alyadara

Hari ini adalah hari Sabtu malam. Kaldera tengah berada di kamarnya, tepatnya di depan lemari pakaiannya yang terbuka lebar. Kaldera ingin memilih pakaian yang akan digunakannya. Malam ini Kaldera dan Raegan telah berencana untuk pergi nonton konser.

Setelah sekitar 20 menit berlalu, Kaldera akhirnya telah siap. Sebelum melangkah meninggalkan kamarnya, Kaldera kembali menatap pantulan dirinya di cermin. Setelah dirasa puas dengan tampilannya, Kaldera pun meraih sling bag-nya dan bergegas melenggang keluar kamar.

Begitu Kaldera menutup pintu kamarnya, ia mendapati Raegan tengah menunggunya di depan kamarnya. Raegan tampak berbeda dari biasanya yang Kaldera lihat. Raegan malam ini mengenakan stelan kasual, yakni sebuah kaus lengan pendek, celana jeans, dan sneakers hitam. Kalau biasanya Raegan mengenakan stelan formal karena setiap hari harus bekerja, kali ini pria itu terlihat berbeda.

Mereka lantas saling bertatapan, lalu Kaldera bertanya, “Kamu udah lama nunggu aku di sini?” tanya Kaldera dengan kernyitan di dahinya. Raegan lantas menjawab dengan sebuah anggukan.

Kaldera menghela napasnya pelan. “Kenapa nggak ketuk aja pintu kamarku? Kan kamu jadi nunggu lama,” ujar Kaldera.

“Nggak papa. Yuk berangkat,” ujar Raegan.

Raegan tersenyum sekilas, lalu ia meraih tangan Kaldera untuk digandeng. Kaldera hanya tersenyum, ia pun melihat ke arah tangannya yang digenggam Raegan. Hal yang sederhana, tapi perilaku Raegan yang tidak berubah sejak mereka berpacaran, selalu berhasil membuat Kaldera merasa begitu dicintai.

Saat Raegan dan Kaldera sampai di ruang tamu, mereka bertemu dengan Satrio dan Indri. Otomatis tatapan kedua orang tua mereka terarah pada tangan Raegan dan Kaldera yang saling menggenggam.

“Kalian mau ke mana?” tanya Satrio.

Atas pertanyaan itu, Indri pun melirik suaminya dan lekas berujar, “Papa nih segala ditanyain. Kayak nggak pernah muda aja. Ini kan malam minggu, Pah.”

Satrio pun menganggukkan kepalanya. “Oh, kita double date aja kalau gitu, gimana? Papa sama Mama ikut kalian, boleh nggak?” tanya Satrio.

Pertanyaan Satrio itu sukses membuat Raegan dan Kaldera saling melempar pandangan. Mereka tidak tahu harus menjawab apa, tapi Raegan akhirnya berujar. “Kita mau pergi ke konser musik, Pah. Rata-rata yang ke sana anak muda, masa Papa sama Mama mau ikut kita.”

“Lho, Papa pikir kamu udah nggak suka konser-konser kayak gitu. Bukannya udah lewat, masa muda kamu, Raegan?” ucap Satrio yang segera dihadiahi senyuman penuh arti dari Kaldera dan Indri.

“Udah, kalian berangkat aja gih. Papa nih becanda doang. Ohiya Kaldera,” ucap Indri yang lantas mengarahkan tatapannya pada Kaldera.

“Iya Mah. Ada apa?” tanya Kaldera.

“Masa-masa mudanya Raegan emang udah lewat, Sayang. Tapi buat kamu, apa sih yang engga. Iya, kan, Raegan?” tanya Indri sambil menatap Raegan. Raegan pun menganggukinya dengan lugas, karena pernyataan mamanya tersebut memanglah benar adanya.

***

Pekan Raya Jakarta atau yang lebih dikenal dengan Jakarta Fair merupakan acara pameran tahunan terbesar di Asia Tenggara. Pameran ini biasanya berlangsung selama satu bulan penuh, dan diadakan dari bulan Juni sampai bulan Juli untuk memperingati hari jadi kota Jakarta.

Banyak hal menarik yang membuat para warga Jakarta selalu antusias untuk menghadiri acara festival tersebut. Terdapat berbagai macam tenant mulai dari kuliner, fashion, industri kreatif, kerajinan tangan, dan lain-lain. Namun yang utama dan yang paling menarik bagi kebanyakan anak muda, yakni sebuah konser musik yang digelar di panggung utama.

Penyanyi favorit Kaldera menjadi salah satu penyanyi yang mengisi konser itu dan akan tampil sebentar lagi. Jadi begitu Raegan dan Kaldera sampai, mereka segera menuju ke area konser musik yang terletak tidak jauh dari tenant makanan dan minuman. Deretan penyanyi yang akhir-akhir ini sedang menjadi perbincangan hingga yang sudah bisa dianggap sebagai legenda, telah diundang untuk tampil di atas panggung besar di festival itu.

Raegan dan Kaldera berada tidak jauh dari panggung. Mereka tidak ingin melewatkan kesempatan untuk bisa melihat penyanyi yang akan tampil dengan jarak yang lebih dekat. Beberapa saat lagi, giliran seorang penyanyi laki-laki bernama Tulus yang akan membawakan lagu. Kaldera nampak antusias, ini pertama kalinya ia dapat melihat penyanyi favoritnya bernyanyi secara langsung.

“Mas,” ujar Kaldera di samping Raegan. Raegan pun menoleh. Sudah satu tahun mereka menjalin hubungan, tatapan Raegan masihlah sama ketika menatapnya, dan Kaldera selalu merasa berkali lipat jatuh cinta pada cara Raegan melihatnya.

“Kamu terakhir dateng ke konser kayak gini tuh kapan?” tanya Kaldera.

Raegan pun terlihat berpikir setelah mendengar pertanyaan Kaldera. Di suasana hiruk pikuk konser ini, Kaldera hanya meletakkan atensinya kepada Raegan yang berada di sampingnya. Gemerlap malam ini, terasa sempurna berkat seseorang yang datang bersama Kaldera ke acara impiannya ini.

“Aku pergi ke konser musik kayak gini, kayanya terakhir waktu umur 23 atau 25. Aku lupa,” ujar Raegan.

Kaldera lantas mengulaskan senyumnya. Gadis itu tahu bahwa apa yang dikatakan Indri memanglah benar. Mungkin masa-masa muda yang gemerlap bagi Raegan itu sudah berlalu, dan untuk datang ke acara konser seperti ini, Raegan tidak terlalu berminat lagi. Namun itulah yang dinamakan sebuah hubungan, Raegan dan Kaldera saling melengkapi dan berusaha mencocokkan diri terhadap pasangannya. Keduanya ingin melangkah bersama, karena mereka mempunyai tujuan dan visi yang sama. Mereka ingin berkomitmen serius dalam sebuah hubungan.

Saat satu persatu lampu-lampu sorot berwarna ungu neon mulai dinyalakan, kontak mata antara Raegan dan Kaldera terputus. Senyum Kaldera pun merekah kala sang idola mulai muncul di atas panggung.

Tulus in concert

“Selamat malam semuanya,” ujar seorang pria dengan microphone di tangannya. Sambil mengerahkan tatapannya pada seluruh penonton, pria itu kembali berujar, “Malam ini saya akan membawakan tiga lagu spesial untuk kalian semua yang hadir di sini. Tiga lagu tersebut bertema utama tentang cinta. Jadi saya berharap, pesan lagunya dapat tersampaikan pada kalian dengan baik. Selamat menyaksikan.”

Seruan antusias dari para penonton pun mulai memenuhi tempat itu. Tidak lama kemudian, intro lagu yang melodinya terdengar indah dan lembut mulai terdengar. Lagu yang berjudul ‘Teman Hidup’ itu lantas dinyanyikan bersama-sama oleh para penonton yang hadir.

Begitu lagu sampai di bagian reff, satu tangan Kaldera yang bebas meraih jemari Raegan dan bergerak menggenggamnya. Raegan yang menyadari aksi Kaldera itu, segera membalas genggamannya, menelusupkan jemarinya pada ruang kosong yang tersisa di sana.

***

Waktu menunjukkan hampir pukul 9 malam saat Raegan dan Kaldera memutuskan untuk menjauh dari kerumunan orang-orang. Mereka melipir ke area belakang yang tidak terlalu ramai. Di tanah dengan rerumputan itu, keduanya pun duduk bersebelahan.

“Kal,” ujar Raegan.

Kaldera menoleh ke samping untuk menatap Raegan. “Iya Mas? Kenapa?”

“Selamat satu tahun ya,” ucap Raegan.

Kaldera lantas mengulaskan senyumnya. “Selamat satu tahun juga, Mas. Makasih ya buat waktu satu tahun ini,” ujarnya. Kaldera pun mendekatkan posisi duduknya pada Raegan, lalu ia merebahkan kepalanya di bahu Raegan. Satu lengan Raegan kemudian bergerak mendekap Kaldera dari samping. Raegan mendekatkan dirinya pada Kaldera, memangkas habis jarak yang tersisa di antara mereka.

Raegan and Kaldera at Concert

I love you,” bisik Raegan di dekat Kaldera.

Kaldera yang mendengar kalimat itu lantas tersenyum manis sekali. Kemudian Kaldera sedikit mendongak, ia mempertemukan netranya dengan netra Raegan. Kaldera pun mengucapkan kalimat yang sebagai balasan atas kalimat Raegan yang tadi. “I love you too, Mas,” ucap Kaldera.

Saat mereka masih asyik menikmati konser meski dari jarak jauh, tiba-tiba Raegan bertanya pada Kaldera. “Kal, kalau aku balik ke pekerjaan beresiko itu, kamu izinin aku nggak?”

Kaldera yang mendengar pertanyaan Raegan perlahan-lahan mengurai pelukan mereka. Keduanya pun kini saling menatap. Kaldera jelas mengerti maksud perkataan Raegan soal pekerjaan beresiko itu, yakni pekerjaan Raegan sebagai seorang mafia.

Kaldera segera menjawab pertanyaan Raegan dengan gelengan kepala, tanda bahwa ia tidak mengizinkan Raegan untuk melakukannya lagi.

“Alasannya?” tanya Raegan.

“Pekerjaan itu bahaya banget, Mas. Kamu hampir aja kehilangan nyawa kamu waktu itu. Kalau kamu kembali ke pekerjaan itu, keselamatan kamu yang akan jadi taruhannya. Kalau misalnya kamu kenapa-napa, emangnya kamu tega ninggalin aku, mama, dan papa?”

Kaldera menatap Raegan lekat-lekat. Sosok yang kini menatapnya itu, adalah sosok yang pernah membuat Kaldera merasa begitu takut. Kaldera takut akan kehilangan Raegan. Rasanya begitu sakit, saat Kaldera melihat Raegan mempertaruhkan nyawanya kala itu.

Berikutnya Raegan malah menarik sebuah senyum simpul, padahal ekspresi Kaldera terlihat khawatir.

“Aku nggak izinin kamu, Mas,” ucap Kaldera.

“Iya. Kalau kamu nggak izinin, aku nggak akan balik ke pekerjaan itu lagi,” ucap Raegan.

“Janji yaa?” Kaldera bertanya sekali lagi untuk memastikan.

“Iya, janji, Sayang,” ucap Raegan dengan nada lembutnya.

“Oke,” ucap Kaldera.

Tatapan mereka kemudian saling mengunci, dengan jarak yang dekat, Kaldera pun berujar lagi, “Banyak yang sayang sama kamu, Mas. Aku, mama, papa, Zio, dan temen-temen kamu, semuanya sayang sama kamu. Jadi jangan pernah berpikir untuk membahayakan diri kamu lagi, yaa?”

Sambil menampilkan senyum manisnya, Raegan pun mengiyakan permintaan itu. Raegan mengatakan bahwa Kaldera dapat memegang ucapannya, dan Kaldera percaya bahwa Raegan tidak akan mengingkari perkataannya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Hari ini adalah hari Sabtu malam. Kaldera tengah berada di kamarnya, tepatnya di depan lemari pakaiannya yang terbuka lebar. Kaldera ingin memilih pakaian yang akan digunakannya. Malam ini Kaldera dan Raegan telah berencana untuk pergi nonton konser.

Setelah sekitar 20 menit berlalu, Kaldera akhirnya telah siap. Sebelum melangkah meninggalkan kamarnya, Kaldera kembali menatap pantulan dirinya di cermin. Setelah dirasa puas dengan tampilannya, Kaldera pun meraih sling bag-nya dan bergegas melenggang keluar kamar.

Begitu Kaldera menutup pintu kamarnya, ia mendapati Raegan tengah menunggunya di depan kamarnya. Raegan tampak berbeda dari biasanya yang Kaldera lihat. Raegan malam ini mengenakan stelan kasual, yakni sebuah kaus lengan pendek, celana jeans, dan sneakers hitam. Kalau biasanya Raegan mengenakan stelan formal karena setiap hari harus bekerja, kali ini pria itu terlihat berbeda.

Mereka lantas saling bertatapan, lalu Kaldera bertanya, “Kamu udah lama nunggu aku di sini?” tanya Kaldera dengan kernyitan di dahinya. Raegan lantas menjawab dengan sebuah anggukan.

Kaldera menghela napasnya pelan. “Kenapa nggak ketuk aja pintu kamarku? Kan kamu jadi nunggu lama,” ujar Kaldera.

“Nggak papa. Yuk berangkat,” ujar Raegan.

Raegan tersenyum sekilas, lalu ia meraih tangan Kaldera untuk digandeng. Kaldera hanya tersenyum, ia pun melihat ke arah tangannya yang digenggam Raegan. Hal yang sederhana, tapi perilaku Raegan yang tidak berubah sejak mereka berpacaran, selalu berhasil membuat Kaldera merasa begitu dicintai.

Saat Raegan dan Kaldera sampai di ruang tamu, mereka bertemu dengan Satrio dan Indri. Otomatis tatapan kedua orang tua mereka terarah pada tangan Raegan dan Kaldera yang saling menggenggam.

“Kalian mau ke mana?” tanya Satrio.

Atas pertanyaan itu, Indri pun melirik suaminya dan lekas berujar, “Papa nih segala ditanyain. Kayak nggak pernah muda aja. Ini kan malam minggu, Pah.”

Satrio pun menganggukkan kepalanya. “Oh, kita double date aja kalau gitu, gimana? Papa sama Mama ikut kalian, boleh nggak?” tanya Satrio.

Pertanyaan Satrio itu sukses membuat Raegan dan Kaldera saling melempar pandangan. Mereka tidak tahu harus menjawab apa, tapi Raegan akhirnya berujar. “Kita mau pergi ke konser musik, Pah. Rata-rata yang ke sana anak muda, masa Papa sama Mama mau ikut kita.”

“Lho, Papa pikir kamu udah nggak suka konser-konser kayak gitu. Bukannya udah lewat, masa muda kamu, Raegan?” ucap Satrio yang segera dihadiahi senyuman penuh arti dari Kaldera dan Indri.

“Udah, kalian berangkat aja gih. Papa nih becanda doang. Ohiya Kaldera,” ucap Indri yang lantas mengarahkan tatapannya pada Kaldera.

“Iya Mah. Ada apa?” tanya Kaldera.

“Masa-masa mudanya Raegan emang udah lewat, Sayang. Tapi buat kamu, apa sih yang engga. Iya, kan, Raegan?” tanya Indri sambil menatap Raegan. Raegan pun menganggukinya dengan lugas, karena pernyataan mamanya tersebut memanglah benar adanya.

***

Pekan Raya Jakarta atau yang lebih dikenal dengan Jakarta Fair merupakan acara pameran tahunan terbesar di Asia Tenggara. Pameran ini biasanya berlangsung selama satu bulan penuh, dan diadakan dari bulan Juni sampai bulan Juli untuk memperingati hari jadi kota Jakarta.

Banyak hal menarik yang membuat para warga Jakarta selalu antusias untuk menghadiri acara festival tersebut. Terdapat berbagai macam tenant mulai dari kuliner, fashion, industri kreatif, kerajinan tangan, dan lain-lain. Namun yang utama dan yang paling menarik bagi kebanyakan anak muda, yakni sebuah konser musik yang digelar di panggung utama.

Penyanyi favorit Kaldera menjadi salah satu penyanyi yang mengisi konser itu dan akan tampil sebentar lagi. Jadi begitu Raegan dan Kaldera sampai, mereka segera menuju ke area konser musik yang terletak tidak jauh dari tenant makanan dan minuman. Deretan penyanyi yang akhir-akhir ini sedang menjadi perbincangan hingga yang sudah bisa dianggap sebagai legenda, telah diundang untuk tampil di atas panggung besar di festival itu.

Raegan dan Kaldera berada tidak jauh dari panggung. Mereka tidak ingin melewatkan kesempatan untuk bisa melihat penyanyi yang akan tampil dengan jarak yang lebih dekat. Beberapa saat lagi, giliran seorang penyanyi laki-laki bernama Tulus yang akan membawakan lagu. Kaldera nampak antusias, ini pertama kalinya ia dapat melihat penyanyi favoritnya bernyanyi secara langsung.

“Mas,” ujar Kaldera di samping Raegan. Raegan pun menoleh. Sudah satu tahun mereka menjalin hubungan, tatapan Raegan masihlah sama ketika menatapnya, dan Kaldera selalu merasa berkali lipat jatuh cinta pada cara Raegan melihatnya.

“Kamu terakhir dateng ke konser kayak gini tuh kapan?” tanya Kaldera.

Raegan pun terlihat berpikir setelah mendengar pertanyaan Kaldera. Di suasana hiruk pikuk konser ini, Kaldera hanya meletakkan atensinya kepada Raegan yang berada di sampingnya. Gemerlap malam ini, terasa sempurna berkat seseorang yang datang bersama Kaldera ke acara impiannya ini.

“Aku pergi ke konser musik kayak gini, kayanya terakhir waktu umur 23 atau 25. Aku lupa,” ujar Raegan.

Kaldera lantas mengulaskan senyumnya. Gadis itu tahu bahwa apa yang dikatakan Indri memanglah benar. Mungkin masa-masa muda yang gemerlap bagi Raegan itu sudah berlalu, dan untuk datang ke acara konser seperti ini, Raegan tidak terlalu berminat lagi. Namun itulah yang dinamakan sebuah hubungan, Raegan dan Kaldera saling melengkapi dan berusaha mencocokkan diri terhadap pasangannya. Keduanya ingin melangkah bersama, karena mereka mempunyai tujuan dan visi yang sama. Mereka ingin berkomitmen serius dalam sebuah hubungan.

Saat satu persatu lampu-lampu sorot berwarna merah muda neon mulai dinyalakan, kontak mata antara Raegan dan Kaldera terputus. Senyum Kaldera pun merekah kala sang idola mulai muncul di atas panggung.

Tulus in concert

“Selamat malam semuanya,” ujar seorang pria dengan microphone di tangannya. Sambil mengerahkan tatapannya pada seluruh penonton, pria itu kembali berujar, “Malam ini saya akan membawakan tiga lagu spesial untuk kalian semua yang hadir di sini. Tiga lagu tersebut bertema utama tentang cinta. Jadi saya berharap, pesan lagunya dapat tersampaikan pada kalian dengan baik. Selamat menyaksikan.”

Seruan antusias dari para penonton pun mulai memenuhi tempat itu. Tidak lama kemudian, intro lagu yang melodinya terdengar indah dan lembut mulai terdengar. Lagu yang berjudul ‘Teman Hidup’ itu lantas dinyanyikan bersama-sama oleh para penonton yang hadir.

Begitu lagu sampai di bagian reff, satu tangan Kaldera yang bebas meraih jemari Raegan dan bergerak menggenggamnya. Raegan yang menyadari aksi Kaldera itu, segera membalas genggamannya, menelusupkan jemarinya pada ruang kosong yang tersisa di sana.

***

Waktu menunjukkan hampir pukul 9 malam saat Raegan dan Kaldera memutuskan untuk menjauh dari kerumunan orang-orang. Mereka melipir ke area belakang yang tidak terlalu ramai. Di tanah dengan rerumputan itu, keduanya pun duduk bersebelahan.

“Kal,” ujar Raegan.

Kaldera menoleh ke samping untuk menatap Raegan. “Iya Mas? Kenapa?”

“Selamat satu tahun ya,” ucap Raegan.

Kaldera lantas mengulaskan senyumnya. “Selamat satu tahun juga, Mas. Makasih ya buat waktu satu tahun ini,” ujarnya. Kaldera pun mendekatkan posisi duduknya pada Raegan, lalu ia merebahkan kepalanya di bahu Raegan. Satu lengan Raegan kemudian bergerak mendekap Kaldera dari samping. Raegan mendekatkan dirinya pada Kaldera, memangkas habis jarak yang tersisa di antara mereka.

Raegan and Kaldera at Concert

I love you,” bisik Raegan di dekat Kaldera.

Kaldera yang mendengar kalimat itu lantas tersenyum manis sekali. Kemudian Kaldera sedikit mendongak, ia mempertemukan netranya dengan netra Raegan. Kaldera pun mengucapkan kalimat yang sebagai balasan atas kalimat Raegan yang tadi. “I love you too, Mas,” ucap Kaldera.

Saat mereka masih asyik menikmati konser meski dari jarak jauh, tiba-tiba Raegan bertanya pada Kaldera. “Kal, kalau aku balik ke pekerjaan beresiko itu, kamu izinin aku nggak?”

Kaldera yang mendengar pertanyaan Raegan perlahan-lahan mengurai pelukan mereka. Keduanya pun kini saling menatap. Kaldera jelas mengerti maksud perkataan Raegan soal pekerjaan beresiko itu, yakni pekerjaan Raegan sebagai seorang mafia.

Kaldera segera menjawab pertanyaan Raegan dengan gelengan kepala, tanda bahwa ia tidak mengizinkan Raegan untuk melakukannya lagi.

“Alasannya?” tanya Raegan.

“Pekerjaan itu bahaya banget, Mas. Kamu hampir aja kehilangan nyawa kamu waktu itu. Kalau kamu kembali ke pekerjaan itu, keselamatan kamu yang akan jadi taruhannya. Kalau misalnya kamu kenapa-napa, emangnya kamu tega ninggalin aku, mama, dan papa?”

Kaldera menatap Raegan lekat-lekat. Sosok yang kini menatapnya itu, adalah sosok yang pernah membuat Kaldera merasa begitu takut. Kaldera takut akan kehilangan Raegan. Rasanya begitu sakit, saat Kaldera melihat Raegan mempertaruhkan nyawanya kala itu.

Berikutnya Raegan malah menarik sebuah senyum simpul, padahal ekspresi Kaldera terlihat khawatir.

“Aku nggak izinin kamu, Mas,” ucap Kaldera.

“Iya. Kalau kamu nggak izinin, aku nggak akan balik ke pekerjaan itu lagi,” ucap Raegan.

“Janji yaa?” Kaldera bertanya sekali lagi untuk memastikan.

“Iya, janji, Sayang,” ucap Raegan dengan nada lembutnya.

“Oke,” ucap Kaldera.

Tatapan mereka kemudian saling mengunci, dengan jarak yang dekat, Kaldera pun berujar lagi, “Banyak yang sayang sama kamu, Mas. Aku, mama, papa, Zio, dan temen-temen kamu, semuanya sayang sama kamu. Jadi jangan pernah berpikir untuk membahayakan diri kamu lagi, yaa?”

Sambil menampilkan senyum manisnya, Raegan pun mengiyakan permintaan itu. Raegan mengatakan bahwa Kaldera dapat memegang ucapannya, dan Kaldera percaya bahwa Raegan tidak akan mengingkari perkataannya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Flashback saat hubungan Raegan dan Kaldera berusia satu minggu.

Raegan baru saja sampai di rumah, dan ia tidak menemukan keberadaan Kaldera. Raegan bergegas bertanya pada mbak Yuni, karena ia tidak menemukan Kaldera di kamar gadis itu. Mbak Yuni pun memberi tahu bahwa Kaldera tadi sempat pergi ke kamar Zio.

Di sini lah Raegan sekarang, di depan kamar Zio. Tangan Raegan meraih gagang pintu, lalu tanpa menunggu apapun ia membukanya dan masuk ke dalam.

“Kal—” panggilan Raegan seketika terhenti begitu saja. Raegan melihat Kaldera tertidur di kasur dengan posisi menyamping. Raegan lantas mengambil posisi di tepi kasur. Sejenak Raegan memperhatikan wajah tidur Kaldera.

Ternyata sedalam ini perasaan Raegan pada Kaldera. Hanya dengan melihat Kaldera, hatinya berdebar. Hanya dengan menatap wajah ini, Raegan bahagia. Sekarang Raegan juga mengerti alasan Redanzio mencintai sosok Kaldera sedalam ini.

Raegan masih mengamati wajah cantik nan manis itu. Kemudian Raegan tergerak untuk mendekat pada Kaldera dan hampir saja menyematkan sebuah kecupan di puncak kepala gadisnya. Namun sebelum itu terjadi, aksi Raegan terhenti saat Kaldera membuka netranya dan kini tengah menatap ke arahnya. Kaldera terbangun dari tidurnya saat Raegan akan melakukan itu.

Raegan menjauhkan tubuhnya dengan cepat, pria itu segera mengalihkan tatapannya ke arah lain. Kaldera pun bergerak untuk mengubah posisinya menjadi duduk.

“Aku ketiduran,” ucap Kaldera yang berusaha mencairkan suasana canggung di antara mereka.

“Kamu emangnya habis ngapain di sini?” tanya Raegan.

“Aku tadi lagi ngeliat-liat aja,” terang Kaldera.

“Kamu lagi kangen sama Zio?” tanya Raegan lagi.

Pertanyaan Raegan itu tidak langsung mendapat jawaban dari Kaldera. Mereka saling terdiam selama beberapa detik. Kemudian tidak lama berselang, Raegan beranjak dari posisinya setelah mengatakan bahwa pria itu akan pergi mandi.

“Mas,” Kaldera menahan tangan Raegan, membuat pria itu kembali berbalik menghadapnya.

Raegan langsung menatap ke arah tangannya yang dipegang oleh Kaldera.

“Kamu cemburu ya?” tanya Kaldera dengan nadanya yang terdengar sedikit merasa bersalah.

Perlahan-lahan Kaldera melepaskan genggaman tangannya pada tangan Raegan. Mereka terjebak dalam keheningan lagi. Raegan masih berdiri di sana, sampai akhirnya ia kembali duduk di tepi kasur.

“Iya Kal, aku cemburu,” ungkap Raegan.

Kedua mata Kaldera seketika membola kala mendengarnya. Namun detik berikutnya, Kaldera terlihat menahan senyumannya.

“Masa aku harus ke kamar kamu sih, Mas. Nanti kalau mbak Yuni, mama, atau papa liat, gimana? Mereka akan mikir apa?” gurau Kaldera.

Raegan nampak berpikir sejenak. Setelah tahu maksud perkataan Kaldera dan konteksnya hanya bergurau, sebuah senyum kecil pun terbit di wajah Raegan.

“Terus ngapain kamu ke kamar Zio? Bener kan, lagi kangen?” tanya Raegan lagi.

“Enggak, Mas. Tadi aku mau cari sesuatu di sini,” jawab Kaldera.

“Mas kamu jangan cemburu ih,” ujar Kaldera saat Raegan tidak memberikan respon apapun.

Then what should I do?” tanya Raegan.

Kaldera menatap Raegan lekat-lekat, kira-kira jarak wajah mereka saat ini hanya sejengkal. “You know, you really cute when you’re jealous. Kayak di foto ini, coba liat.” Kaldera segera menunjukkan foto yan gtadi ia temukan.

Raegan childhood photo

Raegan lantas melihat foto tersebut. Foto itu adalah potret dirinya saat ia berusia 6 tahun.

“*There's something never changed from you, this cute smile tho,” ujar Kaldera diiringi senyum lembutnya. Kaldera menatap Raegan kecil di foto itu, lalu bergantian menatap Raegan yang kini ada di hadapannya. Tampak berbeda, jelas. Namun seperti yang Kaldera katakan sebelumnya, senyuman manis yang khas dengan kedua lesung pipinya, sama sekali tidak berubah.

“Kamu kok bisa nemu foto ini?” tanya Raegan.

“Aku ke sini emang mau nyari ini. Mama bilang nggak ada di kamar kamu, ada di kamarnya Zio. Tapi nggak mungkin kan aku ke kamar kamu, jadi aku cari di sini aja,” terang Kaldera.

Ah, jadi itu rupanya. Raegan berusaha menahan senyuman di wajahnya. Apa yang baru ia pikirkan tadi? Mengapa ia bisa jadi secemburu ini?

“Mas, foto ini boleh nggak aku simpen?” tanya Kaldera yang seketika membuyarkan pikiran Raegan.

“Untuk?” tanya Raegan kemudian sambil menatap Kaldera lekat-lekat.

“Untuk aku simpen aja. Boleh nggak? Habisnya kamu lucu banget di sini,” ujar Kaldera.

Raegan lantas mengulaskan senyumnya, lalu ia mengarahkan tangannya untuk mengusap lembut puncak kepala Kaldera. “Iya, boleh kamu simpen.”

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Di ujung koridor sekolah di lantai 2, Kaldera terlihat membuka loker buku miliknya. Hari ini Kaldera berencana mengambil beberapa barang miliknya dari loker dan membersihkannya, karena sebentar lagi loker ini akan berpindah kepemilikan. Ketika netranya menangkap sebuah foto berukuran sedang yang sangat fameliar baginya, Kaldera segera mengambil benda tersebut dari dalam loker. Kaldera menatap foto yang merupakan potret pertamanya dengan Zio itu, senyumnya pun otomatis terulas.

Sambil masih menatap foto itu, Kaldera berujar di dalam hatinya. Zio, kita pernah punya rencana dan mimpi yang indah untuk masa depan kita. Hanya aja, manusia cuma bisa berencana, tapi Tuhan yang berkehendak. Di mana pun kamu berada sekarang, kamu pasti tau kalau ada seorang laki-laki yang udah berhasil membuat aku mencintainya. He’s very kind and lovely like you, but like he said, he have his own way to loving me.

Kaldera mengakhiri ucapan di dalam hatinya. Kaldera lantas bergegas memasukkan foto itu ke dalam paper bag yang dibawanya. Kaldera juga merapikan barang-barang yang tersisa di lokernya, rupanya cukup banyak kenangan yang ia miliki dengan Zio yang masih ia simpan. Kaldera lantas tersenyum sekilas, saat tiba-tiba teringat sikap cemburu Raegan ketika mengetahui Kaldera dan Zio memiliki banyak kenangan yang begitu indah.

Ketika Kaldera telah selesai dengan kegiatannya, ia mendapati sosok Icha yang tengah menghampirinya. Icha berjalan bersama Adel, tapi setelah mengatakan sesuatu pada Adel, kini Icha berjalan ke arah Kaldera seorang diri.

“Kal,” ucap Icha.

Kaldera hanya menatap Icha dengan ekspresi datarnya. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Kaldera berbalik meninggalkan Icha begitu saja. Namun Icha segera menyusul langkah Kaldera dan kini menghalangi jalannya.

“Kenapa Cha?” tanya Kaldera akhirnya.

“Pulang sekolah kita hang out, yuk? Kita kan udah selesai ujian, kita pergi sama Adel sama Sandra juga,” ujar Icha.

“Lo aja sama mereka, gue nggak ikut,” ujar Kaldera.

“Kenapa Kal? Lo mau ke mana deh emangnya?”

“Gue mau pulang,” ucap Kaldera yang lantas segera berlalu dari hadapan Icha, tapi lagi-lagi Icha menahan pergelangan tangannya.

“Kal, lo kenapa ngehindarin gue gini sih?” tanya Icha.

Kaldera terlihat tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Icha, tapi akhirnya ia memutuskan untuk mengatakannya. Pertama-tama Kaldera melepaskan tangannya dari genggaman Icha, lalu ia berujar. “Gue nggak mau berteman lagi sama lo,” ucap Kaldera dengan gamblang.

Icha tampak kebingungan, kedua alis gadis itu bertaut. “Gue salah apa Kal? Selama ini kan kita berteman baik. Gue selalu support lo dan ada untuk lo di saat lo butuh. Tapi lo kayak gini—”

“Lo yakin itu?” Kaldera memotong ucapan Icha. Icha pun bungkam, terlihat tidak sanggup melanjutkan perkataannya.

Kaldera lantas berujar lagi. “Sebaiknya lo tanya sama diri lo sendiri, Cha. Lo tau, pengkhianatan lebih menyakitkan dari pada pembunuhan. Gue harap lo hargain keputusan gue, gue nggak mau berteman lagi sama lo.” Setelah mengatakannya, Kaldera segera berbalik dari hadapan Icha dan terus melangkah menjauh.

Pengkhianatan memang lebih menyakitkan dari pada pembunuhan. Sekarang Kaldera paham akan hal itu. Beberapa hari yang lalu, Raegan mengatakan sesuatu pada Kaldera mengenai cha. Kaldera sebaiknya membuat keputusan untuk tidak berteman lagi dengan Icha, karena Icha ikut andil dalam rencana penculikan Kaldera waktu itu. Icha menjadi antek yang berhasil dihasut oleh Leonel untuk membantunya merencanakan penculikan itu, dan Icha mendapat uang sebagai imbalannya.

Apa pun yang berhubungan dengan Kaldera, Raegan mengatakan kalau ia akan mengusut hal tersebut sampai tuntas ke akar-akarnya, termasuk tentang sahabatnya yang berusaha menusuknya dari belakang. Kaldera awalnya tidak bisa mempercayai fakta tersebut, tapi begitulah adanya. Siapa pun bahkan bisa berkhianat, dan pengkhianatan itu selamanya akan terasa menyakitkan dan tidak terlupakan.

***

Raegan's House

Di sore hari dengan langit yang tampak cerah, Raegan mengajak Kaldera untuk pergi ke suatu tempat. Tempat tersebut rupanya adalah sebuah rumah hunian berlantai 2 yang cukup besar, dengan halaman yang luas di bagian depan maupun di bagian belakangnya.

“Mas, ini rumahnya siapa?” tanya Kaldera begitu mereka masuk dan berjalan sampai ke ruang tamu. Seluruh bagian rumah tersebut tampak sudah full furnish dan siap untuk dihuni.

Kaldera lantas mengambil tempat duduk di sofa, tepat di samping Raegan. Mereka saling menatap, lalu Raegan mengarahkan lengannya untuk memeluk bahu Kaldera dari samping. “Ini rumah aku. Kamu suka nggak sama rumah ini?” tanya Raegan.

“Hmm … suka aja sih. Rumahnya bagus, sejuk juga karena ada halaman yang luas,” ujar Kaldera.

“Mau liat-liat seluruh area rumah ini?” tanya Raegan.

“Boleh,” jawab Kaldera dengan tatapannya yang terlihat antusias.

“Oke, kita ke taman belakang. Sekalian aku mau kenalin kamu sama Xavier,” jelas Raegan.

Kaldera menautkan alisnya, “Xavier?” tanyanya.

“Iya, dia baik dan ramah banget, bahkan sama orang yang baru pertama kali ketemu. Ayo,” ucap Raegan seraya meraih tangan Kaldera dan menggandengnya.

***

Ketika mereka sampai di halaman belakang, Kaldera mendapati sekitar 6 orang pria berbadan tinggi dan kekar di sana. Kaldera telah mengenal mereka semua yang merupakan anggota Aquiver, tapi Kaldera tahu bahwa di antara mereka tidak ada yang bernama Xavier.

Sebenarnya hari ini Raegan ingin menghabiskan waktu berdua bersama Kaldera, tapi kenyataannya mereka tetap tidak bisa berduaan saja. Mereka dikawal oleh beberapa orang, untuk memastikan keamanan dan menghindari kejadian yang tidak diinginkan kembali terjadi.

“Hei, Xavier,” ucap Raegan begitu Alaric muncul sambil membawa seekor anjing golden retriever bersamanya.

Kaldera lantas memperhatikan Raegan yang berlutut di hadapan anjing berbulu coklat keemasan itu. Raegan mengusap bulu anjing itu di bagian lehernya, lalu ia meminta Kadera untuk mencoba melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan.

“Jadi ini yang namanya Xavier,” ujar Kaldera, gadis itu ikut berlutut di dekat Xavier dan memperhatikan anjing dengan tubuh yang cukup gagah itu.

“Iya, emang kamu ngiranya apa?” tanya Raegan.

“Habis namanya bagus banget, aku sampe kira Xavier itu orang lho. Kamu sih nggak ngasih tau aku,” ujar Kaldera sambil tertawa pelan.

Raegan lantas ikut tertawa ketika mendapati tawa cantik Kaldera. “Nanti kalau Xavier punya anak, kamu mau namain apa?” tanya Raegan.

“Aku boleh namain?” tanya Kaldera sembari mengusap bulu halus Xavier. Anjing golden retriever memang terkenal ramah dan mudah akrab meskipun dengan orang baru. Xavier pun nampak anteng ketika Kaldera memanjakannya dengan mengusapi bulunya.

“Iya, kamu boleh namain. Terserah kamu mau namain apa,” ujar Raegan.

“Oke, nanti aku pikirin nama yang cocok untuk anaknya Xavier,” ujar Kaldera kemudian.

Setelah bermain beberapa saat dengan Xavier, Raegan dan Kaldera memutuskan untuk memiliki waktu berdua. Di halaman belakang rumah itu, terdapat sebuah paviliun yang bisa dijadikan tempat untuk bersantai.

Paviliun

Raegan dan Kaldera memutuskan duduk di kursi di paviliun itu. Rupanya tanpa mereka duga, Xavier ingin ikut dengan mereka. Raegan telah meminta anggotanya untuk membawa Xavier, tapi anjing lincah itu malah melompat dan berlari menyusul ke paviliun.

Saat Raegan ingin mengajak Xavier bermain dengannya, anjing jantan yang telah 6 tahun menjadi peliharaan setianya itu justru menghampiri Kaldera dan meloncat ke atas pangkuannya. Xavier tampak manja, bahkan menggonggong kegirangan saat Kaldera bergerak memeluknya.

He like you very much,” cetus Raegan sambil memperhatikan keakraban antara Xavier dan Kaldera.

Kaldera menoleh pada Raegan dan mendapati perubahan ekspresi di wajah kekasihnya itu. Kaldera lantas tersenyum, lalu ia mencoba menurunkan Xavier dari pangkuannya. Namun apa daya, Xavier kembali naik ke pangkuannya dan malah meminta sebuah pelukan manja dari Kaldera.

“Mas, jangan bilang kamu cemburu sama Xavier?” tebak Kaldera.

Tawa Kaldera seketika membuncah setelah mendapati Raegan yang menjawab pertanyaannya dengan sebuah anggukan.

No one can loving you like I can,” ujar Raegan kemudian. Raegan mengaku kalah bahwa dirinya merasa cemburu terhadap siapa pun itu yang berada di dekat Kaldera dan dapat mencuri perhatiannya. Raegan tidak tahu pasti, tapi ia tidak dapat mengontrol perasaan itu. Perasaan cemburu yang tampak agak kekanak-kanakan itu, sering membuat Raegan kalut. Namun berkat itu juga, Kaldera jadi mudah tertawa karena mendapati tingkah Raegan yang satu itu.

“Iya iya, aku tau. No one can loving me like you can,” ujar Kaldera. Akhirnya Kaldera mengiyakan saja. Kalau dilanjutkan, Kaldera sudah tahu bahwa urusannya akan menjadi panjang. Kemudian tanpa aba-aba, satu tangan Kaldera yang bebas yang tidak mendekap Xavier, meraih tangan Raegan yang berada di atas sandaran kursi yang diduduki pria itu.

Raegan terkesiap dan melihat ke arah tangannya yang kini di genggam oleh Kaldera.

“Biar kamu nggak cemburu lagi sama Xavier,” ujar Kaldera. Mau tidak mau, Raegan pun tertawa karena hal itu. Lucu juga kalau dipikir-pikir, Raegan bisa dengan mudah mencair saat bersama Kaldera. Suasana hatinya jadi mudah membaik berkat Kaldera dan itu terjadi begitu saja.

“Kalau kamu suka sama rumah ini, rumah ini bisa jadi rumah kita nantinya,” ucap Raegan. Raegan sedikit menggoyangkan tangannya yang masih digenggam Kaldera, lalu Raegan menatap Kaldera dalam-dalam dan kembali berujar, “Rumah ini akan jadi rumah masa depan kita, saat nanti aku dan kamu udah sama-sama siap membangun keluarga kecil kita sendiri. Gimana menurut kamu?”

Senyum Kaldera seketika merekah setelah mendengar kalimat itu. Kaldera lantas memperat genggaman tangannya pada tangan Raegan, Kaldera menatap Raegan dengan tatapan penuh cintanya.

“Kal, saat kamu udah merasa siap, kamu bisa kasih tau aku. I will purpose you and ask you to marry me,” lagi, Raegan selalu gamblang mengucapkannya. Raegan melakukannya tanpa aba-aba maupun sinyal, yang seringkali membuat Kaldera mengalami senam jantung.

Alright, I will tell you,” ujar Kaldera kemudian.

Kaldera belum tahu kapan waktu tersebut akan datang. Namun satu hal yang pasti, Kaldera ingin dirinya secepatnya siap untuk bisa mendampingi Raegan, berada di sisi Raegan sebagai seorang perempuan yang selalu memberinya cinta dan kasih sayang. Kaldera sangat menanti hari itu, yang jika dibayangkan saja sudah mampu membuat dadanya berdebar. Hari yang indah itu, Kaldera hanya ingin mewujudkannya bersama dengan Raegan.

***

Ketika Raegan dan Kaldera kembali ke rumah, mereka kedatangan seorang tamu. Keduanya sebenarnya tidak mengira bahwa tamu tersebut adalah Aksa. Kondisi Aksa sudah nampak cukup baik, meskipun terlihat masih ada bekas memas di sisi wajahnya.

Di sofa ruang tamu, Kaldera dan Raegan duduk bersebelahan dan Aksa duduk di hadapan mereka. Aksa mengatakan bahwa ada hal yang ingin ia sampaikan kepada Raegan dan Kaldera. Aksa menatap Raegan dan Kaldera bergantian, sebelum akhirnya lelaki itu berujar, “Kaldera, Mas Raegan, gue mau minta maaf sama kalian.” Ketika mengucapkannya, tampak penyesalan yang begitu mendalam di wajah Aksa.

“Kata maaf gue mungkin nggak ada artinya, dan nggak akan bisa mengembalikan Zio ke dunia ini. Gue belum sempat menyampaikan permintan maaf, jadi gue ingin minta maaf yang sebesar-besarnya,” Aksa menjeda ucapannya, lelaki itu mengalihkan tatapannya sejenak ketika tiba-tiba perasaan sesak menghampirinya.

Raegan dan Kaldera lantas saling menatap. Raegan mengangguk sekilas, ia membiarkan Kaldera untuk memulai perkataannya lebih dulu.

“Sa, gue sama Mas Raegan udah maafin lo. Apa yang terjadi bukan sepenuhnya kesalahan lo. Gue terima kasih juga sama lo dan Kafka karena udah nolongin gue kemarin,” tutur Kaldera.

“Udah seharusnya gue ngelakuin itu, Kal. Gue tau banget lo adalah orang yang berarti buat Zio. Gue nggak mau Zio membenci gue kalau sampai hari itu gue nggak berhasil nolong lo,” ujar Aksa.

Aksa menatap Kaldera dan Raegan bergantian. Lantas Aksa juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Raegan. Raegan telah menyelamatkan masa depannya, membebaskannya dari jerat hukum, padahal secara tidak langsung ia adalah penyebab adik kandung Raegan meninggal.

Setelah mengatakan semuanya, Aksa pun berpamitan untuk pulang. Raegan dan Kaldera mengantar Aksa sampai ke teras rumah. Sebelum Aksa pergi, lelaki itu mengatakan sesuatu pada Raegan dan Kaldera. “Ohiya, selamat ya untuk kalian berdua,” ucap Aksa diiringi sebuah senyum segaris di wajahnya.

Raegan dan Kaldera lantas saling melempar pandangan, keduanya tampak tidak mengerti maksud perkataan Aksa barusan.

Aksa lalu terkekeh pelan dan berujar, “Selamat atas hubungan kalian, gue ikut senang dengarnya. Gue yakin kalau bukan Mas Raegan orangnya, Zio pasti udah cemburu banget.”

Kemudian sebuah senyum otomatis terbentuk di wajah Raegan dan Kaldera. Setelah mereka pikir-pikir, perkataan Aksa itu memang ada benarnya. Kaldera maupun Raegan yang begitu mengenal watak Zio, menebak jika orang itu bukanlah Raegan, pasti Zio tidak akan senang dan atau malah jadi sangat cemburu. Namun kenyataannya, keinginan terakhir Zio kini telah sukses terwujud. Zio menitipkan seseorang yang paling ia cintai kepada seseorang yang juga paling ia sayangi, agar ia bisa pergi dengan tenang. Jika orang itu bukan Raegan, mungkin Zio tidak akan rela Kaldera menjadi milik pria lain selain dirinya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Sebelumnya Raegan telah mengibarkan bendera perangnya kepada Tacenda, maka Leonel juga akan mengibarkan bendera perangnya hari ini. Satu persatu anggota Tacenda dan bisnis ilegal mereka memang telah gugur, tapi tidak semudah itu seorang Leonel Nathan Tarigan menyerah.

Kaldera mendapati sosok itu lagi di depan kedua matanya. Leonel berjalan ke arahnya sambil mempertahankan senyum smirk di wajah tegasnya. Leonel sampai di hadapan Kaldera yang duduk dengan kedua tangan diikat. Kemudian Leonel menurunkan kain penutup itu, hingga kini Kaldera dapat berteriak menyumpahi pria itu di depan wajahnya. Leonel malah cuma tertawa mendapati umpatan-umpatan itu.

“Akan lebih bagus kalau nanti kamu megumpat di bawahku, Cantik,” ujar Leonel dengan entengnya. “Di mana pacarmu dan anggota gengnya itu, hmm? Menjaga kamu saja nggak bisa, laki-laki macam apa dia?” ujar Leonel lagi.

Kemdudian satu tangan Leonel meraih rahang Kaldera dan memaksa gadis itu untuk menatapnya. “Raegantara yang membuat saya harus melakukan ini, kamu tahu itu. Dia mengibarkan bendera perang, jadi saya juga harus melakukan hal yang sama. Bukankah seperti itu, dunia ini bekerja?”

Setelah mengatakannya, Leonel lekas meminta anggotanya untuk melepaskan ikatan tali di tangan Kaldera. Leonel akan membawa Kaldera entah ke mana, tidak ada yang mengetahui itu. Namun sebelum Leonel membawa Kaldera bersamanya, terdengar suara tembakan yang sangat kuat. Mereka segera mencari sumber peluru itu dan mendapati bahwa peluru tersebut mengenai salah satu kaca di ruangan tersebut hingga kaca jendela itu pecah.

“Cepat cari tau sumber peluru itu dan lakukan antisipasi,” seru Leonel memerintah anggotanya.

Para anggota Leonel segera melaksanakan perintah tersebut. Leonel menahan Kaldera bersamanya, satu lengan pria itu melingkar di seputaran leher Kaldera dan satunya lagi memegang sebuah pistol untuk berjaga-jaga.

Detik berikutnya yang terjadi, pintu ruangan itu dibuka dengan gerakan kasar hingga menimbulkan bunyi yang cukup kuat. Di sana Kaldera mendapati sosok yang begitu dikenalnya. Namun hatinya tidak tenang saat melihat Raegan hanya seorang diri di sana. Raegan menatap ke arah Leonel dengan tatapan yang sulit diartikan. Seperti ada rasa marah yang begitu besar yang masih coba pria itu tahan.

Beberapa anggota Leonel yang ada di sana siap mengeluarkan senjata dan mengarahkannya kepada Raegan. Namun Kaldera tidak mengerti mengapa Raegan hanya datang dengan tangan kosong.

Let her go,” ujar Raegan.

Leonel berdecih, lalu pria itu mengangkat pistolnya dan berhenti tepat di pelipis Kaldera. Leonel menatap Raegan lurus-lurus, lalu ia berujar, “*What will happen if she die in front of you?”

Kaldera menyaksikan itu di depan matanya sendiri. Raegan akhirnya rela berlutut di hadapan Leonel untuk meminta Leonel melepaskan Kaldera.

What do you want from me?” tanya Raegan. Kaldera melarang Raegan melakukannya, ia meminta Raegan bangkit dari posisinya. Namun Raegan tetap bertahan di sana, menunggu Leonel mengajukan syarat agar pria itu melepaskan Kaldera.

“Cabut tuntutan atas kasus Redanzio dan pembunuhan berencana ketua Mahkamah Konstitusi,” ujar Leonel.

Begitu mendengar itu, Raegan pun beranjak dari posisi berlututnya. Pandangannya kini tertuju pada Kaldera. Bagaimana bisa Raegan memilih salah satu dari kedua hal tersebut?

“Mas, jangan cabut tuntutannya,” ujar Kaldera. Namun yang terjadi setelahnya adalah justru di luar dugaan Kaldera. Malam itu di markas Tacenda, Raegan mengatakan bahwa ia akan mencabut tuntutannya terhadap dua kasus itu.

Kaldera tidak dapat mempercayai keputusan Raegan. Kerja keras Raegan dan Aquiver selama ini rasanya hancur begitu saja dan itu disebabkan oleh dirinya.

“Mas, kenapa kamu turutin dia … ” ucap Kaldera dengan suara lemahnya. Leonel telah melepaskan Kaldera.

Raegan kini meraih tangan Kaldera, lalu ia berujar sembari menatapnya lekat. “Itu lebih baik dari pada dia nyakitin kamu.”

“Kita pergi dari sini sekarang,” sambung Raegan seraya meraih pergelangan tangan Kaldera untuk membawanya pergi. Kaldera masih termangu dengan semua yang terjadi, sampai dirinya tidak sadar akan sesuatu.

Begitu mereka hampir mencapai pintu, Raegan menghela tubuh Kaldera untuk bertukar posisi dengannya. Raegan memeluk Kaldera bertepatan dengan suara tembakan yang terdengar begitu kuat di sana. Kedua netra Kaldera pun membola mendapati suara itu terasa begitu dekat dengan posisi mereka. Apa yang baru saja terjadi? Dalam sekedip mata, sebuah peluru telah mengenai Raegan yang seharusnya itu mengenainya. Leonel terlihat berdiri tidak jauh dari posisi mereka, lelaki itu memegang sebuah pistol yang tadi digunakannya untuk menembak Raegan.

“Kal—” ucapan Raegan tertahan dan detik berikutnya, pria itu terjatuh dengan kedua lututnya yang lebih dulu menyentuh lantai. Raegan yang masih memeluk Kaldera membuat gadis itu ikut terjatuh juga bersamanya.

“Mas … ” Kaldera nampak panik akan kondisi Raegan yang tertembak di depan matanya. Air mata Kaldera seketika luruh mendapati Raegan kesakitan sambil memeluknya. “Mas, kita ke rumah sakit sekarang ya. Tolong bertahan, sebentar aja,” ucap Kaldera dengan suara lirihnya.

Tidak sampai satu menit setelahnya, tempat tersebut di kepung oleh para anggota Aquiver. Anggota Barra yang mendapati kondisi Raegan yang tertembak, segera membantu untuk menyelesaikan urusan tersebut. Sementara anggota Romeo dan Calvin akan melakukan petarungan dengan anggota Tacenda malam ini. Kedua kubu kini telah sama-sama mengibarkan bendera perang dan diprediksi akan ada pertarungan besar yang terjadi.

“Nunggu ambulans akan terlalu lama, kita berangkat pakai mobil aja,” ujar Dean. Mereka akhirnya memutuskan memapah Raegan dan akan berangkat ke rumah sakit menggunakan mobil milik pribadi dan mencari jalur tercepat untuk sampai.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit di dalam mobil, Kaldera berusaha membuat Raegan tetap tersadar. Kedua mata Raegan beberapa kali hampir saja tertutup, tapi kata-kata Kaldera selalu berhasil mengembalikan pria itu pada kesadaran.

Raegan mendongak untuk menatap Kaldera. Dunianya kini ada di hadapannya dan nampak begitu khawatir padanya. Raegan lantas mengarahkan satu tangannya untuk menyeka air mata yang merembas di pipi Kaldera.

Kaldera menatap Raegan lekat-lekat, lalu satu tangannya bergerak untuk mengusap lembut sisi wajah Raegan. “Mas, please, keep your eyes open. Please, I’m begging you,” lirih Kaldera. Kaldera merasa begitu hancur melihat Raegan kesakitan di depan matanya seperti ini. Raegan rela meletakkan nyawanya di ujung tanduk dan pria itu melakukannya karena dirinya. Apa yang terjadi saat ini, membuat Kaldera akhirnya menyadari bahwa Raegan sangat berarti baginya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Di ujung koridor sekolah di lantai 2, Kaldera terlihat membuka loker buku miliknya. Hari ini Kaldera berencana mengambil beberapa barang miliknya dari loker dan membersihkannya, karena sebentar lagi loker ini akan berpindah kepemilikan. Ketika netranya menangkap sebuah foto berukuran sedang yang sangat fameliar baginya, Kaldera segera mengambil benda tersebut dari dalam loker. Kaldera menatap foto yang merupakan potret pertamanya dengan Zio itu, senyumnya pun otomatis terulas.

Sambil masih menatap foto itu, Kaldera berujar di dalam hatinya. Zio, kita pernah punya rencana dan mimpi yang indah untuk masa depan kita. Hanya aja, manusia cuma bisa berencana, tapi Tuhan yang berkehendak. Di mana pun kamu berada sekarang, kamu pasti tau kalau ada seorang laki-laki yang udah berhasil membuat aku mencintainya. He’s very kind and lovely like you, but like he said, he have his own way to loving me.

Kaldera mengakhiri ucapan di dalam hatinya. Kaldera lantas bergegas memasukkan foto itu ke dalam paper bag yang dibawanya. Kaldera juga merapikan barang-barang yang tersisa di lokernya, rupanya cukup banyak kenangan yang ia miliki dengan Zio yang masih ia simpan. Kaldera lantas tersenyum sekilas, saat tiba-tiba teringat sikap cemburu Raegan ketika mengetahui Kaldera dan Zio memiliki banyak kenangan yang begitu indah.

Ketika Kaldera telah selesai dengan kegiatannya, ia mendapati sosok Icha yang tengah menghampirinya. Icha berjalan bersama Adel, tapi setelah mengatakan sesuatu pada Adel, kini Icha berjalan ke arah Kaldera seorang diri.

“Kal,” ucap Icha.

Kaldera hanya menatap Icha dengan ekspresi datarnya. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Kaldera berbalik meninggalkan Icha begitu saja. Namun Icha segera menyusul langkah Kaldera dan kini menghalangi jalannya.

“Kenapa Cha?” tanya Kaldera akhirnya.

“Pulang sekolah kita hang out, yuk? Kita kan udah selesai ujian, kita pergi sama Adel sama Sandra juga,” ujar Icha.

“Lo aja sama mereka, gue nggak ikut,” ujar Kaldera.

“Kenapa Kal? Lo mau ke mana deh emangnya?”

“Gue mau pulang,” ucap Kaldera yang lantas segera berlalu dari hadapan Icha, tapi lagi-lagi Icha menahan pergelangan tangannya.

“Kal, lo kenapa ngehindarin gue gini sih?” tanya Icha.

Kaldera terlihat tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Icha, tapi akhirnya ia memutuskan untuk mengatakannya. Pertama-tama Kaldera melepaskan tangannya dari genggaman Icha, lalu ia berujar. “Gue nggak mau berteman lagi sama lo,” ucap Kaldera dengan gamblang.

Icha tampak kebingungan, kedua alis gadis itu bertaut. “Gue salah apa Kal? Selama ini kan kita berteman baik. Gue selalu support lo dan ada untuk lo di saat lo butuh. Tapi lo kayak gini—”

“Lo yakin itu?” Kaldera memotong ucapan Icha. Icha pun bungkam, terlihat tidak sanggup melanjutkan perkataannya.

Kaldera lantas berujar lagi. “Sebaiknya lo tanya sama diri lo sendiri, Cha. Lo tau, pengkhianatan lebih menyakitkan dari pada pembunuhan. Gue harap lo hargain keputusan gue, gue nggak mau berteman lagi sama lo.” Setelah mengatakannya, Kaldera segera berbalik dari hadapan Icha dan terus melangkah menjauh.

Pengkhianatan memang lebih menyakitkan dari pada pembunuhan. Sekarang Kaldera paham akan hal itu. Beberapa hari yang lalu, Raegan mengatakan sesuatu pada Kaldera mengenai cha. Kaldera sebaiknya membuat keputusan untuk tidak berteman lagi dengan Icha, karena Icha ikut andil dalam rencana penculikan Kaldera waktu itu. Icha menjadi antek yang berhasil dihasut oleh Leonel untuk membantunya merencanakan penculikan itu, dan Icha mendapat uang sebagai imbalannya.

Apa pun yang berhubungan dengan Kaldera, Raegan mengatakan kalau ia akan mengusut hal tersebut sampai tuntas ke akar-akarnya, termasuk tentang sahabatnya yang berusaha menusuknya dari belakang. Kaldera awalnya tidak bisa mempercayai fakta tersebut, tapi begitulah adanya. Siapa pun bahkan bisa berkhianat, dan pengkhianatan itu selamanya akan terasa menyakitkan dan tidak terlupakan.

***

Raegan's House

Di sore hari dengan langit yang tampak cerah, Raegan mengajak Kaldera untuk pergi ke suatu tempat. Tempat tersebut rupanya adalah sebuah rumah hunian berlantai 2 yang cukup besar, dengan halaman yang luas di bagian depan maupun di bagian belakangnya.

“Mas, ini rumahnya siapa?” tanya Kaldera begitu mereka masuk dan berjalan sampai ke ruang tamu. Seluruh bagian rumah tersebut tampak sudah full furnish dan siap untuk dihuni.

Kaldera lantas mengambil tempat duduk di sofa, tepat di samping Raegan. Mereka saling menatap, lalu Raegan mengarahkan lengannya untuk memeluk bahu Kaldera dari samping. “Ini rumah aku. Kamu suka nggak sama rumah ini?” tanya Raegan.

“Hmm … suka aja sih. Rumahnya bagus, sejuk juga karena ada halaman yang luas,” ujar Kaldera.

“Mau liat-liat seluruh area rumah ini?” tanya Raegan.

“Boleh,” jawab Kaldera dengan tatapannya yang terlihat antusias.

“Oke, kita ke taman belakang. Sekalian aku mau kenalin kamu sama Xavier,” jelas Raegan.

Kaldera menautkan alisnya, “Xavier?” tanyanya.

“Iya, dia baik dan ramah banget, bahkan sama orang yang baru pertama kali ketemu. Ayo,” ucap Raegan seraya meraih tangan Kaldera dan menggandengnya.

***

Ketika mereka sampai di halaman belakang, Kaldera mendapati sekitar 6 orang pria berbadan tinggi dan kekar di sana. Kaldera telah mengenal mereka semua yang merupakan anggota Aquiver, tapi Kaldera tahu bahwa di antara mereka tidak ada yang bernama Xavier.

Sebenarnya hari ini Raegan ingin menghabiskan waktu berdua bersama Kaldera, tapi kenyataannya mereka tetap tidak bisa berduaan saja. Mereka dikawal oleh beberapa orang, untuk memastikan keamanan dan menghindari kejadian yang tidak diinginkan kembali terjadi.

“Hei, Xavier,” ucap Raegan begitu Alaric muncul sambil membawa seekor anjing golden retriever bersamanya.

Kaldera lantas memperhatikan Raegan yang berlutut di hadapan anjing berbulu coklat keemasan itu. Raegan mengusap bulu anjing itu di bagian lehernya, lalu ia meminta Kadera untuk mencoba melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan.

“Jadi ini yang namanya Xavier,” ujar Kaldera, gadis itu ikut berlutut di dekat Xavier dan memperhatikan anjing dengan tubuh yang cukup gagah itu.

“Iya, emang kamu ngiranya apa?” tanya Raegan.

“Habis namanya bagus banget, aku sampe kira Xavier itu orang lho. Kamu sih nggak ngasih tau aku,” ujar Kaldera sambil tertawa pelan.

Raegan lantas ikut tertawa ketika mendapati tawa cantik Kaldera. “Nanti kalau Xavier punya anak, kamu mau namain apa?” tanya Raegan.

“Aku boleh namain?” tanya Kaldera sembari mengusap bulu halus Xavier. Anjing golden retriever memang terkenal ramah dan mudah akrab meskipun dengan orang baru. Xavier pun nampak anteng ketika Kaldera memanjakannya dengan mengusapi bulunya.

“Iya, kamu boleh namain. Terserah kamu mau namain apa,” ujar Raegan.

“Oke, nanti aku pikirin nama yang cocok untuk anaknya Xavier,” ujar Kaldera kemudian.

Setelah bermain beberapa saat dengan Xavier, Raegan dan Kaldera memutuskan untuk memiliki waktu berdua. Di halaman belakang rumah itu, terdapat sebuah paviliun yang bisa dijadikan tempat untuk bersantai.

Paviliun

Raegan dan Kaldera memutuskan duduk di kursi di paviliun itu. Rupanya tanpa mereka duga, Xavier ingin ikut dengan mereka. Raegan telah meminta anggotanya untuk membawa Xavier, tapi anjing lincah itu malah melompat dan berlari menyusul ke paviliun.

Saat Raegan ingin mengajak Xavier bermain dengannya, anjing jantan yang telah 6 tahun menjadi peliharaan setianya itu justru menghampiri Kaldera dan meloncat ke atas pangkuannya. Xavier tampak manja, bahkan menggonggong kegirangan saat Kaldera bergerak memeluknya.

He like you very much,” cetus Raegan sambil memperhatikan keakraban antara Xavier dan Kaldera.

Kaldera menoleh pada Raegan dan mendapati perubahan ekspresi di wajah kekasihnya itu. Kaldera lantas tersenyum, lalu ia mencoba menurunkan Xavier dari pangkuannya. Namun apa daya, Xavier kembali naik ke pangkuannya dan malah meminta sebuah pelukan manja dari Kaldera.

“Mas, jangan bilang kamu cemburu sama Xavier?” tebak Kaldera.

Tawa Kaldera seketika membuncah setelah mendapati Raegan yang menjawab pertanyaannya dengan sebuah anggukan.

No one can loving you like I can,” ujar Raegan kemudian. Raegan mengaku kalah bahwa dirinya merasa cemburu terhadap siapa pun itu yang berada di dekat Kaldera dan dapat mencuri perhatiannya. Raegan tidak tahu pasti, tapi ia tidak dapat mengontrol perasaan itu. Perasaan cemburu yang tampak agak kekanak-kanakan itu, sering membuat Raegan kalut. Namun berkat itu juga, Kaldera jadi mudah tertawa karena mendapati tingkah Raegan yang satu itu.

“Iya iya, aku tau. No one can loving me like you can,” ujar Kaldera. Akhirnya Kaldera mengiyakan saja. Kalau dilanjutkan, Kaldera sudah tahu bahwa urusannya akan menjadi panjang. Kemudian tanpa aba-aba, satu tangan Kaldera yang bebas yang tidak mendekap Xavier, meraih tangan Raegan yang berada di atas sandaran kursi yang diduduki pria itu.

Raegan terkesiap dan melihat ke arah tangannya yang kini di genggam oleh Kaldera.

“Biar kamu nggak cemburu lagi sama Xavier,” ujar Kaldera. Mau tidak mau, Raegan pun tertawa karena hal itu. Lucu juga kalau dipikir-pikir, Raegan bisa dengan mudah mencair saat bersama Kaldera. Suasana hatinya jadi mudah membaik berkat Kaldera dan itu terjadi begitu saja.

“Kalau kamu suka sama rumah ini, rumah ini bisa jadi rumah kita nantinya,” ucap Raegan. Raegan sedikit menggoyangkan tangannya yang masih digenggam Kaldera, lalu Raegan menatap Kaldera dalam-dalam dan kembali berujar, “Rumah ini akan jadi rumah masa depan kita, saat nanti aku dan kamu udah sama-sama siap membangun keluarga kecil kita sendiri. Gimana menurut kamu?”

Senyum Kaldera seketika merekah setelah mendengar kalimat itu. Kaldera lantas memperat genggaman tangannya pada tangan Raegan, Kaldera menatap Raegan dengan tatapan penuh cintanya.

“Kal, saat kamu udah merasa siap, kamu bisa kasih tau aku. I will purpose you and ask you to marry me,” lagi, Raegan selalu gamblang mengucapkannya. Raegan melakukannya tanpa aba-aba maupun sinyal, yang seringkali membuat Kaldera mengalami senam jantung.

Alright, I will tell you,” ujar Kaldera kemudian.

Kaldera belum tahu kapan waktu tersebut akan datang. Namun satu hal yang pasti, Kaldera ingin dirinya secepatnya siap untuk bisa mendampingi Raegan, berada di sisi Raegan sebagai seorang perempuan yang selalu memberinya cinta dan kasih sayang. Kaldera sangat menanti hari itu, yang jika dibayangkan saja sudah mampu membuat dadanya berdebar. Hari yang indah itu, Kaldera hanya ingin mewujudkannya bersama dengan Raegan.

***

Ketika Raegan dan Kaldera kembali ke rumah, mereka kedatangan seorang tamu. Keduanya sebenarnya tidak mengira bahwa tamu tersebut adalah Aksa. Kondisi Aksa sudah nampak cukup baik, meskipun terlihat masih ada bekas memas di sisi wajahnya.

Di sofa ruang tamu, Kaldera dan Raegan duduk bersebelahan dan Aksa duduk di hadapan mereka. Aksa mengatakan bahwa ada hal yang ingin ia sampaikan kepada Raegan dan Kaldera. Aksa menatap Raegan dan Kaldera bergantian, sebelum akhirnya lelaki itu berujar, “Kaldera, Mas Raegan, gue mau minta maaf sama kalian.” Ketika mengucapkannya, tampak penyesalan yang begitu mendalam di wajah Aksa.

“Kata maaf gue mungkin nggak ada artinya, dan nggak akan bisa mengembalikan Zio ke dunia ini. Gue belum sempat menyampaikan permintan maaf, jadi gue ingin minta maaf yang sebesar-besarnya,” Aksa menjeda ucapannya, lelaki itu mengalihkan tatapannya sejenak ketika tiba-tiba perasaan sesak menghampirinya.

Raegan dan Kaldera lantas saling menatap. Raegan mengangguk sekilas, ia membiarkan Kaldera untuk memulai perkataannya lebih dulu.

“Sa, gue sama Mas Raegan udah maafin lo. Apa yang terjadi bukan sepenuhnya kesalahan lo. Gue terima kasih juga sama lo dan Kafka karena udah nolongin gue kemarin,” tutur Kaldera.

“Udah seharusnya gue ngelakuin itu, Kal. Gue tau banget lo adalah orang yang berarti buat Zio. Gue nggak mau Zio membenci gue kalau sampai hari itu gue nggak berhasil nolong lo,” ujar Aksa.

Aksa menatap Kaldera dan Raegan bergantian. Lantas Aksa juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Raegan. Raegan telah menyelamatkan masa depannya, membebaskannya dari jerat hukum, padahal secara tidak langsung ia adalah penyebab adik kandung Raegan meninggal.

Setelah mengatakan semuanya, Aksa pun berpamitan untuk pulang. Raegan dan Kaldera mengantar Aksa sampai ke teras rumah. Sebelum Aksa pergi, lelaki itu mengatakan sesuatu pada Raegan dan Kaldera. “Ohiya, selamat ya untuk kalian berdua,” ucap Aksa diiringi sebuah senyum segaris di wajahnya.

Raegan dan Kaldera lantas saling melempar pandangan, keduanya tampak tidak mengerti maksud perkataan Aksa barusan.

Aksa lalu terkekeh pelan dan berujar, “Selamat atas hubungan kalian, gue ikut senang dengarnya. Gue yakin kalau bukan Mas Raegan orangnya, Zio pasti udah cemburu banget.”

Kemudian sebuah senyum otomatis terbentuk di wajah Raegan dan Kaldera. Setelah mereka pikir-pikir, perkataan Aksa itu memang ada benarnya. Kaldera maupun Raegan yang begitu mengenal watak Zio, menebak jika orang itu bukanlah Raegan, pasti Zio tidak akan senang dan atau malah jadi sangat cemburu. Namun kenyataannya, keinginan terakhir Zio kini telah sukses terwujud. Zio menitipkan seseorang yang paling ia cintai kepada seseorang yang juga paling ia sayangi, agar ia bisa pergi dengan tenang. Jika orang itu bukan Raegan, mungkin Zio tidak akan rela Kaldera menjadi milik pria lain selain dirinya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Selama kurun waktu kurang lebih enam bulan belakangan, hidup Kaldera rasanya seperti menaiki sebuah wahana roller coaster yang ada di taman hiburan atau sejenisnya. Kaldera seperti dibawa naik, kemudian dihempaskan turun begitu saja. Kaldera bertemu dengan Zio dan mencintainya, tapi takdir membawa Zio pergi darinya. Saat Kaldera berpikir bahwa dunianya telah hancur karena ia kehilangan kekuatan di hidupnya, Raegan memasuki dunianya dan mengubah segalanya. Saat Kaldera berada di dalam bahaya, Raegan menyelamatkannya dengan usaha yang tidak main-main.

Seperti wataknya, Raegan memang suka bertindak semaunya ; yang kadang membuat Kaldera bingung dan jadi khawatir terhadapnya. Namun di sisi lain, Raegan juga memiliki sisi lembut dan rasa peduli yang begitu tinggi terhadap orang-orang di sekitarnya. Kaldera tidak mengerti, bagaimana Raegan dapat mengubah hatinya, padahal sebelumnya ia menampik peraasaannya terhadap Raegan.

Reagantara Rahagi Gumilar.

Raegan memasuki hidup Kaldera, melindunginya, menghapus sedihnya, bahkan membuatnya bisa kembali merasakan yang namanya jatuh cinta, setelah Kaldera sempat merasa takut untuk merasakan perasaan itu lagi. Raegan berusaha membawa seluruh dunia untuk Kaldera, menghiburnya di kala sedih, selalu berada di sisinya, dan rela terluka untuknya.

Siang ini sepulang sekolah, Kaldera ingin melakukan sesuatu untuk keluarga barunya. Keluarga Gumilar adalah keluarga yang beberapa bulan belakangan ini telah mengisi hari-harinya dan begitu baik menjaga, serta memberikannya kasih sayang. Mama Indri, papa Satrio, dan tentunya mas Raegan, mereka berada di sisinya di saat sulit, meskipun Kaldera tahu bahwa mereka juga masih merasa sedih berkat kehilangan sosok yang sama-sama mereka cintai. Sosok yang telah pergi dan rasanya Kaldera sudah dapat merelakannya, hatinya kini telah merasa sanggup karena suatu alasan.

Kaldera pulang sekolah lebih cepat, karena hari ini merupakan hari terakhir ujian akhir semesternya. Kaldera telah meminta tolong pada mbak Yuni untuk membelikan bahan masakan yang dibutuhkan untuk memasak makan malam. Kaldera berencana akan membuat makan malam spesial tepat sebelum Indri dan Satrio pulang dari kantor. Indri dan Satrio telah rujuk dan melaksanakan pernikahan secara sederhana dan intimate, keluarga mereka telah kembali utuh saat ini. Mereka belum sempat merayakannya, jadi mereka memang telah merencanakan sebuah acara makan malam bersama, sebagai bentuk rasa syukur atas utuhnya kembali keluarga mereka.

Saat Kaldera mendengar suara mobil yang begitu fameliar dari arah garasi, Kaldera segera melangkah meninggalkan dapur. Kaldera berjalan menuju ruang tamu dan ketika sampai di sana, ia mendapati Raegan yang baru saja pulang bekerja. Tiga hari yang lalu, Raegan sudah pulih dan bisa kembali menjalani aktivitasnya seperti sediakala.

Hari ini Raegan memang pulang kantor lebih cepat, karena pria itu masih harus banyak beristirahat untuk memastikan kondisinya benar-benar baik. Raegan yang melihat keberadaan Kaldera, lekas menghampirinya dan menatap Kaldera lekat-lekat.

“Kal, *do you want to know the one important thing?” tanya Raegan.

“Apa?” tanya Kaldera.

I have a crush on you, and I like you,” Raegan mengucapkannya secara gamblang. Raegan bukannya melangkah pergi untuk mandi, pria itu malah tiba-tiba menyatakan perasaannya—yang kesekian kalinya kepada Kaldera. Raegan sudah mengungkapkan perasaannya entah sudah yang berapa kali, Kaldera sendiri sampai tidak dapat mengingatnya.

Kaldera lantas tertawa pelan berkat tingkah Raegan dan ekspresi pria itu yang bisa jadi semenggemaskan ini. Di luarnya saja terlihat diktator, kejam, dan tegas, tapi pria ini sebenarnya memang punya seribu cara untuk membuat Kaldera tersenyum dan tertawa karena tingkah spontannya.

Tidak lama berselang saat tawa Kaldera mulai reda, Raegan menangkup kedua sisi wajah Kaldera menggunakan kedua tangan besarnya. Berikutnya Raegan menyilakan helaian surai legam Kaldera ke belakang telinga.

Sambil menatap Kaldera dengan tatapan penuh arti, Raegan pun berujar, “Kal, tolong lihat aku sebagai laki-laki. Apa selama ini kamu belum sadar? Semua yang aku lakukan, itu karena aku mencintai kamu. Aku ingin selalu ada di dekat kamu, jagain kamu, dan aku menganggap kamu sebagai seorang perempuan, bukan seorang adik. Soal wasiat Zio waktu itu, aku benar-benar ingin mewujudkannya. Zio ngasih dua cara agar kamu menjadi anggota keluarga ini, dan aku ingin mengambil cara yang kedua untuk mewujudkan itu. Apa bisa, Kal?” tutur Raegan dengan pandangannya yang tidak sedetik pun lepas dari Kaldera.

Kaldera ingat itu. Zio memberikan dua cara untuk menjadikan Kaldera bagian dari keluarga Gumilar. Cara nomor satu adalah mengangkat Kaldera menjadi anak bungsu di keluarga Gumilar. Artinya Kaldera akan menjadi adik bagi Raegan dan anak kedua di keluarga ini. Sementara cara nomor dua adalah menjadikan Kaldera menantu keluarga Gumilar. Dengan kata lain, Kaldera akan menikah dengan Raegan di saat perempuan itu telah merasa bahwa dirinya benar-benar siap.

“Aku serius sama ucapanku. Aku mencintai kamu Kal,” ucap Raegan, sorot matanya memancarkan kesungguhan yang begitu mendalam. Kaldera seketika terdiam usai Raegan mengatakannya. Beberapa detik kemudian, Kaldera berusaha menjauh dari Raegan dan meminta pria itu untuk pergi mandi lebih dulu. Namun tatapan Raegan mengunci Kaldera, menahannya untuk tetap berada di sana.

Raegan lantas berdeham sekali, sebelum akhirnya pria itu kembali berujar, “Aku tau Zio sangat hebat sudah membuat kamu begitu mencintainya, bahkan sampai dia pergi meninggalkan kita semua. Aishh, anak itu.” Suara Raegan sedikit bergetar kala mengucapkannya, tapi pria itu berusaha untuk menutupinya dengan berdecak dan mengomel.

Raegan melonggarkan dasi di kerah kemejanya saat perasaan tidak nyaman dan terasa menyesakkan itu kembali datang menghampirinya. Perasaan Raegan kini terasa campur aduk. Ada rasa sedih mengingat kepergian adik kandungnya dan ingin adiknya kembali. Namun ada rasa sakit karena sebuah fakta bahwa gadis yang ia cintai masih mencintai lelaki lain. Lelaki lain yang bahkan keberadaannya sudah berbeda dunia dengan mereka saat ini.

Raegan meraup udara di sekitarnya dan menghembuskannya, helaan napasnya terdengar cukup berat. “Kal, tolong berusaha untuk lihat aku dulu dan jangan memanggil siapapun, saat kamu membutuhkan seseorang.” Raegan menggerakkan tangannya untuk mengusap puncak kepala Kaldera dengan gerakan lembut, lalu ia berujar lagi, “Kal, I'm the only person that will be your keeper and caring of you. Aku akan membuat kamu mencintai aku. Ini rasanya konyol, tapi aku beneran cemburu sama Zio. Walaupun aku akui, dia lebih hebat dari aku dalam urusan mendapatkan hati kamu. Kamu tau, aku nggak pintar mengungkapkan kasih sayangku. Tapi Kal, kasih aku kesempatan aku untuk nunjukin rasa sayang aku ke kamu. Izinin aku untuk membuka pintu hati kamu. Zio punya caranya sendiri, dan aku juga punya caraku.”

Raegan menatap Kaldera tepat kedua di iris gelapnya. Dari tatapan itu, Kaldera dapat merasakan bahwa Raegan begitu sungguh-sungguh akan ungkapan cintanya.

“Mas, mending kamu mandi dulu, aku mau masak sekarang. Mama sama papa dikit lagi pulang dari kantor lho,” ujar Kaldera.

“Aku nggak akan lepasin kamu, sebelum kamu jawab pertanyaanku. Kal, would you be mine? Would you be my girlfriend?” tanya Raegan dengan tatapan penuh harapnya.

Kaldera nampak berpikir sejenak. Kaldera merasa gugup, jadi ia mengalihkan tatapannya pada jari-jari tangannya yang bertaut. Raegan masih berdiri di sana, setia menunggu Kaldera untuk menjawab pertanyaannya.

Beberapa detik kemudian, Kaldera mendongak dan kembali menatap Raegan tepat di netranya. “Iya, aku mau,” ucap Kaldera.

“Mau apa? Aku nggak ngerti maksud kamu,” Raegan masih di sana dan meminta Kaldera untuk mengatakannya dengan jelas. Padahal Kaldera malu, pipinya bahkan sudah memerah seperti tomat rebus.

“Iya, aku mau jadi pacar kamu,” ujar Kaldera akhirnya. Segera setelah Kaldera mengatakannya, sebuah senyum terpatri di wajah Raegan. Senyum itu terlihat sangat menawan, sampai-sampai Kaldera dibuat terpana berkat indahnya ciptaan Tuhan yang kini ada di hadapannya.

Kaldera pun ikut mengulaskan senyumnya. Senyuman Kaldera rasanya mampu menyirami hati Raegan dengan begitu sopannya, membuat percikan asmara di dalam dirinya menggelora dengan begitu dahsyat.

“Kal,” ujar Raegan seraya meraih kedua tangan Kaldera untuk digenggam.

Perlahan tapi pasti, Kaldera membalas genggaman tangan itu. Kaldera menatap Raegan tepat di matanya, ia tenggelam pada kedua iris indah itu.

“Aku mau kita menjalin hubungan dengan tujuan menikah. Apa kamu bersedia untuk itu?” tanya Raegan.

Kaldera tampak berpikir selama beberapa detik. Kemudian dengan sebuah senyum manis yang terulas di wajahnya, Kaldera akhirnya memberikan jawaban dengan sebuah anggukan pasti. Kaldera bersedia, menjalin hubungan bersama Raegan dengan tujuan menikah. Kaldera ingin hidup bersama Raegan, mendampinginya, dan menghabiskan banyak waktu untuk mereka berdua.

“Oke, aku mandi dulu. Terima kasih, Kal.” Raegan mengulaskan senyum simpulnya setelah mendengar jawaban Kaldera. Kaldera pun mengangguk pelan, lalu ia melangkah menuju dapur dan mencuci tangannya di wastafel sebelum hendak memasak.

“Kal,” ucap Raegan lagi, rupanya Raegan kembali berbalik dan menghampiri Kaldera di dapur, bukannya berjalan ke arah kamarnya yang berada di lantai atas.

“Kenapa Mas?” tanya Kaldera yang kini kembali menatap Raegan. Kaldera yang kemudian mendapati Raegan menatap ke arah bibirnya, seketika mengerti akan suatu hal. Namun Kaldera tidak ingin berasumsi, bisa saja ia telah salah mengira. Kemudian Kaldera nampak bingung saat Raegan tidak segera beranjak dari posisinya. Raegan akhirnya mengutarakannya dan meminta izin kepada Kaldera untuk mereka melakukannya.

Can we had a kiss?” tanya Raegan dengan suara husky-nya yang terdengar begitu merdu memasuki indera pendengaran Kaldera.

Kaldera seketika merasakan jantungnya berdegup dengan kencang, entah bagaimana pikirannya memerintahnya untuk menatap ke arah bibir Raegan. Jarak yang semakin terkikis di antara mereka dan sesuatu yang mendorong Kaldera dari dalam dirinya, akhirnya membuat Kaldera mengizinkan Raegan untuk melakukannya.

Raegan lantas lebih mendekat pada Kaldera, lalu pria itu sedikit memiringkan kepalanya. Kemudian secara perlahan tapi pasti, Raegan mulai bergerak untuk mempertemukan belah bibirnya dengan bibir Kaldera.

Cuphh

Terdengar sebuah bunyi kecupan yang lembut ketika Kaldera merasakan bibir kenyal Raegan menyapa di bibirnya. Kaldera baru merasakannya untuk yang pertama kali, jadi sensasi ini adalah hal yang begitu baru sekaligus terasa sangat indah baginya.

Tangan Raeagan yang lantas bergerak mengusap lembut belah pipi Kaldera, sukses menimbulkan gelenyar di dalam diri Kaldera, rasanya seperti ada aliran listrik yang kini mengaliri tubuhnya, sangat menggebu dan menakjubkan. Raegan kemudian bergerak sedikit memperdalam ciuman mereka, membuat Kaldera otomatis menjengitkan tubuhnya, memberi respon bahwa ia juga begitu mendamba Raegan.

Raegan & Kaldera Kisses

Raegan dan Kaldera masih saling mencumbu, menciptakan melodi indah yang memenuhi ruangan dapur yang sebelumnya sunyi. Dengan gerakan lembut, Raegan kemudian menghela satu lengan Kaldera untuk berada di atas bahunya. Satu lengan Raegan yang bebas, menarik pelan pinggang Kaldera untuk mendekat, guna memangkas habis jarak yang masih tersisa di antara mereka.

Setelah 2 menit kegiatan memadu kasih tersebut terjadi, Raegan dan Kaldera mengurai pagutannya dan mereka saling menatap dengan mesra. Raegan pun tidak kuasa menarik ujung-ujung bibirnya untuk membentuk sebuah senyuman. Begitupun dengan Kaldera, gadis itu tersenyum penuh afeksi, netranya menatap memuja pada Raegan.

Raegan kemudian menghela tubuh mereka untuk saling mengisi. Raegan meletakkan dagunya di pundak Kaldera, kedua lengannya memeluk torso Kaldera dengan mesra. “I was hope that I could hug you like this, Kal,” ucap Raegan di sela-sela kegiatan berpelukan mereka. Kaldera pun balas melingkarkan lengannya di torso Raegan, lalu ia memberi usapan lembut di punggung lebar itu.

Beberapa detik kemudian, Raegan mengurai halus pelukan mereka. Tatapan mereka bertemu lagi dan mengisyratkan bahwa mereka sama-sama menginginkan satu sama lain. Raegan lantas menghela Kaldera mendekat padanya, pria itu kembali mencumbu belah bibir Kaldera.

“Akhh ... ” Lenguhan kecil seketika lolos dari bibir Kaldera saat ciuman Raegan semakin terasa memabukkan. Tempo ciuman mereka tidak terlalu cepat, tapi itu justru yang membuat Kaldera dapat menikmati setiap inci dari bentuk serta tekstur bibir Raegan yang begitu lembut. Kaldera pun sedikit memiringkan kepalanya, memudahkan Raegan untuk memperdalam ciumannya.

Tangan Raegan yang menangkup sisi kanan wajah Kaldera, usapan lembutnya yang turun hingga ke rahang Kaldera, berhasil membuat semuanya terasa sangat indah. Cara Raegan menginginkankannya, memberitahu seluruh netra Kaldera bahwa pria di hadapannya ini sungguh-sungguh mencintainya.

Setelah hampir 5 menit ciuman tersebut terjadi, Raegan perlahan menjauhkan bibirnya dari bibir Kaldera. Mata mereka bertemu dan saling mengunci. Kaldera merasa gugup bukan main, saat Raegan mengusap sisi wajahnya dengan dengan perlahan. Permukaan kulit tangan Raegan yang bertemu dengan permukaan kulit wajahnya, sukses membuat jantung Kaldera berdebar-debar.

Dengan tatapan Raegan yang begitu memujanya, Raegan kembali menyatukan bibirnya dengan bibir Kaldera. Kali ini Kaldera berusaha untuk memimpin pagutan itu. Kaldera melakukannya sesuai apa yang dikatakan oleh hatinya, bahwa hatinya menginginkan Raegan, dan hanya pria itu yang dipuja olehnya.

Pada detik berikutnya, ciuman tersebut berubah menjadi adegan yang sangat mendebarkan sekaligus begitu indah bagi Raegan maupun Kaldera. Nafas mereka yang saling berhembus dan beradu, saliva yang bertemu, membuat mereka dapat menikmati setiap detik yang bergulir dari momen penyatuan tersebut.

Belah bibir Raegan yang ukurannya sedikit lebih besar dari milik Kaldera, berhasil melahap seluruh bibir mungil Kaldera. Sesekali Raegan juga memberi celah bagi Kaldera untuk memimpin kendali. Mereka seimbang melakukannya dan saling melengkapi satu sama lain.

Meski ini yang pertama bagi Kaldera, ia mencoba untuk melakukannya dengan baik. Itu terbukti berhasil rupanya, ketika Kaldera membalas ciumannya, jantung Raegan seketika berdegup sangat kencang di dalam rongga dadanya. Kaldera telah berhasil membuat hormon oksitosin dan serotonin dalam diri Raegan menggelora dengan hebat. Kedua hormon tersebut adalah hormon yang berperan penting dalam menimbulkan perasaan bahagia pada diri seseorang.

Selang beberapa menit kemudian, ciuman tersebut akhirnya terurai. Raegan menatap Kaldera dengan tatapan penuh afeksinya. Kaldera baru menyadari, selama ini tatapan Raegan padanya tidak pernah berubah. Apakah telah selama itu Raegan mencintainya? Kaldera tidak sadar itu dimulai sejak kapan, tapi yang jelas tatapan itu telah mampu mengetuk pintu hatinya.

Mereka masih saling menatap intens, lalu Raegan mengusapkan ibu jarinya pada bibir ranum Kaldera. Bibir Kaldera nampak sedikit memerah akibat kegiatan mereka barusan. Raegan tersenyum kecil, membuat Kaldera secara otomatis ikut menarik kedua ujung bibirnya dan membentuk senyum yang begitu cantik di mata Raegan. Rongga dada Kaldera rasanya masih meletup-letup, tanda bahwa dirinya bahagia, tanpa sebuah alasan yang tidak perlu lagi ia jelaskan melalui frasa.

“Aku mandi dulu,” ucap Raegan kemudian.

Kaldera pun mengangguk pelan. Setelah itu, Raegan segera berbalik dan melenggang dari hadapan Kaldera. Kaldera masih berdiri di tempat yang sama, dengan hatinya yang berdebar tidak karuan. Kaldera merasakan debaran itu cukup kuat, hingga rasanya jantungnya bisa meloncat keluar dari dalam rongga dadanya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Satu minggu kemudian.

Sejak hari penangkapan Leonel dan Abbas Pasha, perlahan-lahan Raegan dan keluarganya dapat kembali menjalani kehidupan seperti sediakala, seperti saat sebelum kecemasan tidak menghantui mereka. Satrio dan Indri pergi bekerja bersama di pagi hari, Raegan berangkat ke kantornya setelah mengantar Kaldera ke sekolah, dan saat di akhir pekan, mereka beberapa kali menghabiskan waktu khusus untuk keluarga.

Sesekali Romeo, Barra, dan Calvin berkunjung ke rumah atau Raegan dan Kaldera yang mengunjungi markas. Mereka cukup banyak menghabiskan waktu bersama. Raegan dan Kaldera memberitahu orang-orang terdekat mereka tentang hubungan keduanya. Mereka ikut bahagia saat mendengarnya, meski seringkali Romeo atau Calvin mengganggu keduanya saat Raegan dan Kaldera ingin berduaan saja.

Ini sudah memasuki pertengahan bulan Juni, di mana menurut kalender akademis, kenaikan kelas akan semakin dekat. Di hari Senin ini, ada jadwal pengambilan rapot di sekolah Kaldera. Teman-teman Kaldera mayoritas datang bersama orang tua mereka, tapi berbeda dengan Kaldera. Tadinya Kaldera ingin datang bersama mama, tapi ada perubahan dari rencana awal.

Raegan menawarkan Kaldera untuk menjadi walinya, untuk menemaninya mengambil rapot ke sekolahnya. Akhirnya Kaldera menyetujui itu, karena mama hari ini ada rapat penting di kantornya yang tidak bisa ditinggalkan.

Pengambilan rapot ini merupakan yang terakhir selama Kaldera bersekolah SMA, akan ada informasi penting yang akan disampaikan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan nantinya. Jadi sepertinya akan lebih baik jika ada seseorang yang menemaninya untuk datang ke sekolah, daripada Kaldera datang sendiri ke sana.

Begitu giliran Kaldera mengambil rapotnya, seorang guru perempuan menatap Kaldera dan Raegan secara bergantian. Tatapan bu Nurhayati seolah meminta penjelasan tentang siapa sosok wali yang tengah bersama salah satu muridnya ini.

“Dengan Bapak—atau Mas siapa? Apakah Anda walinya Kaldera?” bu Nurhayati berujar agak ragu. Beliau memperhatikan penampilan formal Raegan. Mungkin wali kelasnya itu sedang memperkirakan, berapa usia Raegan dan apa hubungannya dengan Kaldera.

Raegan menoleh pada Kaldera sejenak, lalu ia beralih menatap wali kelas Kaldera. Raegan lantas mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri. “Saya walinya Kaldera yang baru, Bu. Kenalkan, Raegantara,” ucap Raegan dengan begitu lugas, khas sekali gaya pria itu ketika berbicara.

Ibu Nurhayati segera membalas uluran tangan Raegan dan mengulaskan seuntai senyuman. “Baik, silakan duduk, Bapak Raegantara,” ucap bu Nurhayati kemudian.

***

Keberadaan Raegan sukses mengundang perhatian teman-teman sekelas Kaldera. Tidak hanya sampai di situ, beberapa orang tua murid yang memang mengenal Kaldera, menanyakan padanya tentang siapa Raegan sebenarnya dan apa hubungan yang ia miliki dengan lelaki berusia 30 tahunan itu.

Kaldera hanya menjawab bahwa Raegan adalah walinya yang baru. Kaldera tidak ingin menjelaskan lebih jauh kenapa walinya sebelumnya yang merupakan tantenya berubah menjadi sosok lelaki dewasa. Beberapa akhirnya menduga bahwa Raegan adalah kakaknya Kaldera. Perbedaan usia yang jelas tampak di antara Kaldera dan Raegan, membuat orang-orang akhirnya berasumsi demikian. Kaldera dan Raegan pun akhirnya hanya mengiyakannya saja.

Untung acara pengambilan rapot itu tidak memakan waktu yang terlalu lama. Setelah membawa buku rapot dan hasil portofolio karya selama Kaldera bersekolah 3 tahun di SMA ini, Kaldera dan Raegan akhirnya keluar dari ruang kelas dan bergegas untuk pulang.

Namun saat mereka hampir sampai di tangga, Kaldera menghentikan langkahnya. Otomatis Raegan yang berjalan di samping Kaldera pun ikut berhenti.

“Mas, ada barang aku yang ketinggalan di loker kelas. Aku ambil dulu, ya? Kamu tunggu di sini aja sebentar,” ucap Kaldera pada Raegan.

“Oke.” Raegan pun mengangguk mengiyakan.

Raegan pun menunggu Kaldera. Selama ia di sana, beberapa murid atau guru yang melewatinya selalu berhenti sejenak untuk sekedar menoleh ke arahnya. Kepada para guru, Raegan membungkukkan badannya dengan sopan dan mengulaskan sebuah senyum tipis yang ramah. Ini pengalaman seumur hidup yang tidak akan Raegan lupakan. Bagaimana Raegan bisa melupakannya, ia datang ke sebuah sekolah untuk mengambil rapot dan menjadi wali bagi kekasihnya sendiri. Sungguh pengalaman yang menakjubkan, bukan?

Ketika orang bertanya tentang dirinya atau hubungan asmaranya, biasanya Raegan dapat dengan mudah menjelaskannya. Namun kali ini, situasinya sungguh berbeda. Tidak mungkin ia menjawab dengan jujur pertanyaan orang tua teman Kaldera tentang apa hubungannya dengan Kaldera.

Ketika Netra Raegan menangkap sosok Kaldera yang tengah berjalan ke arahnya di ujung koridor, Raegan hampir melangkah untuk menghampiri Kaldera lebih dulu. Namun aksinya tersebut terhenti, kala ia melihat tiga orang teman Kaldera tengah menghampiri gadis itu.

Raegan pun memutuskan untuk tetap di tempatnya. Dari posisinya saat ini, Raegan cukup bisa mendengar percakapan antara Kaldera dan teman-temannya.

“Kal, kok kita nggak pernah tau kalau wali lo ganti? Tante lo emangnya ke mana?” tanya salah satu teman Kaldera itu.

“Hmm ... gue nggak bisa ceritain tentang itu sekarang. Kapan-kapan gue bakal cerita ke kalian ya,” jawab Kaldera.

Tatapan teman-teman Kaldera pun nampak kecewa. Namun apa boleh buat, mereka tetap harus menghargai keputusan Kaldera. Kaldera masih belum ingin berbagi cerita tentang perubahan yang terjadi pada hidupnya.

Raegan juga akhirnya mencoba mengerti. Meski sebenarnya Raegan sangat ingin teman-teman Kaldera mengetahui hubungan mereka, tapi Raegan sadar itu tidak mungkin dapat terjadi dalam waktu dekat.

“Cuma satu yang bisa gue kasih tau ke kalian. Tapi please, jangan sampai ini kesebar dulu siapa-siapa ya,” ujar Kaldera lagi.

Suasana sekolah saat ini sudah lumayan sepi, beberapa sudah meninggalkan gedung setelah selesai mengambil rapot. Hari ini juga kelas 10 dan 11 diliburkan, jadi khusus kelas 12 saja yang diperbolehkan datang karena ada urusan mengambil rapot ke sekolah.

“Ini soal wali lo yang baru Kal?” tebak temannya yang satunya. Kaldera dengan cepat mengangguk mengiyakan. Dari posisinya, Raegan pun ikut menunggu jawaban yang akan diberikan Kaldera kepada teman-temannya.

“Sebenernya mas Raegan itu cowok gue, sekaligus wali gue juga,” ucap Kaldera akhirnya. Kaldera lantas nampak tersenyum sekilas setelah mengatakannya.

Usai Kaldera mengucapkannya, ketiga temannya hanya mampu terdiam, mereka nampak bingung harus memberi respon apa. Sahabat-sahabat dekat Kaldera nampak tidak percaya atas kalimatnya barusan. Namun memang begitulah kenyataannya. Kaldera berjanji akan menceritakan semuanya nanti, ketika waktunya sudah tepat. Kaldera akan menunjukkan secara resmi orang-orang yang begitu ia sayangi di hidupnya, sosok Raegan, mama Indri, dan papa Satrio.

“Yaudah, gue duluan ya,” ucap Kaldera sebelum melangkah pergi meninggalkan teman-temannya.

Begitu Kaldera semakin dekat menuju di mana Raegan berada, Raegan segera mengubah ekspresi wajahnya agar jadi senormal mungkin. Nanti apa yang akan Kaldera pikirkan, kalau melihat Raegan tersenyum lebar seperti ini. Pasti terlihat aneh, begitu pikir Raegan.

Kaldera mungkin tidak menyadari hal itu. Namun perlakuan kecil dan pengakuan Kaldera akan sosok Raegan di hidupnya, telah membuat Raegan merasa bahagia. Bahagianya Raegan ternyata sesederhana ini.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Di ruang makan di kediaman Abbas Pasha, kegiatan menyantap makan malam di sana seketika berubah menjadi sebuah malapetaka. Seorang yang merupakan ajudan Abbas memberi tahu sebuah berita heboh yang baru saja ditayangkan di hampir seluruh media massa. Headline berita tersebut berbunyi “Leonel Nathan Tarigan, anak sulung Ketua Mahkamah Agung Abbas Pasha Tarigan, Ditahan karena Telah Melakukan Pembunuhan terhadap Redanzio Nawasena Gumilar”.

Sebuah sendok yang dipegang Abbas seketika meluncur dari tangannya. Abbas segera beranjak dari posisinya dan berjalan ke arah ruang tamu. Di sana asistennya yang lain memberitahu kelanjutan berita tersebut, bahwa ternyata Leonel telah berada bersama tim polisi dan akan ditahan.

Abbas masih tampak tidak percaya terhadap fakta yang baru ia ketahui di depan mukanya itu. Raut wajahnya yang menyiratkan amarah, membuat Maya menghampiri suaminya dan segera menenangkannya.

“Pah, kamu tenang dulu. Kita bisa cari cara untuk membebaskan Leonel,” ucap Maya sembari mengusap lengan suaminya.

“Gimana saya bisa tenang, Maya? Saya mendidiknya selama bertahun-tahun, tapi apa yang dia lakukan sekarang? Dia telah mencoreng nama keluarga kita dan jabatan saya sebagai penegak hukum,” ujar Abbas dengan ekspresinya yang tampak kalut.

Levin sang putra bungsu keluarga Tarigan yang melihat kejadian buruk menimpa keluarganya itu, seketika merasakan perasaan marah yang memuhi rongga dadanya. Satu kenyataan yang ia ketahui, ditambah kejadian malam ini, semakin membuat Levin membenci sosok kakak lelakinya.

Salah seorang ketua ajudan Abbas kemudian menghampirinya dan memberitahu sesuatu. “Pak, sampai sekarang kita belum bisa menemukan keberadaan Hendri. Saya sudah cek maskapai keberangkatan Hendri ke Taiwan, tapi ternyata Hendri tidak berangkat hari itu.”

Mendengar pernyataan itu, Abbas pun semakin terlihat murka. Kemudian Abbas mengatakan sesuatu kepada ajudannya. Ada hal yang harus segera ia urus atas semua yang terjadi. Saat Maya bertanya pada suaminya dengan tatapan khawatir, Abbas tidak dapat menjawabnya. Begitu juga dengan Levin yang mengkhawatirkan keluarga dan masa depannya, Abbas masih belum bisa memberi jawaban pasti.

Abbas menatap istri dan putra bungsunya bergantian. “Papa akan pastiin keluarga kita akan tetap aman. Kalian tenang aja, malam ini Papa akan mengurus sesuatu untuk membereskan semuanya.”

Sepeninggalan Abbas dari hadapan Maya dan Levin, Levin mengatakan sesuatu pada mamanya. “Mah, kalau sampai keluarga kita kenapa-napa, Levin nggak akan pernah bisa maafin Leonel.”

“Levin, kamu nggak boleh bersikap kayak gitu. Leonel itu kakak kamu, Sayang,” ujar Maya mencoba memberikan putranya pemahaman.

Levin menatap Maya, lalu ia menggelengkan kepalanya, “Nggak, Mah. Sejak saat itu, Levin nggak pernah anggap Leonel lagi sebagai kakak.”

***

2 hari kemudian.

Suasana kantor Mahkamah Agung pagi itu menjadi gempar berkat kedatangan pihak kejaksaan dan kepolisian yang membawa surat penangkapan Abbas Pasha Tarigan. Abbas berada di ruangannya ketika seorang dari kejaksaan menyatakan tindak penahanannya.

Beberapa anggota dari kepolisian yang turut hadir di sana mengatakan bahwa Abbas harus segera ikut dengan mereka. Namun sebelum itu, Abbas ingin mendengarkan berita acara di surat penangkapan tersebut.

“Baik, Pak Abbas, saya akan membacakan tuduhan yang dilayangkan kepada Anda,” ujar orang kejaksaan itu. “Berdasarkan kesaksian dari seorang pria bernama Hendri, Anda mendapat tuduhan atas pembunuhan berencana kepada ketua Mahkamah Konstitusi, Satrio Malik Gumilar. Selain itu terdapat tuduhan bahwa Anda telah merencanakan sabotase dokumen administrasi negara, penyalahgunaan kekuasaan yang terkait dengan keputusan final hakim MA, yang mana hal tersebut termasuk ke dalam pelanggaran kode etik MA.”

Setelah mendengar semua itu, Abbas nampak tidak percaya, tapi ia juga tidak bisa berkutik lagi. Di bawah meja, kedua tangan Abbas tampak mengepal dengan kuat.

Orang kejaksaan itu lantas maju selangkah, lalu kembali berujar di hadapan Abbas. “Kami akan membawa kasus ini ke pengadilan dan mengadilinya sampai tuntas.”

Abbas sempat menolak waktu akan dibawa oleh polisi. Pria itu mengatakan suatu hal yang membuat semua orang di sana menghentikan aksi mereka.

“Ini semua tidak benar, nama baik saya telah dicemari. Kalian tahu, saya akan membuktikan kalau saya tidak bersalah,” ucap Abbas.

“Bapak Abbas, Anda bisa mengatakannya lebih lanjut di kantor polisi. Silakan mengikuti prosedur penahanan kami, Anda wajib untuk mematuhi perintah di surat penangkapan ini,” ujar seorang kepala polisi di sana.

Pada akhirnya Abbas tidak lagi bisa mengelak ketika dirinya dibekuk oleh polisi. Rencana yang telah Abbas susun untuk menyingkirkan Satrio selama betahun-tahun, kini telah gugur hari ini. Hukum yang selama ini berada di tangannya, justru kini bekerja menghancurkan rencananya.

Ketika Abbas dibawa sampai di luar gedung Mahkamah Agung, di sana sudah banyak media yang meliput berita penangkapannya. Tidak hanya itu, beberapa masyarakat terlihat memenuhi jalanan di depan gedung MA, membuat para aparat keamanan bekerja untuk menyingkirkan mereka. Mobil polisi yang membawa Abbas sempat kesulitan untuk melewati kerumunan orang-orang yang ricuh di sana. Para massa itu tidak ingin menyingkir, mereka berusaha mendapat kejelasan berita soal penangkapan ketua MA yang dilakukan hari ini.

Mahkamah Agung sebagai lembaga yang bertugas membina dan menjaga semua hukum dan undang-undang di seluruh wilayah negara agar diterapkan secara adil, tepat, dan benar, nyatanya oknum dari lembaga itu telah melakukan pelanggaran hukum itu sendiri.

Sebuah pelajaran yang berharga adalah bahwa segala sesuatu tidak dapat dipercayai sepenuhnya, sekalipun dari luar nampak baik-baik saja. Sebagaimana mestinya, hukum akan tetap berjalan dan tidak memandang siapa yang berurusan dengannya.

***

Seorang pria muda dengan tubuh tinggi semampai mengetuk pintu ganda berpelitur coklat jati di hadapannya. Segera setelah pintu dibukakan, pria itu melangkah masuk ke dalam. Di ruangan itu, di kursi yang menghadap jendela kaca besar, seorang pria telah menunggu kedatangannya.

“Bagaimana semuanya bisa terungkap?” tanya pria yang duduk di kursinya itu.

“Ada yang menemukan bukti atas kejahatan Abbas dan Leonel, Pak,” ujar pria muda itu.

Pria yang masih duduk di kursinya itu nampak sedang berpikir. Tidak lama berselang, ia menyampaikan sesuatu pada pria di hadapannya. “Cari tau secara rinci siapa yang menemukan bukti itu. Mereka berani mengibarkan bendera perang kepada saya, maka sampai saya mati sekali pun, saya tidak akan membiarkan mereka.”

“Baik, Pak,” ucap pria muda itu menuruti perintah atasannya.

“Lakukan ini secara perlahan, kita tidak perlu terburu-buru. Biarkan sekarang kemenangan menjadi milik mereka.”

“Tapi, apa alasannya Pak? Bapak memiliki kekuasaan, kenapa ingin membiarkan mereka menang?” tanya pria itu nampak tidak mengerti.

“Lakukan saja apa yang saya perintahkan,” tukas pria itu. Pria muda itu hadapannya itu kemudian segera mengangguki perintah tersebut.

***

Levin masih berada di kampusnya ketika berita penangkapan papanya meluas di berbagai media. Teman-temannya sontak bertanya padanya, tapi Levin tidak bisa menjelaskan apa pun kepada mereka. Bukan hanya papanya saja yang ditangkap oleh polisi, tapi sebelumnya kakaknya juga telah ditangkap atas tindak pidana membunuh seseorang.

Berkat keributan itu, Levin akhirnya memutuskan meninggalkan kelasnya. Hari ini sepertinya akan menjadi hari terburuk bagi Levin. Saat Levin sampai di parkiran mobil di kampusnya, ia bertemu dengan 3 orang teman laki-lakinya. Di sana mereka menahan langkah Levin, lalu seorang dari mereka maju selangkah dan berujar tepat di depan wajahnya. “Habis denger berita, gue jadi nggak bisa bedain yang mana penegak hukum yang mana kriminal.”

“Jangan ngomong sembarangan,” ucap Levin dengan tatapan dinginnya.

“Sembarangan gimana? Beritanya aja udah jelas. Bokap lo katanya penegak hukum, tapi malah menodai hukum itu sendiri. Bahkan kakak lo juga seorang kriminal,” ucap temannya yang lain.

“Lebih baik lo pindah jurusan kuliah deh Vin, lo nggak pantes lulus sebagai sarjana hukum.” Setelah ucapan itu, ketiga lelaki di hadapannya berlalu meninggalkan Levin.

Padahal mereka adalah teman-temannya yang Levin pikir akan berada di sisinya saat ia terpuruk. Namun kenyataan yang terjadi, Levin ikut merasakan pahitnya hukum itu sendiri secara tidak langsung. Hukum rupanya tidak hanya berdampak pada orang yang berurusan langsung dengannya, tapi orang-orang di sekitarnya akan ikut terkena dampak dari hukum itu sendiri.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂

Di ujung koridor sekolah di lantai 2, Kaldera terlihat membuka loker buku miliknya. Hari ini Kaldera berencana mengambil beberapa barang miliknya dari loker dan membersihkannya, karena sebentar lagi loker ini akan berpindah kepemilikan. Ketika netranya menangkap sebuah foto berukuran sedang yang sangat fameliar baginya, Kaldera segera mengambil benda tersebut dari dalam loker. Kaldera menatap foto yang merupakan potret pertamanya dengan Zio itu, senyumnya pun otomatis terulas.

Sambil masih menatap foto itu, Kaldera berujar di dalam hatinya. Zio, kita pernah punya rencana dan mimpi yang indah untuk masa depan kita. Hanya aja, manusia cuma bisa berencana, tapi Tuhan yang berkehendak. Di mana pun kamu berada sekarang, kamu pasti tau kalau ada seorang laki-laki yang udah berhasil membuat aku mencintainya. He’s very kind and lovely like you, but like he said, he have his own way to loving me.

Kaldera mengakhiri ucapan di dalam hatinya. Kaldera lantas bergegas memasukkan foto itu ke dalam paper bag yang dibawanya. Kaldera juga merapikan barang-barang yang tersisa di lokernya, rupanya cukup banyak kenangan yang ia miliki dengan Zio yang masih ia simpan. Kaldera tersenyum sekilas, saat tiba-tiba teringat sikap cemburu Raegan ketika mengetahui Kaldera dan Zio memiliki banyak kenangan yang begitu indah.

Kaldera telah selesai dengan kegiatannya, ia pun mendapati sosok Icha tengah menghampirinya. Icha berjalan bersama Adel, tapi setelah mengatakan sesuatu pada Adel, kini Icha berjalan menuju Kaldera seorang diri.

“Kal,” ucap Icha.

Kaldera hanya menatap Icha dengan ekspresi datarnya. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Kaldera berbalik meninggalkan Icha begitu saja. Namun Icha segera menyusul langkah Kaldera dan kini menghalangi jalannya.

“Kenapa Cha?” tanya Kaldera akhirnya.

“Pulang sekolah kita hang out, yuk? Kita kan udah selesai ujian, kita pergi sama Adel sama Sandra juga,” ujar Icha.

“Lo aja sama mereka, gue nggak ikut,” ujar Kaldera.

“Kenapa Kal? Lo mau ke mana deh emangnya?”

“Gue mau pulang,” ucap Kaldera yang lantas segera berlalu dari hadapan Icha, tapi lagi-lagi Icha menahan pergelangan tangannya.

“Kal, lo kenapa ngehindarin gue gini sih?” tanya Icha.

Kaldera terlihat tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Icha, tapi akhirnya ia memutuskan untuk mengatakannya. Pertama-tama Kaldera melepaskan tangannya dari genggaman Icha, lalu ia berujar. “Gue nggak mau berteman lagi sama lo,” ucap Kaldera dengan gamblang.

Icha tampak kebingungan, kedua alis gadis itu bertaut. “Gue salah apa Kal? Selama ini kan kita berteman baik. Gue selalu support lo dan ada untuk lo di saat lo butuh. Tapi lo kayak gini—”

“Lo yakin itu?” Kaldera memotong ucapan Icha. Icha pun bungkam, terlihat tidak sanggup melanjutkan perkataannya.

Kaldera lantas berujar lagi. “Sebaiknya lo tanya sama diri lo sendiri, Cha. Lo tau, pengkhianatan lebih menyakitkan dari pada pembunuhan. Gue harap lo hargain keputusan gue, gue nggak mau berteman lagi sama lo.” Setelah mengatakannya, Kaldera segera berbalik dari hadapan Icha dan terus melangkah menjauh.

Pengkhianatan memang lebih menyakitkan dari pada pembunuhan. Sekarang Kaldera paham akan hal itu. Beberapa hari yang lalu, Raegan mengatakan sesuatu pada Kaldera mengenai cha. Kaldera sebaiknya membuat keputusan untuk tidak berteman lagi dengan Icha, karena Icha ikut andil dalam rencana penculikan Kaldera waktu itu. Icha menjadi antek yang berhasil dihasut oleh Leonel untuk membantunya merencanakan penculikan itu, dan Icha mendapat uang sebagai imbalannya.

Apa pun yang berhubungan dengan Kaldera, Raegan mengatakan kalau ia akan mengusut hal tersebut sampai tuntas ke akar-akarnya, termasuk tentang sahabatnya yang berusaha menusuknya dari belakang. Kaldera awalnya tidak bisa mempercayai fakta tersebut, tapi begitulah adanya. Siapa pun bahkan bisa berkhianat, dan pengkhianatan itu selamanya akan terasa menyakitkan dan tidak terlupakan.

***

Raegan's House

Di sore hari yang tampak cerah ini, Raegan mengajak Kaldera untuk pergi ke suatu tempat. Tempat tersebut rupanya adalah sebuah rumah hunian berlantai 2 yang cukup besar, dengan halaman yang luas di bagian depan maupun di bagian belakangnya.

“Mas, ini rumahnya siapa?” tanya Kaldera begitu mereka masuk dan berjalan sampai ke ruang tamu. Seluruh bagian rumah tersebut tampak sudah full furnish dan siap untuk dihuni.

Kaldera lantas mengambil tempat duduk di samping Raegan di sofa. Mereka saling menatap, lalu Raegan mengarahkan lengannya untuk memeluk bahu Kaldera dari samping. “Ini rumah aku. Kamu suka nggak sama rumah ini?” tanya Raegan.

“Hmm … suka aja sih. Rumahnya bagus, sejuk juga karena ada halaman yang luas,” ujar Kaldera.

“Mau liat-liat seluruh area rumah ini?” tanya Raegan.

“Boleh,” jawab Kaldera dengan tatapannya yang terlihat antusias.

“Oke, kita ke taman belakang. Sekalian aku mau kenalin kamu sama Xavier.”

“Xavier?” tanya Kaldera.

He’s so kind, bahkan sama orang yang baru pertama kali ketemu. Ayo,” ucap Raegan seraya meraih tangan Kaldera dan menggandengnya.

***

Ketika mereka sampai di halaman belakang, Kaldera mendapati sekitar 6 orang pria berbadan tinggi dan kekar di sana. Kaldera telah mengenal mereka semua yang merupakan anggota Aquiver, tapi Kaldera tahu bahwa di antara mereka tidak ada yang bernama Xavier.

Sebenarnya hari ini Raegan ingin menghabiskan waktu berdua bersama Kaldera, tapi kenyataannya mereka tetap tidak bisa berduaan saja. Mereka dikawal oleh beberapa orang, untuk memastikan keamanan dan menghindari kejadian yang tidak diinginkan kembali terjadi.

“Hei, Xavier,” ucap Raegan begitu terlihat Alaric muncul sambil membawa seekor anjing golden retriever bersamanya.

Kaldera lantas memperhatikan Raegan yang berlutut di hadapan anjing berbulu coklat keemasan itu. Raegan mengusap bulu anjing itu di bagian lehernya, lalu ia meminta Kadera untuk mencoba melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan.

“Jadi ini yang namanya Xavier,” ujar Kaldera, gadis itu ikut berlutut di dekat Xavier dan memperhatikan anjing dengan tubuh yang cukup gagah itu.

“Iya, emang kamu ngiranya apa?” tanya Raegan.

“Habis namanya bagus banget, aku sampe kira Xavier itu orang lho. Kamu sih nggak ngasih tau aku,” ujar Kaldera sambil tertawa pelan.

Raegan lantas ikut tertawa ketika mendapati tawa cantik Kaldera. “Nanti kalau Xavier punya anak, kamu mau namain apa?” tanya Raegan.

“Aku boleh namain?” tanya Kaldera sembari mengusap bulu halus Xavier. Anjing golden retriever memang terkenal ramah dan mudah akrab meskipun dengan orang baru. Xavier pun nampak anteng ketika Kaldera memanjakannya dengan mengusapi bulunya.

“Iya, kamu boleh namain. Terserah kamu mau namain apa,” ujar Raegan.

“Oke, nanti aku pikirin nama yang cocok untuk anaknya Xavier,” ujar Kaldera kemudian.

Setelah bermain beberapa saat dengan Xavier, Raegan dan Kaldera memutuskan untuk memiliki waktu berdua. Di halaman belakang rumah itu, terdapat sebuah paviliun yang bisa dijadikan tempat untuk bersantai sembari menikmati suasana sore.

Paviliun

Raegan dan Kaldera memutuskan duduk di kursi di paviliun di sana dan rupanya tanpa diduga, Xavier ingin ikut dengan mereka. Raegan telah meminta anggotanya untuk membawa Xavier, tapi anjing lincah itu malah melompat dan berlari menyusul ke paviliun.

Saat Raegan ingin mengajak Xavier bermain dengannya, anjing jantan yang telah 6 tahun menjadi peliharaan setianya itu justru menghampiri Kaldera dan meloncat ke atas pangkuannya. Xavier tampak manja, bahkan menggonggong kegirangan saat Kaldera bergerak memeluknya.

He like you very much,” cetus Raegan sambil memperhatikan keakraban antara Xavier dan Kaldera.

Kaldera menoleh pada Raegan dan mendapati perubahan ekspresi di wajah kekasihnya itu. Kaldera lantas tersenyum, lalu ia mencoba menurunkan Xavier dari pangkuannya. Namun apa daya, Xavier kembali naik ke pangkuannya dan malah meminta sebuah pelukan manja dari Kaldera.

“Mas, jangan bilang kamu cemburu sama Xavier?” tebak Kaldera.

Tawa Kaldera seketika membuncah setelah mendapati Raegan yang menjawab pertanyaannya dengan sebuah anggukan.

No one can loving you like I can,” ujar Raegan kemudian. Raegan mengaku kalah bahwa dirinya merasa cemburu pada siapa pun itu yang berada di dekat Kaldera dan dapat mencuri perhatiannya. Raegan tidak tahu pasti, tapi ia tidak dapat mengontrol perasaan itu. Perasaan cemburu yang tampak agak kekanak-kanakan, yang kadang membuat Raegan kalut. Namun berkat itu juga, Kaldera jadi sering tertawa karena mendapati tingkah Raegan yang satu itu.

“Iya iya, aku tau. No one can loving me like you can,” ujar Kaldera. Akhirnya Kaldera mengiyakan saja. Kalau dilanjutkan, Kaldera sudah tahu bahwa urusannya akan menjadi panjang. Lantas satu tangan Kaldera yang bebas yang tidak mendekap Xavier, meraih tangan Raegan yang berada di atas sandaran kursi yang di duduki pria itu.

Raegan terkesiap dan melihat ke arah tangannya yang kini di genggam oleh Kaldera.

“Biar kamu nggak cemburu lagi sama Xavier,” ujar Kaldera. Mau tidak mau, Raegan pun tertawa karena hal itu. Lucu juga kalau dipikir-pikir, Raegan bisa dengan mudah mencair saat bersama Kaldera. Suasana hati Raegan jadi mudah membaik berkat Kaldera dan itu terjadi begitu saja.

“Kalau kamu suka sama rumah ini, rumah ini bisa jadi rumah kita nantinya,” ucap Raegan. Raegan sedikit menggoyangkan tangannya yang masih digenggam Kaldera, ia menatap Kaldera dalam-dalam dan kembali berujar, “Rumah ini akan jadi rumah masa depan kita, saat nanti aku dan kamu udah sama-sama siap membangun keluarga kecil kita sendiri. Gimana menurut kamu?”

Senyum Kaldera seketika merekah setelah mendengar kalimat itu. Kaldera lantas memperat genggaman tangannya pada tangan Raegan, Kaldera menatap Raegan dengan tatapan penuh cintanya.

“Kal, saat kamu udah merasa siap, kamu bisa kasih tau aku. I will purpose you and ask you to marry me,” lagi, Raegan selalu gamblang mengucapkannya. Raegan melakukannya tanpa aba-aba maupun sinyal, yang seringkali membuat Kaldera mengalami senam jantung.

Alright, I will tell you,” ujar Kaldera kemudian.

Kaldera belum tahu kapan waktu tersebut akan datang. Namun satu hal yang pasti, Kaldera ingin dirinya secepatnya siap untuk bisa mendampingi Raegan, berada di sisi Raegan sebagai seorang perempuan yang selalu memberinya kasih sayang. Kaldera sangat menanti hari itu, yang jika dibayangkan saja sudah mampu membuat dadanya berdebar. Hari yang indah itu, Kaldera hanya ingin mewujudkannya bersama dengan Raegan.

***

Ketika Raegan dan Kaldera kembali ke rumah, mereka kedatangan seorang tamu. Keduanya sebenarnya tidak mengira bahwa tamu tersebut adalah Aksa. Kondisi Aksa sudah nampak cukup baik, meskipun terlihat masih ada bekas memas di sisi wajahnya.

Di sofa ruang tamu, Kaldera dan Raegan duduk bersebelahan dan Aksa duduk di hadapan mereka. Aksa mengatakan bahwa ada hal yang ingin ia sampaikan kepada Raegan dan Kaldera. Aksa menatap Raegan dan Kaldera bergantian, sebelum akhirnya lelaki itu berujar, “Kaldera, Mas Raegan, gue mau minta maaf sama kalian.” Ketika mengucapkannya, tampak penyesalan yang begitu mendalam di wajah Aksa.

“Kata maaf gue mungkin nggak ada artinya, dan nggak akan bisa mengembalikan Zio ke dunia ini. Gue belum sempat menyampaikan permintan maaf, jadi gue ingin minta maaf yang sebesar-besarnya,” Aksa menjeda ucapannya, lelaki itu mengalihkan tatapannya sejenak ketika tiba-tiba perasaan sesak menghampirinya.

Raegan dan Kaldera lantas saling menatap. Raegan mengangguk sekilas, ia membiarkan Kaldera untuk memulai perkataannya lebih dulu.

“Sa, gue sama Mas Raegan udah maafin lo. Apa yang terjadi bukan sepenuhnya kesalahan lo. Gue terima kasih juga sama lo dan Kafka karena udah nolongin gue kemarin,” tutur Kaldera.

“Udah seharusnya gue ngelakuin itu, Kal. Gue tau banget lo adalah orang yang berarti buat Zio. Gue nggak mau Zio membenci gue kalau sampai hari itu gue nggak berhasil nolong lo,” ujar Aksa.

Aksa menatap Kaldera dan Raegan bergantian. Lantas Aksa juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Raegan. Raegan telah menyelamatkan masa depannya, membebaskannya dari jerat hukum, padahal secara tidak langsung ia adalah penyebab adik kandung Raegan meninggal.

Setelah mengatakan semuanya, Aksa pun berpamitan untuk pulang. Raegan dan Kaldera mengantar Aksa sampai ke teras rumah. Sebelum Aksa pergi, lelaki itu mengatakan sesuatu pada Raegan dan Kaldera. “Ohiya, selamat ya untuk kalian berdua,” ucap Aksa diiringi sebuah senyum segaris di wajahnya.

Raegan dan Kaldera lantas saling melempar pandangan, keduanya tampak tidak mengerti maksud perkataan Aksa barusan.

Aksa lalu terkekeh pelan dan berujar, “Selamat atas hubungan kalian, gue ikut senang dengarnya. Gue yakin kalau bukan Mas Raegan orangnya, Zio pasti udah cemburu banget.”

Kemudian sebuah senyum otomatis terbentuk di wajah Raegan dan Kaldera. Setelah mereka pikir-pikir, perkataan Aksa itu memang ada benarnya. Kaldera maupun Raegan yang begitu mengenal watak Zio, menebak jika orang itu bukanlah Raegan, pasti Zio tidak akan senang dan atau malah jadi sangat cemburu. Namun kenyataannya, keinginan terakhir Zio kini telah sukses terwujud. Zio menitipkan seseorang yang paling ia cintai kepada seseorang yang juga paling ia sayangi, agar ia bisa pergi dengan tenang. Jika orang itu bukan Raegan, mungkin Zio tidak akan rela Kaldera menjadi milik pria lain selain dirinya.

***

Terima kasih telah membaca The Expert Keeper 🔮

Silakan beri dukungan untuk The Expert Keeper supaya bisa lebih baik kedepannya. Support dari kalian sangat berarti untuk author dan tulisannya 💜

Semoga kamu enjoy dengan ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya yaa~ 🥂