alyadara

Sienna telah memutuskan untuk menuruti ego papanya terlebih dulu. Sienna benar-benar tidak bertemu dengan Alvaro dan itu sudah berlangsung selama kurang lebih satu minggu. Sienna berpikir, kalau ia bersikap lebih keras dari papanya, maka permasalahan ini tidak akan ada ujungnya. Sienna telah berdiskusi dengan Alvaro, dan lelaki itu setuju dengan rencananya. Mereka akan coba menuruti keinginan Fabio, dan berharap mungkin itu bisa membuat hati Fabio luluh dengan sendirinya.

Sore ini Fabio datang ke studio untuk menjemput Sienna. Fabio tidak membiarkan Sienna pergi ke mana pun sendiri, jadi Fabio mengantar putrinya berangkat kerja dan juga menjemputnya ketika pulang.

Fabio telah sampai di studio sekitar 15 menit sebelum Sienna selesai dengan pekerjaannya. Jadi Fabio akan menunggu putrinya di sana.

Fabio tadinya berniat menunggu Sienna di ruangan pribadinya, tapi langkahnya terhenti begitu saja saat sebuah suara memanggilnya.

Suara itu terdengar cukup fameliar, yang langsung membuat Fabio menoleh. Fabio nampak sedikit terkejut menemukan sosok kecil itu di belakangnya.

“Kakek,” panggil suara itu untuk yang kedua kalinya.

Fabio nampak bingung menghadapi situasi yang tengah terjadi. Belum sempat ia beranjak dari sana, sosok kecil di hadapannya itu berujar lagi, “Kakek nungguin bunda Sienna juga ya?” tanya bocah itu yang ternyata adalah Gio.

“Iya.” Fabio hanya menjawab seadanya.

Setelah itu, yang terjadi adalah Gio berlalu dari hadapan Fabio. Anak itu berjalan menuju sofa di area tunggu dan duduk dengan anteng di sana. Fabio lantas mengarahkan netranya pada Gio dan ia berpikir. Sudah sedekat apa bocah itu dengan Sienna? Fabio tahu betul putrinya, biasanya putrinya tidak ingin terlalu dekat dengan orang asing. Namun mengapa Sienna membiarkan dirinya terlalu dekat dengan Gio dan segala yang berhubungan dengan Alvaro?

Entah apa yang ada di pikirannya, Fabio justru melangkahkan kakinya menuju sofa itu. Kemudian Fabio mengambil tempat di samping Gio. Fabio memutuskan menunggu Sienna di sana.

“Kakek mau lihat nggak? Ada gambar papa, Gio, sama bunda Sienna,” celetuk Gio sembari menunjukkan buku gambar yang bocah itu keluarkan dari ranselnya.

Fabio tidak tahu apa yang dilakukannya, tapi ketika Gio memperlihatkan buku gambar itu, Fabio tertarik juga untuk melihat. Lantas Gio menyerahkan buku gambarnya kepada Fabio setelah anak itu membukakan halaman di mana gambar yang ingin ia perlihatkan berada.

Selama interaksi antara Fabio dan Gio berlangsung, Gina sebenarnya mendapati itu ketika ia kembali dari toilet dan tengah mencari keberadaan Gio. Namun Gina memilih menghentikan langkahnya dan mengamati dari posisi agak jauh. Gina membiarkan interaksi tersebut terjadi. Pasalnya kedua orang itu nampak akrab, jadi Gina tidak ingin mengganggu.

Kembali pada Fabio yang tengah melihat gambar di salah satu halaman di buku gambar milik Gio. Fabio mendapati gambar dengan judul ‘Keluarga’ yang dibuat oleh Gio.

“Ini Gio yang gambar sendiri?” Fabio bertanya.

“Iya. Gio gambar sendiri karena ini tugas sekolah. Bu guru suruh Gio gambar keluarga, jadi Gio gambar papa, Gio, sama bunda,” jelas Gio dengan begitu lugasnya. Nampak senyum kecil di wajah bocah itu ketika menjelaskan soal gambar yang dibuatnya.

Fabio memperhatikan senyum Gio, senyum yang nampak begitu tulus. Fabio tiba-tiba membayangkan bagaimana kalau kebahagiaan anak ini hilang dari dirinya? Pancaran mata itu begitu mendamba sebuah kehangatan dari sebuah keluarga kecil yang harmonis.

“Kakek,” ujar Gio.

“Iya?” Fabio memberikan atensinya kepada Gio, tatapannya kini tertuju kepada Gio yang berada di sampingnya.

“Kemarin papanya Gio nolongin mama dari orang yang sakitin mama. Papa sama mama udah nggak tinggal bareng lagi. Gio sedih sih, tapi Gio punya bunda Sienna yang sayang banget sama Gio. Papa sama bunda juga saling sayang, jadi Gio nggak sedih lagi deh.”

“Kakek?” Gio berujar dengan nada bingungnya ketika mendapati Fabio hanya terdiam usai ia bercerita secara spontan.

“Kakek kenapa?” Gio bertanya dengan nada khawatir sambil memperhatikan raut wajah Fabio.

“Nggak papa,” ujar Fabio, coba memberitahu Gio bahwa dirinya baik-baik saja. Fabio berusaha menutupi reaksinya agar Gio tidak tidak tahu bahwa rentetan kalimat yang bocah itu ucapkan ; telah berhasil mengobrak-abrik perasaan Fabio.

“Gio,” ujar Fabio.

“Iya Kakek?”

Fabio masih memegang buku gambar itu dengan tangannya, lalu ia bertanya, “Kenapa Gio bisa sayang sama bunda Sienna?”

Pertanyaan itu jelas membuat Gio bingung. Namun anak itu tetap akan menjawabnya, sesuai dengan apa yang mampu ia pikirkan, sesuai apa yang dirasakan oleh hatinya.

“Gio sayang sama bunda Sienna karena bunda orangnya baik banget. Waktu mama Gio pergi, bunda dateng, bunda temenin Gio. Bunda suka bacain Gio cerita biar Gio bisa tidur, terus bantuin Gio kerjain PR sekolah juga.”

“Kakek, tau nggak? Tadinya papa sedih banget pas mama pergi. Tapi pas ada bunda Sienna, papa bisa bahagia lagi. Gio sayang dan bangga banget samaa papa. Gio seneng karena Gio punya papa dan bunda Sienna yang hebat,” lanjut Gio.

Fabio hanya mampu mengulaskan senyum getirnya mendengar semua kalimat itu. Perkataan Gio berhasil mendobrak pintu hatinya yang selama ini tertutup rapat. Entah keajaiban apa yang dimiliki anak ini, hingga perkataannya mampu menembus hatinya. Fabio mampu merasakan sebuah kehangatan melalui kata-kata yang Gio ucapkan. Anak kecil seusia Gio, tentu memiliki hati yang murni dan tulus, dan ucapannya pasti adalah kejujuran yang berasal dari dalam hatinya.

Gio nampak begitu bahagia berkat kehadiran Sienna, tepat setelah ibu kandungnya pergi meninggalkannya. Maka jika Fabio memisahkan mereka, ia akan merasa jadi manusia terjahat dan juga seorang ayah yang gagal untuk Sienna.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sekitar pukul 7 malam, Sienna baru tiba di rumah setelah hari yang terasa panjang yang dilaluinya. Tadi Alvaro mengantarnya sampai rumah, tapi lelaki itu tidak mampir.

Saat akan melangkah masuk, Sienna mendapati Fabio sedang duduk di teras ; seolah papanya itu memang telah menunggu kepulangannya.

“Sienna, kamu berniat bohong atau sengaja melanggar perintah Papa di depan mata Papa sendiri?” ujar Fabio, nadanya terdengar dingin dan agak ketus.

Sienna baru saja melepas flat shoes-nya dan meletakannya di rak sepatu di samping teras. Sienna tidak mungkin menghindari omelan papanya, ia tahu bahwa dirinya harus menghadapi sesuatu yang telah ia langgar.

“Papa larang kamu ketemu sama dia, tapi kamu masih ketemu dan bahkan bohong sama Papa. Mama kamu juga ikutan bohongin Papa,” ucap Fabio lagi, kali ini di nada bicaranya terdengar ada kekecewaan.

Fabio melarang Sienna untuk bertemu Alvaro, tapi akhirnya tau kalau putrinya telah membohonginya. Sienna menemui Alvaro dan yang membuat Fabio murka adalah, Sienna melibatkan dirinya pada kehidupan Alvaro, lagi dan lagi.

“Sienna, kamu akhiri hubungan kamu dengan dia. Ini adalah perintah mutlak dari Papa,” putus Fabio.

“Pah—”

“Apa lagi? Kamu mau membantah ucapan Papa?”

Fabio nampak menghembuskan napasnya dan memegangi dadanya. Setelah beberapa detik coba menenangkan diri, Fabio akhirnya menjelaskan pada Sienna. “Papa begini karena Papa sayang sama kamu, Sienna. Selama ini, kamu rela menjalani hubungan yang tidak jelas arahnya. Kamu rela berada di posisi yang bisa merugikan kamu, nggak tau sekarang, nggak tau nanti. Bagi Papa, hubungan kamu dan Alvaro adalah hubungan yang tidak dilandaskan pada ajaran Tuhan dan agama kita.”

Menurut Fabio, Alvaro telah berani-beraninya memacari anak gadisnya di saat lelaki itu masih terikat pernikahan dengan perempuan lain. Hal tersebut jelas melanggar aturan yang ada dalam agama mereka.

Selain itu, kehidupan dan masa lalu Alvaro yang terlalu rumit, membuat Fabio tidak ingin anaknya terlibat dengan lelaki itu, karena tidak ingin Sienna ikut terbawa masalah.

“Sienna, sekali lagi Papa bilang sama kamu. Akhirin hubungan kamu sama dia. Kamu cuma dibutakan oleh cinta, Nak. Papa hanya nggak ingin anak Papa disakiti.”

***

Sienna hanya bicara seperlunya ketika berhadapan dengan Fabio, dan itu sudah berlangsung selama tiga hari lamanya. Sienna tahu sikapnya ini tidak baik, ia terlihat seperti anak yang durhaka kepada orang tua. Namun Sienna punya alasan melakukannya. Ia ingin papanya juga mengerti. Sienna tahu Fabio begitu menyayanginya, tapi tidak selamanya cara menyayangi adalah dengan mengutamakan ego dan bersikap keras hati.

Fabio bahkan tidak memberi Alvaro kesempatan untuk menunjukkan sedikit saja itikad baiknya. Fabio sudah menutup hati sejak awal. Entah cara apa lagi yang harus Sienna dan Alvaro lakukan untuk meluluhkan hati seorang ayah yang berasumsi bahwa beginilah cara mencintai putrinya.

Malam ini di ruang keluarga, hanya Sienna yang tidak terlihat. Papa, mama, kakak, dan adiknya tengah berkumpul sembari menikmati camilan dan menonton tayangan TV.

“Sienna ke mana Mah?” celetuk Valiant.

“Ada di kamarnya. Dari pulang kerja tadi, belum keluar sampai sekarang,” ujar Renata dengan nada khawatir.

“Udah makan belum dia?” tanya Valiant.

“Belum. Padahal Mama masak makanan kesukaan dia.”

Usai pembicaraan itu, tiba-tiba Fabio beranjak dari posisinya. Fabio meninggalkan ruang keluarga dan sepertinya akan menuju kamar Sienna.

“Kasian deh kakak. Lagian kenapa papa nggak restuin hubungan kakak sih, Mah?” Christo bertanya dengan raut bingungnya.

“Ini urusan orang dewasa. Intinya papa kamu tuh cuma belum luluh aja,” ujar Renata yang kemudian ikut menyusul langkah Fabio.

Christo lantas hanya berdecak heran, tanda bahwa dirinya tidak dapat memahami jalan pikiran orang dewasa yang menurutnya terlalu rumit.

Apakah cinta memang membuat seseorang menjadi buta? Namun Christo sendiri pun ingat, ia belum pernah mendapati kakaknya sekacau ini hanya karena urusan asmara.

Ketika Christo melihat Sienna seperti sekarang, ia jadi beranggapan bahwa kakaknya itu sungguh-sungguh telah mencintai sosok kekasihnya. Itu artinya, Alvaro telah benar-benar membuat Sienna jatuh sedalam-dalamnya ; karena jika tidak, Christo yakin kakaknya tidak akan sampai seperti ini.

***

Fabio mendapati Sienna tertidur di kamarnya ketika ia sampai di sana. Pintu kamar Sienna tidak dikunci seperti kemarin. Fabio pun bersyukur, artinya anaknya sudah tidak terlalu marah padanya.

Fabio lantas berjalan mendekat, lalu ia duduk di tepi kasur. Tanpa Fabio tahu, Renata berdiri di ambang pintu, tengah mengamati apa yang sedang Fabio lakukan di sana.

Fabio mengangkat tangannya dan dengan lembut mengusap puncak kepala Sienna. Renata tahu betul alasan dari sikap suaminya yang melarang hubungan putri mereka. Kasih sayang seorang ayah pada anaknya memanglah begitu besar, maka tidak bisa dipaksa begitu saja agar Fabio luluh hatinya. Biarkan itu terjadi secara alami dan memang membutuhkan waktu.

“Sienna, maafkan Papa,” ucap Fabio di dekat Sienna.

“Papa minta maaf, Papa udah bikin kamu sedih,” lagi, Fabio berujar dengan nada yang terdengar pilu.

Fabio sedikit tertegun ketika mendapati Sienna menangis di dalam tidurnya, air bening itu mengalir dari pelupuk mata putri tersayangnya.

Fabio masih di sana, ia mengatami wajah tertidur Sienna yang nampak damai, tapi tahu bahwa putrinya sebenarnya tengah bersedih.

Satu hal yang lantas menarik perhatian Fabio adalah sebuah bingkai foto berukuran kecil yang berada di dekapan putrinya.

Secara perlahan agar tidak membangunkan Sienna, Fabio mengambil bingkai itu dari dekapan putrinya. Fabio melihat foto di dalam bingkai itu yang berisikan potret Sienna, Alvaro, dan Gio. Di foto itu, Sienna terlihat begitu bahagia. Fabio dapat mengetahuinya hanya dari melihat senyum yang tercetak di paras putrinya.

“Sienna, apa dia benar-benar bisa membuat kamu bahagia?” Fabio bermonolog.

Beberapa detik kemudian, Fabio akhirnya meletakkan bingkai foto itu ke nakas di samping kasur, lalu ia kembali menatap wajah tertidur Sienna.

Selama beberapa detik, Fabio masih di sana dengan berbagai pertanyaan yang memenuhi pikirannya. Mengapa hatinya terlalu keras hingga jadi tertutup seperti ini? Apa yang sebenarnya Fabio inginkan? Apakah ia telah melakukan kesalahan sehingga membuat putrinya bersedih?

Semua pertanyaan itu hanya satu jawabannya, dan sebenarnya Fabio sudah mengetahuinya. Fabio hanya ingin Sienna bahagia, dan ia sudah tahu alasan Sienna bahagia adalah eksistensi lelaki yang dicintai oleh putrinya. Lelaki itu hadir di hidup putrinya dan memberikan kebahagiaan, lantas mengapa Fabio malah menjauhkan putrinya dari kebahagiaannya?

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Flashback.

Di usianya yang ke 19 tahun, Alvaro telah menjadi seorang ayah. Hari di mana Gio lahir, Alvaro tidak akan pernah lupa bahwa hari itu ia menjadi lelaki yang paling bahagia. Alvaro menjadi lelaki yang pertama menggendong bayi mungil itu, menjadi lelaki pertama yang menggenggam jari-jari kecilnya.

Alvaro berpikir hidupnya menjadi lebih baik sejak Giorgino Gavi Zachary lahir ke dunia. Menjadi seorang ayah rupanya adalah perasaan yang membahagiakan dan menakjubkan.

Sudah menjadi keputusan Alvaro dan Marsha, bahwa sejak bayi, Gio akan tinggal dengan Alvaro dan Inggit. Marsha sering berkunjung ke rumah dan beberapa kali menginap ketika akhir pekan.

Sejak menginjak usia 4 tahun, Gio semakin mengerti tentang banyak hal. Gio tahu bahwa Alvaro dan Marsha adalah orang tua kandungnya. Semakin Gio beranjak besar, anak itu semakin pintar dan sering bertanya pada Alvaro dan Marsha tentang mengapa papa dan mamanya tidak menikah ; tidak seperti orang tua teman-temannya. Makanya Gio selalu ingin papa dan mamanya menikah dan tinggal di rumah yang sama.

Gio tidak pernah tahu bahwa Alvaro mengakuinya sebagai anak angkat di hadapan publik. Alvaro terpaksa melakukannya, dan ia merasa sangat bersalah akan itu.

Di suatu malam, saat Gio tidak bisa tidur, Alvaro datang ke kamarnya. Alvaro akan menceritakan sebuah cerita lucu yang kemudian mengundang gelak tawa bocah berusia 4 tahun itu.

“Sekarang Gio tidur ya, ini udah malem,” ucap Alvaro setelah kurang lebih tiga puluh menit ia bercerita.

“Papa, boleh Gio tanya sesuatu dulu?” tanya Gio sambil menatap Alvaro.

“Boleh dong, Sayang. Gio mau tanya apa emangnya?”

“Bisa nggak, nanti Papa sama mama menikah? Kalau menikah, Papa sama mama nanti tinggalnya bareng, kan? Orang yang menikah itu saling sayang kan, Pah? Papa dan mama kan saling sayang.”

Alvaro sempat terdiam dan tidak langsung menjawab pertanyaan Gio. Namun ia tidak ingin membuat anaknya bingung dan bersedih.

“Kalau Papa dan mama menikah, emangnya Gio seneng?” Alvaro bertanya sembari menggerakkan tangannya untuk mengusap puncak kepala Gio.

“Seneng banget. Gio kan pengen tinggal sama Papa dan mama. Gio sayang sama Papa, sayang mama juga.” Gio menjawabnya sembari menatap Alvaro dengan mata puppy eyes-nya yang sangat lucu dan menggemaskan.

“Iya, Sayang. Gio sabar ya, nanti Papa dan mama akan bicarakan dulu,” ujar Alvaro akhirnya.

Gio mengangguk dengan semangat, lalu bocah itu menampakkan senyum lebarnya. Namun Gio belum tidur, ia malah bertanya lagi pada Alvaro. “Papa sayang sama mama?”

Alvaro dengan cepat mengangguk, lalu ia menyematkan kecupan di puncak kepala Gio. “Papa sayang mama dan juga sayang Gio, sayang sekali.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Flashback.

Di usianya yang ke 19 tahun, Alvaro telah menjadi seorang ayah. Hari di mana Gio lahir, Alvaro tidak akan pernah lupa bahwa hari itu ia menjadi lelaki yang paling bahagia. Alvaro menjadi lelaki yang pertama menggendong bayi mungil itu, menjadi lelaki pertama yang menggenggam jari-jari kecilnya.

Alvaro berpikir hidupnya menjadi lebih baik sejak Giorgino Gavi Zachary lahir ke dunia. Menjadi seorang ayah rupanya adalah perasaan yang membahagiakan dan menakjubkan.

Sudah menjadi keputusan Alvaro dan Marsha, bahwa sejak bayi, Gio akan tinggal dengan Alvaro dan Inggit. Marsha sering berkunjung ke rumah dan beberapa kali menginap ketika akhir pekan.

Sejak menginjak usia 4 tahun, Gio semakin mengerti tentang banyak hal. Gio tahu bahwa Alvaro dan Marsha adalah orang tua kandungnya. Semakin Gio beranjak besar, anak itu semakin pintar dan sering bertanya pada Alvaro dan Marsha tentang mengapa papa dan mamanya tidak menikah ; tidak seperti orang tua teman-temannya. Makanya Gio selalu ingin papa dan mamanya menikah dan tinggal di rumah yang sama.

Gio tidak pernah tahu bahwa Alvaro mengakuinya sebagai anak angkat di hadapan publik. Alvaro terpaksa melakukannya, dan ia merasa sangat bersalah akan itu.

Di suatu malam, saat Gio tidak bisa tidur, Alvaro datang ke kamarnya. Alvaro akan menceritakan sebuah cerita lucu yang kemudian mengundang gelak tawa bocah berusia 4 tahun itu.

“Sekarang Gio tidur ya, ini udah malem,” ucap Alvaro setelah kurang lebih tiga puluh menit ia bercerita.

“Papa, boleh Gio tanya sesuatu dulu?” tanya Gio sambil menatap Alvaro.

“Boleh dong, Sayang. Gio mau tanya apa emangnya?”

“Bisa nggak, nanti Papa sama mama menikah? Kalau menikah, Papa sama mama nanti tinggalnya bareng, kan? Orang yang menikah itu saling sayang kan, Pah? Papa dan mama kan saling sayang.”

Alvaro sempat terdiam dan tidak langsung menjawab pertanyaan Gio. Namun ia tidak ingin membuat anaknya bingung dan bersedih.

“Kalau Papa dan mama menikah, emangnya Gio seneng?” Alvaro bertanya sembari menggerakkan tangannya untuk mengusap puncak kepala Gio.

“Seneng banget. Gio kan pengen tinggal sama Papa dan mama. Gio sayang sama Papa, sayang mama juga.” Gio menjawabnya sembari menatap Alvaro dengan mata puppy eyes-nya yang sangat lucu dan menggemaskan.

“Iya, Sayang. Gio sabar ya, nanti Papa dan mama akan bicarakan dulu,” ujar Alvaro akhirnya.

Gio mengangguk dengan semangat, lalu bocah itu menampakkan senyum lebarnya. Namun Gio belum tidur, ia malah bertanya lagi pada Alvaro. “Papa sayang sama mama?”

Alvaro dengan cepat mengangguk, lalu ia menyematkan kecupan di puncak kepala Gio. “Papa sayang mama dan juga sayang Gio, sayang sekali.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Flashback.

Malam itu, Alvaro baru saja selesai menghadiri sebuah ajang bergengsi untuk penghargaan film. Alvaro memenangkan penghargaan untuk aktor pendatang baru terbaik di tahun itu. Film laga yang dibintanginya, debut dengan sukses dan berhasil mendapatkan 2 juta penonton dalam waktu penayangan minggu. Itu adalah pencapaian besar sebagai aktor di usia Alvaro yang masih terbilang muda, saati itu usianya baru menginjak 18 tahun.

Bukan hanya orang tuanya saja yang bangga, tapi perusahaan management-nya juga begitu bangga pada Alvaro. Tidak lupa, kekasih juga bangga sekali padanya. Marsha memberi surprise untuk Alvaro setelah menyuruh Alvaro datang ke apartemennya malam ini.

Rupanya hanya ada Marsha di sana, padahal Alvaro mengira Marsha akan mengundang teman-teman mereka yang berasal dari sesama artis, paling tidak. Lantas Marsha hanya mengatakan kalau ia ingin menghabiskan waktu berdua saja dengan Alvaro, tanpa adanya orang lain. Alvaro telah sibuk menjalani shooting beberapa bulan belakangan, hingga membuat mereka jarang bertemu. Belum lagi, promosi film yang harus dijalani Alvaro, membuat waktunya tersita disaat ia harus membaginya untuk sang kekasih.

“Al, selamat ya buat penghargaannya. Aku bangga banget sama kamu,” ucap Marsha.

Alvaro lantas menampakkan senyum lebarnya. “Makasih ya, Sayang,” ujarnya kemudian.

Marsha lantas menyerahkan sebuah kotak berukuran sedang kepada Alvaro. Alvaro langsung membuka isinya dan matanya seketika membeliak. Alvaro nampak senang, Marsha memberikannya sebuah sepatu mahal yang sudah cukup lama Alvaro inginkan.

Tidak hanya sepatu, tapi Marsha juga memberikan sebuah jam tangan dan sebotol minuman alkohol. Alvaro tahu itu minuman mahal dan tidak mudah mendapatkannya karena memang harus diimpor dari luar negeri.

Marsha kemudian berjalan menjauhi Alvaro, rupanya perempuan itu tengah mengambil dua buah gelas tinggi dari laci.

Marsha kembali pada Alvaro, ia meletakkan gelas di tangannya di meja. “Wanna have a drink together?” tanya Marsha.

Of course,” ucap Alvaro yang lantas meminta Marsha menuangkan minuman untuk mereka berdua.

Malam itu, setelah beberapa saat kerongkongannya menikmati minuman keras, Alvaro pun kehilangan kesadarannya. Rasanya sulit sekali membuka mata dan ada gelenyar aneh dari dalam dirinya yang memerintahkannya melakukan sesuatu.

Alvaro tidak berniat untuk melakukannya. Ia tidak berniat menyentuh Marsha, tapi keesokan harinya, Marsha mengatakan bahwa mereka telah melakukan hubungan badan.

Pagi hari yang akan selalu diingat Alvaro, di mana dirinya merasa berdosa karena telah merusak pacarnya sendiri. Alvaro tidak berpikir sejauh ini dirinya akan melakukannya dengan Marsha. Alvaro bukanlah lelaki suci yang tidak pernah menyentuh kekasihnya sama sekali, tapi apa yang telah ia lakukan adalah lebih dari sekedar menyentuh. Alvaro telah membuat Marsha menerima miliknya yang seharusnya itu tidak terjadi sebelum mereka terikat pernikahan.

***

Beberapa minggu kemudian.

Alvaro berusaha menepis hal negatif di pikirannya ketika Marsha mengatakan ingin bicara empat mata dengannya. Marsha bilang ini adalah sesuatu yang penting dan Alvaro harus mengetahuinya.

“Al, aku hamil.” Tiga kata itu yang diucapkan Marsha berhasil membuat Alvaro tercekat. Rasanya seperti ada sesuatu tak kasat mata yang kini mencekik lehernya.

Alvaro masih mematung di tempatnya, sampai akhirnya Marsha menunjukkan sebuah testpack bergaris dua di hadapan Alvaro.

Alvaro melihat ke arah benda itu dengan tatapan bingung. Alvaro bingung atas apa yang terjadi dan tidak tahu bagaimana harus menghadapi tanggung jawab yang besar ini.

“Sha, malam itu aku nggak inget. Kamu yakin kalau kita ngelakuin itu?” Alvaro bertanya tanpa maksud melukai perasaan Marsha.

“Maksud kamu? Al, kita ngelakuin itu. Mungkin kamu nggak inget, tapi jelas aku inget. Aku selama ini sama kamu. Sikap kamu seolah-olah nuduh kalau aku selingkuh,” ucap Marsha dengan Marsha pilu dan terlihat ekspresi kecewa di wajahnya.

“Sha, aku nggak maksud nuduh kamu. Aku cuma lupa kita udah ngelakuin itu. Siapa tau hasil testpack-nya salah, kita ke dokter yaa buat pastiin?” Alvaro membujuk Marsha. Namun Marsha sudah lebih dulu mengeluarkan sebuah amplop dari tasnya. Marsha menyerahkannya pada Alvaro dan meminta lelaki itu untuk membaca isinya.

Dengan perasaan cemas, Alvaro membaca keterangan di kertas itu. Jelas tertulis di sana bahwa Marsha tengah mengandung dan usia kandungannya sudah masuki minggu kedua.

Alvaro kalut, tapi ia harus berpikir dan mengambil sebuah keputusan yang sulit. Di saat usianya masih terbilang muda, Alvaro merasa ia belum siap untuk menjadi seorang ayah.

Namun di satu sisi, Alvaro tidak kepikiran untuk kehilangan darah dagingnya sendiri.

Alvaro akhirnya membuat keputusan, ia tidak ingin kehilangan anak mereka. Alvaro tidak sanggup mengorbankan darah dagingnya sendiri demi keamanan karirnya, tidak terpikirkan juga di benaknya untuk menjadi orang yang lebih bejad lagi.

Alvaro dan Marsha memutuskan mempertahankan anak mereka dan akan merawatnya bersama. Meskipun terpaks ada yang harus mereka lakukan guna menjaga nama mereka sebagai artis tetap bersih, yakni dengan menyembunyikan identitas anak mereka. Mungkin sebagai orang tua Alvaro dan Marsha tidak sempurna, tapi mereka akan selalu mencoba memberikan kasih sayang yang utuh untuk calon anak mereka.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Marsha tampak sedikit terkejut ketika mendapati Alvaro tidak datang sendiri. Alvaro datang bersama Sienna dan Gio. Di setiap langkah lelaki itu, rupanya ada orang-orang yang dicintainya yang selalu mendampinginya. Lelaki itu tidak sendiri untuk menghadapi saat yang sulit baginya.

Alvaro akan mengantar Marsha ke suatu tempat yang sudah dipastikan aman. Kondisi Marsha yang kacau, tidak memungkinkan untuk mengantar perempuan itu ke rumah orang tuanya.

Marsha duduk di kursi mobil di belakang, sementara Sienna berada di kursi depan dan tengah memangku Gio yang tertidur di dekapannya. Melihat situasi yang terjadi sekarang, dada Marsha terasa berdenyut nyeri. Posisi Sienna saat ini, harusnya adalah posisinya.

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 30 menit, mobil Alvaro kini telah berhenti di depan sebuah rumah dengan pagar putih. Rumah tersebut adalah kediaman sahabat dekat Marsha, jadi sementara Marsha bisa tinggal di tempat itu dengan aman.

Sebelum turun dari mobil, Marsha mengatakan sesuatu pada Alvaro. “Al, aku mau minta tolong sesuatu sama kamu. Mungkin ini akan jadi permintaan terakhir aku ke kamu.”

Alvaro hanya membiarkan Marsha mengatakannya, belum menanggapi apa pun.

“Tolong, kamu mengalah di pengadilan. Tolong biarin hak asuh Gio jatuh ke tangan aku. Ak-aku nggak bisa hidup tanpa anakku, Al,” ucap Marsha dengan nada memohonnya.

“Lebih baik kamu turun, aku nggak akan turutin permintaan kamu yang itu,” ucap Alvaro dengan tegas. Alvaro dengan cepat menolak permintaan tersebut tanpa mempertimbangkan apa pun, karena memang Marsha tidak berhak memintanya untuk mengalah atau pun mundur di pengadilan.

Marsha belum juga melangkah turun dari sana, ia masih keras kepala meminta Alvaro untuk menurutinya. Hingga keributan pun terjadi dan membuat Gio yang tadinya tertidur pulas jadi terbangun.

“Al, kamu harusnya ngerti. Aku ibu kandungnya, yang terbaik buat Gio adalah sama aku. Toh, Gio bukan anak kamu,” ucap Marsha dengan entengnya.

Marsha kelepasan mengatakannya, bahkan ia mengucapkannya di depan anaknya. Namun Gio telah telah terlanjut mendengar perkataan tersebut keluar langsung dari bibir ibunya.

Gio pun tampak bingung, anak itu tidak mengerti dengan maksud Marsha. Kenapa ibunya menyebut dirinya bukanlah anak papanya. Apakah itu benar? Gio hanya bertanya dalam hati sambil menatap Alvaro.

Sienna lekas meminta Gio kembali tidur, ia mengusap punggung kecil anak itu dan membisikkan sesuatu untuk menenangkannya.

“Ak-aku nggak maksud ngomong gitu. Gio, maafin Mama,” Marsha berucap dengan terbata. Namun Alvaro tidak memberi ampun, ia dengan tegas menyuruh Marsha untuk turun dari mobilnya.

Marsha akhirnya melangkah keluar, dan sayup-sayup terdengar olehnya bahwa Sienna tengah menenangkan Gio dengan kalimat-kalimatnya.

“Gio, tidur lagi ya, Nak,” suara lembut itu berhasil membuat anaknya menurut dan kembali tenang.

***

Di luar mobil, Marsha berbicara dengan Alvaro. Marsha mengungkapkan alibinya bahwa ia terpaksa meninggalkan Alvaro dan Gio. Marsha sesungguhnya tidak ingin melakukannya, tapi ia diancam untuk melakukannya.

Alvaro tampak tidak tertarik mendengar rentetan perkataan Marsha. Baginya tidaklah penting alibi yang Marsha ungkapkan itu, semuanya sudah percuma dan sudah berakhir.

“Liat apa yang udah kamu lakuin. Kamu ibu kandungnya, tapi kamu nggak bisa pahamin perasaannya. Kamu udah nyakitin perasaan Gio, Marsha,” ucap Alvaro. Marsha merasa tertampar dengan kalimat itu. Marsha mengakui bahwa dirinya telah menjadi ibu yang gagal untuk Gio.

“Al, dengerin dulu penjelasan aku,” ucap Marsha menahan Alvaro yang hendak berlalu dari hadapannya.

“Penjelasan apa lagi?”

“Aku terpaksa ninggalin kamu sama Gio, aku nggak benar-benar mau ngelakuin itu, ujar Marsha.

“Gimana bisa kamu bilang terpaksa? Kamu ngelakuinnya secara sadar, Sha. Bagi kamu lebih penting laki-laki itu, kan?” ucap Alvaro dengan nada sengitnya.

“Rafa ngancem aku, Al. Dia bakal beberin ke media soal identitas Gio, kalau aku nggak turutin maunya dia. Rafa punya bukti kalau Gio anak kita,” ujar Marsha.

Rafa tidak peduli Marsha berhubungan dengan Alvaro, yang penting lelaki itu mendapatkan apa yang ia inginkan. Toh kalau Marsha pergi selamanya dari Rafa dan lebih memilih Alvaro, Rafa akan selalu punya cara untuk membuat Marsha kembali yakni dengan ancamannya. Jadi Rafa tidak pernah takut untuk kehilangan Marsha.

Rafa menempatkan Marsha di posisi yang sulit. Marsha tidak punya pilihan, karena takut karirnya hancur, dan itu juga bisa mengancam karir Alvaro. Awalnya Marsha menikmati hubungannya dengan Rafa dan merasa bahwa pria itu mencintainya. Namun akhirnya Marsha sadar bahwa Rafa tidak mencintainya dan hanya memanfaatkannya.

“Sha, denger ya,” Alvaro berucap tegas. “Aku nggak peduli seandainya karir aku hancur. Selama aku menyembunyikan identitas Gio, aku selalu ngerasa jadi ayah yang gagal buat dia.” Alvaro menjeda ucapannya, tiba-tiba dadanya terasa sesak.

Alvaro kembali melanjutkan perkataannya. “Aku nggak pernah mau mengakui Gio sebagai anak angkat aku, tapi aku terpaksa ngelakuin itu. Aku nggak mau anakku tau kalau dia adalah anak hasil di luar pernikahan. Itu pasti nyakitin dia, Sha. Dia udah ngerti.”

Alvaro lantas membuat alibi juga bahwa ia tidak peduli jika karirnya hancur, yang terpenting baginya adalah Gio. Alvaro justru bersyukur bahwa Marsha telah bersikap egois dengan mementingkan karir ketimbang anak, karena mungkin jika tidak, Alvaro tidak akan pernah tahu bahwa Marsha telah selingkuh darinya.

“Kamu bisa ketemu Gio kapan pun yang kamu mau. Tapi aku nggak akan mengalah dan mundur di persidangan, aku akan tetap berusaha memenangkan hak asuh Gio.” Alvaro berucap telak.

Alvaro juga menambahkan, ia tidak ingin memisahkan seorang ibu dari anaknya. Marsha tetaplah ibu kandung Gio yang berhak untuk bertemu dengan anaknya. Namun untuk kembali membina rumah tangga bersama Marsha, Alvaro dengan tegas mengatakan bahwa itu tidak akan terjadi. Perempuan yang kini dicintai Alvaro hanya Sienna seorang, tidak ada yang lain.

Selain itu, bagi Alvaro tidak penting darah yang mengalir di tubuh Gio darah milik siapa. Gio tetap akan menjadi anaknya, karena Alvaro yang telah membesarkan Gio sejak kecil dan mereka adalah ayah dan anak yang tidak bisa dipisahkan.

Alvaro akhirnya melangkah meninggalkan Marsha di sana. Alvaro pergi dengan mobil itu, menyisakan Marsha seorang diri yang kini merasa begitu menyesali semuanya. Marsha menyesali perbuatannya, tangisnya pecah saat itu juga dan dadanya terasa amat sakit.

Marsha menyesal telah mengkhianati Alvaro serta meninggalkan kewajibannya sebagai istri dan seorang ibu. Melihat Alvaro bahagia bersama Sienna dan terlebih anak kandungnya tampak menyayangi sosok yang baru hadir itu, membuat Marsha sebagai ibu kandung merasa gagal dan hancur.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Sienna dijemput oleh Alvaro dan Gio setelah ia menyelesaikan pekerjaannya di studio. Gio nampak senang ketika tau akan menghabiskan waktu dengan papa dan bundanya.

Rencana yang kemarin sempat batal, hari ini akan diganti. Alvaro, Sienna, dan Gio akan mengunjungi tempat bermain indoor yang areanya cukup luas. Tempat permainan itu terbilang cukup lengkap ; ada area mandi bola, outbound, dan sliding. Jangan salah, semua wahana di tempat ini tidak hanya diperuntukkan untuk anak-anak, tapi ada juga yang untuk remaja bahkan sampai dewasa.

Playtopia

Sebelum memasuki arena permainan, Alvaro, Sienna, dan Gio membeli topi. Gio memilih yang warna biru dengan gambar animasi kartun kesukaannya. Sementara Alvaro tertarik pada sebuah topi hitam dengan tulisan ‘Papi’. Coba saja ada ‘Papa’ pasti akan sangat pas untuknya, tapi itu tidak menjadi masalah, toh arti kata tersebut sama saja. Sementara Sienna, ia tidak menemukan yang menarik baginya selain topi berwarna baby pink bertuliskan ‘Baby Girl’. Akhirnya setelah membeli topi, mereka bergegas masuk ke tempat bermain.

Papi & Baby Girl

Ketika sudah masuk ke area bermain, yang lebih semangat dibandingkan Gio justru Alvaro dan Sienna. Mereka mencoba berbagai wahana yang ada, dari mulai outbound, mandi bola, dan trampolin.

Setelah kurang lebih 30 menit bermain, Alvaro dan Sienna memutuskan untuk beristirahat terlebih dulu.

“Ternyata main kaya gini seru banget ya. Tempat mainan anak-anak sekarang keren-keren banget,” ujar Alvaro. Di salah satu sofa bag bean berwarna kuning, Alvaro merebahkan tubuhnya.

Sienna di sampingnya mengikuti Alvaro, merebahkan dirinya di sofa bag bean berwarna pink. “Iya. Pas kita kecil mana ada tempat mainan kayak gini,” timpal Sienna. Itu benar adanya. Di zamannya dan Alvaro dulu, mana ada model arena bermain sebagus dan selengkap ini. Biar saja mereka terlihat seperti orang dewasa dengan masa kecil yang kurang bahagia. Memangnya anak-anak saja yang butuh bermain, orang dewasa pun juga membutuhkannya.

“Bunda, Gio mau main perosotan yang di sana, ayo,” ajak Gio sembari menggandeng tangan Sienna. Sienna baru saja beristirahat, tapi Gio masih full baterainya mengajaknya untuk bermain lagi.

“Papa, ayo ikut juga,” ajak Gio pada Alvaro.

“Gio, nanti dulu dong. Papa capek nih,” sahut Alvaro dengan raut memelasnya.

“Yaudah, Al. Nanti lo nyusul aja. Gue sama Gio duluan ke sana ya,” ujar Sienna yang lantas diangguki oleh Alvaro.

Tidak lama setelah Sienna berlalu dengan Gio, Alvaro mendapati ponsel di saku celananya berbunyi. Alvaro menemukan nama ‘Marsha’ tertera di layar ponselnya. Namun saat akan menjawab panggilan itu, sambungannya sudah lebih dulu terputus. Alvaro pikir itu hanya salah pencet, dan mungkin saja hal tersebut terjadi.

Saat Alvaro masih menatap layar ponselnya, panggilan Marsha masuk lagi. Alvaro memutuskan menjawab telfonnya.

“Halo?” ujar Alvaro di telfon, tapi tidak ada sahutan apa pun. Alvaro hanya mendengar suara barang yang dibanting.

“Marsha?” Alvaro mencoba memanggil nama Marsha, tapi nihil. Terdengar lagi suarau teriakan laki-laki dari ujung sana “Matiin hp itu, Sialan!” begitu yang Alvaro dengar.

Beberapa detik kemudian, Alvaro mendengar suara fameliar Marsha menyahut di telfon. “Al, tolongin aku. Dia mau celakain aku …” Suara itu terdengar lirih. Setelah itu, Alvaro tidak mendengar apa pun lagi, dan sambungan telfonnya mati begitu saja.

Alvaro baru akan menyusul Sienna dan Gio, tapi keduanya telah kembali ke tempat semula.

“Papa, Gio tungguin lho sama Bunda. Papa lama banget gak nyusul-nyusul,” ucap Gio.

“Al, kenapa?” tanya Sienna yang mendapati Alvaro terbengong sambil melihat layar ponselnya.

Alvaro akhirnya tersadar, ia pun segera memberitahu Sienna soal apa yang baru saja diketahuinya.

“Gue anter lo sama Gio pulang dulu, baru habis itu gue sama Aufar bakal ke apartemen Marsha.”

“Kelamaan, Al. Takutnya Marsha udah kenapa-napa. Gue sama Gio ikut aja. Lo telfon bang Aufar, biar bisa langsung disusul,” saran Sienna.

“Oke.” Alvaro akhirnya menyetujuinya.

Seharusnya Alvaro tidak usah peduli dan terlibat lagi dengan Marsha. Namun Alvaro melakukannya hanya karena sebuah alasan ; yakni karena Marsha adalah ibu kandungnya Gio. Alvaro tidak sampai hati kalau sampai sesuatu yang buruk menimpa Marsha.

***

Marsha rasa sudah terlambat baginya untuk lari dari Rafandra. Seharusnya Marsha melakukannya dari dulu. Kini Marsha harus menghadapi murkanya Rafa dan ia sungguh ketakutan.

“Kenapa semuanya nggak berjalan sesuai rencana kita?!” hardik Rafa di depan wajah Masha, tampak rahang lelaki itu mengetat. Rafa mendekat pada Marsha, lalu ia meraih dagu Marsha dengan kasar, memaksa perempuan itu untuk menatapnya.

“Gimana bisa Alvaro punya bukti kalau kita selingkuh? Dari awal kita udah rencanain semuanya, kalau lo sama Alvaro cerai, lo harus menangin hak asuh itu,” ujar Rafa lagi.

“Aku udah berusaha, Raf. Aku udah sewa pengacara handal dan melayangkan tuduhan kalau Alvaro selingkuh sama Sienna. Hasil sidangnya juga belum final, jadi kamu tenang aja,” ucap Marsha.

“Gimana gue bisa tenang! Lo pikir dong Sha, kalau sampai hak asuhnya jatuh ke Alvaro, kita nggak bakal dapet apa-apa.”

Sejak awal, Rafa dan Marsha telah merencanakan sesuatu. Jika pernikahan Marsha dan Alvaro tidak bertahan, maka jalan satu-satunya untuk mendapatk apa yang mereka mau adalah dengan memanfaatkan hak asuh Gio dan Marsha harus mendapatkannya.

Saat ini justru posisi mereka terancam. Mereka takut kalah dan tidak mendapat hak asuh, yang mana nanti kemungkinan besar tidak bisa juga mengajukan pembagian harta gono gini. Jika Marsha terbukti selingkuh di sidang kesimpulan, maka Marsha tidak akan mendapat hak asuh Gio.

Selama ini pun, aset yang dimiliki oleh Alvaro adalah atas namanya sendiri, jadi tidak ada pencampuran harta yang membuat pengadilan harus melakukan pembagian harta gono gini. Maka jalan satu-satunya adalah mendapatkan hak asuh atas Gio. Kalau Marsha mendapat hak asuh, Marsha akan berhak mendapat uang dari Alvaro untul memenuhi kebutuhan Gio, dan itu akan dimanfaatkan sebisa mungkin oleh Rafa dan Marsha.

“Sekarang mungkin kita nggak punya kesempatan lagi. Aset kita satu-satunya, Alvaro yang bakal dapetin itu.” Rafa menggeram kesal, buku-buku tangannya tampak memutih karena ia mengepal terlalu kuat.

“Rafa, kamu udah gila, ya? Kamu sadar gak, Gio itu anak kamu! Gio itu darah daging kamu, tapi kamu jadiin dia aset!” ucap Marsha sembari mencoba berdiri dari posisinya. Marsha mencoba kabur dari tempat ini, jadi Rafa segera menyeretnya masuk kembali hingga Marsha jatuh tersungkur ke lantai.

Rafa lantas mengarahkan netranya pada Marsha, lalu ia menyunggingkan senyum smirk-nya. Dengan satu tangannya, Rafa menarik rambut panjang Marsha. Rafa memaksa Marsha mendongak, membuat perempuan itu kesakitan dan rintihan pun lolos dari bibirnya.

“Lo lupa?! Lo juga jadiin anak lo aset! Satu hal Sha, gue nggak pernah menginginkan anak itu. Gue udah nyuruh lo gugurin, tapi lo keras kepala.”

“Lepasin gue, Raf! Mulai detik ini, gue udah nggak mau berhubungan sama lo lagi. Lo denger itu baik-baik!” Marsha sudah muak, selama ini ia tidak berani bahkan untuk menghardik Rafa, tapi kini ia harus melakukannya.

“Lo pikir lo bisa lepas dari gue? Silakan aja lo berkhayal, tapi sayangnya khayalan lo gak akan jadi kenyataan, Sha,” ucap Rafa.

Marsha menatap Rafa nyalang, kedua matanya terasa perih, tapi ia tidak sudi untuk mengeluarkan air matanya, tidak lagi untuk lelaki ini. Dengan sekuat tenaga, Marsha pun berusaha melepaskan dirinya dari Rafa. Marsha berontak dengan memukul lengan Rafa dan sempat membuat lelaki itu hilang kendali. Namun dengan cepat Rafa kembali meraih Marsha, lalu ia mencengkeram kuat lengan Marsha.

“Lo berani juga ya. Lo harusnya nurut sama gue, Sha. Atau gue bisa nyakitin lo lebih dari yang lo bayangin,” sinis Rafa.

“Jangan sentuh gue,” Marsha menggeleng lemah ketika Rafa menyentuhkan tangannya ke lehernya dan bergerak lama-lama ke buah dadanya. Rafa kemudian membawa Marsha ke kamar dan dengan kasar menjatuhnya tubuhnya ke atas kasur.

“Raf, sakit …” lirih Marsha begitu Rafa mencengkeram pergelangan tangannya. Rafa hampir saja mengikat kedua tangan Marsha di atas kepala perempuan itu, tapi Marsha dengan cepat berhasil mencegah hal tersebut terjadi. Marsha mengambil sebuah kotak tisu, lalu melemparkannya kepada Rafa hingga akhirnya berhasil mengenai kepala lelaki itu. Rafa merintih kesakitan, lantas ia mendapati keningnya berdarah berkat lemparan kotak tisu yang terbuat dari kayu.

“Sialan!” umpat Rafa sembari mengelap darah di keningnya. Tidak ingin targetnya melarikan diri, Rafa dengan cepat kembali meraih Marsha.

Marsha kembali berada di bawah kungkungan Rafa. Satu kali, Rafa melayangkan pukulan keras pada bokong Marsha.

“Lo mau kabur? Jawab!” ujar Rafa.

“Engga, Raf. Ma-maaf. Maafin gue,” Marsha sebenarnya tidak sudi mengucapkannya, tapi ia tidak punya pilihan. Rafa yang temperamental, membuat Marsha tidak bisa melawan. Paling tidak sampai Rafa tenang, Marsha baru akan kembali berencana melarikan diri.

Rafa nampak belum puas, ia berniat akan kembali melayangkan pukulan pada Marsha. Marsha berusaha menghindari tangan itu dari dirinya, tapi tenaganya tidak sebanding dengan Rafa.

‘PLAK!’ satu tamparan pun akhirnya melayang di kulit wajah Marsha. Marsha merintih kesakitan, ia menggigit bibir bawahnya.

Tiba-tiba Marsha terbayang, rasa sakit yang ia dapatkan mungkin tidak sebanding dengan perbuatannya. Marsha telah berdosa, ia telah mengkhianati Alvaro, dan mungkin ini adalah balasan untuknya. Marsha secara sadar telah berhubungan dengan Rafa sejak dirinya dan Alvaro berpacaran. Dari hasil hubungan mereka, Marsha mengandung Gio dan Rafa menyuruhnya menggugurkan anak mereka.

“Raf, cukup. Aku mohon ... cukup,” Marsha berucap dengan wajah memelas. Namun seakan belum puas, Rafa kembali mengangkat tangannya untuk melayangkan tamparan pada Marsha, tapi tiba-tiba saja aksinya itu tertahan karena ada yang menahan lengannya ; lebih tepatnya ada seseorang yang menghalanginya melakukan itu terhadap Marsha.

Marsha yang mendapati sosok Alvaro di depannya lantas tampak nampak syok. Baik Marsha maupun Rafa, tidak menyadari bahwa tadi ada suara-suara dari luar dan rupanya itu adalah penyebab dari datangnya Alvaro.

Ini situasi yang tidak baik, pertemuan Rafa dengan Alvaro, tidak diprediksi akan terjadi. Marsha memang menghubungi Alvaro beberapa saat lalu, karena tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa. Namun Marsha tidak menyangka Alvaro sudi datang untuk menyelamatkannya.

“Al,” ucap Marsha dengan suaranya yang terdengar tercekat.

Alvaro beralih meraih kerah kaus Rafa, membuat sang pemilik tampak kesal dan menatapnya dengan tatapan nyalang. “Sekali lagi coba lo sakitin dia, gue nggak akan segan bikin lo dapet balasannya,” Alvaro berucap tepat di depan wajah Rafa.

Alvaro menatap nyalang pria di hadapannya, tiba-tiba hatinya berdenyut nyeri mendapati sosok ini ; rasanya luka lamanya seperti kembali dibuka. Jika Alvaro merasa bahwa Gio mirip dengannya, maka ketika melihat paras lelaki ini, Alvaro jadi tahu bahwa Gio lebih mirip dengan lelaki ini.

Beberapa detik kemudian, muncul di sana kehadiran Aufar dan juga Herdian. Rupanya Herdian yang telah membantu Alvaro membuka pintu apartemen dengan kunci cadangan yang dimilikinya.

Aufar lantas menghampiri Alvaro, ia menyuruh lelaki itu melepaskan cengkramannya pada Rafa.

“Biar gue yang urus. Lo bawa Marsha, pastiin dia aman,” ujar Aufar.

Dengan sedikit berat hati, akhirnya Alvaro melepaskan Rafa, meski ingin sekali Alvaro menghajar tampang itu dengan tangannya sendiri.

Alvaro berakhir bisa mengontrol dirinya dan tidak melakukan hal yang dirasa kurang bijak. Ada hal yang lebih penting untuk diurus, ketimbang harus mengotori tangannya dengan memukul bajingan itu.

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Selama 25 tahun menjalani hidupnya, Sienna tidak pernah berpikir bahwa ia dapat mewujudkan keinginannya berkat kemampuannya membaca masa depan. Sienna tentu masih ingat, beberapa saat sebelum dirinya dan Alvaro bertemu, Sienna mendapatkan sebuah mimpi. Di mimpi itu, Sienna merasa bahwa dirinya begitu bahagia. Sienna sekarang yakin bahwa lelaki yang dilihatnya di mimpi itu adalah Alvaro. Sienna ingin mewujudkan hari bahagia itu sesuai apa yang ada di mimpinya.

Mimpi Sienna itu seperti sebuah kepingan puzzle yang awalnya tidak beraturan, dan untuk melengkapi satu gambar puzzle yang utuh, diperlukan usaha yang tidaklah mudah. Ada jatuh dan bangun, ada tangis dan tawa, ada senyum dan air mata. Sienna telah bersedia melewati itu semua, selama ia melaluinya dengan orang yang ia cintai, Sienna yakin ia akan mampu.

Sienna dapat mengubah takdir seseorang menjadi lebih baik. Kemampuannya bisa menyelamatkan orang lain atau bahkan melindungi orang-orang yang ia sayangi dari sesuatu yang kurang baik.

Kini Sienna ingin menggunakan kemampuan untuknya sendiri. Sienna ingin mewujudkan mimpi indahnya menjadi kenyataan.

Hari ini sekitar pukul 3 sore, Alvaro mengajak Sienna ke suatu tempat. Tempat tersebut berada di luar kota, jadi butuh waktu kurang lebih 4 jam untuk sampai, sudah termasuk padatnya lalu lintas.

Mobil Alvaro telah berhenti di depan sebuah tempat dengan pagar ganda yang cukup tinggi. Alvaro lantas mengatakan bahwa ia akan turun lebih dulu. Ada sesuatu yang perlu ia pastikan agar semuanya berjalan sesuai dengan rencana.

Sienna hanya mengangguk menuruti Alvaro. Apakah ini akan persis seperti di mimpinya? Di dalam mimpinya, hanya ada dirinya sebelum akhirnya ia bertemu dengan Alvaro.

Sienna tetap memutuskan menunggu Alvaro kembali. Namun sampai hampir sepuluh menit berlalu, tidak juga ada tanda-tanda Alvaro kembali. Sienna malah mendapat pesan di ponselnya dan itu dari Alvaro.

‘You need to find me, Babe. Come over here.'

What?” Sienna berujar spontan setelah membaca pesan itu. Sienna tidak menyangka, sepertinya mimpinya memang akan menjadi 100 persen akurat terjadi di kehidupan nyata.

Sienna memutuskan turun dari mobil setelah mematikan mesin mobil dan membawa kuncinya bersamanya.

Sienna kemudian menyapukan matanya ke area sekitar sebelum akhirnya melangkah ke tempat itu. Tidak tahu pasti tempat seperti apas yang kini ia datangi, tapi yang jelas, tempat ini nampak sangat indah. Alvaro benar-benar mempersiapkan ini untuknya, dan Sienna terharu karena telah dispesialkan seperti ini.

Tempat yang kini Sienna jajaki merupakan sebuah taman yang cukup luas yang dipenuhi oleh bunga mawar pink. Sienna terkesima menyaksikan tempat yang begitu cantik ini. Sienna tidak tahu gambaran surga itu seperti apa, tapi tempat ini sepertinya layak disebut sebagai surga dunia.

Taman mawar pink

Saat Sienna melangkahkan kakinya semakin jauh, ia melihat sebuah danau yang airnya berwarna biru jernih, pemandangan di sana sungguh membuatnya takjub, mirip di cerita dongeng yang sewaktu kecil sering ia tonton.

Tidak jauh dari danau itu, ada sebuah air mancur yang tidak kalah cantik dari bunga-bunga mawar yang ada di taman. Sienna memutuskan mendekati air mancur itu, ia menyaksikan dengan tatapan berbinar air yang bergerak ke atas dari pancuran itu.

Air mancur

Di dekat air mancur itu, ada sebuah keranjang yang berisi beberapa tangkai bunga mawar. Sienna baru akan mengambil setangkai mawar dari sana, tapi seseorang lebih dulu memberikan setangkai mawar ; yang sudah bersih dari duri ke tangannya. Begitu Sienna mendongak untuk mendapati orang itu, ia menemukan Alvaro di sana.

Alvaro mengulaskan senyum lembutnya untuk Sienna. Sebuah senyum yang terasa fameliar, yang persis seperti yang Sienna lihat di dalam mimpinya.

Kedua netra Sienna lantas turun pada mawar yang Alvaro berikan padanya. Mawar memiliki makna dalam tentang sebuah cinta, an mawar ini menjadi pertanda dari sebuah suratan takdir yang dituliskan untuk Sienna dan Alvaro.

“Sienna, gue seneng bisa ketemu lagi sama lo,” Alvaro menjeda ucapannya, ia meraih satu tangan Sienna yang bebas.

I’ve been looking for you since I came back to Jakarta. Tapi Tuhan belum izinin gue buat ketemu sama lo. Pada akhinya, gue bersyukur karena gue bisa ketemu sama lo dan membuat lo jatuh cinta sama gue.”

Sienna menatap Alvaro lurus-lurus. Detik berikutnya, Alvaro yang masih menggenggam tangan Sienna, mengajak gadis itu ke sebuah tempat.

Rupanya Alvaro mengajak Sienna ke sebuah gazebo mungil telah di dekor dengan bunga-bunga mawar yang cantik di kerangka luarnya. Alvaro lantas mengajak Sienna masuk ke dalam gazebo itu.

Gazebo

Di dalam gazebo, terdapat sajian makanan di atas meja. Sienna terpana mendapati semua ini, ditambah lagi suasana di luar tiba-tiba berubah. Langit yang mulai menggelap, semakin bertambah cantik ketika lampu-lampu di sekitar taman dinyalakan.

Belum lengkap dengan semua itu, saking Sienna terpana dengan tempat ini, ia sampai tidak sadar sebuah lagu romantis mulai memenuhi telinga. Lagu berirama lembut tersebut dibawakan oleh sebuah band yang terdiri dari vokalis, pianis, dan basis.

Play this song in new tab while you read : Until I Found You

Sambil lagu dibawakan, Alavro mengutarakan apa yang ingin ia sampaikan kepada Sienna.

“Sienna, waktu gue sadar gue punya perasaan buat lo, gue merasa gue nggak akan bisa lagi mencintai orang lain selain lo.”

Alvaro menjeda ucapannya sesaat, tapi netranya tidak lepas memandang Sienna barang sedetikpun.

“Mungkin lo udah pernah denger kalimat yang gue bilang barusan dari laki-laki yang sebelumnya pernah ada di hidup lo,” ujar Alvaro lagi.

Satu tangan sienna yang berada di atas meja, diraih oleh Alvaro dan kemudian digenggam. Alvaro menatap Sienna lurus-lurus, “Mungkin manusia bisa jatuh cinta berkali-kali dalam hidupnya. Tapi seseorang juga bisa nentuin buat punya satu cinta yang sama, dan cuma untuk satu orang.”

“Gue nggak ngerencanain kata-kata yang hari ini gue ucapin ke lo. I want you to know, that what I said is just came out from me.”

Sienna masih terdiam di tempatnya, ia belum merespon perkataan karena ia merasa begitu gugupnya. Hari ini Alvaro benar-benar membuatnya terpana berkali-kali.

Setelah Alvaro mengungkapkan semua yang ingin ia katakan, mereka memutuskan untuk menikmati hidangan yang telah tersaji di hadapan mereka. Sienna tidak makan banyak, membuat Alvaro heran. Namun mungkin karena Sienna gugup, dan Alvaro memilih tidak menyinggungnya yang mana nanti akan membuat Sienna semakin gugup.

“Al,” ujar Sienna di sela-sela suapannya.

“Iya?” Alvaro menghentikan kegiatannya menyuap makanan. Alvaro meletakkan garpunya di atas piring, ia memfokuskan atensinya pada Sienna.

“Makasih buat semuanya. Tempat ini bener-bener bagus,” ujar Sienna.

Alvaro lantas mengulaskan senyumnya, “Sama-sama, Sayang.”

Sekitar 5 menit kemudian, Alvaro telah selesai dengan makanannya, yang tidak lama disusul juga oleh Sienna.

Musik masih terdengar, tapi sudah berganti entah ke lagu yang keberapa. Kali ini sebuah lagu fameliar yang Sienna ketahui memasuki telinga dengan begitu sopannya. Lagu Marry You milik Bruno Mars terdengar dinyanyikan dengan begitu indah.

Play this song in new tab while you read : Marry You

Selagi lagu tersebut dibawakan, Sienna mendapati Alvaro beranjak dari posisinya. Lelaki itu tampak mengeluarkan sesuatu dari kantung celana hitamnya.

Alvaro kemudian menyembunyikan benda itu di balik tubuhnya, lalu ia memutari meja yang membatasinya dengan Sienna.

Ketika Alvaro sudah sampai di hadapan Sienna, lelaki itu berlutut di hadapan Sienna dengan satu kaki yang maju ke depan.

Alvaro menunjukkan kepada Sienna benda yang sebelumnya ia sembunyikan. Benda itu adalah sebuah kotak beludru berwarna navy blue. Alvaro kemudian membuka kotak itu sehingga Sienna dapat melihat sebuah cincin dengan mata berlian yang nampak mengkilap. Cincin yang terlihat sangat cantik dan Sienna tahu bahwa nilai benda itu tidaklah kecil.

“Sienna, will you marry me?” ujar Alvaro sambil menatap Sienna dalam-dalam.

Tatapan Alvaro mengunci netra Sienna, sehinggaSeinna tidak bisa berfokus pada hal lain selain sosok di hadapannya ini.

Sienna pun membalas tatapan Alvaro dengan pancaran penuh afeksi. “Yes, I will,” ujarnya kemudian.

Sienna seketika mendapati kedua netra Alvaro berkaca-kaca. Alvaro kemudian beranjak dari posisi berlututnya dan menyematkan cincinnya di jari manis Sienna, lalu lelaki itu langsung membawa Sienna untuk masuk ke dalam pelukannya.

Sienna membalas dekapan itu, kedua lengannya melingkar di torso Alvaro dan Sienna meletakkan dagunya di pundak Alvaro.

“Sienna, let’s make our beautiful journey together. I would never fall in love again, even I meet another you in another universe,” ujar Alvaro.

Tepat setelah Alvaro mengucapkan kalimat itu, air mata Sienna meluncur dengan mulus membasahi pipinya.

Sienna lantas tertawa kecil, jenis tawa yang menandakan bahwa ia tengah berbahagia. Alvaro yang mendapati tawa itu ikut merasa bahagia, rongga dadanya terasa menghangat.

Detik berikutnya, Sienna beralih mengurai pelukan mereka. Namun tidak ingin berada jauh-jauh dari cintanya, Sienna pun menyandarkan kepalanya di dada bidang Alvaro dan melingkarkan kedua lengannya di pinggang Alvaro. Sienna ingin menikmati waktunya, rasanya tidak ingin saat-saat ini cepat berlalu.

“Al,” Sienna berujar pelan.

“Iya?”

Suara lembut Alvaro yang selalu menyambutnya, suara yang selalu mampu membuatnya tenang ini, Sienna merasa bersyukur mengetahui bahwa ia memilikinya dan dicintai oleh sosok di hadapannya ini.

Sienna lantas dedikit mendongak agar bisa menatap mata Alvaro. Pandangan mereka bertemu dan saling mengunci. “*Thank you for loving me like this,” ucap Sienna.

Menggunakan netranya, Sienna dengan puas memandangi wajah cintanya. Sienna mengulaskan senyumnya, lalu ia kembali berujar, “Al, you made me realize that every one deserves to be loved. You taught me how to loving someone in every situation they would be. Al, you made me felt comfort when I’m with you and you care about me a lot. I’m really thankful, for every memories that we have done together.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Selama 25 tahun menjalani hidupnya, Sienna tidak pernah berpikir bahwa ia dapat mewujudkan keinginannya berkat kemampuannya membaca masa depan. Sienna tentu masih ingat, beberapa saat sebelum dirinya dan Alvaro bertemu, Sienna mendapatkan sebuah mimpi. Di mimpi itu, Sienna merasa bahwa dirinya begitu bahagia. Sienna sekarang yakin bahwa lelaki yang dilihatnya di mimpi itu adalah Alvaro. Sienna ingin mewujudkan hari bahagia itu sesuai apa yang ada di mimpinya.

Mimpi Sienna itu seperti sebuah kepingan puzzle yang awalnya tidak beraturan, dan untuk melengkapi satu gambar puzzle yang utuh, diperlukan usaha yang tidaklah mudah. Ada jatuh dan bangun, ada tangis dan tawa, ada senyum dan air mata. Sienna telah bersedia melewati itu semua, selama ia melaluinya dengan orang yang ia cintai, Sienna yakin ia akan mampu.

Sienna dapat mengubah takdir seseorang menjadi lebih baik. Kemampuannya bisa menyelamatkan orang lain atau bahkan melindungi orang-orang yang ia sayangi dari sesuatu yang kurang baik.

Kini Sienna ingin menggunakan kemampuan untuknya sendiri. Sienna ingin mewujudkan mimpi indahnya menjadi kenyataan.

Hari ini sekitar pukul 3 sore, Alvaro mengajak Sienna ke suatu tempat. Tempat tersebut berada di luar kota, jadi butuh waktu kurang lebih 4 jam untuk sampai, sudah termasuk padatnya lalu lintas.

Mobil Alvaro telah berhenti di depan sebuah tempat dengan pagar ganda yang cukup tinggi. Alvaro lantas mengatakan bahwa ia akan turun lebih dulu. Ada sesuatu yang perlu ia pastikan agar semuanya berjalan sesuai dengan rencana.

Sienna hanya mengangguk menuruti Alvaro. Apakah ini akan persis seperti di mimpinya? Di dalam mimpinya, hanya ada dirinya sebelum akhirnya ia bertemu dengan Alvaro.

Sienna tetap memutuskan menunggu Alvaro kembali. Namun sampai hampir sepuluh menit berlalu, tidak juga ada tanda-tanda Alvaro kembali. Sienna malah mendapat pesan di ponselnya dan itu dari Alvaro.

‘You need to find me, Babe. Come over here.'

What?” Sienna berujar spontan setelah membaca pesan itu dan ia tertawa. Sienna tidak menyangka, sepertinya mimpinya memang akan menjadi 100 persen akurat terjadi di kehidupan nyata.

Sienna memutuskan turun dari mobil setelah mematikan mesin mobil dan membawa kuncinya bersamanya.

Sienna kemudian menyapukan matanya ke area sekitar sebelum akhirnya melangkah ke tempat itu. Tidak tahu pasti tempat seperti apas yang kini ia datangi, tapi yang jelas, tempat ini nampak sangat indah. Alvaro benar-benar mempersiapkan ini untuknya, dan Sienna terharu karena telah dispesialkan seperti ini.

Tempat yang kini Sienna jajaki merupakan sebuah taman yang cukup luas yang dipenuhi oleh bunga mawar pink. Sienna terkesima menyaksikan tempat yang begitu cantik ini. Sienna tidak tahu gambaran surga itu seperti apa, tapi tempat ini sepertinya layak disebut sebagai surga dunia.

Taman mawar pink

Saat Sienna melangkahkan kakinya semakin jauh, ia melihat sebuah danau yang airnya berwarna biru jernih, pemandangan di sana sungguh membuatnya takjub, mirip di cerita dongeng yang sewaktu kecil sering ia tonton.

Tidak jauh dari danau itu, ada sebuah air mancur yang tidak kalah cantik dari bunga-bunga mawar yang ada di taman. Sienna memutuskan mendekati air mancur itu, ia menyaksikan dengan tatapan berbinar air yang bergerak ke atas dari pancuran itu.

Air mancur

Di dekat air mancur itu, ada sebuah keranjang yang berisi beberapa tangkai bunga mawar. Sienna baru akan mengambil setangkai mawar dari sana, tapi seseorang lebih dulu memberikan setangkai mawar ; yang sudah bersih dari duri ke tangannya. Begitu Sienna mendongak untuk mendapati orang itu, ia menemukan Alvaro di sana. Alvaro mengulaskan senyum lembut padanya. Sebuah senyum yang terasa fameliar, yang persis seperti yang Sienna lihat di dalam mimpinya.

Kedua netra Sienna lantas turun pada mawar yang Alvaro berikan padanya. Mawar memiliki makna dalam tentang sebuah cinta, an mawar ini menjadi pertanda dari sebuah suratan takdir yang dituliskan untuk Sienna dan Alvaro.

“Sienna, gue seneng bisa ketemu lagi sama lo,” Alvaro menjeda ucapannya, ia meraih satu tangan Sienna yang bebas.

I’ve been looking for you since I came back to Jakarta. Tapi Tuhan belum izinin gue buat ketemu sama lo. Pada akhinya, gue bersyukur karena gue bisa ketemu sama lo dan membuat lo jatuh cinta sama gue.”

Sienna menatap Alvaro lurus-lurus. Detik berikutnya, Alvaro yang masih menggenggam tangan Sienna, mengajak gadis itu ke sebuah tempat.

Rupanya Alvaro mengajak Sienna ke sebuah gazebo mungil telah di dekor dengan bunga-bunga mawar yang cantik di kerangka luarnya. Alvaro lantas mengajak Sienna masuk ke dalam gazebo itu.

Gazebo

Di dalam gazebo, terdapat sajian makanan di atas meja. Sienna terpana mendapati semua ini, ditambah lagi suasana di luar tiba-tiba berubah. Langit yang mulai menggelap, semakin bertambah cantik ketika lampu-lampu di sekitar taman dinyalakan.

Belum lengkap dengan semua itu, saking Sienna terpana dengan tempat ini, ia sampai tidak sadar sebuah lagu romantis mulai memenuhi telinga. Lagu berirama lembut tersebut dibawakan oleh sebuah band yang terdiri dari vokalis, pianis, dan basis.

https://write.as Play this song in new tab while you read : Until I Found You

Sambil lagu dibawakan, Alavro mengutarakan apa yang ingin ia sampaikan kepada Sienna.

“Sienna, waktu gue sadar gue punya perasaan buat lo, gue merasa gue nggak akan bisa lagi mencintai orang lain selain lo.”

Alvaro menjeda ucapannya sesaat, tapi netranya tidak lepas memandang Sienna barang sedetikpun.

“Mungkin lo udah pernah denger kalimat yang gue bilang barusan dari laki-laki yang sebelumnya pernah ada di hidup lo,” ujar Alvaro lagi.

Satu tangan sienna yang berada di atas meja, diraih oleh Alvaro dan kemudian digenggam. Alvaro menatap Sienna lurus-lurus, “Mungkin manusia bisa jatuh cinta berkali-kali dalam hidupnya. Tapi seseorang juga bisa nentuin buat punya satu cinta yang sama, dan cuma untuk satu orang.”

“Gue nggak ngerencanain kata-kata yang hari ini gue ucapin ke lo. I want you to know, that what I said is just came out from me.”

Sienna masih terdiam di tempatnya, ia belum merespon perkataan karena ia merasa begitu gugupnya. Hari ini Alvaro benar-benar membuatnya terpana berkali-kali.

Setelah Alvaro mengungkapkan semua yang ingin ia katakan, mereka memutuskan untuk menikmati hidangan yang telah tersaji di hadapan mereka. Sienna tidak makan banyak, membuat Alvaro heran. Namun mungkin karena Sienna gugup, dan Alvaro memilih tidak menyinggungnya yang mana nanti akan membuat Sienna semakin gugup.

“Al,” ujar Sienna di sela-sela suapannya.

“Iya?” Alvaro menghentikan kegiatannya menyuap makanan. Alvaro meletakkan garpunya di atas piring, ia memfokuskan atensinya pada Sienna.

“Makasih buat semuanya. Tempat ini bener-bener bagus,” ujar Sienna.

Alvaro lantas mengulaskan senyumnya, “Sama-sama, Sayang.”

Sekitar 5 menit kemudian, Alvaro telah selesai dengan makanannya, yang tidak lama disusul juga oleh Sienna. Musik masih terdengar, tapi sudah berganti entah ke lagu yang keberapa. Kali ini sebuah lagu fameliar yang Sienna ketahui memasuki telinga dengan begitu sopannya. Lagu Marry You milik Bruno Mars terdengar dinyanyikan dengan begitu indah.

https://write.as Play this song in new tab while you read : Marry You

Selagi lagu tersebut dibawakan, Sienna mendapati Alvaro beranjak dari posisinya. Lelaki itu tampak mengeluarkan sesuatu dari kantung celana hitamnya.

Alvaro kemudian menyembunyikan benda itu di balik tubuhnya, lalu ia memutari meja yang membatasinya dengan Sienna.

Ketika Alvaro sudah sampai di hadapan Sienna, lelaki itu berlutut di hadapan Sienna dengan satu kaki yang maju ke depan.

Alvaro menunjukkan kepada Sienna benda yang sebelumnya ia sembunyikan. Benda itu adalah sebuah kotak beludru berwarna navy blue. Alvaro kemudian membuka kotak itu sehingga Sienna dapat melihat sebuah cincin dengan mata berlian yang nampak mengkilap. Cincin yang terlihat sangat cantik dan Sienna tahu bahwa nilai benda itu tidaklah kecil.

“Sienna, will you marry me?” ujar Alvaro sambil menatap Sienna dalam-dalam.

Tatapan Alvaro mengunci netra Sienna, sehinggaSeinna tidak bisa berfokus pada hal lain selain sosok di hadapannya ini.

Sienna pun membalas tatapan Alvaro dengan pancaran penuh afeksi. “Yes, I will,” ujarnya kemudian.

Sienna seketika mendapati kedua netra Alvaro berkaca-kaca. Alvaro kemudian beranjak dari posisi berlututnya dan menyematkan cincinnya di jari manis Sienna, lalu lelaki itu langsung membawa Sienna untuk masuk ke dalam pelukannya.

Sienna membalas dekapan itu, kedua lengannya melingkar di torso Alvaro dan Sienna meletakkan dagunya di pundak Alvaro.

“Sienna, let’s make our beautiful journey together. I would never fall in love again, even I meet another you in another universe,” ujar Alvaro.

Tepat setelah Alvaro mengucapkan kalimat itu, air mata Sienna meluncur dengan mulus membasahi pipinya.

Sienna lantas tertawa kecil, jenis tawa yang menandakan bahwa ia tengah berbahagia. Alvaro yang mendapati tawa itu ikut merasa bahagia, rongga dadanya terasa menghangat.

Detik berikutnya, Sienna beralih mengurai pelukan mereka. Namun tidak ingin berada jauh-jauh dari cintanya, Sienna pun menyandarkan kepalanya di dada bidang Alvaro dan melingkarkan lengannay di pinggan Alvaro. Sienna ingin menikmati waktunya, rasanya tidak ingin saat-saat ini cepat berlalu.

“Al,” ujar Sienna pelan.

“Hmm?”

Suara lembut Alvaro yang selalu menyambutnya, suara yang selalu membuatnya tenang itu, Sienna bersyukur mengetahui bahwa ia memilikinya dan dicintai oleh sosok di hadapannya ini.

Sienna lantas dedikit mendongak agar bisa menatap mata Alvaro. Pandangan mereka bertemu dan saling mengunci. “Al, *thank you for loving me like this,” ucap Sienna.

Menggunakan netranya, Sienna dengan puas memandangi wajah cintanya. Sienna mengulaskan senyumnya, lalu ia kembali berujar, “Al, you made me realize that every one deserves to be loved. You teached me how to loving someone in every situation they would be. Al, you made me comfort when I’m with you and you care about me a lot. I’m really thankful, for every memories we have done together.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭

Hari-hari telah berlalu sejak Alvaro mengadakaan konferensi pers. Masih ada beberapa media yang dengan gencarnya memberitakan tentang dirinya. Awalnya Alvaro tidak terlalu peduli, tapi saat mereka mulai mengulik sosok perempuan yang waktu itu terlihat bersama Alvaro di konferensi pers, Alvaro rasanya tidak ingin diam. Namun lagi-lagi Seinna mengingatkan Alvaro dan menyarankan untuk lebih baik tidak angkat bicara mengenai hal itu. Media haus akan bahan berita, dan seperti sebuah pancingan, jika Alvaro terpancing dan terperangkap, maka sebenarnya ia akan kalah. Alvaro membiarkan media mendapat apa yang mereka mau dan membuat mereka merasa menang.

Baru seumur-umur dalam hidupnya, Sienna mendapati namanya terdapat di berbagai platform dan menjadi perbincangan khayalak. Kejadian waktu itu tidak terduga, dan entah dari mana juga mereka bisa mendapat informasi tentang dirinya.

Perempuan yang disebut-sebut terlihat bersama Alvaro hari itu di konferensi pers, adalah Sienna Skyla Malinka ; yang lantas diduga adalah kekasih Alvaro yang belum diungkap secara resmi oleh Alvaro sendiri.

“Al, udah biarin aja. Nggak usah dipeduliin, taro hp-nya,” ujar Sienna, ia meraih ponsel di tangan Alvaro dan meletakkan bentu itu di atas meja.

Sienna lantas menghela satu sisi wajah Alvaro, meminta lelaki itu menatapnya. “Kita punya ha-hal yang lebih penting yang harusnya kita fokus pikirin, dari pada pemberitaan itu.”

“Pasti lo nggak nyaman sama berita-berita itu,” ujar Alvaro.

“Iya sih, awal-awal rasanya agak aneh. Setiap gue keluar rumah, takut ada yang ngenalin. Tapi kenyataannya, nggak separah yang kita bayangin, kan. Jadi terkenal sebentar, it’s oke. Seiring waktu, masyarakat juga nggak akan terlalu peduli lagi”

“Oke. Kalau makin parah, bilang sama gue, ya. Gue bakal urus ini dan pastiin mereka nggak nyerang lo lagi, mau secara langsung atau di sosial media.”

Sienna kemudian mengulaskan senyumnya, lalu ia mengangguk. Senyum tersebut otomatis tertular pada Alvaro. Melihat senyum kekasihnya ini, Alvaro selalu merasa nyaman ; rasanya emosinya mudah surut dan ketegangannya berangsur memudar.

Alvaro lantas mendekatkan posisinya dengan Sienna, tangan Sienna yang masih berada di sisi wajahnya, Alvaro mengambilnya lalu ia berali menggenggam tangan itu.

Alvaro mengeratkan genggaman itu, lalu sedikit digoyangkan. Sambil menatap netra Sienna dalam-dalam, Alvaro bertanya. “Apa hal-hal yang lebih penting yang harusnya kita fokus pikirin?”

Sienna nampak berpikir sejenak, matanya memicing dan timbul kerutan di dahinya. “Banyak, salah satunya keluarga kita.” Sienna menjeda ucapannya, ia menangkap basah Alvaro yang menatapnya selekat ini ketika Sienna berbicara. Seolah setiap kata yang Sienna ucapkan begitu penting bagi Alvaro dan lelaki itu benar-benar akan mendengarkannya.

“Kita harus fokus untuk ngasih kasih sayang yang utuh untuk Gio. Terus fokus untuk bicarain kelanjutan hubungan kita.” Sienna mengakhiri ucapannya, yang seketika mencetak senyum di wajah Alvaro.

“Gue udah ngomong sama mama dan juga orang tua lo, soal rencana pernikahan,” ujar Alvaro.

Alvaro telah berbicara pada mamanya juga pada orang tua Sienna tentang rencananya untuk menikahi Sienna. Niat itu sudah disampaikan dan tentunya disambut baik oleh kedua belah pihak dan akan segera dibuat perencanaannya.

“Sky.”

“Hmm?”

“Kapan kira-kira lo siap untuk pemberkatan di gereja?”

“Hah?” kerutan di kening Sienna seolah menjelasan kebingungannya.

“Iya, kira-kira kapan tanggal dan bulannya. Biar gue bisa perkirain dan siapin semuanya,” Alvaro malah bertanya lagi.

Sienna pun segera melayangkan protesnya. Alih-alih bertanya apakah Sienna bersedia menikah dengan Alvaro, Alvaro malah bertanya kapan Sienna siap melakukan pemberkatan di gereja. Seolah-olah memang Sienna sudah menerima lamaran Alvaro dan bersedia untuk menikah dengannya, padahal Alvaro belum melamarnya secara resmi.

You’re not even purpose me yet,” ujar Sienna.

“Oke-oke. You have any request for the purpose?” Alvaro terkekeh kecil. “Atau … lo lebih suka sesuatu yang rahasia dan surprise, jadi biar gue yang planning semuanya,” lanjut Alvaro kemudian.

“Hmm … I want too request one thing, maybe,” ujar Sienna.

“Oke, apa?”

“Mawar pink yang banyak, di taman, terus tamannya yang ada air mancurnya.”

Alright. Tapi itu lebih dari satu lho.”

“Nggak boleh emangnya?” Sienna bertanya sambil sedikit mencebikkan bibirnya.

Alvaro lantas mengarahkan tangannya untuk mengusap pipi Sienna. “Boleh, Sayang. Okey, you will get what you want.”

***

Terima kasih telah membaca The Destiny of Love 🌷

Tolong beri dukungan untuk The Destiny of Love supaya bisa lebih baik lagi. Support apapun dari para pembaca sangat berarti untuk author dan tulisannya. 💜

Semoga kamu enjoy sama ceritanya, sampai bertemu di part selanjutnya~ 🍭