perusahaan memberikan waktu libur kepada kedua artis tersebut. Tidak tanggung-tanggung, waktu yang diberikan adalah 1 bulan penuh. Jadwal Alvaro dan Marsha benar-benar kosong dalam kurun waktu itu. Jadi Alvaro dan Marsha sungguhan bisa menjalani kehidupan mereka seperti sebelum menjadi selebriti.

Pagi ini Alvaro dan Marsha berniat mengantar Gio pergi ke sekolah. Pukul setengah 7 pagi, mereka sudah bersiap-siap untuk berangkat. Gio meminta Alvaro untuk menyetir, karena kata bocah itu, orang tua teman-temannya mengantar anak mereka ke sekolah dengan menyetir mobil sendiri, kebanyakan tidak menggunakan supir.

“Oke, Papa turutin kemauan kamu,” putus Alvaro.

Melihat Alvaro mengambil kunci mobilnya dari laci meja, Gio langsung berbinar dan berseru riang, “Yes! Hari ini aku dianter Papa sama Mama ke sekolah.”

Marsha tersenyum bahagia melihat tingkah anaknya. “Gio, tapi harus janji sama Papa dan Mama. Jadi anak pintar di sekolah ya, nurut sama ibu dan bapak guru, harus belajar yang rajin juga,” tutur Marsha seraya tangannya mengusap lembut puncak kepala anaknya.

“Siap, Mama. Gio akan jadi anak nurut,” cetus Gio.

“Oke, anak pintar. Coba kiss Mama dulu,” Marsha menunjuk sisi kanan wajahnya, meminta Gio memberinya ciuman. Setelah Gio memberikan ciuman kecilnya di pipi Marsha, Alvaro pun yang melihat itu tentu tidak mau kalah.

Marsha & Gio

Kiss Papa juga dong,” pinta Alvaro.

Pada akhirnya Gio menuruti permintaan Alvaro setelah sempat menolak karena bocah itu punya hobi menggoda Alvaro. Gio menjadi anak yang penurut, karena ke depannya anak itu tahu bahwa Alvaro tidak akan menuruti permintaannya yang lain jika ia tidak menuruti papanya.

“Oke, good boy. Sekarang karena Gio udah jadi anak pintar, Gio kasih izinin Papa sama Mama pergi liburan berdua, okey?” tutur Alvaro kepada Gio.

“Kok Gio nggak diajak? Kenapa?” tanya Gio dengan wajahnya yang berubah agak sendu.

“Karena ini liburan khusus orang dewasa. Gio mau punya adik nggak?”

Marsha seketika memelototi Alvaro, meminta Alvaro untuk tidak meneruskan perkataannya.

Namun yang terjadi, Alvaro tetap gencar menghasut Gio agar anaknya mengizinkannya dan Marsha pergi berdua. Dengan polosnya akhirnya Gio mengangguk, sebagai tanda bahwa Gio telah mengizinkan Alvaro dan Marsha untuk pergi berdua. Setelah pulang liburan, kemungkinan sudah ada adik, jadi Gio sangat antusias dan segera menyetujui kesepakatan tersebut.

***

Beberapa orang mungkin setuju dengan opini yang mengatakan bahwa bekerja adalah salah satu cara untuk menghilangan stres, tapi beberapa sisanya mungkin tidak setuju. Sienna berada di pihak yang setuju dengan opini tersebut. Ketika Sienna sedang bekerja, ia dapat teralihkan pikirannya, sehingga melupakan hal-hal yang membebaninya. Sienna pernah berharap bahwa suatu hari kemampuannya membaca masa depan bisa hilang. Namun setelah dipikir-pikir, kemampuannya telah berjasa besar juga untuk orang-orang di sekitarnya. Jadi Sienna tidak ingin kehilangan kemampuan itu.

Hari ini Sienna memiliki jadwal untuk menghadiri sebuah event yang diselenggarakan oleh brand makeup yang cukup ternama. Brand tersebut mengundang Sienna untuk mengisi sebuah event mini makeup class yang berisi 15 orang. Di akhir acara, nanti akan ada hasil riasan yang dipilih oleh Sienna sebagai riasan terbaik dan tentunya akan ada hadiah serta sertifikat yang diberikan.

Sienna tengah berada di ruang tunggu yang diperuntukkan khusus untuknya, acaranya baru akan mulai sekitar 10 menit lagi. Fia menghampiri Sienna di ruangan itu sambil membawa sebuah botol tumbler pink berisi kopi pesanan Sienna.

“Makasih ya Fi,” ucap Sienna sebelum menyeruput es kopi susunya.

“Oh iya Mbak, nanti selesai event lo ngak balik bareng team, kan?” tanya Fia.

“Hah?” Sienna nampak mengkerutkan alisnya, ia kebingungan.

“Masa lo lupa sih? Kan lo mau nge-date sama mas Arlan.”

“Gue nggak panggil dia mas lho, Fi,” Sienna nampak gugup dan pipinya seketika terlihat merona.

“Iya deh. Eh Mbak, dia keliatan serius sama lo tau. Tapi kayaknya lo belum sepenuhnya yakin ya sama dia?”

Sienna mengangguk menjawab pertanyaan Fia. “Iya, gue masih butuh waktu buat yakin. Dia baik sih, and like you knew, he’s ten.”

“Tapi?”

“Nggak ada tapinya yang menyangkut tentang dia, cuma hati gue aja yang belum yakin.” Sienna berkata jujur, karena memang itulah kenyataannya.

“Jangan-jangan mas Arlan udah ngajak lo merit ya Mbak?”

“Belum ada ajakan ke sana, Fi.”

“Tapi misalnya dia ngajak merit nih, lo mau nggak?” Fia bertanya lagi.

“Gimana merit? Pacaran aja belum.”

“Gue kira lo nggak mau pacaran, mau langsung sat set sat set aja gitu.”

“Gue baru kenal sama Arlan dalam waktu dua bulan, Fi. Sejauh ini dia memang selalu memperlakukan gue dengan baik, tapi satu hal yang gue sadarin, seseorang nggak bisa mengatur hatinya, termasuk gue. Gue akan kasih tau Arlan kalau gue emang nggak mau ngelanjutin proses pendekatan ini. Gue nggak mau kita semakin jauh padahal hati gue sendiri nggak yakin.”

***

Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya, Sienna dan Arlan akan pergi berdua hari ini. Arlan menjemput Sienna di venue di mana event makeup Sienna berlangsung. Sebelum mereka pergi, Arlan menyapa para rekan kerja Sienna. Lelaki itu juga membawakan dua kotak soft cookies yang mana merupakan brand kesukaan Sienna. Bukan hanya untuk Sienna saja, tapi Arlan juga membawakannya untuk rekan kerjanya.

“Makasih lho Mas Arlan, repot-repot segalabwain cookies,” ucap Hani.

“Makasih ya Mas, enak banget lho ini cookies-nya,” Fia ikut menimpali.

Tidak lama kemudian, Sienna dan Arlan pamit untuk pergi dari sana. Ketika langkah keduanya sampai di parkiran, Sienna mendapati sebuah sedan mazda hitam yang rupanya itu adalah kendaraan yang dibawa oleh Arlan.

“Kamu nggak bilang kalau mau bawa mobil, padahal nggak papa kalau kita naik motor,” ucap Sienna.

“Aku nggak mau biarin kamu naik motor lagi, nanti kamu kehujanan atau kepanasan. Yuk kita berangkat,” Arlan lantas bergerak membukakan pintu mobil di samping kemudi, setelah itu Sienna segera melangkah memasuki mobil itu.

Sebelum Arlan menyalakan mesin mobilnya, lelaki itu memberi tahu Sienna sesuatu tentang rencana date mereka malam ini. “Aku udah reservasi untuk kita fine dining di restoran favorit kamu. Gimana menurut kamu?”

It’s a surprise? You’re not telling me before?” tanya Sienna.

Yes, it’s a special surprise for you.”

***

Jalanan Kuningan malam ini terlihat padat. Sebenarnya tidak heran lagi jika daerah ini termasuk ke dalam salah satu jalanan di Jakarta Selatan yang mobilitasnya sangat tinggi. Terdapat banyak restaurant, pusat perbelanjaan, serta toko-toko penghasil mata pencaharian lainnya, jadi daerah ini memang sudah terkenal akan kemacetan lalu lintasnya.

“Sienna,” ujar Arlan yang seketika membuyarkan kegiatan Sienna melihat layar ponselnya.

“Iya?” Sienna bertanya sembari menoleh pada Arlan, mengalihkan tatapannya dari ponselnya kepada Arlan.

“Aku mau nanya sesuatu sama kamu,” ucap Arlan.

Sienna mengangguk, ia mempersilakan Arlan bertanya padanya.

“Apa aku belum cukup baik untuk kamu?”

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Arlan itu otomatis membuat kedua netra Sienna membola.

Setelah beberapa detik terdiam, Sienna akhirnya membuka suara, “Arlan, ini bukan tentang siapa yang belum cukup baik.”

“Lalu tentang apa? Kamu nggak bisa membohongi diri kamu, Sienna. You’re not enjoy when you spent time with me. I’m sorry, if I’m not still good enough for you.”

“Kamu nggak perlu minta maaf. Selama ini kamu baik banget sama aku. You treated me so nice, and I’m really thankful for that,” Sienna menjeda ucapannya. Sienna merasa bersalah kepada Arlan. Sienna lantas berpikir saat ini adalah waktu yang tepat baginya untuk mengatakan pada Arlan bahwa mereka tidak bisa melanjutkan hubungan.

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 1 jam, kini mobil Arlan telah berhenti di depan sebuah rumah tingkat dua bergaya minimalis.

“Arlan, aku udah memutuskan sesuatu untuk hubungan kita,” ucap Sienna.

Arlan kini menatap Sienna dengan tatapan khawatirnya. Sienna dapat merasakannya, Arlan memiliki perasaan padanya dan berharap lebih kepada hubungan mereka ke depannya.

“Kamu udah melakukan yang terbaik dalam hubungan kita, tapi aku nggak bisa melanjutkan hubungan ini. Nggak ada yang salah di sini, karena manusia nggak bisa mengatur hatinya. Arlan, kamu berhak mendapatkan perempuan yang lebih baik dari aku,” jelas Sienna panjang lebar.

Meskipun ini terasa berat bagi Arlan, tapi akhirnya lelaki itu merelakannya. Tidak mudah untuk langsung menerima, tapi Arlan akan mencobanya. Ketika Sienna turun dari mobil, Arlan menyusulnya, lelaki itu ingin melihat Sienna untuk yang terakhir kalinya.

“Makasih untuk dua bulan yang udah kamu berikan untuk aku, Sienna. I’m glad that I’ve met you,” ucap Arlan.

Sienna mengangguk dan mengulaskan senyumnya untuk Arlan. Kedua mata Sienna terasa perih dan pandangannya mengabur begitu Arlan berlalu dari hadapannya.

Ketika Sienna memasuki rumahnya, orang-orang rumahnya seakan mengerti dan memutuskan tidak bertanya alasan kenapa pipi Sienna terlihat basah. Sienna langsung menuju kamarnya dan mengunci pintu.

Setelah meletakkan sling bag-nya, Sienna segera berjalan menuju kasur dan membaringkan tubuhnya di sana. Selama kurang lebih lima belas menit, Sienna mengeluarkan kesedihannya melalui air mata. Kisah asmaranya berakhir lagi, untuk yang kesekian kalinya. Ini bukan hanya berat untuk Arlan, tapi berat juga untuk Sienna. Sienna memutuskan mengakhiri hubungannya dengan Arlan karena ia tidak ingin semakin jauh Arlan berharap padanya. Selain itu, Sienna ingin Arlan segera menemukan perempuan yang lebih baik darinya, perempuan yang tidak memiliki keraguan untuk mencintai lelaki itu.

Ponsel Sienna yang tergeletak di sampingnya, membuat Sienna mendongakkan kepalanya untuk sekedar melihat apa yang ada di sana. Sienna menjalarkan jemarinya jarinya di layar sentuh hpnya. Sienna kembali memperhatikan postingan-postingan di akun Instagram Marsha dan Alvaro. Mereka tampak bahagia menjalani kehidupan pernikahan, selain itu, berita selebriti yang beredar di TV juga telah membuktikan semuanya.

Sienna dapat merasa lebih tenang setelah mendapati itu. Meskipun harapannya kecil, tapi Sienna yakin ada kemungkinan bahwa rumah tangga Marsha dan Alvaro akan bertahan.

Sienna selalu ingin memastikan, meskipun ia hanya bisa mengamati itu dari jarak jauh. Sienna berharap, bahwa mimpi yang didapatnya waktu itu hanyalah sebuah kekeliruan. Alvaro dan Marsha terlihat bahagia dan saling mencintai, mana mungkin sebuah badai besar datang menghancurkan pernikahan yang bahkan baru seumur jagung itu?

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

3 bulan kemudian.

Sienna sudah membuat sebuah keputusan. Ia telah memantapkan dirinya bahwa Tuhan-lah yang lebih berkuasa untuk mengatur takdir seseorang. Sienna tidak akan ikut campur terhadap takdir seorang yang ia kenal di dalam mimpinya. Sienna akan membiarkan segalanya terjadi begitu saja dan mengalir layaknya air di sungai.

Hari ini akhirnya tiba, hari di mana pernikahan Alvaro dan Marsha akan dilaksanakan. Sienna telah menerima appointment untuk merias Marsha di hari pernikahannya. Sienna dan tim makeup-nya telah tiba di venue sekitar pukul 4 pagi, karena acara pemberkatan akan dilaksanakan pada pukul 9.

Sienna sudah mempersiapkan segalanya, mulai dari fisik dan juga mentalnya, agar ia dapat memberikan yang terbaik untuk merias brides-nya hari ini. Hari ini Sienna akan dibantu oleh Hani sebagai asisten makeup-nya dan Fia sebagai asistennya yang nomor dua.

Sienna dan timnya telah berada di ruang makeup dan menunggu Marsha datang untuk dirias. Beberapa menit berlalu, pintu ruangan itu akhirnya terbuka. Terlihat Marsha di sana bersama seorang wanita paruh baya yang diketahui adalah ibu kandung dari Marsha.

Begitu Marsha menarik kursi di hadapan sebuah kaca dengan vanity lamp yang biasa digunakan MUA untuk merias, Sienna dapat dengan jelas melihat raut wajah Marsha yang nampak berseri-seri.

“Sienna, makasih ya udah mau makeup-in aku di hari spesialku,” ucap Marsha sebelum Sienna mulai meriasnya.

“Aku juga terima kasih, kamu udah mempercayakan aku,” ucap Sienna seiring merekahnya sebuah senyum di wajahnya.

Berikutnya Sienna memulai kegiatannya merias Marsha. Setelah 15 menit kegiatan itu berlangsung, tiba-tiba ruang rias kedatangan seseorang. Wanita anggun yang kira-kira berusia 50 tahunan itu menghampiri Marsha dan kemudian menggenggam satu tangannya.

“Mam, Marsha gugup banget,” ucap Marsha kepada wanita itu.

“Semalam kamu bisa tidur nggak?” tanya perempuan itu dengan nada suaranya yang terdengar lembut.

“Aku nggak bisa tidur Mam, baru tidur jam 1 deh kayanya,” jawab Marsha. Dari percakapan tersebut, Sienna dapat menebak jika wanita itu adalah calon mertua Marsha, yang artinya beliau adalah ibu dari Alvaro. Ketika tidak sengaja tatapan Sienna bertemu dengan Inggit, wanita itu selama beberapa detik menatap Sienna. Sienna perlahan mengalihkan tatapannya dari Inggit setelah menyapa Inggit dengan sebuah senyuman sopan.

Selama kurang lebih 30 menit, Inggit masih berada di sana dan menyaksikan calon menantunya dirias. Dari tatapan Inggit, Sienna dapat melihat bahwa Inggit begitu bahagia hari ini. Sudah jelas, semua orang yang ada di tempat ini merasa begitu bahagia. Para keluarga, beberapa sahabat yang sudah hadir lebih dulu, mereka pasti bahagia karena sebentar lagi akan menyaksikan dua insan yang saling mencintai dipersatukan. Hanya Sienna satu-satunya orang yang tidak dapat ikut merasakan kebahagiaan tersebut. Sienna sudah tahu lebih dulu apa yang akan terjadi di masa depan, di mana akan terjadi kehancuran pada pernikahan Alvaro dan Marsha yang Sienna perkirakan itu akan terjadi dalam waktu dekat.

“Mam, aku makeup-nya masih lama lho. Mama sarapan aja dulu, jangan tungguin aku di sini Mam,” ujar Marsha kepada Inggit. Padahal ibunya Marsha juga telah mengajak calon besannya untuk sarapan bersama, tapi rupanya Inggit masih betah berada di ruang rias. Beberapa kali Inggit memuji penampilan Marsha yang sangat cantik. Marsha belum selesai dirias, tapi wajahnya memang sudah sangat menawan.

“Sebentar lagi kayaknya Alvaro udah selesai siap-siap deh, katanya dia mau ke sini untuk ketemu kamu sebelum pemberkatan,” ucap Inggit.

Benar saja sesuai yang dikatakan oleh Inggit, beberapa menit kemudian, ruang rias kembali kedatangan seseorang. Dari jarak sekitar kurang dari seratus meter, Sienna dapat melihat sosok itu. Alvaro Xander Zachary, lelaki yang merupakan calon suami Marsha, lelaki yang sudah dua kali muncul di dalam mimpinya.

Sebuah senyum bahagia tercetak di wajah Alvaro bersamaan dengan kaki panjangnya yang melangkah ke arah di mana Marsha berada. Marsha yang menyadari kehadiran Alvaro sejenak menoleh ke arah pria itu, dan Sienna menjeda kegiatannya merias wajah Marsha.

Marsha menatap Alvaro dengan tatapan kagum dan terpana. Alvaro memang terlihat sangat tampan hari ini. Sebuah kemeja putih ditambah tuxedo hitam yang nampak luxury membalut tubuh tegapnya, tidak lupa sebuah dasi kupu-kupu kecil yang disematkan di kerah kemejanya. Rambut hitam Alvaro ditata dengan rapi dengan model slicked back, sehingga haisrstyle tersebut memperlihatkan keningnya. Penampilan Alvaro benar-benar nampak sangat sempurna.

Dari pantulan cermin, Alvaro pun ikut memperhatikan paras calon istrinya dengan mata yang berbinar-binar. Semua orang yang berada di ruangan itu pun dapat tahu bahwa kedua insan itu begitu saling mencintai satu sama lain.

“Gio di mana?” tanya Marsha kepada Alvaro tanpa menoleh padanya, karena Marsha harus menurut untuk stay di posisinya selagi ia dirias.

“Masih ganti baju sama susternya. Dia mau pakai jas katanya, biar sama kayak aku,” terang Alvaro.

“Bener-bener deh, selalu aja mau samaan sama papanya,” cetus Marsha. Di tengah-tengah suasana tersebut, tiba-tiba pintu ruangan di ketuk sebanyak dua kali. Alvaro berjalan ke arah pintu karena sepertinya lelaki itu sudah tau siapa yang datang.

Alvaro belum membuka pintunya lebih lebar, tapi sosok manusia kecil di sana keburu mengacir dan sedikit berlari memasuki ruangan. “Mama!!” seruan itu terdengar beriringan bersama munculnya sosok anak laki-laki dengan balutan kemeja putih yang dilapisi lagi dengan tuxedo hitam, tidak lupa tersemat sebuah dasi kupu-kupu kecil di kerah kemejanya.

“Wahh anak Mama ganteng sekali hari ini,” ucap Marsha dengan nada antusiasnya.

“Mama juga cantik sekali hari ini,” balas bocah lelaki itu sambil memandangi wajah Marsha dengan matanya yang berbinar.

Ketika Gio sedang asik berbincang dengan Marsha, tidak sengaja netra Sienna bertemu dengan Alvaro. Sebuah kuas makeup yang ada di tangan Sienna hampir saja terjatuh, untungnya Hani segera mengantisipasi itu dengan cepat dapat mencegah kuas di tangan Sienna terjatuh ke lantai. Tadi Sienna merasakan tangannya sedikit gemetar, tapi ia bersyukur karena sepertinya Alvaro memang tidak mengenalinya. Lagipula jika Alvaro mengenalinya, tidak akan ada yang berubah. Pria itu akan tetap menikah dengan Marsha, dan mimpi Sienna kemungkinan akan tetap menjadi kenyataan.

“Gio kan anak yang pintar, Gio ikut sama Papa dulu ya. Tunggu Mama selesai di luar ya Nak, soalnya Mama makeup-nya masih lama,” ujaran Marsha tersebut menjadi suara yang memenuhi ruangan rias. Setelah ucapan itu, Alvaro pun berinisiatif mengajak Gio keluar dari ruang rias.

Sebelum Gio dan Alvaro melenggang dari sana, Sienna beberapa detik melihat ke arah Gio. Melihat bocah itu, entah kenapa perasaan Sienna menjadi campur aduk dan tidak karuan. Pasalnya dalam mimpi Sienna, Gio harus menghadapi kenyataan bahwa orang tuanya berpisah. Bagi anak sekecil itu yang belum terlalu mengerti, pastilah akan sangat sulit untuk melaluinya.

Mengetahui apa yang akan terjadi lebih dulu dibanding orang lain, merupakan perasaan yang terasa menakjubkan. Namun tidak selamanya seperti itu. Sienna sering merasa takut, sedih, dan juga khawatir yang berlebihan. Sienna jadi mudah tersentuh sisi emosionalnya, karena ia ikut merasakan kesedihan orang lain meskipun itu belum terjadi. Satu hal yang Sienna dapati dari kejadian hari ini, Sienna harus belajar berakting di hadapan orang yang masa depannya ia ketahui. Sienna harus sebisa mungkin bersikap seolah ia tidak tahu apa-apa, padahal ia telah mengetahui segalanya.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sejak Sienna berprofesi sebagai seorang makeup artist, Sienna lebih bisa menikmati waktunya untuk dirinya sendiri. Jam kerja yang cenderung fleksibel karena dapat di manage olehnya, membuat Sienna bisa memiliki waktu jika ia ingin sejenak menjernihkan pikiran.

Seminggu yang lalu, Sienna memutuskan untuk pergi berlibur bersama kedua sahabatnya, yakni Aghi dan Nayfa. Hari ini merupakan jadwal Sienna kembali setelah liburan dari Lombok. Saat sampai di bandara Soekarno Hatta, Sienna mengecek ponselnya. Banyak pesan yang masuk, tapi yang paling membuat Sienna penasaran adalah pesan dari grup chat yang berisikan dirinya dan rekan kerja yang merupakan tim makeup-nya.

Berita yang disampaikan oleh managernya seketika membuat Sienna tidak dapat berpikir dengan jernih. Sienna ingin segera sampai di rumah karena tubuhnya terasa sangat lelah, tapi ia juga takut untuk tertidur. Sienna takut mendapat mimpi pembaca masa depan itu. Biasanya mimpinya akan bercerita tentang orang yang memiliki urusan dengannya. Maka dari itu, Sienna meminta waktu pada Zahra untuk memberi jawaban mengenai kesediaannya merias Marsha di hari pernikahan perempuan itu.

“Aku pulang,” ucap Sienna begitu kakinya melangkah memasuki rumah. Sienna langsung bertemu dengan kakak lelakinya yang sedang berada di ruang keluarga.

“Kok lo pulang nggak ngabarin? Tau gitu gue jemput, gue lagi nggak ke kantor hari ini,” ujar Valiant sambil menatap adik perempuannya. Sienna meletakkan kopernya di pojok ruangan, ia terlalu lelah untuk membawa kopernya naik ke kamarnya yang berada di lantai atas.

“Kak, gue boleh minta tolong nggak sama lo?” tanya Sienna dengan wajahnya yang agak pucat dan terlihat ada guratan lelah di sana.

“Minta tolong apaan?” tanya Valiant.

“Kalau gue ketiduran, tolong langsung bangunin gue, ya?”

“Lo kan baru balik, pasti lo cape. Mending lo tidur aja. Kalau lo mimpi, nggak usah terlalu dipikirin,” tutur Valiant.

Valiant lalu beranjak dari sofa, lelaki itu mengambil koper pink milik Sienna dan membawanya naik ke lantai atas. Sienna segera menyusul Valiant dan terus memaksa Valiant untuk menuruti permintaannya barusan.

Setelah meletakkan koper Sienna di kamar, Valiant menatap Sienna dengan tatapan simpati. “Sienna, dengerin gue. Lo nggak perlu takut. Muka lo keliatan cape banget, udah lo tidur aja ya.”

“Kak, masalahnya gue kenal sama orang yang kemungkinan masa depannya bisa gue baca. Gue nggak mau liat masa depan dia,” ungkap Sienna akhirnya.

“Menurut gue gini ya, selama orang itu nggak berarti di hidup lo, lo bisa abaikan mimpi itu. Toh takdir manusia udah diatur sama Tuhan, Dek. Lo emang bisa mengubah masa depan seseorang dengan kemampuan yang lo punya, tapi inget, lo nggak bisa terlalu jauh mencampuri urusan orang lain. Just let it happen, jangan sampai lo menyiksa diri lo sendiri.”

***

Sienna menutup pintu kamarnya setelah Valiant berlalu. Sienna membenarkan perkataan Valiant soal kemampuan yang ia miliki. Sienna juga bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, untuk apa dirinya terlalu khawatir? Untuk apa dirinya terlalu mempedulikan orang lain? Untuk apa Sienna takut jika ia bisa membaca masa depan orang yang ia kenal? Sienna memang mengenal Alvaro, tapi itu bertahun-tahun yang lalu. Sekarang keadaannya telah berbeda, mungkin juga Alvaro tidak mengenalinya jika suatu saat mereka punya kesempatan untuk bertemu.

Sienna lantas berjalan menuju ranjangnya. Kemudian perlahan-lahan Sienna membaringkan tubuhnya di atas kasur. Dengan sebuah selimut tebal yang ditarik sampai sebatas bahu, Sienna memutuskan untuk mulai memejamkan mata. Sienna akan membiarkan mimpi itu datang kepadanya, tentang siapa pun mimpi tersebut. Jika mimpi Sienna bercerita tentang Alvaro, maka Sienna akan mengabaikannya.

Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Valiant, jika masa depan yang Sienna baca bukan tentang orang yang berarti untuknya, maka Sienna dapat membiarkannya begitu saja.

***

Latar tempat : dunia mimpi.

Sienna mendapati dirinya tengah berada di sebuah kamar yang cukup luas. Sienna langsung berjalan menuju sebuah ranjang yang terletak di tengah-tengah ruangan itu. Begitu langkah Sienna sampai di dekat ranjang berukuran king size, Sienna langsung duduk di tepi ranjang sebelah kiri.

Sienna sejenak mengamati wajah lelaki yang tengah tertidur di ranjang itu. Detik berikutnya, Sienna mengarahkan tangannya untuk menggenggam tangan lelaki itu. Sienna merasakan bahwa hatinya sedang bersedih. Masih sambil menatap wajah tertidur itu, Sienna berujar, “You have to know everything that will happen, I will always beside you. I’ll never let you through this alone.”

Beberapa detik kemudian, lelaki yang tertidur itu terlihat mengerjapkan kelopak matanya dan perlahan-lahan netranya mulai terbuka. Lelaki itu lantas menatap Sienna, dan sebuah senyum tipis tersungging di wajahnya. Pandangan lelaki itu mengarah kepada tangannya yang digenggam oleh Sienna.

“Kenapa nggak ngabarin gue kalau lo sakit?” tanya Sienna.

“Nanti lo khawatir lagi sama gue,” jawab lelaki itu dengan nada sedikit menggoda.

Sienna langsung mencibir kecil, ia ingin melepaskan genggaman tangannya, tapi lelaki itu menahannya.

“Tau dari mana kalau gue sakit?” tanya lelaki itu lagi.

“Dari mbak Ila.”

Lelaki itu seketika menampakkan cengirannya. “Mbak Ila emang paling mengerti gue deh. Tau banget kalau gue cuma butuh lo.”

“Lo juga butuh Gio,” cetus Sienna. Lelaki itu tidak menjawab, tapi dari tatapan matanya, Sienna tahu bahwa lelaki itu membenarkan ucapannya.

“Al, gue yakin lo bisa memenangkan hak asuh atas Gio. Lo nggak boleh terlalu lama terpuruk karena ini, lo harus berjuang untuk Gio. Oke?” ujar Sienna. Lelaki yang dipanggil 'Al' itu lantas mengangguk sekali, lalu ia mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Sienna.

“Sienna,” ujar lelaki itu sembari menatap Sienna dengan tatapan penuh arti. “Gue nggak tau, gue akan sehancur apa kalau lo nggak ada di samping gue. Maafin gue, gue masih sering ngasih rasa sakit buat lo. Maaf kalau gue belum bisa membahagiakan lo.”

Sienna terdiam di tempatnya tanpa dapat mengucapkan apa pun. Perkataan lelaki di hadapannya telah berhasil membuat Sienna begitu tersentuh sisi emosionalnya. Hati Sienna begitu sakit, bukan terhadap permintaan maaf yang diucapkan oleh lelaki itu, tapi karena Sienna melihat lelaki itu terluka. Sienna merasa bahwa dirinya tidak sanggup mendapati itu.

“Sienna, please stay with me. Gue pengen membuat lo bahagia, gue pengen menjadikan lo istri gue dan bunda untuk Gio,” ujar lelaki itu lagi.

Sienna hanya terdiam mendengar penuturan lelaki itu. Diri Sienna yang tengah berada di alam mimpi, bukan dikendalikan oleh dirinya dari dunia nyata, melainkan dikendalikan oleh dirinya yang ada di masa depan. Sienna mengulaskan senyum manisnya sembari tidak melepaskan tatapannya dari lelaki itu. Sienna menatap lelaki itu dengan tatapan penuh afeksi.

Beberapa detik kemudian, lelaki itu meraih tangan Sienna dan memberi sebuah kecupan kecil di punggung tangan Sienna. “Setelah gue dan Marsha bercerai dan gue mendapatkan hak asuh Gio, gue akan melamar lo,” lelaki itu mengulaskan senyum lembutnya, lalu ia melanjutkan perkataannya, “Sienna, would you like to marry me?”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Berita pernikahan Alvaro dan Marsha telah resmi diumumkan oleh pihak entertainment mereka, dan dalam waktu 24 jam, kabar tersebut berhasil menghebohkan media.

Selama dua hari, Alvaro dan Marsha memutuskan untuk tidak terlihat di hadapan publik. Respon publik cukup baik terhadap kabar pernikahan mereka, tapi perusahaan menyarankan demikian. Tujuannya semata agar skenario yang mereka ciptakan terkesan natural dan berjalan mulus sesuai dengan harapan.

Hari ini Alvaro memutuskan kembali terlihat di publik. Saat sebuah Range Rover putih yang diketahui adalah milik Alvaro sampai di depan lobi gedung IMD Pictures, terlihat di sana sudah banyak wartawan yang berkumpul. Alvaro turun dari mobilnya dan rupanya Marsha berada di mobil yang sama dengan lelaki itu.

Saat Alvaro dan Marsha turun dari mobil, tiga orang bodyguard sudah siap berada di sisi kanan dan kiri mereka untuk menjaga kedua artis itu. Para bodyguard memerintahkan para wartawan untuk memberi Alvaro dan Marsha ruang, tapi mereka tidak mau mundur sedikit pun.

Marsha paparazzi

Alvaro paparazzi

Akhirnya Alvaro meminta bodyguard-nya untuk membiarkan para wartawan mewawancarai dirinya dan Marsha. Di depan gedung itu, Alvaro dan Marsha setuju untuk memberi jawaban dari pertanyaan yang akan diajukan oleh para wartawan.

Ketika salah satu wartawan mengajukan pertanyaan soal anak angkat Alvaro, salah satu bodyguard Alvaro langsung meminta wartawan lain untuk mengajukan pertanyaan. Namun yang terjadi adalah di luar dugaan, wartawan yang lain mengatakan kalau mereka datang untuk meminta Alvaro dan Marsha memberi konfirmasi yang jelas, mengenai rumor yang beredar beberapa hari ke belakang.

Sempat terjadi keributan ketika para bodyguard meminta para wartawan untuk berhenti meliput dan mengusir mereka dari sana. Tanpa diprediksi, Alvaro akhirnya angkat bicara. “Saya tidak ingin ada pemberitaan apa pun mengenai anak saya. Jadi tolong mengerti, saya hanya ingin melindungi anak saya.”

Pada akhirnya para wartawan tidak bertanya lagi tentang hal yang menyangkut anak angkat Alvaro. Alvaro dan Marsha hanya membenarkan kabar pernikahan mereka yang sebelumnya memang telah diumumkan oleh perusahaan.

“Saya dan Marsha akan menikah dalam waktu 6 bulan lagi, seperti yang sudah diberitakan oleh perusahaan kami,” ujar Alvaro.

“Kalau soal konsep pernikahan bagaimana? Bisa tolong jelaskan sedikit?” salah satu wartawan bertanya lagi.

Kali ini Marsha yang menjawab pertanyaan itu. “Kami ingin konsep internasional untuk pernikahan kami. Mohon doanya yaa teman-teman semua,” ucap Marsha sambil menoleh pada Alvaro yang berada di sampingnya. Marsha menatap Alvaro dengan seulas senyuman lembut. “Kami meminta dukungan, dan berharap pernikahan kami dilancarkan,” tukas Marsha mengakhiri ucapannya.

***

Alvaro dan Marsha memutuskan kembali ke rumah. Hari ini mereka tidak memiliki jadwal pekerjaan, jadi mereka memutuskan menghabiskan waktu bersama di rumah bersama Gio. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang, jadi pasti anak mereka telah kembali dari sekolahnya.

Sebelum pulang ke rumah, Alvaro dan Marsha sempat berbicara dengan para petinggi perusahaan yang menaungi nama mereka. Mereka juga menyaksikan bersama pemberitaan yang mulai naik dan bahkan dengan cepat menjadi trending di media konvensional seperti televisi dan berbagai platform sosial media. Diprediksi pernikahan Alvaro dan Marsha akan menjadi pernikahan artis yang menggemparkan jagat hiburan tanah air.

Alvaro dan Marsha memiliki banyak fans yang merestui hubungan mereka dan mendapat banyak dukungan atas rencana pernikahan. Sejauh ini, rencana yang dibuat oleh perusahaan rupanya cukup berhasil, isu miring tentang anak angkat Alvaro mulai teralihkan dengan berita pernikahan.

Begitu Range Rover Alvaro sampai di pekarangan rumahnya, seseorang langsung membukakan pintu mobil. Kehadiran Alvaro dan Marsha langsung disambut oleh dari salah satu bodyguard Alvaro di sana yang menyampaikan sesuatu padanya.

Alvaro's house

“Ada tamu yang datang, mereka adalah keluarga Zachary,” jelas lelaki di hadapan Alvaro yang merupakan kepala bodyguard-nya.

Sebelum Aufar sempat mengatakan sesuatu lagi kepada Alvaro, Alvaro telah lebih dulu melangkah memasuki rumahnya. Dengan langkah lebarnya, Alvaro langsung berjalan menuju ruang tamu. Marsha segera menyusul langkah Alvaro, setelah Aufar memberi kode bahwa kemungkinan akan terjadi sesuatu yang besar. Bagaimana tidak, bertahun-tahun setelah keluarga Zachary mencampakkan Alvaro dan Inggit, kini mereka tiba-tiba datang.

Alvaro's house 2

Ketika langkah Alvaro sampai di ruang tamu, Alvaro mendapati wajah-wajah yang cukup fameliar yang kini tengah berbincang dengan Inggit di sofa. Alvaro berdecih pelan, kemudian menyusul sebuah senyum getir yang tersungging di wajahnya.

“Alvaro,” ujar seorang pria paruh baya yang akhirnya menyadari kehadiran Alvaro di sana.

Seketika tatapan para tetua di sana mengarah pada Alvaro. Mereka menatap Alvaro sekaligus sosok perempuan di samping Alvaro yang kini tengah tersenyum ramah ke arah mereka.

Alvaro hanya dapat mematung di tempatnya, padahal banyak sekali unek-unek di dalam hatinya yang ingin ia ungkapkan. Alvaro ingin mengatakannya, tapi lidahnya terasa kelu.

Saat Inggit menyuruh Alvaro menyalami kakek dan neneknya serta tante dan omnya, Alvaro pun melakukannya dengan terpaksa. Alvaro yang melihat mamanya mencoba tersenyum, padahal tahu bahwa Inggit masih begitu sakit atas perlakuan keluarga papanya di masa lalu, hal itu membuat Alvaro ikut merasakan rasa sakit yang sama setelah bertahun-tahun lamanya.

Hari ini keluarga Zachary datang dan bersikap seolah mereka adalah sebuah keluarga, dan mereka melupakan apa yang telah mereka lakukan pada Inggit dan juga Alvaro di masa lalu.

“Alvaro, apa gosip itu benar? Kalau benar kamu punya anak, Nenek ingin sekali bertemu dengan cicit nenek. Apakah boleh?” ujar seorang wanita yang sudah nampak menua sambil menatap Alvaro dengan tatapan penuh harap. Tanpa sadar, kedua tangan Alvaro telah mengepal di kedua sisi tubuhnya.

Alvaro pun hanya mengangguk sekilas untuk mengiyakannya. Kemudian Alvaro mengatakan sesuatu kepada Marsha. “Aku ke kamar dulu ya,” ujar Alvaro pelan. Marsha terlihat sedikit bingung, tapi ia membiarkan Alvaro meninggalkan ruang tamu.

Keluarga Zachary terlihat ramah dan sangat antusias ketika bertanya kepada Marsha mengenai hubungannya dengan Alvaro, serta mengenai kabar tentang anak lelaki yang diduga adalah darah daging Alvaro dan Marsha.

“Sebentar ya Nenek dan Kakek, Marsha panggil Gio ke sini dulu,” ucap Marsha kepada pasangan tetua di hadapannya. Sebelum Marsha berlalu dari ruang tamu untuk memanggil Gio, netra Marsha bersitatap dengan Inggit. Dari tatapan Inggit, Marsha dapat melihat luka yang tergambar di kedua iris wanita itu, tapi Inggit terlihat berusaha untuk menutupinya semua dengan sebuah senyuman di wajahnya.

***

Selagi Marsha dan Gio bertemu dan mengobrol dengan keluarga Zachary, Inggit memutuskan menemui Alvaro di kamarnya. Inggit mengetuk pintu di hadapannya terlebih dulu dan setelah Alvaro membukakannya, Inggit meminta waktu sebentar untuk berbicara dengan putranya.

Inggit dan Alvaro duduk bersisian di tepi ranjang di kamar. Alvaro menundukkan pandangannya dan hanya menatap lantai marmer, ia tidak sanggup melihat mata terluka mamanya.

“Al, Mama nggak pernah ngajarin kamu untuk membenci keluarga papamu,” ucap Inggit, suara wanita itu terdengar sedikit bergetar. Inggit menjeda ucapannya sesaat, ia meraih satu tangan Alvaro dan menggenggamnya. “Mama tau, hati kamu masih sakit banget kalau mengingatnya. Tapi Mama percaya, kamu adalah orang yang berhati besar dan kamu bisa memaafkan mereka.”

Alvaro kemudian mengangkat wajahnya, ia mempertemukan netranya dengan Inggit. “Untuk apa mereka datang setelah bertahun-tahun, Mah? Alvaro udah maafin mereka sejak lama, tapi Alvaro nggak bisa kalau harus ngeliat Mama ngerasain sakit kayak dulu lagi. Luka itu akan selalu ada Mah, Alvaro tau itu.”

Inggit seketika bungkam berkat ucapan putranya. Apa yang dikatakan oleh Alvaro adalah benar. Inggit memang telah memaafkan perlakuan keluarga almarhum suaminya, tapi luka itu selamanya akan tetap membekas di dalam hatinya.

Inggit meminta Alvaro mendengarkan perkataannya dengan seksama. “Al, Mama nggak ingin kamu seperti ini. Sebenarnya Mama nggak papa kalau kita menetap tinggal di Bali aja, ketimbang harus pindah ke Jakarta. Tapi waktu kamu bilang ingin balik ke Jakarta, Mama setuju, karena Mama cuma ingin melihat kamu bahagia. Meskipun sampai sekarang kamu nggak ngasih tau Mama, apa alasan kamu ingin kembali ke Jakarta.”

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Alvaro sedang berada di ruang pribadi yang diperuntukkan khusus untuknya bekerja, tapi Alvaro nampak tidak melakukan apa pun di sana. Terdengar ketukan di pintu ruangan sebanyak dua kali, Alvaro lantas memperbolehkan seseorang di sana untuk masuk.

Pintu pun terbuka dan menampakkan sosok Aufar. Aufar merupakan kepala bodyguard yang telah setia bekerja dengan Alvaro sejak lelaki itu baru memulai karirnya di dunia akting. Bagi Alvaro, Aufar sudah seperti abangnya sendiri. Meskipun kini Alvaro sudah menjadi lelaki dewasa, tapi bagi Aufar Alvaro tetaplah adiknya yang akan selalu membutuhkannya.

“Sampai sekarang tante Inggit nggak tau alasan lo minta pindah ke Jakarta?” celetuk Aufar setelah menarik kursi di hadapan Alvaro dan menjatuhkan pantatnya di sana.

“Mama nggak perlu tau,” ujar Alvaro. Alvaro tampak berpikir sesaat, kemudian pria itu lanjut berujar, “Lagian setelah gue pikir-pikir, alasan itu nggak terlalu penting, Bang.”

“Lo nggak berniat pindah ke Bali lagi aja? Lagian lo sama Marsha udah mau nikah, jadi gue pikir lo udah nggak punya tujuan untuk stay di Jakarta, right?” Aufar menyampaikan pendapatnya kepada Alvaro. Sejauh ini, hanya Aufar yang mengetahui alasan Alvaro ingin kembali ke Jakarta, setelah sebelumnya menetap tinggal di Bali. Tujuan awal Alvaro ke Jakarta adalah karena Alvaro ingin mencari sosok gadis dari masa lalunya.

“Gue mau tetap stay di Jakarta aja,” ucap Alvaro setelah beberapa detik lelaki itu terdiam.

“Tapi bukannya lo mau menghindari keluarga almarhum papa lo? Lo juga nggak ingin tante Inggit ngerasain sakit hati lagi, kan?” tanya Aufar.

Alvaro lantas mengatakan bahwa ia menyetujui perkataan Aufar tentang dirinya yang tidak ingin melihat Inggit sakit hati lagi. Jakarta memang telah menorehkan luka yang mendalam kepada Inggit dan juga Alvaro, dan itu bukanlah hal yang mudah. Namun soal menghindari keluarga almarhum papanya, Alvaro tidak setuju. Alvaro mengatakan pada Aufar bahwa ia telah sadar, dirinya tidak bisa terus lari dari kenyataan untuk dapat mengobati luka di hatinya. Alvaro harus menghadapinya untuk bisa sepenuhnya memaafkan dan sembuh dari luka itu.

“Tujuan gue di Jakarta bukan untuk cari perempuan itu lagi. Sejak gue pacaran sama Marsha, gue udah janji kalau gue cuma akan mencintai dia. Perempuan yang dulu pernah gue suka, dia cuma masa lalu gue, Bang,” terang Alvaro.

“Oke-oke,” ujar Aufar sambil terkekeh pelan.

“Tapi lo masih inget nama lengkapnya,” ucap Aufar sebelum lelaki itu beranjak dari kursinya karena Alvaro meminta waktu untuk sendiri dulu.

“Iya, gue emang masih inget. Tapi semuanya udah berubah. Mungkin pun kalau kita ketemu lagi, gue nggak akan ngenalin dia,” jawab Alvaro apa adanya.

Alvaro memang masih mengingat nama lengkap gadis itu. Namun segalanya telah berubah, dan mungkin jika suatu saat mereka tidak sengaja berpapasan, Alvaro tidak akan mengenali atau menyadari keberadaan gadis itu. Gadis itu hanya bagian dari masa lalunya, sosok yang pernah Alvaro kagumi bukan hanya karena kecantikan parasnya, tapi juga karena kecerdasannya saat di Sekolah Dasar.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sejak Sienna lulus dari Sekolah Dasar, ia tidak pernah mendengar kabar mengenai Alvaro. Hanya satu yang Sienna ketahui, setelah ayah Alvaro meninggal dunia, Alvaro dan mamanya pindah dari kota Jakarta. Kemarin Sienna telah memastikan bahwa Alvaro Xander Zachary adalah Alvaro yang sama yang merupakan teman Sekolah Dasarnya. Soal mimpi Sienna di taman bunga mawar, Sienna berharap bahwa mimpinya yang satu itu tidak akan menjadi kenyataan di kemudian hari. Sienna tidak ingin bertemu lagi dengan Alvaro, ataupun memiliki urusan dengan lelaki itu.

Siang ini Sienna sedang berada di rumahnya. Sienna dapat bersantai karena tidak ada appointment makeup atau makeup class yang harus diampu olehnya. Saat Sienna sampai di ruang keluarga di rumahnya dan meletakkan piring berisi potongan mangga di atas meja, di sana para anggotanya juga tengah menikmati waktu santai di hari Sabtu ini. Ada papa dan mamanya, serta adik lelakinya yang tengah menonton sebuah tayangan televisi.

Adik lelaki Sienna mengambil piring yang bawa oleh Sienna dan langsung menikmati buah mangga yang dingin dan manis itu menggunakan sebuah garpu. Biasanya Sienna akan badmood kalau makanan kesukaannya diserobot oleh orang lain sebelum ia mencicipinya, tapi kali ini rupanya tidak. Sienna justru lebih fokus pada tayangan berita selebriti yang disetel oleh mamanya. Saat Sienna meminta untuk mengganti channel-nya, mamanya menahan remote-nya karena beliau masih ingin menonton acara itu.

“Mama jangan kebanyakan nonton gosip. Gosip tuh nggak bener,” cetus Sienna.

Renata seketika mendelik kepada putrinya. “Biarin dong, Mama kan mau nonton gosip. Lagi seru nih, Mama kepo ini gosipnya emang bener atau engga,” ujar Renata.

“Kak, gosip itu sebenarnya adalah fakta yang tertunda. Ini emang seru sih gosipnya, gue liat kemarin sempet trending juga di Twitter. Lagian ya, artis tuh banyak banget sih tingkahnya, heran gue. Segala punya anak di luar nikah lah, terus anaknya diakuin anak angkat, kok kayak bejat banget ya kelakukannya,” cerocos Christo, adik laki-laki Sienna.

Sienna tidak lagi ikut nimbrung di dalam pembicaraan itu dan ia memutuskan perfi dari sana. Christo keheranan melihat kakaknya yang tiba-tiba beranjak dari ruang tamu, bahkan meninggalkan mangganya begitu saja dan menyuruh Christo untuk menghabiskannya.

“Pah,” ujar Renata kepada suaminya yang duduk di sampingnya. Saat layar TV menampilkan iklan, Renata baru mengalihkan fokusnya pada hal lain, karena sebelumnya fokusnya hanya terarah pada layar datar itu saja.

“Kenapa Mah?” Fabio balas bertanya menanggapi istrinya.

“Papa inget nggak sih, dulu ada temen SD Sienna yang namanya Alvaro.”

“Yang mana sih Mah? Papa nggak ingat tuh,” ujar Fabio.

“Yang anaknya ganteng, yang pipinya chubby. Tapi kalau Mama inget-inget lagi, wajahnya agak mirip deh Pah sama aktor kesukaan Mama. Namanya juga mirip lagi, sama-sama Alvaro. Jangan-jangan mereka orang yang sama Pah. Kita tanya Sienna aja gimana?” celoteh Renata.

“Biar Christo yang tanya aja Mah,” celetuk Christo yang langsung bangkit dari duduknya. Christo nampak bersemangat dan lelaki itu segera berjalan menuju kamar Sienna. Namun beberapa saat kemudian, hanya angin kosong yang didapatkan oleh Christo.

“Gimana kata kakak kamu? Bener nggak?” Renata bertanya pada Christo ketika anak lelakinya telah kembali ke ruang keluarga.

“Kakak nggak mau jawab Mah. Aku malah diomelin, aneh banget sih tuh orang,” sungut Christo dengan wajah masamnya.

“Yah, padahal kalau bener, kan Mama mau minta tolong kakak kamu buat mintain tanda tangannya Alvaro. Atau kalau bisa, Mama mau ketemu gitu, mau minta foto bareng,” ujar Renata.

“Nggak bisa lah, Mah. Lagian kalaupun bener, Sienna kan cuma temen SDnya Alvaro, Alvaro juga udah lupa kali sama dia. Nanti kalau minta tanda tangan malah Sienna dianggep sok akrab lagi,” ujar Fabio yang lantas mau tidak mau dibenarkan juga perkataannya oleh Renata.

Keinginan Renata sepertinya memang terlalu jauh untuk bertemu dengan artis idolanya itu. Gosip kurang enak yang beredar soal idolanya, tidak serta merta membuat Renata langsung berhenti mengidolakan sosok Alvaro Zachary, sang aktor laga yang menurutnya sangat keren itu.

“Mah, Mama mau ke mana?” tanya Christo begitu melihat Renata beranjak dari sofa.

“Mama mau tanya ke kakak kamu. Mama juga akan pastiin, gosip Alvaro itu bener atau enggak. Mama yakin Alvaro laki-laki yang baik, nggak mungkin lah dia punya anak sama pacarnya di luar nikah.”

Christo dan Fabio akhirnya hanya bisa pasrah dengan tingkah Renata. Mereka sekarang benar-benar sadar bahwa ternyata begitu besar dampak yang diberikan seorang public figure terhadap fansnya, itu sudah seperti sebuah doktrin, dan begitulah kenyataan yang ada.

***

Saat hari baru saja beranjak sore dan Alvaro sedang bersantai di halaman belakang rumahnya yang luas, waktu indahnya tiba-tiba harus diganggu oleh sebuah panggilan telfon. Jika saja panggilan tersebut bukan dari orang yang penting baginya, Alvaro bersumpah tidak akan mengangkatnya.

“Hai kak Nat? Ada apa kak?” ujar Alvaro ditelfon.

Alvaro lantas mendengarkan ucapan orang di seberang telfon dengan seksama. Jika sebelumnya Alvaro menyandarkan punggungnya di kursi, kini pria itu langsung bangun dari posisinya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Natalie.

“Okey kak Nat, gue on the way ke kantor deh sekarang. Pak Parvez masih di sana kan?” Setelah Alvaro mengatakan itu, sambungan telfon pun dimatikan. Alvaro sedikit berdecak sambil melangkah memasuki rumahnya. Ketika melewati Inggit dan Gio yang sedang berada di ruang keluarga, mama dan anaknya itu menanyakan ke mana Alvaro akan pergi. Pasalnya hari ini Alvaro telah mengatakan bahwa ia tidak punya jadwal apa pun.

“Alvaro mau ke kantor dulu Mah, ada urusan penting yang mendadak banget,” ujar Alvaro memberitahu Inggit.

Inggit segera mengiyakannya. Inggit seperti sudah tahu apa yang harus Alvaro urus tanpa Alvaro mengatakannya. Itu sudah pasti tentang gosip tidak sedap yang beredar di media mengenai Alvaro, Marsha, dan Gio. “Al, kamu hati-hati. Kalau ada apa-apa, cepet kabarin Mama,” ucap Inggit sebelum Alvaro benar-benar melenggang pergi.

***

Film The Last Mission akan tayang di layar lebar beberapa bulan lagi. Film tersebut telah berhasil mengundang antusias yang luar biasa dari para penikmat film. Terlebih aktor yang akan membintangi film tersebut adalah aktor yang sudah terkenal akan kemampuan beraktingnya yang mumpuni.

Alvaro Zachary, sang bintang yang akan memerankan karakter utama di The Last Mission, adalah sosok memiliki nama yang cukup besar sebagai aktor laga. Setiap film yang dibintangi oleh Alvaro selalu dinantikan dan berakhir meledak di pasaran setelah penayangannya, bahkan berhasil mencapai jutaan penonton dalam waktu tayang satu minggu.

Promosi dari rumah produksi telah banyak dilakukan untuk membuat masyarakat semakin tertarik terhadap The Last Mission. Selain itu dalam menjalankan sebuah promosi, memakan dana yang jumlahnya tidak sedikit. Jadi ketika ada isu tidak sedap beredar mengenai sang aktor, pihak entertainment harus segera berdiskusi untuk mencari jalan keluar dari masalah yang muncul.

“Kemarin nama lo sempat trending di Twitter. Nggak cuma itu, muncul hashtag yang untuk memboikot The Last Mission, padahal belum ada bukti yang bisa membenarkan gosip tentang lo itu,” jelas Natalie yang merupakan executive producer dari film yang dibintangi oleh Alvaro.

Di hadapan Natalie dan Parvez, kini sudah ada Alvaro dan juga managernya, Ila.

“Sebelumnya saya udah sempat diskusi sama Natalie dan kuasa hukum perusahaan, soal solusi yang mungkin bisa kita lakukan untuk mengalihkan isu ini. Film kamu sebentar lagi akan tayang, kita harus menjaga nama baik kamu,” Parvez yang merupakan CEO dari IMD Pictures pun menjelaskan kepada Alvaro. Mereka memanggil Alvaro ke kantor karena ingin mendiskusikan solusi tersebut.

“Bagaimana Pak kira-kira solusinya? Kalau bagi saya, selama solusi itu tidak akan berdampak buruk untuk Marsha dan Gio, saya akan setuju,” ujar Alvaro. Perusahaan yang sama yang menaungi Alvaro dan Marsha jelas sudah tahu mengenai identitas Gio, bahwa anak laki-laki yang kini sudah berusia 6 tahun tersebut adalah anak kandung Alvaro dan Marsha. Selama ini, perusahaan selalu mencari cara dan menempuh segala upaya guna menyembunyikan hal tersebut demi kelangsungan karir kedua selebriti yang mana merupakan aset berharga perusahaan.

Ila kemudian menjelaskan pada Alvaro soal usulan yang sebelumnya telah disampaikan Natalie kepadanya. Setelah mendengarnya, Alvaro pun tidak lama-lama membuat sebuah keputusan.

“Kalau begitu, saya setuju untuk memajukan tanggal pernikahan saya dengan Marsha,” ujar Alvaro.

Sebelumnya usulan tersebut sudah dipikirkan oleh pihak agensi secara matang. Diyakini saat mereka mengeluarkan berita tentang tanggal pernikahan Alvaro dan Marsha, publik akan teralihkan perhatiannya dari isu miring soal anak angkat Alvaro. Publik akan lebih fokus pada kabar pernikahan kedua artis yang kerap kali mendapat julukan sebagai couple goals itu.

“Oke, saya harus pamit duluan. Good luck untuk gala premiere dua minggu lagi. Saya selalu yakin sama kemampuan akting kamu, perusahaan ini sangat beruntung memiliki kamu Alvaro,” ujar Parvez sebelum beliau pamit lebih dulu dari sana.

Di ruangan itu kini hanya tersisa Alvaro dan Natalie. Alvaro meminta Ila menunggunya di bawah selagi ia berbicara sebentar dengan Natalie.

Sorry Kak Nat, gue harus nanya ini. Gue penasaran, kenapa perusahaan yakin banget kalau kita bisa alihin isu dengan mempercepat pernikahan gue sama Marsha. Kalau kecaman publik justru semakin menjadi, gimana?” tanya Alvaro.

“Kita lihat aja nanti,” ujar Natalie. Natalie memicingkan matanya, lalu perempuan itu berujar lagi, “Gosip kemarin memang melahirkan haters-haters baru buat lo dan Marsha, tapi jangan lupa juga sama pendukung yang cukup fanatik terhadap hubungan kalian. Masyarakat itu gampang tersentuh sama hal-hal klise, Al, apalagi soal kehidupan percintaan artisnya. Menurut sebagian besar mereka, pernikahan itu sesuatu yang meaningful. Dengan lo sama Marsha came up soal tanggal pernikahan, agensi yakin berita itu bisa menyentuh sisi emosional mereka dan akhirnya rumor itu terlupakan gitu aja.”

Alvaro pun mengangguk-angguk mengerti setelah mendengarkan penjelasan Natalie. Kalau dipikir, itu memang masuk akal.

“Ini akan berhasil, bahkan bisa jauh lebih bagus untuk karir lo dan Marsha ke depannya,” ucap Natalie.

“Ohya? Lebih bagus gimana maksud lo?” tanya Alvaro.

“Pernikahan lo sama Marsha bisa jadi sesuatu yang menjual untuk nama kalian ke depannya. Dengan satu syarat, setelah menikah, lo maupun Marsha nggak berniat membuat gosip yang bisa menghancurkan pernikahan kalian sendiri. Gue harap lo sama Marsha bisa paham, kalau sekecil apa pun tentang kalian itu bisa jadi keberuntungan atau sebaliknya, bisa jadi bencana. So, be careful with everything.” Setelah mengatakannya, Natalie bangkit dari kursinya. Natalie menepuk pundak Alvaro sekali, sebelum akhirnya berlalu lebih dulu meninggalkan Alvaro di ruangan itu.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sesi pemotretan itu telah berlangsung selama kurang lebih 1 jam. Brand dengan produk parfum luxury beraroma manis tersebut mengusung tema pemotretan simpel, elegan, dan seksi. Selain itu, sesuai dengan nama produknya yakni ‘Eternity’, pose model yang dipotret pun akan menggambarkan keabadian cinta yang tidak lekang oleh waktu.

Setelah mendapatkan beberapa hasil foto, tim fotografer nampak sangat puas dengan hasil jepretan mereka. Bahkan mereka langsung mencoba mengedit hasil foto tersebut karena tidak sabar melihat hasilnya setelah diberi logo yang merupakan merek produk. Hasil fotonya terlihat sempurna, mulai dari chesmistry model, ekspresi wajah, serta pose yang sangat sesuai dengan tema, semua itu sukses mengundang applause dari seluruh crew yang ada di sana.

Foto yang didapat ada yang berlatarkan di ruang tamu, ada yang menggunakan green screen yang nantinya akan diedit dengan latar pemandangan di pantai, serta yang terakhir adalah berlatarkan di atas kasur.

Sesi foto yang terakhir, Alvaro dan Marsha akan mengambil potret di atas kasur. Setelah mengganti pakaian untuk sesi selanjutnya, Marsha kini tengah merebahkan dirinya di ranjang terlebih dulu, baru setelah itu Alvaro menyusulnya. Dua orang pengarah gaya pun membantu mengatur pose untuk Alvaro dan Marsha.

Marsha diminta untuk memasang ekspresi wajah fierce, tatapannya harus tajam memicing dan mengarah ke kamera. Sementara Alvaro diminta untuk merebahkan kepalanya di atas perut Marsha dan menatap ke arah Marsha dengan ekspresi lembut dan mesra.

Usai kamera mengambil beberapa potret mereka, Marsha dengan cepat mengubah ekspresinya ketika netranya bersinggungan dengan Alvaro. Marsha lantas mengarahkan tangannya untuk mengusap lembut sisi wajah Alvaro. “Kamu baru aja selesai shooting langsung pemotretan ke sini, emangnya nggak cape?” tanya Marsha dengan pandangannya yang tidak lepas menatap wajah lelah Alvaro.

Alvaro menggeleng, membuat kedua alis Marsha seketika bertaut. “Aku harus ambil job photoshoot ini, karena kalau engga …” Alvaro menggantung ucapannya, pria itu menatap Marsha dengan tatapan menggoda.

“Kalau engga apa?” tanya Marsha yang terlihat bingung.

“Kalau engga, nanti kamu pemotretan sama aktor atau model laki-laki selain aku. Kamu liat, konsepnya intim banget kayak gini, mending aku ambil aja job-nya,” tutur Alvaro blak-blakan. Marsha yang mendapati ujaran itu untuknya, tidak lagi mampu menahan senyuman di wajahnya.

“Dasar kamu,” Marsha pun tertawa pelan, lalu perempuan itu bangkit dari posisinya. Alvaro masih di posisi rebahannya, tapi kedua matanya tidak lepas memandang ke arah Marsha, menatap setiap pergerakan perempuan itu. Marsha kini tengah dibantu oleh asistennya untuk melepaskan aksesoris di tubuhnya, lalu asistennya yang lain mengambilkan pakaian ganti untuknya.

Pemotretan hari ini telah selesai, model yang bekerja sudah diperbolehkan untuk rapi-rapi dan berkemas. Ketika Marsha sudah selesai berganti pakaian, Marsha melenggang menghampiri Alvaro di ruangan yang diperuntukkan khusus untuk lelaki itu. Setibanya di sana, Marsha melihat Alvaro sedang dibantu untuk membersihkan makeup di wajahnya. Tiba-tiba Alvaro meminta Marsha yang melakukannya. Jadi akhirnya Marsha meminta kepada asisten itu untuk meninggalkannya pekerjaannya.

Akhirnya tersisa Marsha dan Alvaro di ruangan itu. Saat Marsha mengusapkan kapas ke wajah Alvaro, pria itu menghela pinggang Marsha untuk mendekat.

“Al, sebentar dulu, aku mau bersihin makeup kamu,” ujar Marsha meminta Alvaro berhenti menyentuhnya karena ia jadi kesulitan melakukan kegiatannya.

I want to hug you. I missed you so bad, dari kemarin kita sama-sama sibuk untuk kerjaan,” ucap Alvaro seraya mendongakkan wajahnya dan menatap Marsha lekat-lekat.

I missed you too,” balas Marsha.

“Nanti kamu pulang ke rumah aku kan? It’s a Saturday night, and it’s the time for our family, right?”

“Iya, malam ini aku pulang ke rumah kamu. Kerjaan aku udah beres semua, jadi malam ini kita bisa habisin waktu bertiga. Kamu, aku, dan Gio.” Marsha mengulaskan senyum lebarnya, ia telah selesai membersihkan makeup di wajah Alvaro.

Senyum Alvaro otomatis terulas juga. Rasanya hidup Alvaro begitu sempurna di usianya yang menginjak angka 25 di tahun ini. Alvaro telah memiliki seorang anak laki-laki yang diberi nama Giorgino Gavi Zachary, selain itu ia memiliki seorang kekasih yang begitu mencintainya, yakni Marsha Iliana Tengker. Alvaro dapat menikmati hidupnya, kesuksesan karir dan orang-orang di sekitarnya yang menyayanginya, berhasil melengkapi hidupnya. Ditambah lagi ia dan Marsha sudah merencanakan sebuah pernikahan.

Ketika netra Alvaro dan Marsha saling mengunci, dengan jarak keduanya yang tersisa sangat minim, mereka lantas sama-sama mendekatkan diri dan sangat tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun saat tersisa 2 centi lagi jarak di antara mereka, sebuah suara menginterupsi keduanya. Alvaro dan Marsha cepat-cepat menarik kembali tubuh mereka.

“Mama! Papa!” seruan itu terdengar bersamaan dengan seorang anak laki-laki yang melenggang memasuki ruangan.

Alvaro dan Marsha nampak sedikit terkejut mendapati keberadaan anak mereka. Kemudian kehadiran Gio disusul oleh kehadiran Gina, suster yang bertugas menjaga anak mereka. Gina pun menjelaskan pada Alvaro dan Marsha kalau tadi Gio meminta menyusul ke tempat kerja papa dan mamanya. Jadilah tiba-tiba Gio datang ke sini tanpa sepengetahuan Alvaro maupun Marsha. Setelah menjelaskannya, Gina pamit berlalu dari ruangan itu, meninggalkan Gio bersama dengan kedua orang tuanya.

“Gio, kamu harus izin dulu sama Papa kalau mau nyusul,” tutur Alvaro kepada anaknya. Gio terlihat mencebikkan bibirnya, anak itu tahu bahwa papanya tengah marah padanya karena ia melanggar aturan yang telah dibuat. Gio pun langsung menghambur pada Marsha dan memeluk pinggang ibunya, menyembunyikan wajahnya di pelukan Marsha.

Marsha dengan lembut menasehati anaknya, ia balas memeluk tubuh kecil Gio dengan kedua lengannya. “Gio sayang, lain kali boleh kok kalau mau nyusul Mama dan Papa ke tempat kerja. Tapi Gio harus izin dulu ya,” ujar Marsha.

“Kenapa Gio harus izin? Kan Gio cuma pengen ketemu Papa sama Mama, emangnya nggak boleh?” celetuk bocah itu.

“Karena Papa sama Mama lagi kerja, ini tempat kerja, bukan tempat bermain. Jadi kalau Gio mau nyusul, harus kasih tau Papa atau Mama dulu, oke?” ujar Marsha lagi. Gio akhirnya mengangguk setuju dan akan melakukan apa yang dikatakan oleh Marsha di lain kesempatan. Alvaro nampak menghembuskan napasnya, ia jadi merasa bersalah karena tadi sempat mengomeli anaknya dan nada bicaranya memang terdengar agak tinggi.

“Gio sayang, maafin Papa ya,” ucap Alvaro. Beberapa detik setelah ucapan Alvaro, Gio menoleh ke arah Alvaro. Gio masih memeluk Marsha, anak lelaki itu menatap Alvaro dengan kedua mata yang nampak berkaca-kaca.

“Maafin Papa ya?” ulang Alvaro lagi.

“Ada syaratnya kalau Papa mau dimaafin,” celetuk Gio.

“Oke,” Alvaro menghembuskan napasnya. “Apa syaratnya?” Begitulah Alvaro, pria itu akan mudah luluh terhadap apa pun yang menyangkut soal Gio.

“Syaratnya malam ini Gio mau main sama Papa dan Mama sampai jam 10,” ujar Gio.

“Malem banget itu, Sayang. Emangnya Gio mau main apa, Nak?” tanya Marsha.

“Oke, nggak masalah. Sampe jam 10 aja kan?” Alvaro justru langsung mengiyakan, membuat Marsha mengernyit menatap Alvaro. “Al, tapi itu malem banget lho,” ujar Marsha.

Ucapan Marsha seolah hanya angin lalu, Alvaro tidak mau mendengarnya.

“Gio, papa kan baru selesai syuting sama pemotretan hari ini, Papanya cape lho Nak kalau main sampai jam 10,” Marsha berujar lagi.

“Gio, malam ini kamu mau main apa?” Alvaro malah bertanya demikian.

“Gio mau bikin mini drama sama Papa dan Mama, terus main mobil-mobilan, dan nonton film. Kan kemarin Papa udah janji sama Gio,” cerocos anak lelaki itu.

“Oke, Papa akan turutin mau kamu. Tapi kamu maafin Papa ya?” Alvaro mengulurkan tangannya dan kemudian dengan cepat Gio menyambutnya. Akhirnya Alvaro dan Gio berjabatan tangan sebagai tanda bahwa Gio telah memaafkannya.

Marsha yang melihat kejadian itu di depannya tidak lagi merasa heran. Alvaro memang sangat mencintai anaknya, apa pun itu demi Gio, Alvaro akan selalu mengusahakannya. Terlebih Alvaro dan Marsha memang kurang memiliki waktu untuk Gio, jadi saat mereka free dari pekerjaan, sebisa mungkin Alvaro dan Marsha akan meluangkan waktu untuk buah hati mereka.

***

Jam dinding di ruang keluarga itu tengah menunjukkan pukul 5 waktu sore hari. Terlihat Alvaro, Marsha, dan Gio tengah bermain bersama di ruangan yang luas itu. Gio menggunakan topeng superhero favoritnya dan Alvaro menggunakan topeng karakter yang merupakan villain dari superhero yang diperankan Gio. Masing-masing mereka memegang senjata bohongan di tangan, dan misi Gio kali ini adalah menyelamatkan Marsha yang berperan sebagai tokoh perempuan dari sergapan sang villain yang diperankan oleh Alvaro.

“MJ, you are safe with me now,” ucap Gio sambil pergelangan meraih tangan Marsha dan membawanya pergi bersamanya.

Gio tampak senang karena ia telah menang dari Alvaro. Alvaro berakting seolah ia kalah sungguhan, pria itu menjatuhkan tubuhnya ke sofa dan mengerang kesakitan sambil memegang dadanya.

Marsha yang melihat akting Alvaro tidak lagi kuasa menahan tawanya. Akting Alvaro memang patut diacungi jempol. Alvro sangat mendalami perannya, lelaki itu melakukannya dengan sangat baik dan natural. Alvaro dapat menjadi sosok yang terlihat sangat konyol hanya demi menyenangkan Gio.

“Peter Parker, wait for my revenge. Just wait for it,” ucap Alvaro dan setelah itu ia bangkit dari posisi baringannya. Drama kecil-kecilan itu pun berakhir sampai di sana. Kemudian Alvaro, Marsha, dan Gio bersamaan membungkukkan badan sebagai ucapan terima kasih, seolah-olah di depan mereka ada ribuan penonton yang tengah menyaksikan drama itu.

“Habis ini udahan ya, Nak? Kamu udah capek tuh, sampai keringetan gini,” ujar Marsha seraya meraih Gio dan mengusap pelipis anaknya.

“Sayang, aku juga keringetan lho. Gio aja nih yang diusapin?” celetuk Alvaro sembari mencebikkan bibirnya.

Marsha lalu bergerak untuk mengusap pelipis Alvaro juga. “Selalu deh kamu, nggak mau kalah sama anaknya. Kalian tunggu sini sebentar, Mama ambil minum dulu ya.” Setelah itu Marsha melenggang dari ruang keluarga menuju dapur.

“Papa, it’s time to watch a movie. Papa di situ aja, biar Gio yang nyalain TV,” ujar Gio.

Alvaro pun memperbolehkan Gio menyalakan TV sendiri dan mengatur setting untuk memutar film yang akan mereka tonton. Alvaro masih duduk di sofa dan memperhatikan Gio yang tengah menyalakan TV, sampai pada saat layar kaca di hadapan mereka menampilkan sebuah acara gosip, Alvaro segera meraih remote control dari tangan Gio dan mematikan TV belayar datar itu.

“Papa, kenapa dimatiin? Tadi ada Papa sama Mama di TV, Gio mau liat dulu sebentar,” ucap Gio kepada Alvaro.

Alvaro tidak dapat membalas ucapan Gio karena ia juga kebingungan untuk menjelaskannya. Pasalnya acara gosip itu menayangkan berita kurang baik tentang dirinya, Marsha, dan juga Gio. Alvaro tidak akan membiarkan anaknya menyaksikan berita itu. Cukup Alvaro dan Marsha saja yang akan mendengarnya, tidak dengan anak mereka.

Ditengah-tengah keterdiaman Alvaro itu, Marsha kembali ke ruang keuarga. Marsha meletakkan dua gelas yang dibawanya di meja lalu ia bertanya pada Alvaro. “Al, kenapa?”

Alvaro hanya menggeleng untuk menjawab pertanyaan Marsha. Kemudian Alvaro beralih pada Gio dan mengajak anaknya untuk melakukan hal lain selain menonton film di TV. Marsha yang kebingungan lantas mengikuti langkah Alvaro dan Gio. Mereka melenggang menuju ruang belajar, untungnya Gio mau menurut ketika Alvaro mengajaknya bermain game ketimbang menonton film.

Selagi Alvaro dan Gio bermain game di komputer, Marsha melenggang keluar dari ruang belajar itu. Marsha lantas mengambil ponselnya dan mengecek sesuatu di sana. Ia ingin memastikan dugaannya, bahwa ada gosip kurang sedap yang berhembus di media, mengenai dirinya dan Alvaro. Sikap Alvaro yang tadi tiba-tiba berubah, membuat Marsha berpikir bahwa ada sesuatu di TV yang akhirnya membuat Alvaro tidak memperbolehkan Gio untuk menonton TV.

Rupanya benar saja, ada berita soal Alvaro, Marsha, dan Gio. Berita tersebut telah ramai menjadi perbincangan di media sosial. Inti dari berita tersebut adalah tentang publik yang mencurigai identitas Gio yang sebenarnya. Marsha membawa Headline berita yang terdapat pada kolom Hot Gossip yang berbunyi “Alvaro Zachary : Aktor Laga dengan Bayaran Tertinggi di Tahun 2022, diduga memiliki anak di luar pernikahan dengan kekasihnya, Marsha Iliana Tengker”.

Pada awal kalimat di deskripsi berita, tertulis bahwa anak yang diakui Alvaro sebagai anak angkatnya yang diadopsi sejak bayi, mendapat dugaan bahwa sebenarnya anak itu adalah anak kandung Alvaro dan Marsha yang telah dipalsukan identitasnya. Marsha juga melihat bahwa berita tersebut sudah sampai trending di Twitter dan ada foto-foto dirinya bersama Alvaro ketika mereka berpacaran, entah dari mana media mendapatkan foto pribadi tersebut.

Alvaro memang mengakui Gio sebagai anak angkat yang pria itu adopsi dari sebuah panti asuhan milik keluarganya. Namun karena Gio memiliki wajah yang mirip dengan Marsha dan sedikit juga mirip dengan Alvaro, publik mulai curiga hingga menimbulkan rumor tidak sedap bahwa Gio adalah anak hasil hubungan di luar nikah antara Alvaro dan Marsha. Selain itu, ada berita juga tentang Marsha yang sempat vakum dari dunia hiburan selama kurang lebih 1 tahun, itu dijadikan faktor yang ikut memperkuat dugaan bahwa Gio sebenarnya adalah anak kandung Alvaro dan Marsha.

Kegiatan Marsha membaca berita tiba-tib terinterupsi karena Alvaro yang tiba-tiba menghampirinya.

Marsha lantas bertanya pada Alvaro, “Kamu nggak temenin Gio main game?”

“Gio mau main sendiri katanya, udah pinter anak kita,” ujar Alvaro.

Kemudian Alvaro yang melihat apa yang sedang dibuka oleh Marsha di ponselnya, segera bergerak mengambil alih benda itu. Alvaro membaca headline berita yang tertulis di sana, tapi tidak lama kemudian Alvaro meletakkan ponsel itu di meja. Alvaro tidak membiarkan Marsha membaca artikelnya semakin jauh.

Alvaro menatap Marsha, kemudian ia berujar, “Itu cuma rumor dan nggak ada bukti yang jelas untuk mengungkapnya. Nggak usah terlalu kamu pikirin, oke? Aku pastiin Gio nggak akan sampai dengar berita itu.”

Marsha pun mengangguk mengiyakan ucapan Alvaro.

Barusan Marsha memang mengkhawatirkan berita yang muncul itu. Entah dari mana media bisa menyambungkan benang-benang merah yang sebenarnya memang merupakan kebenaran yang sesungguhnya. Marsha dan Alvaro memang menyembunyikan kenyataan tentang anak mereka selama 7 tahun belakangan. Mereka terpaksa menyembunyikan fakta bahwa anak laki-laki yang diketahui publik adalah anak angkat Alvaro, sebenarnya adalah anak dari hasil hubungan Alvaro dengan Marsha 7 tahun yang lalu.

7 tahun yang lalu, Marsha hamil dan sempat ingin menggugurkan kandungannya, tapi Alvaro mencegahnya. Saat tahu mereka punya anak, karir Alvaro sebagai aktor dan Marsha sebagai aktris baru saja naik daun, jadi mereka harus memikirkan cara untuk mempertahankan anak mereka, tapi tetap menjaga nama baik sebagai seorang public figure. Memiliki anak di luar pernikahan adalah hal yang pada saat itu masih sangat tabu, jadi Alvaro dan Marsha berpikir bahwa solusi itu adalah yang terbaik.

Setelah Alvaro dan Marsha sepakat, akhirnya Marsha mengasingkan diri dan benar-benar tidak terlihat di dunia hiburan. Sampai akhirnya 9 bulan kemudian Marsha melahirkan seorang bayi lak-laki, Marsha baru kembali. Sejak Gio masih bayi, anak lelaki itu dibesarkan oleh Alvaro dan keluarganya. Gio diakui sebagai anak angkat Alvaro, dengan tujuan untuk menutupi perbuatan Alvaro dan Marsha di masa lalu.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sienna telah membuat keputusan bahwa ia akan membantu Bella. Pemotretan untuk produk parfum di mana Bella menjadi penanggungjawabnya, akan dilakukan di studio yang masih berada di gedung yang sama. Peralatan makeup telah dibawa oleh Hani dan Fia. Sienna berada di lift yang berbeda dengan para asistennya, ia pergi bersama Bella dan berada di satu lift yang sama dengan perempuan itu.

“Sisi bilang sama saya, hasil makeup kamu bagus banget,” ujar Bella sambil menoleh ke arah Sienna yang berdiri di sampingnya.

Sienna hanya mengulaskan senyum kecilnya menanggapi ucapan Bella. Sebenarnya Sienna memiliki sedikit keraguan di dalam hatinya. Hasil-hasil riasannya pada kliennya selalu dibekali oleh mimpinya, sehingga itu membantu Sienna untuk menghindari kesalahan. Namun kali ini, Sienna harus merias artis yang katanya namanya cukup besar dan Sienna tidak ada persiapan apa pun untuk itu.

“Sienna, saya yakin kamu bisa. Ini kesempatan yang bagus juga untuk kamu. Kalau beliau suka dengan hasil makeup kamu, kemungkinan beliau akan memakai jasa kamu lagi. Kamu akan menyelamatkan pemotretannya hari ini, kamu akan sangat berjasa,” ucap Bella lagi.

***

Sesampainya Sienna di studio pemotretan itu, Sienna langsung bersiap-siap untuk merias. Sienna tidak memiliki banyak waktu, jadi mungkin Sienna akan merias artis itu dengan waktu yang lebih sedikit dibandingkan merias kliennya yang lain.

Hani dan Fia dengan cekatan menyiapkan peralatan makeup yang akan digunakan Sienna. Setelah Sienna mensterilkan tangannya dan menyiapkan kursi untuk sang artis, tidak lama kemudian sosok artis perempuan dengan tubuh tinggi semampai terlihat memasuki ruang rias. Perempuan itu nampak sangat cantik, senyumnya lembut, dan proporsi wajahnya bisa dibilang hampir mendekati kata sempurna.

“Saya mulai makeup-nya ya,” ucap Sienna dengan sopan kepada perempuan itu.

Perempuan yang sedang duduk itu menoleh kepada Sienna, lalu ia mengangguk.

“Kira-kira makeup-nya bisa selesai dalam berapa menit ya?” tanya perempuan itu dengan nada suaranya yang terdengar lembut dan ramah.

“Kurang lebih tiga puluh menit untuk hasil makeup simple glam,” tutur Sienna.

Sienna sudah mulai merias wajah perempuan itu, wajah sempurna yang selama ini ia lihat berseliweran di layar kaca. Pantas saja Bella sangat pemilih dalam memilih MUA untuk merias artis yang akan mempromosikan produk perusahaannya. Selain karena ini adalah project besar, alasan lainnya pastilah sosok artis ternama harus selalu tampil memukau dan sempurna di depan kamera.

Perempuan yang kini tengah dipoles wajahnya oleh Sienna adalah Marsha Iliana Tengker, aktris populer yang telah banyak membintangi sinema elektronik di televisi, beberapa film layar lebar, serta menjadi brand ambassador dari merek-merek ternama yang iklannya sering terpampamg di billboard besar maupun tayang cukup sering di televisi.

Setelah hampir 30 menit berlalu, kini Sienna telah selesai merias wajah Marsha. Riasan kali ini nampak sederhana, sesuai dengan tema pemotretan yang ingin diwujudkan.

Marsha beranjak dari kursinya dan perempuan itu menatap pantulan wajahnya di kaca rias. Detik berikutnya Marsha tersenyum manis sekali, lalu ia menoleh pada Sienna dan berujar, “Terima kasih. Saya suka banget sama hasil makeupnya.”

Sienna yang mendengar pujian itu ikut merasa senang. Sienna berhasil melakukannya dengan baik. Tanpa Sienna sangka, Marsha sangat puas dengan hasil polesannya, itu melebihi ekspektasi Sienna sendiri.

Marsha kemudian berlalu hadapan Sienna untuk mengganti pakaiannya sebelum sesi pemotretan dimulai. Sepeninggalan Marsha, Hani dan Fia menghampiri Sienna. Kedua asisten Sienna menatap Sienna dengan tatapan bangga. Mereka memang yakin Sienna mampu melakukannya, meski tanpa bantuan mimpi pembaca masa depan itu. Sienna beberapa kali kerap ragu terhadap kemampuannya, ia takut melakukan kesalahan tanpa adanya bantuan sang mimpi. Namun hari ini Sienna berhasil membuktikannya sendiri bahwa ia memang mampu.

Di tengah-tengah Sienna dan asistennya yang sedang merapikan makeup yang baru dipakai, tiba-tiba fokus mereka teralihkan oleh pintu ruangan yang dibuka. Di sana nampak kehadiran Bella dan seorang wanita yang lantas Sienna ketahui bernama Ila.

Tidak lama setelah kehadiran Bella dan Ila, menyusul kehadiran seorang pria dengan tinggi badan sekitar lebih dari 175 centi. Pria itu mengenakan sebuah kacamata rayban hitam dan sebuah masker yang menutupi wajahnya. Saat pria tersebut akhirnya membuka maskernya, Sienna baru bisa melihat wajah itu.

Lantas pria itu berbicara kepada Ila. “Marsha udah selesai dirias belum Mbak? Sekarang Marsha di mana?”

“Marsha udah dirias, Al. Tinggal ganti baju aja, habis itu kita bisa langsung mulai pemotretannya. Untungnya ada MUA pengganti,” jelas Bella. Seketika tatapan Bella, Ila, dan lelaki yang tadi dipanggil ‘Al’ tadi mengarah kepada Sienna. Sienna masih diam di tempatnya, sampai Bella menghampirinya dan langkahnya disusul oleh Ila dan juga lelaki itu.

Bella pun menjelaskan pada Sienna bahwa Marsha tidak sendiri melakukan pemotretannya. Sesuai dengan konsep iklannya nanti, produk parfum akan ditujukan untuk pasar kaum muda-mudi, baik laki-laki maupun perempuan. Jadi perusahaan Bella menggaet dua artis ternama untuk berpasangan melakukan pemotretan.

Bella kemdudian meminta tolong pada Sienna untuk melakukan touch up riasan pada lelaki yang kini ada di hadapan Sienna. Sienna menganggukinya dan lantas meminta lelaki itu untuk duduk di kursi di hadapan cermin rias. Sienna memperhatikan wajah itu sejenak, supaya ia tahu apa yang perlu dilakukannya untuk merapikan tampilan wajah itu.

Hanya butuh sedikit usaha untuk merias wajah lelaki itu. Sebelumnya sudah ada makeup di wajahnya, jadi Sienna hanya perlu memberikan sedikit polesan saja.

“Sudah selesai makeup-nya,” ucap Sienna.

“Oke, terima kasih,” ujar lelaki itu.

Lelaki itu lalu bangkit dari kursinya. Detik berikutnya terlihat sosok Marsha memasuki ruangan rias dan menghampiri lelaki yang langsung mengarahkan netranya kepada Marsha.

“Jadi … hari ini kita pemotretan bareng nih?” ujar Marsha dengan seulas senyum cantik yang mengembang di wajahnya.

Lelaki di hadapan Marsha itu balas tersenyum sambil pandangannya tidak lepas dari Marsha. Sebelum lelaki itu meraih tangan Marsha dan hampir merangkul pinggang rampingnya, kemunculan Bella dan Ila di ruangan itu menginterupsi keduanya. Ila segera meminta lelaki itu untuk mengganti pakaiannya, karena waktu yang mereka miliki semakin sempit untuk melakukan pemotretan.

Sienna masih di sana dan ia menyaksikan saat lelaki itu tersenyum kepada Marsha. Kemudian ketika lelaki itu berlalu dari hadapan Marsha, Ila menghampiri Marsha dan memberikan sesuatu pada Marsha yang katanya ia temukan di mobil lelaki itu. Ila yakin bahwa bucket bunga mawar putih itu adalah untuk Marsha.

***

Di perjalanan pulang di dalam mobil, Sienna memikirkan kejadian yang baru saja didapatinya. Sienna merasa fameliar dengan paras lelaki yang melakukan pemotretan dengan Marsha, terlebih dengan senyumannya. Senyuman itu ... mirip dengan senyum orang yang Sienna lihat di taman bunga di mimpinya. Meskipun mimpi tersebut tidak terlalu jelas di mata Sienna, tapi Sienna begitu yakin bahwa senyuman lelaki itu mirip sekali dengan senyum orang misterius yang Sienna temui di dalam mimpinya.

Saat mobil yang ditumpangi Sienna berhenti karena padatnya lalu lintas, netra Sienna tidak sengaja melihat ke arah sebuah poster promosi sebuah film laga yang sebentar lagi akan tayang di layar lebar. Di papan billboard yang cukup besar itu, terpampang sosok aktor yang akan menjadi bintang utama di film action tersebut.

Sienna lalu bergerak mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu di kolom pencarian di internet. Muncullah nama aktor yang akan menjadi peran utama film The Last Mission. Alvaro Zachary, nama aktor itu. Berdasarkan apa yang tertulis di sana, Alvaro adalah seorang aktor yang telah memulai karirnya sejak usia 13 tahun. Alvaro diketahui telah menjalin hubungan asmara dengan Marsha Iliana Tengker selama 8 tahun belakangan.

Sienna memutuskan untuk membaca sedikit biografi soal Alvaro dan melihat beberapa fotonya yang beredar di internet. Saat netra Sienna menangkap foto masa kecil Alvaro, Sienna langsung teringat pada sosok yang dulu dikenalnya. Pikiran Sienna seketika melayang pada masa kecilnya sekitar belasan tahun yang lalu. Lebih tepatnya saat sekolah dasar, dimana ada seorang anak lelaki yang menyatakan perasannya kepada Sienna. Sienna berakhir menolak lelaki itu, bahkan terus terang mengindarinya saat tidak sengaja berpapasan dengannya.

Sienna tidak memiliki ingatan banyak tentang teman-teman sekolah dasarnya, karena waktu itu ia juga merupakan murid pindahan yang baru datang ke sekolah itu saat kelas 5. Namun Sienna sangat ingat bahwa nama anak lelaki yang menyatakan perasaan padanya adalah Alvaro, bocah lelaki yang dengan kedua pipi chubby-nya.

Sienna tentu tidak bisa melupakan kejadian yang membuatnya malu itu, saat Alvaro meminta Sienna menjadi pacarnya tepat di hadapan teman-temannya. Namun pertanyaan Sienna saat ini, benarkah Alvaro teman sekolah dasarnya adalah sosok yang sama dengan yang beberapa menit lalu Sienna temui?

Selain itu, seseorang yang ada di mimpi Sienna, mirip sekali senyumannya dengan Alvaro Zachary sang aktor laga terkenal itu. Apa arti dari mimpi yang dialami oleh Sienna kemarin? Mengapa Alvaro berada di dalam mimpinya, di saat Sienna bahkan tidak mengingat wajah itu dan Alvaro juga terlihat tidak mengenalinya saat mereka bertemu tadi?

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sienna telah membuat keputusan bahwa ia akan membantu Bella. Pemotretan untuk produk parfum di mana Bella menjadi penanggungjawabnya, akan dilakukan di studio yang masih berada di gedung yang sama. Peralatan makeup telah dibawa oleh Hani dan Fia. Sienna berada di lift yang berbeda dengan para asistennya, ia pergi bersama Bella dan berada di satu lift yang sama dengan perempuan itu.

“Sisi bilang sama saya, hasil makeup kamu bagus banget,” ujar Bella sambil menoleh ke arah Sienna yang berdiri di sampingnya.

Sienna hanya mengulaskan senyum kecilnya menanggapi ucapan Bella. Sebenarnya Sienna memiliki sedikit keraguan di dalam hatinya. Hasil-hasil riasannya pada kliennya selalu dibekali oleh mimpinya, sehingga itu membantu Sienna untuk menghindari kesalahan. Namun kali ini, Sienna harus merias artis yang katanya namanya cukup besar dan Sienna tidak ada persiapan apa pun untuk itu.

“Sienna, saya yakin kamu bisa. Ini kesempatan yang bagus juga untuk kamu. Kalau beliau suka dengan hasil makeup kamu, kemungkinan beliau akan memakai jasa kamu lagi. Kamu akan menyelamatkan pemotretannya hari ini, kamu akan sangat berjasa,” ucap Bella lagi.

***

Sesampainya Sienna di studio pemotretan itu, Sienna langsung bersiap-siap untuk merias. Sienna tidak memiliki banyak waktu, jadi mungkin Sienna akan merias artis itu dengan waktu yang lebih sedikit dibandingkan merias kliennya yang lain.

Hani dan Fia dengan cekatan menyiapkan peralatan makeup yang akan digunakan Sienna. Setelah Sienna mensterilkan tangannya dan menyiapkan kursi untuk sang artis, tidak lama kemudian sosok artis perempuan dengan tubuh tinggi semampai terlihat memasuki ruang rias. Perempuan itu nampak sangat cantik, senyumnya lembut, dan proporsi wajahnya bisa dibilang hampir mendekati kata sempurna.

“Saya mulai makeup-nya ya,” ucap Sienna dengan sopan kepada perempuan itu.

Perempuan yang sedang duduk itu menoleh kepada Sienna, lalu ia mengangguk.

“Kira-kira makeup-nya bisa selesai dalam berapa menit ya?” tanya perempuan itu dengan nada suaranya yang terdengar lembut dan ramah.

“Kurang lebih tiga puluh menit untuk hasil makeup simple glam,” tutur Sienna.

Sienna sudah mulai merias wajah perempuan itu, wajah sempurna yang selama ini ia lihat berseliweran di layar kaca. Pantas saja Bella sangat pemilih dalam memilih MUA untuk merias artis yang akan mempromosikan produk perusahaannya. Selain karena ini adalah project besar, alasan lainnya pastilah sosok artis ternama harus selalu tampil memukau dan sempurna di depan kamera.

Perempuan yang kini tengah dipoles wajahnya oleh Sienna adalah Marsha Iliana Tengker, aktris populer yang telah banyak membintangi sinema elektronik di televisi, beberapa film layar lebar, serta menjadi brand ambassador dari merek-merek ternama yang iklannya sering terpampamg di billboard besar maupun tayang cukup sering di televisi.

Setelah hampir 30 menit berlalu, kini Sienna telah selesai merias wajah Marsha. Riasan kali ini nampak sederhana, sesuai dengan tema pemotretan yang ingin diwujudkan.

Marsha beranjak dari kursinya dan perempuan itu menatap pantulan wajahnya di kaca rias. Detik berikutnya Marsha tersenyum manis sekali, lalu ia menoleh pada Sienna dan berujar, “Terima kasih. Saya suka banget sama hasil makeupnya.”

Sienna yang mendengar pujian itu ikut merasa senang. Sienna berhasil melakukannya dengan baik. Tanpa Sienna sangka, Marsha sangat puas dengan hasil polesannya, itu melebihi ekspektasi Sienna sendiri.

Marsha kemudian berlalu hadapan Sienna untuk mengganti pakaiannya sebelum sesi pemotretan dimulai. Sepeninggalan Marsha, Hani dan Fia menghampiri Sienna. Kedua asisten Sienna menatap Sienna dengan tatapan bangga. Mereka memang yakin Sienna mampu melakukannya, meski tanpa bantuan mimpi pembaca masa depan itu. Sienna beberapa kali kerap ragu terhadap kemampuannya, ia takut melakukan kesalahan tanpa adanya bantuan sang mimpi. Namun hari ini Sienna berhasil membuktikannya sendiri bahwa ia memang mampu.

Di tengah-tengah Sienna dan asistennya yang sedang merapikan makeup yang baru dipakai, tiba-tiba fokus mereka teralihkan oleh pintu ruangan yang dibuka. Di sana nampak kehadiran Bella dan seorang wanita yang lantas Sienna ketahui bernama Ila.

Tidak lama setelah kehadiran Bella dan Ila, menyusul kehadiran seorang pria dengan tinggi badan sekitar lebih dari 175 centi. Pria itu mengenakan sebuah kacamata rayban hitam dan sebuah masker yang menutupi wajahnya. Saat pria tersebut akhirnya membuka maskernya, Sienna baru bisa melihat wajah itu.

Lantas pria itu berbicara kepada Ila. “Marsha udah selesai dirias belum Mbak? Sekarang Marsha di mana?”

“Marsha udah dirias, Al. Tinggal ganti baju aja, habis itu kita bisa langsung mulai pemotretannya. Untungnya ada MUA pengganti,” jelas Bella. Seketika tatapan Bella, Ila, dan lelaki yang tadi dipanggil ‘Al’ tadi mengarah kepada Sienna. Sienna masih diam di tempatnya, sampai Bella menghampirinya dan langkahnya disusul oleh Ila dan juga lelaki itu.

Bella pun menjelaskan pada Sienna bahwa Marsha tidak sendiri melakukan pemotretannya. Sesuai dengan konsep iklannya nanti, produk parfum akan ditujukan untuk pasar kaum muda-mudi, baik laki-laki maupun perempuan. Jadi perusahaan Bella menggaet dua artis ternama untuk berpasangan melakukan pemotretan.

Bella kemdudian meminta tolong pada Sienna untuk melakukan touch up riasan pada lelaki yang kini ada di hadapan Sienna. Sienna menganggukinya dan lantas meminta lelaki itu untuk duduk di kursi di hadapan cermin rias. Sienna memperhatikan wajah itu sejenak, supaya ia tahu apa yang perlu dilakukannya untuk merapikan tampilan wajah itu.

Hanya butuh sedikit usaha untuk merias wajah lelaki itu. Sebelumnya sudah ada makeup di wajahnya, jadi Sienna hanya perlu memberikan sedikit polesan saja.

“Sudah selesai makeup-nya,” ucap Sienna.

“Oke, terima kasih,” ujar lelaki itu.

Lelaki itu lalu bangkit dari kursinya. Detik berikutnya terlihat sosok Marsha memasuki ruangan rias dan menghampiri lelaki yang langsung mengarahkan netranya kepada Marsha.

“Jadi … hari ini kita pemotretan bareng nih?” ujar Marsha dengan seulas senyum cantik yang mengembang di wajahnya.

Lelaki di hadapan Marsha itu balas tersenyum sambil pandangannya tidak lepas dari Marsha. Sebelum lelaki itu meraih tangan Marsha dan hampir merangkul pinggang rampingnya, kemunculan Bella dan Ila di ruangan itu menginterupsi keduanya. Ila segera meminta lelaki itu untuk mengganti pakaiannya, karena waktu yang mereka miliki semakin sempit untuk melakukan pemotretan.

Sienna masih di sana dan ia menyaksikan saat lelaki itu tersenyum kepada Marsha. Kemudian ketika lelaki itu berlalu dari hadapan Marsha, Ila menghampiri Marsha dan memberikan sesuatu pada Marsha yang katanya ia temukan di mobil lelaki itu. Ila yakin bahwa bucket bunga mawar putih itu adalah untuk Marsha.

***

Di perjalanan pulang di dalam mobil, Sienna memikirkan kejadian yang baru saja didapatinya. Sienna merasa fameliar dengan paras lelaki itu, terlebih dengan senyumannya. Senyuman itu ... mirip dengan senyum orang yang Sienna lihat di taman bunga di mimpinya. Meskipun mimpi tersebut tidak terlalu jelas di mata Sienna, tapi Sienna begitu yakin bahwa senyuman lelaki itu mirip sekali dengan senyum orang misterius yang Sienna temui di dalam mimpinya.

Saat mobil yang ditumpangi Sienna berhenti karena padatnya lalu lintas, netra Sienna tidak sengaja melihat ke arah sebuah poster promosi sebuah film laga yang sebentar lagi akan tayang di layar lebar. Di papan billboard yang cukup besar itu, terpampang sosok aktor yang akan menjadi bintang utama di film action tersebut.

Sienna lalu bergerak mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu di kolom pencarian di ineternet. Muncullah nama aktor yang akan menjadi peran utama film The Last Mission. Alvaro Zachary, nama aktor itu. Berdasarkan apa yang tertulis di sana, Alvaro adalah seorang aktor yang telah memulai karirnya sejak usia 13 tahun. Alvaro diketahui telah menjalin hubungan asmara dengan Marsha Iliana Tengker selama 8 tahun belakangan.

Sienna memutuskan untuk membaca sedikit biografi soal Alvaro dan melihat beberapa fotonya yang beredar di internet. Saat netra Sienna menangkap foto masa kecil Alvaro, Sienna langsung teringat pada sosok yang dulu dikenalnya. Pikiran Sienna seketika melayang pada masa kecilnya sekitar belasan tahun yang lalu. Lebih tepatnya saat sekolah dasar, dimana ada seorang anak lelaki yang menyatakan perasannya kepada Sienna. Sienna berakhir menolak lelaki itu, bahkan terus terang mengindarinya saat tidak sengaja berpapasan dengannya.

Sienna tidak memiliki ingatan banyak tentang teman-teman sekolah dasarnya, karena waktu itu ia juga merupakan murid pindahan yang baru datang ke sekolah itu saat kelas 5. Namun Sienna ingat sekali bahwa nama anak lelaki yang menyatakan perasaan padanya adalah Alvaro, bocah lelaki yang dengan kedua pipi chubby-nya.

Sienna tentu tidak bisa melupakan kejadian yang membuatnya malu itu, saat Alvaro meminta Sienna menjadi pacarnya tepat di hadapan teman-temannya. Namun pertanyaan Sienna saat ini, benarkah Alvaro teman sekolah dasarnya adalah sosok yang sama dengan yang beberapa menit lalu Sienna temui?

Selain itu, seseorang yang ada di mimpi Sienna, mirip sekali senyumannya dengan Alvaro Zachary sang aktor laga terkenal itu. Apa arti dari mimpi yang dialami oleh Sienna kemarin? Mengapa Alvaro berada di dalam mimpinya, di saat Sienna bahkan tidak mengingat wajah itu dan Alvaro juga terlihat tidak mengenalinya saat mereka bertemu tadi?

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭